Anda di halaman 1dari 51

Laporan Pendahuluan Demam Thypoid

Laporan Pendahuluan
Demam Thypoid
1. PENDAHULUAN
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan
Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid,
Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya.
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun
gejala yang dialami anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah
endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun (Nugroho,
Susilo, 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008,
demam tifoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di
rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%, urutan
pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%,
urutan ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01%
(Departemen Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta)

2. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem
organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi
dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus
halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di
luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus
meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot
memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm),
pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus
tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
a. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaputperitoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus
dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama
duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan
bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus
dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus halus,
diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
c. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
B. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens
(kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum).
Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna makanan beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
C. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
D. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini
disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks
pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang
umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
E. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk

menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar
dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

3. PENGERTIAN
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare.
2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).
4. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella
parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat
mati dengan pemanasan suhu 60 0 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan antigen Vi
(berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W.
Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)
5. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak
bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan
dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam
jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai
usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Selsel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya


ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk
ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ
manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa,
sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum terminal.
Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran
retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid
tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil,
demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi
sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
6. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala klinik demam thypoid :
Keluhan:
Nyeri kepala (frontal)
100%
Kurang enak di perut
50%
Nyeri tulang, persendian, dan otot
50%
Berak-berak
50%
Muntah
50%
Gejala:
Demam
100%
Nyeri tekan perut
75%
Bronkitis
75%
Toksik
60%
Letargik
60%
Lidah tifus (kotor)
40%
(Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.)
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh
berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah
(ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan
tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan
jarang kembung.

c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis
sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada
pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita tifoid

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella
typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali
pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam
tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan
kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika,
sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan
penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat
pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta
didukung oleh gambaran laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O >
1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif
S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada
pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan
sekali) (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI
8. PENATALAKSANAAN
A. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol
B. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih dari
selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi
dan diare.
f. Diet
Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.


Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC).
9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Esofagus dan abdomen kiri atas
1) Esofagus dan abdomen kiri atas
Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien; tetap
sama,meningkat atau menurun.
Adakah ktidaknyamanan saat menelan, bila ada apakah
terjadi hanya karena pada makanan tertentu?
Apakah berhubungan dengan nyeri?
Apakah perubahan posisi mempengaruhi
ketidaknyamanan?
Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman
nyeri,
adakah yang memperberat nyeri?
Adakah gejala lain seperti rugurgitasi, regurgitasi noctural,
kembung(eruktasi), yeri ulu hati, tekanan subesternal,
sensasi makanan menyangkut ditenggorokan, perasaan
penuh setelah makan dalam jumlah sedikit, mual, muntah
dan penuruna berat badan.
Apakah gejala meningkat dengan emosi? Jika ada
tanyakan waktu kejadian, faktor penghilang atau pemberat
seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau muntah.
b. Pengkajian lambung
Anamnese:
Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat
makan, mual atau muntah
Apakah gejala terjadi kapan saja? Sebelum atau sesudah
makan?setelah makan makanan pedas atau mencerna
obat tertentu?
Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress alergi,
makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu
cepat?
Bagaimana gejala hilang?
Adakah riwayat penyakit lambung
Pemeriksaan fisik;
Palpasi ringan dari ujung kiri atas abdomen sampai sedikit melewati garis kuadran
kanan atas untuk mendeteksi adanya nyeri tekan.
c. Pengkajian abdomen kuadran kanan atas
1) Hati dan kandung empedu
Anamnese:

Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah


darah,anoreksia, diare dan melena
Kaji riwayat perubahan mental dan ganggguan motorik
Tanyakan apakah pasien telah mengalami perubahan berat
badan atau intoleransi terhadap diet; mual, muntah, kejang
dalam 24 jam terakhir
Kaji adanya sendawa, kesulitan menelan, flatulensi,
muntah berdarah (hematemesis), feses kehitaman, jantung
terasa terbakar, diare atau konstipasi
Tanyakan riwayat keluarga tentang adanya kanker,
penyakit ginjal, alkoholisme, hipertensi atau penyakit
jantung.
Periksa penggunaan alkohol yang biasa pasien lakukan
Tanyakan apakan pasien menggunakan zat atau obat
tertentu yang bersifat hepatoksik

Pemeriksaan fisik;
Inspeksi:
Warna kulit
Sclera mata untuk menilai adanya ikterus
Pembesaran abdomen akibat cairan (asites)
Perkusi :
untuk menilai luasnya asites dapat dilakukan perkusi abdomen, apabila sudah terdapat
cairan dalam kavum peritoneal maka daerah pinggang akan menonjol ketika pasian
dalam posisi supinasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan shifting dullness aau dengan
mendeteksi gelombang cairan.
Palpasi:
Palpasi pada daerah kuadran kanan atas dibawah rongga iga untuk mendapatkantepi
bawah hati, untuk memeriksa pembesaran hati.
Letakan tangan kiri dibawah toraks posterior kanan pasien pada iga kesebelas dan dua
belas, kemudian memberi tekanan keatas. Dengan jari-jari tangan kanan mengarah
pada tepi kostal kanan, perawat meletakan tangan di atas kuadran kanan atas tepat
dibawah tepi hati.pada saat perawat menekan keatas dan kebawah secara perlahan,
pasien menarik napas dalam melalui abdomen. Pada saat pasien berinhalasi, perawat
mencoba memalpasi tepi hati pada saat hati menurun.
Pada keadaan normal hati tidak mengalami nyeri tekan dan memiliki tepi yang teratur
dan tajam.
d. Pengkajian abdomen kuadran kiri dan kanan bawah
1) Kolon
Anamnese:
Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah,anoreksia, diare dan melena

Bila pasien mengalami nyeri abdomen atau nyeri punggung bawah, kaji karakter nyeri
secara terperinci.
Kaji adanya penggunaan laksatif
Perhatikan gerakan dan posisi pasien. Posisi dan gerakan mengindikasikan letak nyeri.
Tanyakan apakah pasien mengalami penurunan berat badan selama 24 jam terakhir
Tentukan apakah pasien wanita sedang mengandung atau tidak.
Inspeksi:
Inspeksi abdomen melihat kondisi abdomen pasien dikuadran bawah tentang kontur dan
simetrisitas dari abdomen dilihat dengan identifikasi penonjolan lokal, distensi, atau
gelombang peristalitik.
Auskultasi :
Dilakukan terlebih dahulu seblum palpasi dan perkusi yang dapat meningkatkan
motilitas usus dan dengan demikian dapat mengubah bising usus.
Auskultasi abdomen untuk mendengarkan bising usus dari motilitas usus dan
mendeteksi bunyi vaskular. Pasien diminta untuk tidak berbicara.

