Anda di halaman 1dari 38

Penerapan Terapi Generalis (SP 1-4) Pada Penderita

Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi


Di Ruang Sibual-buali: Studi Kasus
*
Anna Asal Niat Lase1, Jek Amidos Pardede2
*
annalase1999@gmail.com

Abstrak
Halusinasi merupakan suatu gangguan persepsi panca indera yang terjadi
tanpa ada ransangan dari luar, dimana seseorang akan menganggap sebagai
hal nyata namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain. Pasien yang
mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara atau
tertawa-tawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga seketika
karena menganggap bahwa ada yang berbicara dengannya. Selama proses
pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.S diperoleh
bahwa klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-
suara, gelisah, sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir, tidak dapat
mempertahankan kontak mata, sedih, malu, putus asa, menarik diri, mudah
marah dan lain-lain. Faktor predisposisi pada Tn.S yaitu pernah mengalami
gangguan jiwa sebelumnya. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
Tn.S yaitu halusinasi pendengaran, harga diri rendah, isolasi sosial, regimen
teraupetik inefektif. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus pada
masalah utama yaitu halusinasi pendengaran. Perencanaan dan implementasi
keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan pada pasien halusinasi
pendengaran dan isolasi sosial. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi
peningkatan kemampuan klien dalam mengendalikan halusinasi yang
dialami serta dampak pada penurunan gejala halusinasi pendengaran yang
dialami.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderitaan dan
menimbulkan kendala pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Salah
satu yang termasuk gangguan jiwa adalah skizofrenia (Suryenti, 2017).
Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir, berkomunikasi, merasakan
dan menunjukkan emosi serta gangguan otak yang ditandai dengan pikiran
kacau, waham, halusinasi, dan perilaku aneh (Manao & Pardede, 2019).

1
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) pada tahun 2019,
terdapat 264 juta orang mengalami depresi, 45 juta orang menderita
gangguan bipolar, 50 juta orang mengalami demensia, dan 20 juta orang
jiwa mengalami skizofrenia. Meskipun prevalensi skizofrenia tercatat dalam
jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan prevalensi jenis gangguan
jiwa lainnya berdasarkan National Institute of Mental Health (NIMH),
skizofrenia merupakan salah satu dari 15 penyebab besar kecacatan di
seluruh dunia, orang dengan skizofrenia memiliki kecendrungan lebih besar
peningkatan resiko bunuh diri (NIMH, 2019 dalam Santoso, 2021).
Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2018 menunjukkan bahwa prevalensi skizofrenia/psikosis di Indonesia
sebanyak 7% per 1000 rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa dari 1000
rumah tangga, terdapat 70 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah
tangga (ART) dengan pengidap skizofrenia/psikosis berat (Riskesdas,
2018).

Berdasarkan catatan Kemenkes RI pada tahun 2019, prevalensi gangguan


kejiwaan tertinggi terdapat di Provinsi Bali dan DI Yogyakarta dengan
masing-masing prevalensi menunjukan angka 11,1% dan 10.4% per 1000
rumah tangga yang memiliki ART dengan pengidap skizofrenia/psikosis.
Selanjutnya diikuti oleh provinsi-provinsi lain diantaranya : Provinsi Nusa
Tenggara Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Aceh, Jawa Tengah,
Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Sumatera Utara
urutan ke 21 dengan prvaensi 6,3% (Kemenkes RI, 2019).

Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan,


gangguan otak yang ditandai dengan pikiran kacau, waham, delusi,
halusinasi, dan perilaku aneh atau katatonik (Pardede, Siregar & Halawa,
2020). Salah satu gejala skizofrenia adalah gangguan persepsi sensori yaitu
halusinasi yang merupakan khas dari gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan adanya perubahan sensori persepsi, dengan merasakan
sensasi palsu berupa suara-suara (pendengaran), penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan (Maudhunah, 2021).

Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam


pola dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal
disekitar dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau kelainan
berespon terhadap setiap stimulus (Pardede, Keliat & Wardani, 2013).
Salah satu gejala skizofrenia adalah gangguan persepsi sensori yaitu
halusinasi yang merupakan khas dari gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan adanya perubahan sensori persepsi, dengan merasakan
sensasi palsu berupa suara-suara (pendengaran), penglihatan, pengecapan,

2
perabaan, atau penghiduan. Pasien akan merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Kondisi ini merupakan menyebabkan individu tidak
bisa kontak dengan lingkungan sekitar dan hidup dalam dunianya sendiri
(Kusumawati, 2010 dalam Pima, 2020).

Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau kebisingan, paling


sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai
kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan (Azizah, Zainuri, &
Akbar 2016). Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi kekambuhan
penderita skizofrenia dengan halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga
yang tinggi, pengetahuan keluarga yang kurang, ketersediaan pelayanan
kesehatan, penghasilan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia (Fadli & Mitra, 2013 dalam Pardede, 2020).

Dampak dari halusinasi tersebut bisa menimbulkan perilaku kekerasan yang


dapat melukai orang lain, dan mencederai diri sendiri seperti pada kasus
pasien halusinasi memakan telinga orang lain, biasanya halusinasi tersebut
bersifat menyuruh yang bisa membuat pasien melakukan sesuatu yang tidak
diinginkannya, dan hal tersebut tidak bisa ditahan oleh pasien. Sehingga
diperlukan pemberian asuhan keperawatan dengan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerja sama antara perawat, pasien ataupun keluarga
untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Menurut Stuart (2016)
asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita halusinasi bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran pasien antar stimulasi persepsi yang dialami
pasien dan kehidupan nyata (Sari, 2020). Merawat pasien skizofrenia
dengan masalah halusinasi dibutuhkan pengetahuan, keterampilan dan
kesabaran serta dibutuhkan waktu yang lama akibat kronisnya penyakit ini.
Kemampuan dalam merawat pasien skizofrenia merupakan keterampilan
yang harus praktis sehingga membantu keluarga dengan kondisi tertentu
dalam pencapaian kehidupan yang lebih mandiri dan menyenangkan
(Pardede, 2020).

