OLEH :
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH :
Mengetahui,
1.2 Etiologi
Luana (dalam Fatmawati, 2016), menjelaskan penyebab dari skizofrenia, yakni:
a. Faktor Biologis
1) Komplikasi kelahiran Bayilaki-laki yang memiliki komplikasi saat dilahirkan
sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
2) Infeksi Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeki virus
pernah dilaporkan pada orang dengan skizofrena. Penelitian mengatakan
bahwa terpapar infeksi virus pada trisemester kedua kehamilan akan
meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami skizofrenia.
3) Hipotesis dopamine Dopamine merupakan neurotransmitter pertama yang
berkontribus iterhadap gejala skizofrenia. Hamper semua obat antipsikotik
baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamine D2, dengan
terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik
diredakan.
4) Hipotesis Serotonin Gaddum, Wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi
efek lysergic acid diethlamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran
agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata zat tersebut menyebabkan keadaan
psikosis beratp ada orang normal.
5) StrukturOtak Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah system
limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit
berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa
abu-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas
metabolic. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit
perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena
tidak ditemukannya sel gila, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
b. Faktor Genetik Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia
diturunkan, 1% populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai
hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun perempuan
dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti
paman, bibi, kakek/nenek, dan sepupu dikatakan lebih sering disbandingkan
populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia, sedangkan kembar dizigotik sebanyak 12%. Anak dan kedua orangtua
yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
1.3 Tanda dan Gejala
Menurut Bosanac P, Castle DJ (tahun 2012 dalam Hendarsyah tahun 2016)
gangguan skizofrenia dikarakteristikan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi),
gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan afek), dan
gangguan kognitif (memori, perhatian, pemecahan masalah, dan sosial)
1.4 Psikofarmakologi
Psikofarmakologi terdiri dari beberapa kategori diantaranya antiansietas,
antidepresan, penstabil mood, antipsikotik, antiparkinson, dan stimulan (Townsend,
2009 dalam Novitayani, 2018). Pemberian jenis obat disesuaikan dengan gejala yang
muncul dan berdasarkan ketidakseimbangan dari setiap neurotransmiter. Jenis
psikofarmakologi utama yang diberikan pada penderita skizofrenia adalah antipsikotik
karena penderita skizofrenia memiliki gejala psikotik. Antipsikotik terbagi dalam dua
group yaitu tipikal dan atipikal (Videbeck, 2011 dalam Novitayani, 2018). Tipikal
antipsikotik berperan dalam menurunkan gejala positif dari skizofrenia, namun sedikit
berperan dalam menangani gejala negatifnya (Lieberman & Tasman, 2006 dalam
Novitayani, 2018). Beda halnya dengan tipikal antipsikotik, atipikal antipsikotik
memiliki peran yang kuat dalam menurunkan gejala skizofrenia baik positif maupun
negatif (Shives, 2012 dalam Novitayani, 2018). Selain itu, atipikal antipsikotik tidak
memiliki banyak efek samping dibandingkan dengan tipikal antipsikotik. Dapat
disimpulkan bahwa atipikal antipsikotik lebih efektif daripada tipikal antispikotik
dalam menangani gejala positif dan negatif dari skizofrenia (Novitayani, 2018)
BAB II
DIAGNOSA KEPERAWATAN SKIZOFRENIA
2. 7 Diagnosa Keperawatan
2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, AH, dkk., 2014)
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadinya pada
saat kesadaran individu itu baik (Stuart, 2007 dalam S, Trisno., 2012).
2.1.2 Jenis jenis halusinasi
Halusinasi sendiri dibagi menjadi lima jenis yaitu halusinasi pendengaran,
penglihatan, pengecap, pencium, dan halusinasi perabaan (Dermawan &
Rusdi, 2013 dalam Widuri, 2016).
2.1.3 Tahapan Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi empat fase.Fase yang pertama yaitu fase comforting
(halusinasi bersifat menyenangkan), fase yang kedua yaitu fase condemming
(halusinasi bersifat menjijikkan), fase yang ketiga yaitu fase controlling
(halusinasi bersifat mengontrol atau mengendalikan), fase ke empat yaitu fase
conquering (halusinasi bersifat menakutkan dan klien sudah dikuasai oleh
halusinasinya) (Dermawan & Rusdi, 2013 dalam Widuri, 2016).
2.1.4 Pohon Masalah
Menurut Dalami(2009 dalam S, Trisno., 2012), dalam pengumpulan data
diperlukan perumusan masalah keperawatan yang pada dasarnya saling
berhubungan dan digambarkan pada pohon masalah.
d. Tahap Kerja
”Apakah bapak/ibu mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang
dikatakan oleh suara itu? Apakah suara itu terus-menerus terdengar
atau hanya muncul sewaktu-waktu saa? Kapan yang paling sering Di
dengar suara? Berapa kali sehari bapak/ibu alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau bersama orang
lain?” Apa yang bapak/ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak/ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah
dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar
cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul? bapak/ibu, ada
empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal,
dan yang ke empat bapak/ibu minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul,
langsung bapak/ibu bilang, pergi pergi saya tidak mau dengar, … Saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak/ibu peragakan! Nah begitu, …
bagus! Coba lagi! Ya bagus sekali ya
e. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita coba memperagaan
latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan
bapak/ibu coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? Bagaimana kalau kita
bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa maunya?Bagaimana kalau dua
jam lagi? bapak/ibu Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya”.Baiklah, kalau begitu sampai jumpa bapak/ibu.”
2. Strategi pelaksanaan ke 2
a. Strategi pelaksanaan ke 2
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan Melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
c. Tahap Orientasi
“Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul atau masih terdengar ? Apakah
bapak/ibu sudah memakai cara yang telah kita latih sebelumnya?