Palpasi :
Palpasi ringan dan palpasi dalam pada bagian bwah abdomen
kaji ukuran, lokasi, bentuk, lokasi, bentuk, konsitensi, nyeri tekan, pulsasi, dan
mobilitasnya.
Perkusi :
mengetahui letak oragn-organ yang berada dibawahnya, tulang dan massa, serta untuk
membantu mengungkapkan adanya udara didalam lambung dan usus.
Catat suara timpani atau pekak
e. Pengkajian feses
Bila feses mengandung darah yang menghasilkan warna hitam (melena), dicurigai
adanya pendarahan pada rektal bawah atau anal.

10. PENYIMPANGAN KDM


Penularan 5F :
Food : Makanan
Finger : Jari tangan, kuku
Fomitis : Muntahan
Fly
: Lalat
Feces : Kotoran manusia

Defisit perawatan diri

Mudah letih, lesuh

Energi yang dihasilkan berkurang

Bakteri salmonella
Thypi (perantara 5F)

Metabolisme menurun

Intake makanan (nutrisi) untuk


tubuh menurun

Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh

Masuk lewat makanan

Saluran pencernaan

Lambung (sebagian
mati oleh asam
lambung)

Usus halus (jar.


Limfoid usus halus)

Malaise, perasaan
tidak enak, nyeri
abdomen

Napsu makan menurun, nausea &


vomit

Peristaltik usus menurun

Tidak terdengar bising usus/bising


usus turun

Infeksi usus halus

hipertermi

inflamasi

konstipasi

Gangguan pada
termoregulator (pusat
pengaturan suhu
tubuh)

Pirogen beredar
dalam darah

Endotoksin
meransang sintesa &
pelepasan zat pirogen
oleh leukosit pada jar.
radang

Peradanan lokalisasi
meningkat

Pembuluh limfe

Komplikasi intestinal:
Peradarahan usus
Perforasi usus (bag.distal ileum)
periotonitis

Bakterime primer
(bakteri masuk ke
aliran darah)

Bakteri yang tidak


difagositosis akan
masuk &berkembang
di hati & limfa

Inflamasi hati & limfa

Hepatomegali &
splenomegali

Nyeri tekan

Masa inkubasi 5-9 hari

Nyeri akut

Bakteri mengeluarkan
endotoksin

Masuk kedalam darah (bakteremi


sekunder)

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang sering muncul dalam kasus demam thypoid adalah sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera biologis atau infeksi
c. Ketidak seimbangangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang tidak adekuat
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, istirahat total dan pembatasan karena
pengobatan

12. PERENCANAAN KEPERAWATAN


No
1

Diagnosa keperawatan
Hypertermi b/d proses infeksi

Tujuan/hasil yang diharapkan


Termoregulasi
Tanda-tanda Vital

Rencana Tindaka
1. Pantau suhu tubuh pa
setiap 4 jam

Setelah dilakukan tindakan


2. Kolaborasi pemberian
keperawatan selama.x 24 jam
antipiretik sesuai anju
pasien menujukan temperatur dalan 3. Turunkan panas deng
batas normal dengan kriteria:
melepaskan selimut a
menanggalkan pakian
Bebas dari kedinginan
yang terlalu tebal, ber
Suhu tubuh stabil 36-37 C
kompres dingin pada
Tanda-tanda vital dalam rentang
aksila dan liatan paha
normal

4. Pantau dan catat den


dan irama nadi, vekan
vena sentral, tekanan
darah, frekuensi napa
tingkat responsitas, d
suhu kulit minimal 4 ja

5. Observasi adanya kon


disorientasi

6. Berikan cairan IV ses


yang dianjurkan.

Nyeri akut

Tingkat kenyamanan
Control nyeri

Manajemen nyeri :
1. Lakukan pegkajian
secara
kompreh
Setelah dilakukan askep selama .....
termasuk
lo
x 24 jam pasien menunjukan tingkat karakteristik,
du
kenyamananmeningkat, dan
frekuensi, kualitas
dibuktikan dengan:
faktor presipitasi.
level nyeri pada scala 2-3
Pasien dapat melaporkan nyeri pada2. Observasi reaksi
nonverbal dari
petugas,
ketidaknyamanan.
Frekuensi nyeri
3. Gunakan teknik
Ekspresi wajah
komunikasi terapeutik
Menyatakan kenyamanan fisik dan
untuk mengetahui
psikologis,
pengalaman nyeri klie
TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt,
sebelumnya.
RR: 16-20x/mnt

Control nyeri pada level 3


dibuktikan dengan:
4. Kontrol faktor lingkun
Pasien melaporkan gejala nyeri dan
yang mempengaruhi
control nyeri.
seperti suhu ruangan
pencahayaan, kebisin

5. Kurangi faktor presipi


nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).

7. Ajarkan teknik non


farmakologis (relaksa
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.

8. Berikan analgetik unt


mengurangi nyeri.

9. Evaluasi tindakan

pengurang nyeri/kont
nyeri.

