Anda di halaman 1dari 3

Asfiksia

1. Pengertian
- Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup
oksigen selama proses kelahiran
- Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut

2. Etiologi
- gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin
atau neonatus  Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah kelahiran. Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor
plasenta, faktor janin dan faktor persalinan
- Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu yang terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida
empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu
pertukaran gas janin seperti: kolesterol tinggi, hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru / TBC,
ginjal, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain
- Faktor janin atau neonatus –> meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi
tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, premature, kelainan kongenital pada
neonatus dan lainlain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan, dan
lainlain
-
3. Tanda gejala
- Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan

4. Patofisologis
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontraksi dan hampir
seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru sehingga darah dialirkan melalui
duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika
bayi memasuki kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui plasenta
pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada
alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian digantikan oleh oksigen (Behrman, 2000). Proses
penggantian cairan tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan
kala II dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (toraks) berada dijalan
lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan (Manuaba, 2007).
Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya inspirasi pasif paru karena
bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan perluasan permukaan paru yang cukup untuk
membuka alveoli (Manuaba, 2007). Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat
pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun karena inspirasi pertama
neonatus normal sangat kuat sehingga mampu menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam
intrapleura sehingga semua cairan alveoli dapat dikeluarkan.

5. Pemeriksaan penunjang
- Nilai APGAR: memberikan pengkajian yang cepat mengenai kebutuhan untuk resusitasi neonatal.
- Rontgen thoraks dan abdomen: untuk menyingkirkan abnormalitas/cedera struktural dan
penyebab masalah ventilasi.
- Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas/cedera kranial atau otak atau
adanya malformasi kongenital.
- Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya bakteremia.
- Skrining toksikologi: untuk menemukan adanya toksisitas obat atau kemungkinan sindrom
alkohol janin atau fetal alcohol syndorome.
- Skrining metabolisme: untuk menyingkirkan adanya gangguan endokrin atau metabolisme
6. Penatalaksanaan

1. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril


2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
- Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut dan
punggung
- Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to mouth
- Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara : membungkus
bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi
dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
4. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan selanjutnya :
bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat,
melaksanakan antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan
tanda pengenal bayi.

7. Diagnosa dan intervensi

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskular,
penurunan energi, dan keletihan
DX 1.
Hasil yang diharapkan : Jalan napas tetap paten, Pernapasan memberikan oksigenasi dan
pembuangan CO₂ yang adekuat, Frekuensi dan pola napas dalam batas normal, Oksigen jaringan
adekuat
- Atur posisi untuk pertukaran udara yang optimal (posisikan terlentang dengan leher sedikit
ekstensi. R/ untuk mencegah penyempitan jalan napas
- Hindari hiperekstensi leher. R/ akan mengurangi diameter trakea
- Observasi adanya tanda gawat napas (pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada,
takpnea, apnea, grunting, sianosis, saturasi oksigen yang rendah.
- Lakukan pengisapan. R/ untuk menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trakea.
- Gunakan posisi semi-telungkup atau miring. R/ untuk mencegah aspirasi pada bayi dengan
mukus berlebihan atau yang sedang diberi makan.
- Pertahankan suhu lingkungan yang netral. R/ untuk menghemat penggunaan O₂.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-


perfusi
DX 2.
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Beri posisi untuk memaksimalkan ventilasi
- Memberikan oksigen bila perlu
- Auskultasi suara napas tambahan
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Monitor repirasi dan status O2
- Monitor pola napas
- Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
- Monitor AGD dan kadar elektrolit darah

Anda mungkin juga menyukai