Peran perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan


keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-langkah
kegiatan yang dibakukan. Salah satu jenis SOP yang digunakan adalah SOP
tentang strategi pelaksaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien. SP
tindakan keperawatan merupakan standar model pendekatan asuhan
keperawatan untuk klien dengan gangguan jiwa yang salah satunya adalah
pasien yang mengalami masalah utama halusinasi (Keliat, 2016 dalam

3
Wicaksono & Arum 2017).

Berdasarkan paktik yang dilakukan di ruang rawat Sibual-buali terdapat


sekitar 28 pasien skizofrenia dengan diagnosa keperawatan halusinasi
pendengaran, beberapa dari pasien yang dirawat mempunyai diagnosa
tambahan seperti harga diri rendah, isolasi sosial, perilaku kekerasan, dan
yang menjadi subjek saya adalah Tn.S dengan masalah keperawatan
halusinasi pendengaran . Hasil wawancara yang dilakukan pada Tn.S pada
tanggal 22 februari 2022, klien mengatakan bahwa beliau masih mendengar
suara-suara yang menyuruhnya berbicara kotor, tampak berbicara sendiri,
gelisah dan mondar mandir. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
tertarik untuk membuat laporan asuhan keperawatan jiwa dengan judul
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.S Dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran Di Ruang Rawat Inap Sibual-Buali”.

1.2 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Tn.S
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang rawat
inap Sibual-buali.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda & gejala,faktor
penyebab, mekanisme koping, penatalaksanaan pada Tn. S dengan
halusinasi pendengaran.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. S dengan
halusinasi pendengaran.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah
keperawatan pada Tn. S dengan halusinasi pendengaran.
d. Mahasiswa mampu menetapkan intervensi keperawatan secara
menyeluruh pada Tn. S dengan halusinasi pendengaran.
e. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata
pada Tn. S dengan halusinasi pendengaran.
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan halusinasi pendengaran.
g. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada
Tn. S dengan halusinasi pendengaran.

4
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Defenisi

Halusinasi merupakan suatu penyerapan panca indera tanpa ada


rangsangan dari luar, orang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterimanya melalui panca indera. Stimulus tersebut
tidak ada pada pasien halusinasi. Akibat yang ditimbulkan pada pasien
halusinasi dapat berakibat fatal karena beresiko tinggi untuk merugikan
diri pasien sendiri, orang lain disekitarnya dan juga lingkungan
(Marlindawani, 2018). Halusinasi merupakan persepsi yang diterima
oleh panca indera tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan
halusinasi sering merasakan keadaan/kondisi yang hanya dapat
dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain
(Harkomah, 2019).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek


rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi biasanya muncul pada klien gangguan jiwa
diakibatkan terjadinya perubahan orientasi realita, klien meraskan
stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Dampak yang muncul akibat
gangguan halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang menyebabkan
seseorang menjadi panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi
(Syahdi & Pardede, 2022). Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka
dapat disimpukan bahwa, halusinasi merupakan suatu gangguan
persepsi panca indera yang terjadi tanpa ada ransangan dari luar,
dimana seseorang akan menganggap sebagai hal nyata namun tidak
dapat dirasakan oleh orang lain.

2.1.2 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Oktiviani, 2020):
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungan sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungan.
c. Biologis

5
Faktor biologis mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang
maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogen neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya, klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya
Meliputi klien mengalami interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya
rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada
dilingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
(Oktiviani, 2020) yaitu:
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya

6
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial : Klien mengalami interaksi social dalam fase
awal dan comforting, klien meganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas
ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan
diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan takdirnya memburuk.

2.1.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala menurut Fajariyah (2012) dalam Elvira (2020) adalah
sebagai berikut :

7
Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Halusinasi

Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara


Pendengaran mendengar suara atau sendiri.
(Auditory- kegaduhan. 2. Klien tampak tertawa
hearing voices 2. Klien mengatakan sendiri.
or sounds) mendengar suara yang 3. Klien tampak marah-
mengajaknya untuk marah tanpa sebab.
bercakap-cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan telinga
mendengar suara yang ke arah tertentu.
menyuruhnya untuk 5. Klien tampak menutup
melakukan sesuatu yang telinga.
berbahaya. 6. Klien tampak
4. Klien mengatakan menunjuk-nunjuk
mendengar suara yang kearah tertentu.
mengancam diri nya atau 7. Klien tampak
orang lain. mulutnya komat kamit
sendiri.

Halusinasi Klien mengatakan melihat 1. Klien tampaktatapan


Penglihatan seseorang yang sudah mata pada tempat
(Visual-seeing meninggal, melihat makhluk tertentu.
persons or tertentu, melihat bayangan 2. Klien tampak
things) hantu atau sesuatu yang menunjuk nunjuk
menakutkan. kearah tertentu.
3. Klien tampak
ketakutan pada objek
tertentu yang dilihat.

Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak


Penghidu mencium sesuatu seperti : mengarahkan hidung
(Olfactory- bau mayat, bau darah, pada tempat tertentu.
smeeling odors) bau bayi, bau feses, atau 2. Ekspresi wajah klien
bau masakan, parfum tampak seperti
yang menyenangkan. mencium sesuatu
2. Klien mengatakan sering dengan gerakan
mencium bau sesuatu. cuping hidung.

8
Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak
Perabaan sesuatu yang mengusap,
(Tactile- menggerayangi tubuh menggaruk garuk,
feeling seperti tangan, meraba-raba
bodily sensations) binatang kecil, atau permukaan kulitnya.
makhluk halus. 2. Klien tampak
2. Klien mengatakan menggerak-gerakkan
merasakan sesuatu di tubuhnya
permukaan kulitnya seperti merasakan
seperti merasakan sangat sesuatu merabanya.
panas atau dingin,
merasakan tersengat
aliran listrik, dan
sebagainya.
Halusinasi 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti
Pengecapan merasakan makanan mengecap sesuatu.
(Gustatory- tertentu, rasa tertentu, 2. Klien tampak sering
experiencing atau mengunyah meludah.
tastes) tertentu padahal tidak ada 3. Klien tampak
yang sedang dimakannya. mual atau muntah.
2. Klien mengatakan
merasakan minum darah,
nanah.

2.1.4 Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptif individual yang
berbeda, rentang respon neurobiologi dalam hal ini merupakan persepsi
maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan), sedangkan klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah
respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut
sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan
terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,
rentang respon tersebut sebagai berikut (Simatupang, 2021).

9
Rentang Respon neurobiologis

Respons adatif Respons maladatif

Pikiran Logis Kadang-kadang proses - Waham


- Persepsiakurat piker terganggu (distori - Halusinasi
- Emosi konsisten pikiran) - Sulitberespon
dengan pengalaman - ilusi - Perilakud
- Perilaku sesuai - menarik diri isorganisasi
- Hubungan social - reaksi emosi - Isolasisosial
harmonis - perilaku tidak biasa

Rentang respon neurobiologist halusinasi (Muhith, 2016).