10. Kolaborasi dengan


dokter bila ada kompl
tentang pemberian
analgetik tidak berhas
11. Monitor penerimaa
klien tentang manajem
nyeri.

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Administrasi analge
1. Cek program pemberi
analogetik; jenis, dosi
dan frekuensi.
2. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberia
dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepa
waktu terutama saat n
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
Status gizi : asupan gizi
Manajemen Nutrisi
1. kaji pola makan klien
Setelah dilakukan askep selama
2. Kaji adanya alergi
....x24 jam pasien menunjukan:
makanan.
status nutrisi adekuat dibuktikan
3. Kaji makanan yang
dengan BB stabil tidak terjadi mal disukai oleh klien.
nutrisi, tingkat energi adekuat,
4. Kolaborasi dg ahli giz
masukan nutrisi adekuat
untuk penyediaan nut
terpilih sesuai dengan
kebutuhan klien.
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengand

7.

1.
2.

3.
4.

5.
6.

7.
4

Defisit perawatan diri

Perawatan diri : aktivitas


kehidupan sehari-hari

1.

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan ....x24 jam klien mampu
2.
melakukan Perawatan diri/Self care :
Activity Daly Living (ADL) dengan
skala 1-2 dengan indicator :
Pasien dapat melakukan aktivitas 3.
sehari-hari (makan, berpakaian,
kebersihan, toileting, ambulasi)
Kebersihan diri pasien terpenuhi 4.
5.

6.

cukup serat untuk


mencegah konstipasi
Berikan informasi tent
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap har
memungkinkan.
Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan
selama makan.
Jadwalkan pengobata
dan tindakan tidak
bersamaan dengan w
klien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Monitor adanya gangg
dalam proses
mastikasi/input makan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi
kalori.
Bantuan perawatan
Monitor kemampuan
pasien terhadap
perawatan diri
Monitor kebutuhan ak
personal hygiene,
berpakaian, toileting d
makan
Beri bantuan sampai
mempunyai kemapua
untuk merawat diri
Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhan
Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
Pertahankan aktivitas

7.
8.

1.
2.

3.
4.
5.
6.

perawatan diri secara


rutin
Evaluasi kemampuan
klien dalam memenuh
kebutuhan sehari-har
Berikan reinforcemen
atas usaha yang
dilakukan dalam
melakukan perawatan
sehari hari.
Self-care assistant.
Kaji kemampuan klien
self-care mandiri
Kaji kebutuhan klien u
personal hygiene,
berpakaian, mandi, cu
rambut, toilething, ma
sediakan kebutuhan y
diperlukan untuk ADL
Bantu ADL sampai
mampu mandiri.
Anjurkan keluarga un
membantu
Ukur tanda vital setiap
tindakan

DAFTAR PUSTAKA

1. Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing
2. Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta
3. Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika
4. Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
5. Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.
Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)

6. Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta.
7. Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
8. Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI)
9. Widodo, D. (2007). Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Diposkan 16th February 2015 oleh Anno Making


0

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID
Di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak Semester VI

Pembimbing Klinik : Ns. Wiji Tri Lestari, S.Kep


Pembimbing Akademik: Ns. Meira Erawati, Msi Med

Oleh :
Siti Munadliroh
NIM 22020111130099
PRAKTIK KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014

DEMAM TIFOID

1.

Definisi

Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004). Demam tifoid adalah suatu penyakit
infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013.) Jadi, demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan dapat menular pada orang lain melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
1.

Etiologi

Etiologi dari penyakit ini antara lain:

1.
2.
3.
4.
5.

Salmonella typhii
Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
S typhii atau paratyphii hanya ditemukan pada manusia
Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang terkontaminasi
Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau
makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.

Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii Cmerupakan


bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke
dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk
melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa
inkubasi 3-25 hari. Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-4 dalam perjalanan penyakit. Orang yang
pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri.
Jadi, orang yang pernah menderita demam tifoid atau tifus akan menjadi orang yang menularkan tifus
pada yang belum pernah menderita tifus.
1.

Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada
saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan
seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H 2, inhibitor pompa
proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup
akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri
mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi
mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, dkk, 2012). Setelah melalui periode waktu tertentu (periode
inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam
sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat
yang disukai oeh Salmonella typhiadalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan
Peyers patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang
dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak
jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dariSalmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zatzat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik (Soedarmo, dkk, 2012). Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar,
kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).

1.

Manifestasi Klinik

Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada besar
inokulum yang tertelan. Tanda dan gejala yang dapat muncul pada demam tifoid antara lain:
1.

Anak Usia Sekolah dan Remaja

Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 23 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua
atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi
bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu. Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak
merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit,
bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif
yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan
perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik,
terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke
sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya
berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.
2.

Bayi dan balita

Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis
gastroenteritis akut.
3.

Neonatus

Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya berupa
muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat
terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.
1.
2.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua tandatanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan
jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat
dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan
pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada,
abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2.
3.

Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.
1.

Kimia darah

Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan.
1.

Imunorologi

Uji widal adalah pemeriksaan serologi yang ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam
darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi.
Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan
adanya penyakit imunologik lain.
1.

Urinalis

Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal : bila
meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
1.

Mikrobiologi

Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam situasi
yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk.
Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui
komplikasi yang muncul.
1.

Radiologi

Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam
yang signifikan.
1.

Biologi molekuler

Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman yang kemudian
diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen
yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1.

Pathway

Terlampir
1.

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:


1.

Perawatan

Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari.
Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien

dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di
perhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2.

Diet

Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3.
4.
o

Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo (2009), kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai
spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi
yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik
kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada
anak : 25 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang
sama.
o

Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2007, hal: 86), Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat pmetilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya
agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30 mg/kg BB/hari.
o

Ko-trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam).
Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat
enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel sel
darah antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi
dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada
anak-anak. Kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak
yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua
dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan
gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
o

Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan
beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih
sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya
yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak
(200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak
(100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000, hal:942).