1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
b. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
c. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
d. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.1.5 Fase-fase Halusinasi


Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020 dalam Meylani &
Pardede 2022):
a. Fase Pertama/Sleep disorder
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karna berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah dikampus, dropout, dan lainnya. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung
terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap
lamunan lamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah.
b. Fase Kedua/Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya
c. Fase Ketiga/Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat/Controlling Severe Levelof Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bilahalusinasinya berakhir.
Darisinilah dimulai fase gangguan psikotik.
e. Fase Kelima/Conquering Panic Levelof Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.
2.1.6 Penatalaksanaan Halusinasi
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan di rumah sakit
pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan
yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan
lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat
(Rossyda, 2019 dalam Manullang, 2021) :
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi
bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat,
obat-obatnya adalah sebagai berikut:
1. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
2. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait
skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol.
3. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson dan
pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
b. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy)

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang


grandmal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
jole/detik (Putra, 2020).
c. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud
mempersiapkan pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi
kerja sangat baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang
lain, pasien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari (Rossyda, 2019
dalam Manullang, 2021):
1. Terapi aktivitas
a) Terapi musik
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi. Yaitu
menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
b) Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
c) Terapi menari
Fokus : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh.
2. Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok. Rasional : untuk
koping/perilaku maladaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi
dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
3. Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
4. Terapi kelompok :
TAK Stimulus Persepsi : Halusinasi
a) Sesi 1 : Mengenal halusinasi (jenis, isi, frekuensi, waktu,
situasi, perasaan dan respon)
b) Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
c) Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
terjadwal
d) Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dan de-
enklasi
e) Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
secara teratur.
5. Terapi lingkungan
Suasana di rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga
(home like atmosphere).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data subjektif dan objektif
secara, sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan
keperawatan bagi individu, keluarga dan komunitas. Pengelompokan
data pada pengkajian kesehatan dan keperawatan jiwa berupa
faktor presipitasi, penilaian stressor, sumber koping yang dimiliki
klien, isi pengkajian meliputi (Waode, 2018).
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, nomor rumah klien, dan
alamat klien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa bicara sendiri, tertawa sendiri,
senyum sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, menarik diri dari
orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata,
ekspresi muka tegang mudah tersinggung, jengkel dan marah
ketakutan biasa terdapat disorientasi waktu tempat dan orang, tidak
dapat mengurus diri dan tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
c. Faktor predisposisi
Faktor predis posisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stres. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya,
mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia psikologis
dan genetic yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
1. Faktor perkembangan; biasanya tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
akan mengalami stres dan kecemasan.
2. Faktor sosial cultural: berbagai faktor di masyarakat dapat
menyebabkan seseorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
3. Faktor biokimia; adanya stres yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusi nogenik neurokimia.
4. Faktor psikologis; hubungan interpersonal yang tidak harmonis,
adanya perang anda yang bertentangan dan tidak diterima oleh
anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi
dan berakhir dengan gangguan orientasirealitas seperti
halusinasi.
5. Faktor genetik; Apa yang berpengaruh dalam skizoprenia.
Belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor
keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
d. Faktor presipitasi
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
e. Aspek fisik
Hasil pengukuran tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan, TB, BB)
dan keluhan fisik yang dialami oleh klien. Terjadi peningkatan
denyut jantung pernapasan dan tekanan darah.
f. Aspek psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
g. Konsep diri :
1. Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah/
tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi / yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsinegatif tentang
tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
3. Peran
Berubah / berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah dan PHK.
4. Identitas diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya dan
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi
5. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri dan kurang percaya diri.
h. Status mental
Pada pengkajian status mental pasien halusinasi ditemukan data
berupa bicara sendiri, senyum sendiri, tertawa sendiri,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lambat, menarik diri dari orang lain berusaha untuk
menghindari orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan
tidak nyata, terjadi peningkatan denyut jantung pernapasan dan
tekanan darah, perhatian dengan lingkungan yang kurang/hanya
beberapa detik berkonsentrasi dengan pengalaman sensori, sulit
berhubungan dengan orang lain, ekspresi muka tegang, mudah
tersinggung, jengkel dan marah tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan
kataton curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri orang lain
dan lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus diri, biasa terdapat
disorientasi waktu tempat dan orang.
i. Mekanisme koping
Apabila mendapat masalah, pasien takut/tidak mau menceritakan
kepada orang lain (koping menarik diri). Mekanisme koping yang
digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
Mekanisme koping yang sering digunakan pada halusinasi adalah :
1. Regresi: menjadimalasberaktivitassehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggungjawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
j. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa terapi farmakologi
psikomotor terapi okupasional, TAK dan rehabilitas.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan utama pada klien
dengan prilaku halusinasi adalah Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
(pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penciuman).
Sedangkan diagnosa keperawatan terkait lainnya adalah Isolasi sosial
dan Resiko Perilaku Kekerasan : menciderai diri sendiri, lingkungan
dan orang lain (Manurung, 2021).

2.2.3 Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus
pada masalah halusinasi sebagai diagnosa penyerta lain. Hal ini
dikarenakan tindakan yang dilakukan saling berkontribusi terhadap
tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana tindakan keperawatan pada
klien dengan diagnose gangguan persepsi sensori halusinasi meliputi
pemberian tindakan keperawatan : Terapi generalis, TAK dan lainnya
(Keliat, Hamit, & Putri 2019).

2.2.4 Perencanaan Keperawatan


Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, Hamit, & Putri 2019) adalah:
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi: pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
halusinasi: menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan
aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah
terjadinya halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan
persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan
berupa terapi generalis (Keliat, Hamit, & Putri 2019) yaitu :
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon klien
terhadap halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
2. Meminum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas

2.2.5 Implementasi Keperawatan


Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah
utama. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka
kontrak dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien (Syahdi &
Pardede, 2022).

2.2.6 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan. Halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku
kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat
mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar dari
jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan
senang karena sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga
menyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknik mengontrol
halusinasi. Data objektif pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi
itu datang, pasien dapat berbincang-bincang dengan orang lain, pasien
mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur
(Pardede et al., 2021).
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien :
Inisial : Tn. S
Tanggal pengkajian : 22 Februari 2022
Umur : 43 tahun
No. RM : 04.40.77
Ruang rawat : Sibual-buali
Tanggal Rawat : 3 Februari 2022
Informan : Pasien dan Buku status

3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien masuk kerumah sakit jiwa dibawa oleh keluarganya. Klien
mengatakan alasannya masuk kerumah sakit karena ia marah-marah,
bicara sendiri dan gelisah. Klien pernah berobat dirumah sakit
sebelumnya namun klien tidak rutin minum obat kurang lebih 1 bulan
terakhir.

3.1.3 Faktor Predisposisi


Klien pernah mengalami gangguan jiwa ± 7 bulan yang lalu dan
dirawat di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem, pengobatan sebelumnya kurang
berhasil, karena di rumah klien tidak rutin minum obat kurang lebih 1
bulan terakhir. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gangguan
jiwa. Klien pernah diusir dari rumah pada usia 22 tahun dan merasa
malu karena selalu gagal dalam mencari pekerjaan dan belum menikah
hingga saat ini.
Masalah Keperawatan : Harga Diri rendah

3.1.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital, didapatkan hasil TD : 120/73 mmHg ; N : 88x/i ; S : 36,50
C ; P : 20x/i. Klien memiliki tinggi badan 155cm dan berat badan 60
Kg.
3.1.5 Psikososial
1. Genogram

Klien merupakan anak ke 6 dari enam bersaudara. Klien belum


menikah dan tinggal sendirian. Kedua orangtuanya telah meninggal
dunia
2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya
b. Identitas : Klien seorang laki-laki dan bekerja sebagai petani
c. Peran : Klien mengakui belum memenuhi perannya sebagai anak
d. Ideal diri : Klien ingin menjadi orang hebat dan sukses
e. Harga diri : Klien merasa malu dan tidak dihargai karena tidak
mempunyai pekerjaan dan belum menikah hingga saat ini
Masalah Keperawatan : Harga Diri rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : Abangnya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : klien tidak
ikut dalam kegiatan kelompok
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien
mengatakan sulit berinteraksi dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama kristen dan yakin dengan
agamanya
b. Kegiatan ibadah : Selama dirumah sakit klien jarang berdoa
Masalah Keperawatan : Defisit Spiritual

3.1.6 Status Mental


1. Penampilan : klien tidak rapi, rambut panjang dan berantakan.
2. Pembicaraan : klien bicara dengan lambat
3. Aktivitas motorik : klien mengatakan bisa melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Suasana perasaan : klien merasa sedih dan ingin segera pulang
5. Afek : afek wajah sesuai dengan topic pembicaraan
6. Interaksi selama wawancara : klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi : klien mengatakan bahwa ia mendengar bisikan-bisikan
yang menyuruhnya untuk berbicara kotor dan berteriak
8. Proses pikir : klien mampu menjawab apa yang ditanya
9. Isi pikir : klien dapat mengontrol isi pikirnya, klien tidak
mengalami gangguan isi pikir dan tidak masalah
10. Tingkat kesadaran : klien tidak mengalami gangguan orientasi,
klien mengenali orang, waktu, dan tempat
11. Memori : klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan
yang baru terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung : klien mampu berkonsentrasi dalam
perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan : klien dapat membedakan hal yang baik dan yang
buruk (mampu melakukan penilaian)
14. Daya tilik diri : klien tidak mengingkari penyakit yang diderita
klien mengetahui bahwa dia sedang sakit dan dirawat di rumah
sakit jiwa.
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran.
3.1.7 Mekanisme Koping
Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu pasien dapat
berbicara baik dengan orang lain.
3.1.8 Masalah Psikososial Dan Lingkungan
Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena pasien
selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial (menarik diri)
3.1.9 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang dialaminya dan
obat yang dikonsumsinya.
3.1.10 Aspek Medis
Diagnosa medis : Skizofrenia paranoid
Terapi medis yang diberikan :
a. Resperidone tablet 2mg 2x1
b. Clozapine 25 mg1x1
c. Haloperidol 1 gr 1 amp

3.1.11 Analisa Data


No Data Masalah
DS : Gangguan Persepsi
1.
 Klien mengatakan bahwa ia Sensori : Halusinasi
mendengar bisikan-bisikan
yang menyuruhnya untuk Pendengaran
berbicara kotor dan berteriak
 Klien mengatakan suara-suara
itu muncul saat siang hari dan
menjelang magrib ketika ia
sedang menyendiri dan
melamun.
DO:
 Klien tampak bicara sendiri
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak mondar mandir
 Klien tampak mengarahkan
telinga kearah tertentu
DS : Gangguan Konsep
2.
 Klien mengatakan merasa Diri : Harga Diri
malu dan tidak dihargai karena
tidak mempunyai pekerjaan Rendah
dan belum menikah hingga
saat ini
 Klien mengatakan merasa
sedih dan tidak dianggap
karena pernah diusir dari
rumah pada umur 22 tahun.
 Klien mengatakan belum
memenuhi perannya sebagai
anak.
DO :
- Kontak mata klien kurang
- Klien tampak murung dan tidak
bersemangat
- Klien lebih banyak diam
- Klien tampak berbicara pelan dan
sering menunduk
DS: Isolasi Sosial :
3.
 Klien mengatakan sulit Menarik Diri
berteman dengan orang lain
karena klien selalu ingin
menyendiri.
 Klien mengatakan merasa
malu akan dirinya sehingga
tidak mau berinteraksi dengan
orang lain.
DO:
 Klien tampak sering
menyendiri.
 Klien acuh dengan
lingkungan sekitarnya
 Klien tampak menarik diri
dan susah untuk
berkomunikasi
 Klien lebih banyak tidur

3.1.12 Daftar Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri

3.1.13 Pohon Masalah

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


Pendengaran

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah


3.1.14 Prioritas Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

3.1.15 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori : SP 1:
Halusinasi Pendengaran 1. Mengidentifikasiisi, frekuensi,
waktuterjadi, situasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi
2. Mengontrol halusinasi dengan
menghardik
SP 2:
Mengontrol halusinasi dengan minum obat
secara teratur
SP3:
Mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain
SP 4:
Mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan terjadwal

2. Gangguan Konsep diri : Harga SP 1 :


Diri Rendah Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien
SP 2 :
 Menilai kemampuan yang dapat
digunakan
 Menetapkan/memilih kegiatan sesuai
kemampuan
 Melatih kegiatan sesuai kemampuan
yang dipilih 1
SP 3 :
Melatih Kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 2
SP 4 :
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri SP 1 :
Menjelaskan keuntungan dan kerugian
mempunyai teman
SP 2 :
Melatih klien berkenalan dengan 2 orang
atau lebih
SP 3 :
Melatih klien bercakap-cakap sambil
melakukan kegiatan harian
SP 4 :
Melatih klien berbicara social :
meminta sesuatu, berbelanja dan
sebagainya.