1.
o
o
o

Obat obat simptomatik:


Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan badan
serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

Secara fisik penatalaksanaannya antara lain:


1.

Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan
apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak
cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang-

Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena
oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel
otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.
1.
2.
3.
4.

5.
6.

1.
2.
3.

Buka pakaian dan selimut yang berlebihan


Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel-sel otak.
Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat berupa air
putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang
menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk menurunkan suhu
tubuh di permukaan tubuh anak.

Proses Keperawatan
Pengkajian
Data demografi

Klien / pasien Tanggal pengkajian : Tanggal masuk


: Ruangan
Nama
: Tanggal lahir / umur
: Jenis kelamin
Agama
: Suku
: Diagnosa
penanggung jawab Nama
: Hubungan dengan klien
Suku
: Agama
: Alamat
Telepon
:
1.
2.

: Identitas
:
:

Orangtua /

:
: No.

Alasan datang ke rumah sakit


Riwayat penyakit sekarang

Mengalami muntah-muntah, BAB hingga 3 kali lebih, anak sering rewel, dan badan lemas.
2.

Riwayat penyakit dahulu

Pernah mengalami diare atau pernah menderita penyakit pencernaan.


o

Prenatal

Pemeriksaan rutin

Umur kehamilan 1-28 minggu


: setiap 4 minggu sekali Umur kehamilan 28-36 minggu
minggu sekali Umur kehamilan > 36 minggu
: setiap 1 minggu sekali
o

: setiap 2

Keluhan selama hamil

Keluhan mual dan muntah selama hamil trimester awal yang dirasakan oleh ibu, dianjurkan untuk
mengkonsumsi makanan dengan jumlah lebih banyak dari sebelum hamil namun proses makan
dilakukan sedikit tetapi sering.
o

Riwayat terkena radiasi

Apakah selama hamil ibu klien pernah menjalani pemeriksaan radiologi.


o

Riwayat kenaikan berat badan selama hamil

IMT rendah <


18,5

IMT normal
18,5-24,9

IMT tinggi 2529,9

IMT obesitas >


30

14 20 kg

12,5 17,5 kg

7,5 12,5 kg

5,5 10 kg

o
o

Natal
Tempat melahirkan

Puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin


o

Jenis persalinan

Jenis persalinan adalah normal dan SC dengan presentasi kepala atau bokong
o

Penolong persalinan

Bidan, dokter, dukun bayi.


o

Komplikasi saat melahirkan

Ada atau tidak komplikasi saat melahirkan


o

Komplikasi setelah melahirkan

Ada atau tidak komplikasi setelah melahirkan


o
o

Post natal
Kondisi Neonatus

Warna kulit klien saat lahir berwarna kemerahan dan bayi langsung menangis secara spontan dan
keras serta bergerak aktif ketika pertama kali keluar atau dilahirkan.
o

Imunisasi

Jenis
Imunisa
si

BCG
Hepatiti
s1
Hepatiti
s2
Hepatiti
s3
DPT 1
DPT 2
DPT 3
Polio 1
Polio 2

Umur
0

1
0

1
1

1
2

Polio 3
Polio 4
Campak

Pertumbuhan Fisik

Berat badan: 2500 4000 gram Tinggi badan: 50 cm


o

Perkembangan tiap tahap

Berguling
: 6 bulan Duduk
10 bulan Berjalan
: 10 bulan
3.

: 7 bulan Merangkak

: 8 bulan Berdiri

Riwayat penyakit keluarga

Genogram

Keterangan: : sudah meninggal : perempuan : laki-laki


: perkawinan : tinggal satu atap

: keturunan : Klien

/ An. A
1.
2.

Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia menurut Virginia Henderson


Kebutuhan Oksigenasi

Saat di rumah: Apakah klien pernah mengalami masalah dengan pernafasannya . Berapa denyut nadi
klien . Rentang normal berkisar antara 80 120 kali permenit untuk dewasa. 120-130 kali permenit
untuk anak-anak. Frekuensi pernapasan normal berkisar antara 20-24 kali permenit untuk dewasa. 3040 kali permenit untuk anak-anak. Apakah klien mengalami sesak napas. Saat dikaji: Apakah klien
menggunakan alat bantu pernapasan. Berapa frekuensi pernapasan dan denyut nadi klien. Apakah
klien terlihat kesulitan ketika bernapas, kedalaman napas klien normal atau tidak.
2.

Kebutuhan Aktivitas dan Latihan

Sebelum sakit: Apa saja aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari. Saat dikaji: Apa saja
aktivitas yang biasa dilakukan klien selama satu hari saat dirumah sakit. Apakah klien lemas atau
sudah mulai bisa beraktivitas seperti sebelum sakit. Tabel Tingkat Kemandirian

Kemampuan Perawatan Diri

Makan/minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah

Keterangan : 0 = mandiri
3 = dibantu orang lain dan alat 1 = dengan alat
bantu
4 = tergantung total 2 = dibantu orang lain
3.

No

4.

Kebutuhan Hygiene Integritas Kulit

Pembanding

Sebelum
Sakit

Saat Dikaji

Mandi

Berapa kali
sehari

Berapa kali sehari

Keramas

Berapa hari
sekali

Berapa hari sekali

Ganti
pakaian

Berapa kali
sehari

Berapa kali sehari

Sikat gigi

Berapa kali
sehari

Berapa kali sehari

Memotong
kuku

Berapa kali
seminggu

Berapa kali seminggu

Kebutuhan Istirahat Tidur

Sebelum sakit: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas tidur klien terpenuhi atau tidak.
Adakah keluhan ketika bangun tidur. Saat dikaji: Klien biasa tidur berapa jam dalam sehari. Kualitas
tidur klien terpenuhi atau tidak. Adakah keluhan ketika bangun tidur.
5.

Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

Klien terpasang saluran infus dengan cairan apa.


Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi makanan

Berapa kali sehari

Berapa kali
sehari

Jumlah makanan

Berapa porsi,
habis atau tidak

Berapa porsi,
habis atau tidak

Jenis makanan

Apa makanan
yang dikonsumsi.

Apa makanan
yang dikonsumsi.

Alergi makanan

Adakah makanan
yang
menyebabkan
klien alergi

Adakah makanan
yang
menyebabkan
klien alergi

Nafsu makan

Baik/
berkurang/buruk

Baik/
berkurang/buruk

Berat Badan

Berapa kg

Berapa kg

Tinggi Badan

Berapa Cm

Berapa Cm

Makanan Pantangan

Adakah makanan
pantangan

Adakah makanan
pantangan

Kebiasaan minum

Berapa gelas
perhari

Berapa gelas
perhari

Jenis minum

Apa minuman
yang dikonsumsi

Apa minuman
yang dikonsumsi

Perasaan haus

Biasa/
bertambah/

Biasa/
bertambah/

berkurang

6.

berkurang

Kebutuhan Eliminasi

BAB
Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi

Berapa kali sehari

Berapa kali sehari

Warna

Apa warna dari


feses

Apa warna dari feses

Bau

Normal berbau
amoniak

Normal berbau
amoniak

Konsistensi

Padat/cair/keras

Padat/cair/keras

Pembanding

Sebelum sakit

Saat dikaji

Frekuensi

Berapa kali sehari

Berapa kali sehari

Warna

Kuning jernih/pekat

Kuning jernih/pekat

Bau

Amoniak (normal)

Amoniak (normal)

Perasaan

Sakit atau tidak

Sakit atau tidak

BAK

7.

Kebutuhan Persepsi Sensori dan Kognitif

Penglihatan
: Apakah menggunakan kacamata pada aktivitas sehari- hari. Bisa melihat jarak
jauh dan dekat dengan jelas atau tidak. Pendengaran
: Apakah klien masih dapat mendengar
dengan jelas, dan tidak mengeluh masalah pendengarannya. Apakah klien bisa mendengar suara

pelan seperti bisikan dan suara yang keras. Penciuman


: Apakah klien masih dapat mencium
bau-bauan dan tidak ada masalah dengan indera penciumannya. Klien bisa mencium bau busuk dan
harum atau tidak. Pengecapan
: Apakah klien masih dapat membedakan rasa pahit, manis,
asam dan asin. Perabaan
: Apakah klien bisa merasakan sensasi ketika disentuh ataupun
dicubit.
8.

Kebutuhan Termoregulasi

Adakah demam pada klien dan berapa suhunya . Suhu normal 36-36,5oC untuk dewasa. 36,5oC
37,5oC untuk anak-anak.
9.

Kebutuhan Konsep Diri

Citra tubuh : Apakah klien sudah mulai memperhatikan tubuhnya. Identitas


: Apakah klien sudah
mengetahui identitas dirinya. Harga diri
: Apakah klien sudah mengetahui tentang harga dirinya.
Klien percaya diri atau masih malu. Peran
: Apakah klien sudah mengetahui mengenai peran
dirinya. Bagaimana peran klien dalam kehidupan sehari-hari. Ideal Diri
: Bagaimana ideal diri klien.
Klien ingin cepat sembuh.
1.

Kebutuhan Stress Koping

Sebelum sakit: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain. Saat
dikaji: Apakah klien senang bermain,bercanda atau bersosialisasi dengan orang lain.
1.

Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Jika klien mempunyai keluhan nyeri, kaji nyeri klien dengan pengkajian PQRST. P : penyebab rasa nyeri
Q : seperti apa kualitas nyeri ; tersayat, terbakar,diremas-remas dll. R : dimana nyeri dirassakan S :
berapa skala nyeri (0-10) T : kapan nyeri dirasakan
2.

Kebutuhan Seksual Reproduksi

Apakah klien sudah mengetahui jenis kelaminnya. Adakah kebutuhan seksual-reproduksi klien
3.

Kebutuhan Komunikasi Informasi

Sebelum sakit : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya. Saat
dikaji : Bagaimana komunikasi klien dengan teman dan orang-orang di lingkungannya.
4.

Kebutuhan Rekreasi Spiritual


A.
Rekreasi

Sebelum sakit : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan orang lain dilingkungannya.
Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di lingkungannya. Apa yang dilakukan klien
untuk menyenangkan hatinya. Saat dikaji : Apakah klien biasanya bermain dan berinteraksi dengan
orang lain dilingkungannya. Apakah klien biasa berwisata dengan keluarga atau orang di
lingkungannya. Apa yang dilakukan klien untuk menyenangkan hatinya.

1.

Spiritual

Sebelum sakit : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang dianutnya. Apa saja ibadah yang
dilakukan klien dalam sehari. Saat dikaji : Apakah klien sudah mengerti mengenai agama yang
dianutnya. Apa saja ibadah yang dilakukan klien dalam sehari.
1.
2.

Pemeriksaan fisik
Pengkajian Umum
A.
Tingkat Kesadaran

Eyes

Motorik

Verbal

Spontan

Dengan perintah

Rangsangan nyeri

Tidak berespon

Menurut perintah

Melokalisasi nyeri
(menunjuk)

Reaksi menghindari
nyeri

Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal

Tidak berespon

Terorientasi

Bingung

Kata-kata tidak
dimengerti

Suara tidak jelas

Tidak berespon

Keterangan : Compos mentis : 14-15 Apatis


7-9 Sporo coma
: 4-6 Coma
:3
1.

: 12-13 Somnolen

: 10-11 Delirium

2.
1.
2.
3.