3.15 Implementasi Dan Evaluasi


Hari/ Implementasi Evaluasi
Tanggal
Selasa 1. Data: S:
22/02/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Pukul  Klien mengatakan bahwa senang dan lebih tenang
15.00 ia mendengar bisikan- O:
WIB bisikan yang - Klien mampu mengenali
menyuruhnya untuk halusinasinya dengan
berbicara kotor dan dengan bantuan perawat
berteriak - Klien mampu
 Klien mengatakan suara- menghardik
suara tersebut muncul 2 halusinasinya dengan
kali/ hari bantuan perawat
 Klien mengatakan suara- A : Halusinasi Pendengaran (+)
suara itu muncul saat P:
siang hari dan menjelang - Mengenal halusinasinya
magrib ketika ia sedang - Latihan cara menghardik
menyendiri. halusinasi 2x/hari
 Klien tampak bicara
sendiri.
 Klien tampak gelisah dan
mondar mandiri.
 Klien tampak
mengarahkan telinga
kearah tertentu.
Kemampuan : Menutup telinga
2. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran
3. Tindakan Keperawatan :
Sp1 :
 Mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu
terjadi, situasi
pencetus, perasaan
dan respon halusinasi
 Mengontrol halusinasi
dengan cara
menghardik
4. Rencana Tindak Lanjut :
Sp2 : Mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara teratur