Keadaan Umum
A.
Tanpa dehidrasi : baik, sadar
B.
Dehidrasi ringan / sedang : gelisah, rewel
C.
Dehidrasi berat : lesu, lunglai / tidak sadar
Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,5oC 37,5oC untuk anak-anak. 36 oC -36,5 oC untuk dewasa.
Nadi :120-130 kali per menit untuk anak-anak. 80- 120 kali per menit untuk dewasa.
RR : 30-40 kali per menit untuk anak-anak. 20-24 kali per untuk dewasa.

2.
o

Antropometri
LILA

Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah
dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan gambaran
tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit.
Klasifikasi

Batas Ukur

Wanita Usia Subur

KEK
Normal

< 23,5 cm
23,5 cm

Bayi Usia 0-30 hari

KEP
Normal

< 9,5 cm
9,5 cm

Balita

KEP

< 12,5 cm

Normal

12,5 cm

o
IMT

IMT
= Berat badan (kg)/ (tinggi badan (cm) / 100)2

IMT

Status Gizi

Kategori

< 17.0

Gizi Kurang

Sangat Kurus

17.0
18.5

Gizi Kurang

Kurus

18.5
25.0

Gizi Baik

Normal

25.0
27.0

Gizi Lebih

Gemuk

> 27.0

Gizi Lebih

Sangat
Gemuk

Z-score

Z-score = BB Median BB/U SD reference

Nilai Z-Score

Klasifikasi

Z-score +2

Obesitas

+1 Z-score < +2

Gemuk

-2 Z-score < +1

Normal

-3 Z-score < -2

Kurus

Z-score < -3

Sangat Kurus

3.
4.

Pengkajian head to toe


Pemeriksaan Kepala

I: bentuk kepala mesocepal, simetris kanan kiri atau tidak, terdapat benjolan pada kepala atau tidak,
kulit kepala bersih/kotor, rambut tebal/tipis dan lurus/kriting, distribusi rambut merata atau tidak dan
berminyak atau tidak. Pa: adakah nyeri tekan.
1.

Pemeriksaan Mata

I: Apakah memakai alat bantu penglihatan. Terdapat kantung mata atau tidak. Kelopak mata : simetris
kanan dan kiri atau tidak, adakah lesi, apakah penyebaran rambut alis merata. Konjungtiva dan
sclera : konjunctiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak Kornea : jernih atau keruh Pupil dan
iris : ukuran pupil isokor kanan kiri atau tidak. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua mata klien.
1.

Pemeriksaan Hidung

I: bentuk hidung klien kecil/besar, warna kulit sama dengan warna bagian wajah lain atau tidak.
Adakah deviasi atau pembengkakan tulang hidung, lubang hidung simetris kanan kiri atau tidak.
Apakah terdapat secret dan pelebaran nares. Pa: Adakah nyeri tekan pada batang dan jaringan lunak
hidung.
1.

Pemeriksaan Mulut

I : Apakah bibir simetris atas bawah, bibir kering atau lembab, mukosa pucat/kering/lembab. Berapa
jumlah gigi klien. Apakah terdapat bau mulut, pembesaran tonsil dan permukaan lidah kotor/bersih.
Pa : Adakah nyeri tekan pada kedua dinding mulut.
1.

Pemeriksaan Telinga

I: Apakah posisi telinga simetris kanan dan kiri, kulit bersih, liang telinga kotor/bersih. Apakah
menggunakan alat bantu pendengaran dan adakah benjolan. Pa: Adakah nyeri tekan pada kedua
telinga klien.
1.

Pemeriksaan Leher

I : Apakah ada pembengkakan kelenjar tiroid, jika digerakkan fleksi ekstensi terdapat terdapat nyeri
atau tidak dan adakah nyeri telan. Pa: Adakah nyeri tekan, benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid.
1.

Pemeriksaan dada dan paru

I : Apakah bentuk dada simetris kanan dan kiri, barel, fanel atau pigeon chest. Ekspansi dada simetris
atau tidak. Pa: Apakah vokal fremitus fibrasinya lebih terasa di sebelah kanan. Apakah terdapat nyeri
tekan bagian dada depan maupun belakang. Pe : apakah terdengar suara sonor pada kedua lapang
paru. Au : Apakah terdengar suara dasar vesikular, ronchi, wheezing atau crackles
1.

Pemeriksaan jantung

I: Apakah bentuk dada simetris kanan kiri. Adakah jaringan parut dan lesi. Apakah terlihat ictus cordis
pada rongga thoraks dan apakah iramanya teratur. Pe: Apakah terdengar bunyi pekak. Dilakukan untuk
mengetahui batas jantung Pa: Adakah nyeri tekan. Au : Bunyi jantung 1 = Bunyi jantung 2. Apakah
terdapat bunyi mur-mur.
1.

Pemeriksaan Abdomen

I : Apakah perut buncit, warna kulit sama dengan warna kulit di sekitarnya, bersih/kotor dan terdapat
jaringan parut atau tidak, warna ikterik/tidak. Apakah umbilikus mengalami inflamasi, posisi umbilicus
tepat ditengah garis tubuh/tidak. Au : Berapa frekuensi bising usus, normalnya 8-12 kali permenit Pe :
Apakah terdengar bunyi timpani. Pa : Apakah terdapat nyeri tekan.
1.

Pemeriksaan Genetalia

I : Apakah terpasang kateter, terdapat luka/tidak dan terdapat radang pada area genetalia atau tidak.
Pa : Adakah nyeri tekan
1.

Pemeriksaan Neurologis dan Ekstremitas

Status kesadaran: GCS dan kekuatan otot 5


1.

55

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas: Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada
tangan kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin. Bawah:
Apakah simetris kanan dan kiri. Apakah klien dapat melakukan Range of motion aktif pada tangan
kanan dan kiri, terdapat nyeri pada sendi atau tidak. Adakah edema dan akral dingin.
1.