Rabu 1. Data : S:
23/02/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Jam  Klien mengatakan bahwa senang dan lebih tenang
14.30 ia mendengar bisikan- O:
wib bisikan yang - Klien sudah mampu
menyuruhnya untuk mengenali halusinasinya
berbicara kotor dan dengan mandiri
berteriak - Klien mampu melakukan
 Klien mengatakan suara- cara menghardik
suara tersebut muncul 2 halusinasinya dengan
kali/ hari mandiri
 Klien mengatakan suara- - Klien mampu
suara itu muncul saat mengontrol
siang hari dan menjelang halusinasinya dengan
magrib ketika ia sedang cara minum obat secara
menyendiri. teratur 2x/hari dengan
 Klien tampak bicara bantuan perawat
sendiri. A : Halusinasi Pendengaran (+)
 Klien tampak gelisah dan P:
mondar mandiri. - Mengenal halusinasinya
 Klien tampak - Latihan cara menghardik
mengarahkan telinga halusinasi 2x/hari
kearah tertentu. - Minum obat secara
Kemampuan : teratur 2x/hari
- Klien mampu mengenal
halusinasinya
- Klien mampu menghardik
2. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran
3. Tindakan Keperawatan:
Sp2 : Mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara
teratur.
4. Rencana Tindak Lanjut :
Sp3 : Mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
Kamis 1. Data: S:
24/02/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Jam  Klien mengatakan bahwa senang dan lebih tenang
15.00 ia mendengar bisikan- O:
wib bisikan yang - Klien sudah mampu
menyuruhnya untuk mengenali
berbicara kotor dan halusinasinya dengan
berteriak mandiri
 Klien mengatakan suara- - Klien mampu
suara tersebut muncul 2 melakukan cara
kali/ hari menghardik
 Klien mengatakan suara- halusinasinya dengan
suara itu muncul saat mandiri
siang hari dan menjelang - Klien mampu
magrib ketika ia sedang mengontrol
menyendiri. halusinasinya dengan
 Klien tampak bicara cara minum obat secara
sendiri. teratur 2x/hari dengan
 Klien tampak gelisah dan bantuan perawat
mondar mandiri. - Klien mampu bercakap-
Kemampuan : cakap dengan orang lain
- Klien mampu mengenal dengan motivasi perawat
halusinasinya A : Halusinasi Pendengaran (+)
- Klien mampu menghardik P:
- Klien mampu minum obat - Mengenal halusinasinya
secara teratur - Latihan cara menghardik
2. Diagnosa Keperawatan: halusinasi 2x/hari
Gangguan Persepsi Sensori : - Minum obat secara
Halusinasi Pendengaran teratur 2x/hari
3. Tindakan Keperawatan: - Bercakap-cakap dengan
Sp3 : Mengontrol halusinasi orang lain
dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
4. Rencana Tindak Lanjut:
Sp4 : Mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan
terjadwal
Jumat 1. Data : S:
25/02/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Jam  Klien mengatakan bahwa senang dan lebih tenang
14.30 ia mendengar bisikan- O:
wib bisikan yang - Klien sudah mampu
menyuruhnya untuk mengenali halusinasinya
berbicara kotor dan dengan mandiri
berteriak - Klien mampu melakukan
 Klien mengatakan suara- cara menghardik
suara tersebut muncul 2 halusinasinya dengan
kali/ hari mandiri
 Klien mengatakan suara- - Klien mampu
suara itu muncul saat mengontrol
siang hari dan menjelang halusinasinya dengan
magrib ketika ia sedang cara minum obat secara
menyendiri. teratur 2x/hari dengan
 Klien tampak bicara bantuan perawat
sendiri. - Klien mampu bercakap-
Kemampuan : cakap dengan orang lain
- Klien mampu mengenal dengan mandiri
halusinasinya - Melakukan kegiatan
- Klien mampu menghardik terjadwal seperti
- Klien mampu minum obat menyapu, membagikan
secara teratur makanan dan merapihkan
- Klien mampu mengontrol tempat tidur dengan
halusinasinya dengan motivasi perawat
bercakap-cakap dengan A : Halusinasi Pendengaran (+)
orang lain. P:
2. Diagnosa Keperawatan : - Mengenal halusinasinya
Gangguan Persepsi Sensori : - Latihan cara menghardik
Halusinasi Pendengaran halusinasi 1x/hari
3. Tindakan Keperawatan : - Minum obat secara
Sp4 : Mengontrol halusinasi teratur 2x/hari
dengan melakukan kegiatan - Bercakap-cakap dengan
terjadwal orang lain
4. Rencana Tindak Lanjut : - Melakukan kegiatan
- Follow up dan evalusi Sp1- terjadwal 2x/hari
Sp4 Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi
Pendengaran
- Gangguan persepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran
Selasa 1. Data S:
01/03/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Jam  Klien mengatakan merasa senang mengetahui
10.30 malu dan tidak dihargai bahwa dirinya
wib karena tidak mempunyai mempunyai kemampuan.
pekerjaan dan belum O:
menikah hingga saat ini - Klien mampu
 Klien mengatakan merasa mengidentifikasi
sedih dan tidak dianggap kemampuan dan aspek
karena pernah diusir dari positif yang dimiliki
rumah pada umur 22 klien seperti menyapu,
tahun. membagikan makanan
 Klien mengatakan belum dan membereskan tempat
memenuhi perannya tidur dengan motivasi
sebagai anak dalam perawat
membahagiakan A : Gangguan Konsep Diri :
orangtuanya. Harga Diri Rendah (+)
 Kontak mata klien kurang P:
 Klien tampak murung dan - Mengidentifikasi
tidak bersemangat kemampuan dan aspek
 Klien lebih banyak diam positif yang dimiliki klien
 Klien tampak berbicara
pelan dan sering
menunduk
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Konsep Diri : Harga
Diri Rendah (+)
3. Tindakan Keperawatan :
Sp1 : Mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien
4. Rencana Tindak Lanjut :
Sp2 :
- Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
- Menetapkan/memilih
kegiatan sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
Rabu 1. Data S:
02/03/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan
Jam  Klien mengatakan merasa senang mengetahui
10.30 malu dan tidak dihargai bahwa dirinya
wib karena tidak mempunyai mempunyai kemampuan.
pekerjaan dan belum O:
menikah hingga saat ini - Klien mampu
 Klien mengatakan merasa mengidentifikasi
sedih dan tidak dianggap kemampuan dan aspek
karena pernah diusir dari positif yang dimiliki
rumah pada umur 22 klien yaitu menyapu,
tahun. membagikan makanan
 Klien mengatakan belum dan merapikan tempat
memenuhi perannya tidur secara mandiri
sebagai anak dalam - Klien mampu menilai
membahagiakan kemampuan yang dapat
orangtuanya. digunakannya dengan
 Kontak mata klien kurang motivasi perawat
 Klien tampak murung dan - Klien mampu
tidak bersemangat menetapkan/memilih
 Klien tampak berbicara kegiatan sesuai
pelan dan sering kemampuannya dengan
menunduk motivasi perawat
Kemampuan : - Klien mampu melatih
kegiatan sesuai
- Klien mampu mengetahui kemampuan yang dipilih
kemampuan dan aspek 1 yaitu menyapu dengan
positif yang dimilikinya motivasi perawat
yaitu menyapu, A : Gangguan Konsep Diri :
membagikan makanan, dan Harga Diri Rendah (+)
merapikan tempat tidur. P:
2. Diagnosa Keperawatan : - Latihan kegiatan sesuai
Gangguan Konsep Diri : Harga kemampuan yang
Diri Rendah (+) dipilih 1 yaitu menyapu
3. Tindakan Keperawatan : 2x1 sehari
Sp2 :
- Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
- Menetapkan/memilih
kegiatan sesuai
kemampuan
- Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
4. Rencana Tindak Lanjut :
Sp3 : Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 2
Sp4 : Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
Jumat 1. Data S:
04/03/22 Tanda dan gejala : - Klien mengatakan senang
Jam  Klien mengatakan merasa dan antusias dalam
11.00 malu dan tidak dihargai melakukan kkegiatan
wib karena tidak mempunyai O:
pekerjaan dan belum - Klien mampu
menikah hingga saat ini mengidentifikasi
 Klien mengatakan merasa kemampuan dan aspek
sedih dan tidak dianggap positif yang dimiliki
karena pernah diusir dari klien secara mandiri
rumah pada umur 22 - Klien mampu menilai
tahun. kemampuan yang dapat
 Klien mengatakan belum digunakannya dengan
memenuhi perannya mandiri
sebagai anak dalam - Klien mampu
membahagiakan menetapkan/memilih
orangtuanya. kegiatan sesuai
 Kontak mata klien kurang kemampuannya dengan
Kemampuan : mandiri
- Klien mampu melakukan - Klien mampu melatih
kegiatan sesuai yang dipilih kegiatan sesuai
1 yaitu menyapu kemampuan yang dipilih
2. Diagnosa Keperawatan : 1 yaitu menyapu dengan
Gangguan Konsep Diri : Harga mandiri
Diri Rendah (+) - Klien mampu melatih
3. Tindakan Keperawatan : kegiatan sesuai
Sp3 : Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang dipilih
kemampuan yang dipilih 2 2 yaitu membagikan
Sp4 : Melatih kegiatan sesuai makanan dengan
kemampuan yang dipilih 3 motivasi perawat
4. Rencana Tindak Lanjut : - Klien mampu melatih
- Follow up dan evaluasi Sp1- kegiatan sesuai
Sp4 kemampuan yang dipilih
- Isolasi Sosial : Menarik Diri 3 yaitu merapikan tempat
tidur dengan motivasi
perawat
A : Gangguan Konsep Diri :
Harga Diri Rendah (+)
P:
- Latihan kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
yaitu menyapu 2x1 /hari
- Latihan kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 2
yaitu membagikan
makanan 3x1 /hari
- Latihan kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
yaitu merapikan tempat
tidur 1x1 /hari
Senin 1. Data : S : Klien mengatakan senang
07/03/22 Tanda dan gejala : dan lebih tenang
Jam  Klien mengatakan sulit O:
14.30 berteman dengan orang - Klien mampu
wib lain karena klien selalu menjelaskan keuntungan
ingin menyendiri. dan kerugian mempunyai
 Klien mengatakan merasa teman dengan motivasi
malu akan dirinya perawat
sehingga tidak mau - Klien mampu
berinteraksi dengan orang berkenalan dengan 2
lain. orang dengan motivasi
 Klien tampak sering perawat
menyendiri. A : Isolasi Sosial : Menarik
 Klien acuh dengan Diri (+)
lingkungan sekitarnya P:
 Klien tampak menarik diri - Menjelaskan keuntungan
dan susah untuk dan kerugian mempunyai
berkomunikasi teman
 Klien lebih banyak tidur - Latihan berkenalan dengan
2. Diagnosa Keperawatan : 2 orang atau lebih
Isolasi Sosial : Menarik Diri
3. Tindakan Keperawatan :
Sp1 : Menjelaskan keuntungan
dan kerugian mempunyai
teman
Sp2 : Melatih klien berkenalan
dengan 2 orang atau lebih
4. Rencana Tindak Lanjut :
Sp3 : Melatih klien bercakap-
cakap sambil melakukan
kegiatan harian
S4 : Melatih klien berbicara
sosial : meminta sesuatu,
berbelanja dan sebagainya
Selasa 1. Data : S : Klien mengatakan senang
08/03/22 Tanda dan gejala : karena berinteraksi dengan
Jam  Klien mengatakan sulit orang lain
14.30 berteman dengan orang O:
wib lain karena klien selalu - Klien mampu menjelaskan
ingin menyendiri. kembali keuntungan dan
 Klien mengatakan merasa kerugian mempunyai
malu akan dirinya teman dengan mandiri
sehingga tidak mau - Klien mampu berkenalan
berinteraksi dengan orang dengan 2 orang dengan
lain. mandiri
 Klien tampak sering - Klien mampu bercakap-
menyendiri. cakap sambil melakukan
 Klien lebih banyak tidur kegiatan harian seperti
2. Diagnosa Keperawatan : sambil menyapu dengan
Isolasi Sosial : Menarik Diri motivasi perawat
3. Tindakan Keperawatan : - Klien mampu berbicara
Sp3 : Melatih klien bercakap- sosial : meminta sesuatu,
cakap sambil melakukan berbelanja dan sebagainya
kegiatan harian dengan motivasi perawat
S4 : Melatih klien berbicara A : Isolasi Sosial : Menarik
sosial: meminta sesuatu, Diri (+)
berbelanja dan sebagainya P:
4. Rencana Tindak Lanjut : - Menjelaskan keuntungan
- Follow up dan evaluasi dan kerugian mempunyai
Sp1-Sp4 Isolasi Sosial teman
- Latihan berkenalan dengan
2 orang atau lebih
- Latihan bercakap-cakap
sambil melakukan
kegiatan harian
- Latihan berbicara sosial:
meminta sesuatu,
berbelanja dan sebagainya
PEMBAHASAN
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn.S dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran di RSJ. Prof. Dr. Muhammad Ildrem,
maka penulis pada BAB ini akan membahas kesenjangan antara teoritis dengan
tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan
keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien halusinasi
pendengaran. Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan interaksi
perawat-klien melalui komunikasi terapeutik untuk mengumpulkan data dan
informasi tentang status kesehatan klien. Pada tahap ini terjadi proses
interaksi manusia, komunikasi, transaksi dengan peran yang ada pada perawat
sebagaimana konsep tentang manusia yang bisa dipengaruhi dengan adanya
proses interpersonal. Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari
beberapa sumber, yaitu dari pasien, buku rawatan dan tenaga kesehatan di
ruangan. Penulis mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan data
karena keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka
penulis melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik
yang lebih terbuka membantu pasien untuk memecahkan perasaannya dan
juga melakukan observasi kepada pasien. Penulis melakukan pendekatan dan
membina hubungan saling percaya diri pada klien agar klien lebih terbuka
dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.

Menurut Muhiht (2016) halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa
dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori: merasakan sensori palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Menurut
penulis, klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara-
suara tetapi pada kenyataannya tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi
Pendengaran pada Tn.S adalah faktor psikologis dan sosiokultural. Keduanya
berkaitan dimana hubungan interpersonal yang tidak harmonis antara klien
dan keluarganya, klien pernah diusir dari rumah karena tidak mendapat
pekerjaan, klien mengatakan dirinya mendapat tekanan didalam keluarganya
ia harus menjadi orang sukses. Klien merasa tidak dihargai dan gagal
menjalankan perannya sebagai anak, ia juga malu dengan umurnya yang
sudah 43 tahun masih belum menikah. Hal ini membuat klien merasa tidak
berguna dan lebih suka menyendiri sampai muncullah suara suara
ditelingannya yang mengganggu.
Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena ditemukan.
Pada kasus Tn.S klien mendengar bisikan-bisikan aneh, bicara sendiri,
mengarahkan telinga ke tempat tertentu, tampak mondar-mandir, dan tampak
gelisah. Tanda dan gejala yang muncul tersebut tidak semua mencakup
dengan yang ada diteori klinis dari halusinasi (Elvira, 2020). Akan tetapi
terdapat faktor predisposisi maupun presipitasi yang menyebabkan
kekambuhan penyakit yang dialami oleh Tn.S.

Tindakan keperawatan terapi generalis yang dilakukan pada Tn.S adalah


strategi pertemuan pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan
pertama meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon klien
terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik halusinasi. Strategi
pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.S meliputi melatih cara
mengendalikan halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Strategi
pertemuan yang ketiga adalah menyusun jadwal kegiatan bersama-sama
dengan klien. Strategi pertemuan keempat adalah mengajarkan dan melatih
Tn.S cara minum obat yang teratur.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada pasien
dengan halusinasi menurut Sianturi, 2021 yaitu :
1. Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Riri Rendah
4. Isolasi sosial : Menarik Diri
Sedangkan pada kasus Tn.S ditemukan diagnosa keperawatan yang muncul
yang meliputi: Halusinasi Pendengaran, Gangguan Konsep Diri : Harga Diri
Rendah dan Isolasi Sosial. Dari hal tersebut di atas dapat di lihat terjadi
kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua diagnosa pada teori muncul
pada kasus Tn.S.

4.3 Intervensi
Intervensi yang dilakukan pada masalah keperawatan gangguan sensori
persepsi: halusinasi pada penelitian ini menggunakan intervensi strategi
pelaksanaan (SP) dan ditambah dengan intervensi inovasi terapi penerimaan
dan komitment (acceptance and commitment therapy). Strategi pelaksanaan
(SP) pada intervensi masalah keperawatan gangguan sensori persepsi:
halusinasi dapat diimplementasikan secara keseluruhan kepada Tn.S selama 4
hari, hal ini didukung oleh klien telah kooperatif dalam menerima masukan/
intervensi yang diberikan oleh penulis. Begitu juga intervensi inovasi terapi
penerimaan dan komitment (acceptance and commitment therapy) dapat
diaplikasikan kepada klien salama 4 hari.
Intervensi inovasi dapat dilakukan sesuai SOP yang telah dibuat sedangkan
untuk intervensi keperawatan pada masalah keperawatan harga diri rendah
kronik hanya dapat diimplementasikan kepada klien selama 2 hari karena
penulis harus terus menerus mengulang tindakan keperawatan intervensi SP
gangguan sensori persepsi: halusinasi dan intervensi inovasi terapi
penerimaan dan komitment (acceptance and commitment therapy) agar klien
lebih memahami dan lebih bisa mengaplikasikan intervensi tersebut apabila
klien mengalami halusinasi (Avidha, & Fitriani 2018).