Pemeriksaan kulit dan kuku

I: Bagaimana warna kulit klien, mukosa mulut pucat/tidak . Adakah edema dan bagaimana elastisitas
kulit dan kebersihan kuku. P: Adakah nyeri tekan. Berapa capilary refill time normalnya < 3 detik
1.

Analisa Data Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul antara lain:


1.

Hipertemia (00007)

DS : Ibu klien mengatakan anaknya panas DO :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Suhu tubuh klien lebih dari 36,50C


Kulit terasa hangat
Kulit terlihat kemerahan
Nadi klien lebih dari batas normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah (>140x/menit), di
bawah 3 tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}
Nafas klien lebih dari batas normal {anak-anak (>30x/menit), prasekolah (>34x/menit), di
bawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}
Terjadi kejang
Kekurangan volume cairan (00027)

DS :
1.
2.

Ibu klien mengatakan anaknya susah minum


Klien mengatakan anaknya buang air kecil terus

DO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bibir klien terlihat pecah-pecah


Mukosa klien kering dan pucat
Penurunan tugor kulit
Kulit klien terlihat lembab
Peningkatan konsentrasi urin
Klien terlihat lemas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)

DS :
1.
2.

Ibu klien mengatakan anaknya susah makan


Klien mengatakan anaknya mengalami muntah

DO :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina


Berat badan klien mengalami penurunan
Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
Membra mukosa klien pucat
Adanya sariawan
Klien tanpak menghindari makanan

1.

Rencana Keperawatan

No

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan dan Kriteria


Hasil

Intervensi

Hipertermia
(00007)

NOC:
1.
2.
3.
4.
5.

Hidration
Adherence
behavior
Immune status
Risk control
Risk detection

Kriteria hasil:
1.

Keseimbangan
antara produksi
panas, panas
yang diterima,
dan kehilangan
panas
2.
Seimbang
antara produksi
panas, panas
yang diterima,
dan kehilangan
panas selama 28
hari pertama
kehidupan
3.
Keseimbangan
asam basa bayi
baru lahir
4.
Temperature
stabil : 36,5
37,5C
5.
Tidak ada
kejang
6.
Tidak ada
perubahan warna
kulit
7.
Pengendalian
risiko:
hipertermia
8.
Pengendalian
risiko: hipotermia
9.
Pengendalian
risiko: proses
menular
10. Pengendalian
risiko: paparan
sinar matahari

Kekurangan
volume cairan
(00027)

NOC
1.
2.
3.

NIC: Temperature
regulation (pengatura
n suhu)
1.

Monitor suhu
minimal tiap dua
jam
2.
Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu
3.
Monitor tekanan
darah, nadi
danrespiratory
rate
4.
Monitor warna
dan suhu kulit
5.
Monitor tandatanda hipertermi
dan hipotermi
6.
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
7.
Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
8.
Ajarkan pada
orang tua pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
9.
Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negative dari
kedinginan
10. Beritahu tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganann
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi
dari hipotermia
dan penanganan
yang diperlukan
yang diperlukan
12. Berikan anti
piretik jika
diperlukan
13.
NIC Fluid management

Fluid balance
Hydration
Nutritional
status: food and
fluid intake

1.
2.

Timbang popok
jika perlu
Pertahankan
catatan intake dan
output yang akurat

3.
Kriteria hasil:
1.

2.

3.

Mempertahanka
n urine output
sesuai dengan
usia dan berat
badan, berat jenis
urine normal , HT
normal
Tekanan darah,
nadi, suhu tubuh
dalam batas
normal
Tidak ada
tanda-tanda
dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membran mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.

Monitor status
hidrasi
(kelembaban
membrane
mukosa, nadi
adekuat, tekanan
darah ortostatik)
jika diperlukan
4.
Monitor vital sign
5.
Monitor masukan
makanan atau
cairan dan hitung
intake kalori harian
6.
Kolaborasikan
pemberian cairan
IV
7.
Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
8.
Dorong masukan
oral
9.
Berikan
nasogastrik sesuai
output
10. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
11. Tawarkan
makanan ringan
(jus buah, buah
segar) untuk anak
usia bermain
sampai
remaja/dewasa
12. Kolaborasi
dengan dokter
apabila diperlukan
transfusi
Hypovolemia
management
1.

2.
3.
4.
5.

6.
7.

Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
Pelihara IV line
Monitor tingkat
Hb dan Ht
Monitor tanda
vital
Monitor respon
pasien terhadap
penambahan
cairan
Monitor berat
badan
Dorong pasien
atau orang tua
pasien untuk
menambah intake

8.

9.

oral
Pemberian cairan
IV monitor untuk
mengindikasi
adanya tanda dan
gejala kelebihan
volume cairan
yang diberikan
Monitor adanya
tanda gagal ginjal

10.

Ketidakseimban
gan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh (00002)

NOC:
1.
2.
3.
4.

Nutritional
status
Nutritional
status: Food and
fluid intake
Nutritional
status: nutrient
intake
Weight control

NIC Weight
Management (1260)
1.
2.

Kriteria Hasil:
1.

2.

3.
4.
5.

6.

Adanya
peningkatan
berat badan
sesuai dengan
tujuan
Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda
malnutrisi
Menunjukan
peningkatan
fungsi
pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang
berarti

3.

4.
5.

6.
7.

Bina hubungan
dengan keluarga
klien
Jelaskan keluarga
klien mengenai
pentingnya
pemberian
makanan,
penambahan berat
badan dan
kehilagan berat
badan
Jelaskan kelurga
klien tentang
kondisi berat
badan klien
Jelaskan resiko
dari kekurangan
berat badan
Berikan motivasi
keluarga klien
untuk
meningkatkan
berat badan klien
Pantau porsi
makan klien
Anjurkan klien
makan teratur

DAFTAR PUSTAKA Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara


Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius Damin, Sumardjo. 2009.Pengantar Kimia : Buku
Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC Muslim.
2009. Patofisiologi untuk Keperawatan . Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.
2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC. Jakarta:
Mediaction Publishing Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta : Erlangga Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012.Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI Sukandarrumidi.