4.4 Implementasi
Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan
yaitu: diagnosa keperawatan utama : halusinasi pendengaran. Pada diagnosa
keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi dilakukan strategi
pertemuan yaitu mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi, perasaan,
respon halusinasi. Kemudian strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pertemuan yang
kedua yaitu anjurkan minum obat secara teratur, strategi pertemuan yang
ketiga yaitu latihan dengan cara bercakap-cakap pada saat aktivitas dan
latihan strategi pertemuan keempat yaitu melatih klien melakukan semua
jadwal kegiatan. Menurut penulis tidak menemukan hambatan secara
keseluruhan dalam melakukan tindakan yang dimulai dari SP-1 sampai SP-4
karena klien kooperatif, mampu mengingat dan mempraktikkan dengan baik.

4.5 Evaluasi
Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai
perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada
objeknya, dapat mengidentifikasi halusinasi, dapat mengontrol halusinasi
melalui mengahardik, latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta
menggunakan obat secara teratur (Syahdi & Pardede, 2022). Pada tinjauan
kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu mengontrol dan
mengidentifikasi halusinasi, Klien mampu melakukan latihan bercakap-cakap
dengan orang lain, Klien mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat
bersama, Klien mampu memahami penggunaan obat yang benar. Selain itu,
dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada asuhan keperawatan,
dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh Tn.S dari hari kehari
selama proses interaksi.
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:
1. Selama proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik
serta membina hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus
Tn.S diperoleh bahwa klien mengalami gejala-gejala halusinasi seperti
mendengar suara-suara, gelisah, sulit tidur, tampak tegang, mondar-
mandir, tidak dapat mempertahankan kontak mata, sedih, malu, putus asa,
menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor predisposisi pada Tn.S
yaitu pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.S yaitu halusinasi
pendengaran, harga diri rendah, isolasi sosial, regimen teraupetik inefektif.
Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu
halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan isolasi sosial.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.

5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan
strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat
mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Pasien
Laporan ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Avidha, M., & Fitriani, D. R. (2018). Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Jiwa Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Dengan Intervensi
Inovasi Terapi Penerimaan Dan Komitmen (Acceptance And Comitment
Therapy) Terhadap Tanda Dan Gejala Halusinasi Di Ruang Punai RSUD
Atma Husada Mahakam Samarinda.
https://Dspace.Umkt.Ac.Id//Handle/463.2017/201
2. Azizah, L., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
3. Elvira, H, P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. H Dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Di Ruang Kampar
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Poltekkes Kemenkes Riau.
http://Repository.Pkr.Ac.Id/Id/Eprint/464
4. Hafizuddin, D. (2021). Mental Nursing Care On Mr. A With Hearing
Hallucination Problems. https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/R3pqu
5. Harkomah, I. (2019). Analisis Pengalaman Keluarga Merawat Pasien
Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran Pasca Hospitalisasi.
Jurnal Endurance, 4(2), 282. https://Doi.Org/10.22216/Jen.V4i2.3844
6. Keliat, B.A., Hamid, A.Y.S., Putri, Y.S.E. (2019). Asuhan Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
7. Kemenkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta:
Kemenkes
8. Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban Keluarga Berhubungan
Dengan Pencegahan Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan
Jiwa, 12(3).
9. Manullang, E. M. (2021). Aplication Of Mental Nursing Care On Mrs. P
With Perceptual Sensory Disorders: Auditory Hallucinations
https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/Wnqgj
10. Purba, et al.. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Maasalah
Psikososial Dan Gangguan Jiwa, Cetakan Ke 2, Medan: USU Press
11. Maudhunah, S. (2021). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. P
Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/2wye4
12. Meylani, M., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP)
1-4 Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/C8vzb
13. Muhiht, A. (2016). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi.
Jakarta: CV Andi Offest
14. Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K Dengan
Masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Diruang
Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan. Poltekkes Kemenkes Riau.
http://Repository.Pkr.Ac.Id/Id/Eprint/498
15. Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Wardani, I. Y. (2013). Pengaruh Acceptance
And Commitment Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum
Obat Terhadap Gejala, Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dan
Kepatuhan Pasien Skizofrenia. FIK UI, Depok.
16. Pardede, J. A. (2020). Family Burden Related To Coping When Treating
Hallucination Patients. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(4), 453-460.
https://Doi.Org/10.32584/Jikj.V3i4.671
17. Pardede, J. A., Silitonga, E., & Laia, G. E. H. (2020). The Effects Of
Cognitive Therapyon Changesin Symptoms Of Hallucination Sin
Schizophrenic Patients. Indian Journal Of Public Health, 11(10), 257.
18. Pima Astari, U. P. I. K. (2020). Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada
Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Halusinasi
Pendengaran (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
http://Eprints.Umpo.Ac.Id/Id/Eprint/6192
19. Putra, A. S. (2020). Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat
Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Dengar Di Desa Sei. Kapitan Kalimantan
Tengah (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Semarang).
20. Riskesdas (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018 Kementerian Kesehatan
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
https://Www.Litbang.Kemkes.Go.Id/Hasil-Utama-Riskesdas-2018/
21. Santoso, J. P. (2021). Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. I
Dengan Harga Diri Rendah Di Desa Sumyang Kabupaten Klaten. STIKES
Muhammadiyah Klaten.
22. Sari, A. W. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Keperawatan Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Hebefrenik
(F 20. 1). Universitas Airlangga..
http://Repository.Unair.Ac.Id/Id/Eprint/97507
23. Sianturi, S. F. (2021). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. H
Dengan Masalah Halusinasi. https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/4w82h
24. Simatupang, S. M. (2021). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny.
S Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.
25. Suryenti, V. (2017). Dukungan Dan Beban Keluarga Dengan Kemampuan
Keluarga Merawat Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Klinik Jiwa Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jambi Tahun 2017. Jurnal Psikologi Jambi, 2(2), 39-46.
https://Doi.Org/10.22437/Jpj.V2i2.4795
26. Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
https://Doi.Org/10.31219/Osf.Io/Y52rh
27. Wicaksono, M. S., & Arum Pratiwi, S. K. (2017). Teknik Distraksi Sebagai
Strategi Menurunkan Kekambuhan Halusinasi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.http://Eprints.Ums.Ac.Id/Id/Eprint/52316

Anda mungkin juga menyukai