2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: Kanisius Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD,
Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor Team Elsevier.
2013. Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, Inc. Tjay, Tan Hoan dan
Raharja, Kirana. 2007. ObatObat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya, Ed. Ke
6. Jakarta : EGC Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta:
EGC http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. diakses pada hari Senin, 3 Maret
2014, 16:05 WIB.
Share this:

LP THYPOID

I. LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR DEMAM THYPOID
1. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang
menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya
air / makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai
dengan malaise (Corwin, 2000).
2. Etiologi
Menurut Ngastiyah
(2005) Penyebab utama
dari penyakit ini adalah
kumanSalmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di
kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat.
Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak
seperti virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O,antigen somatik
yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida,antigen Vi (kapsul) yang meliputi
tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H (flagella). Ketiga
jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukkan tiga macam
antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
3. Patofisiologi
Corwin (2000) Mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque
pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam lamina
profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga mengalami
hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem
retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid
disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis
demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan
tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella

4.

a.
b.
c.

d.

5.

a.

typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000), Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat,
yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai
organ-organ hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara
masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri
baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan
berkembang biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya
dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
Minggu pertama, demam lebih dari 40C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi
80-100 per menit.
Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat,
denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
Minggu ketiga, Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika
keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi
inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut
meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat
terjadinya degenerasi mikardial toksik.
Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000) Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid
antara lain :
Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada
berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan
SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.

c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi
dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella
typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid.
Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai 1/200 atau
peningkatan 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid,
meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara
spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik.Kultur darah dan
sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan
keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).

6. Penatalaksanaan
Menurut (Soedarto, 2007) penatalaksanaannya adalah :
a. Secara Fisik
1) Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam. Perhatikan
apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak
cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai
kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu
mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam
keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
2) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
3) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
4) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel sel otak.
5) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak banyakny Minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannnya adalah agar
cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.

6) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang


7) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh
dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas
tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena
justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan
alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
8) Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku. Kompres air
hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan menurunkan
kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping
itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau
mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan
mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
b. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus.
Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat
enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal yang
mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada
lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan
tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi
harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya
penyembuhan.
Pengobatan
yang
diberikan
untuk
pasien
febris
typoid
adalah antibiotika golonganChloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari; pada anak
dosisnya adalah 50-100 mg/kg berat badan/hari. Jika hasilnya kurang memuaskan dapat
memberikan obat seperti :
1) Tiamfenikol, dosis dewasa 3 x 500 mg/hari, dosis anak: 30-50 mg/kg berat badan/hari.
2) Ampisilin, dosis dewasa 4 x 500 mg, dosis anak 4 x 500-100 mg/kg berat badan/hari.
3) Kotrimoksasol ( sulfametoksasol 400 mg + trimetoprim 80 mg ) diberikan dengan dosis 2 x 2
tablet/hari. Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu
memperhatikan beberpa hal sebagai berikut :
a) Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis,
seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar.
Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus 1000C.
b) Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.

c) Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara sembarangan
sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
d) Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
e) Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah raga
secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan yang
masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan makanan/minuman di luar
rumah.
7. Komplikasi
Menurut Corwin (2000)
a. Takikardi
b. Insufisiensi jantung
c. Insufisiensi pulmonal
d. Kejang demam

B. Konsep Keperawatan
Menurut Doenges (2002)
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid adalah :
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan, malaise, kelelahan,
merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
b. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor, turgor
buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.
c. Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan depresi
juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
d. Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak sampai bau
atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda menurunnya bising usus,
tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
e. Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak toleran
terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga
inflamasi rongga mulut.
f. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau badan.

g. Nyeri atau ketidaknyamanan


Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah.
h. Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh dengan
kemungkinan muncul lesi kulit.
2. Diagnosa keperawatan (Doenges, 2002):
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
d. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran
cairan yang berlebihan (diare/muntah).
3. Intervensi dan Implementasi (Doenges, 2002):
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella typhi
Tujuan :
Suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh.
2) Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
3) Turgor kulit membaik.
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu
mengurangi kecemasan yang timbul.
2) Anjurkan
klien
menggunakan
pakaian
tipis
dan
menyerap
keringat
Rasional : Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi
penguapan tubuh.
3) Batasi pengunjung
Rasional : Agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
4) Observasi TTV tiap 4 jam sekali
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien2,5 liter /
24 jam
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6) Memberikan kompres hangat
Rasional : Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan antipiretik.

b.

1)
2)
1)

2)
3)

4)
5)

c.

1)
2)

1)

2)
3)
4)
d.

Rasional : Antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk mengurangi panas.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan.
Intervensi :
Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat.
Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun
menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
Rasional : Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
Rasional : Antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama
jika kebutuhan nutrisi per oral sangatkurang.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest.
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil :
Kebutuhanpersonalterpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh memenuhi AKS dengan teknik
penghematan energi.
Intervensi :
Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
(misalnya : Miring kanan, miring kiri).
Rasional : Agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
Rasional : Untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
Rasional ; Untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang
berlebihan (diare/muntah).
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan

1)
2)
1)
2)
3)
4)
5)
4.
a.
b.
c.
d.

Kriteria hasil :
Turgor kulit meningkat.
Wajah tidak nampak pucat.
Intervensi :
Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
Rasional : Untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan 2,5 liter / 24 jam.
Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
Observasi kelancaran tetesan infuse.
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
Evaluasi (Doenges, 2002):
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.
Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
Kebutuhan cairan terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga.
FKUI. Jakarta. 1997.
Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor:
Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini.
Hipokrates. Jakarta. 1997.
Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002.
Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV
Sagung Seto. Jakarta. 2001.
Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.

Anda mungkin juga menyukai