Berkurangkan suara-suaranya? Bagus ! Sesuai janji kita tadi saat ini
saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi atau suara
suara yang bapak/ibu dengar dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
d. Tahap Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain dan
yang akan kita pelaari bersama adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Jadi kalau bapak/ibu mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk
ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar
suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri/suami,anak bapak/ibu katakan: bu/pak, ayo ngobrol
dengan bapak/ibu sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba
bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak/ibu!”
e. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah latihan ini? Jadi sudah ada
berapa cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak/ibu mengalami halusinasi
lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak/ibu. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau di mana/Di sini lagi? baikla kalau begitu Sampai besok ya.
Selamat pagi”
3. Strategi pelaksanaan ke 3
a. Strategi pelaksanaan ke 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan
c. Tahap Orientasi: “Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaannya hari
ini? bagaimana istirahat dan tidurnya semalam? Apakah suara-suara itu
masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang kemarin telah
kita latih bersama ? Bagaimana hasilnya apaka sudah bisa? Bagus !
Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
di mana kita mengobrol? Baik kita duduk di ruang tamu ya. Berapa
lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
d. Tahap Kerja: “Apa saja yang biasa bapak/ibu lakukan? Pagi-pagi apa
kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai sampai
didapatkan kegiatannya sepanjang 1 hari sampai malam). Wah banyak
juga ya kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak/ibu bisa lakukan. Kegiatan ini
dapat dilakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
e. Tahap Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita
bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus
sekali! Coba sekarang sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara muncul. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara
minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa
4. Strategi pelaksanaan ke 4
a. Strategi pelaksanaan ke 4
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan Pasien: Melatih pasien menggunakan obat
secara teratur
c. Tahap Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaan bapak/ibu hari
ini? Apakah sampai sekarang suara-suaranya masih muncul ? Apakah
sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih sebelumnya ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah
minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak/ibu minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak/ibu?”
d. Tahap Kerja:
“bapak/ibu adakah perbedaan yang dirasakan setelah minum obat
secara teratur. Apakah suara-suara berkurang/hilang atau masi ada ?
Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak/ibu dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat
yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien dan
memberikan serta memberi tahu manaat obat yang diminum) Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak/ibu akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis bapak/ibu bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak/ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu
obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik
orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum tepat pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan
tepat jamnya bapak/ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
e. Tahap Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap tentang
obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan
jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah.
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara
yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00. sampai jumpa.”
2.2 Waham
2.2.1 Definisi
Waham merupakan kepercayaan yang jelas salah dan mengindikasikan
suatu keabnormalan pada isi pikir individu (Kiran & Chaudhury, 2009 dalam
Rosinta, 2018).
Waham atau delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa
stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak
realistik, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh
penderita, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita sebagai hal yang
nyata, penderita hidup dalam wahamnya itu, keadaan atau hal yang diyakini
itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat (Tim Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2013 dalam Zukna & Lisiswanti, 2017)
2.2.2 Jenis-jenis waham
jenis jenis waham adalah sebagai berikut (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Waham kebesaran Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya punya
beberapa perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
3. Waham agama Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan uang
kepada semua orang.”
4. Waham somatik Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular
ganas”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tandatanda
kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini
adalah roh-roh”
2.2.3 Pohon Masalah(Kumolo, 2014)
Resiko Menciderai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan
d. Tahap Kerja
“Saya mengerti pak/ibu merasa bahwa pak/ibu adalah seorang Nabi,
tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua
Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi
terputus pak/ibu?”
“Tampaknya pak/ibu gelisa sekali, bias pak/ibu ceritakan kepada saya
apa yang pak/ibu rasakan?”
“Oooo, jadi pak/ibu merasa takut nanti akan diatur-atur hidupnya oleh
orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak/ibu yang sering mengatur-atur diri pak/ibu?”
“Jadi kelaurga pak/ibu yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga teman-
teman pak/ibu kalau yang lain bagaimana?”
“Kalau pak/ibu sendiri inginnya seperti apa apa yang pak/ibu
inginkan?”
“Ooo, Bagus kalau pak/ibu sudah memiliki rencana dan jadwal untuk
diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut ya pak/ibu .”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak/ibu ingin ada kegiatan di
luar rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
e. Tahap Terminasi
“Bagimana perasaan pak/ibu setelah ngobrol dan bercerita dengan
saya?”
“sekarang saya ingin bertanya lagi Apa saja tadi yang telah kita
bicarakan? apaka masi ingat?Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak/ibu coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan
lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah
pak/ibu miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja pak/ibu? kalau begitu sampai bertemu lagi ya pak/ibu
2. Strategi Pelaksanaan ke 2
a. strategi pelaksanaan ke 2
b. Tujuan pelaksanaan ; Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan
membantu mempraktekannya.
c. Tahap Orientasi :
“selamat pagi bapak/ibu, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah bapak/ibu sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau
kegemaran atau al yang pak/ibu sukai?”
“Bagaimana kalau kita membicarakannya sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bapak/ibu
tersebut?”
“Berapa lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit? disini saa ya pak/ibu”
d. Tahap Kerja :
“Apa saja hobi bapal/ibu? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya bapa/ibu pandai main musik ya.”
“Bisa bapak/ibu ceritakan kepada saya kapan dan bagaimana pertama
kali belajar main musik, siapa yang dulu mengajarkannya kepada
bapak/ibu, darimana bisa belaar main musik?”
“Bisa bapak/ibu peragakan kepada saya bagaiman bermain music yang
baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buatkan jadwal untuk
kemampuan bapak/ibu ini. Berapa kali sehari/seminggu bapak/ibu mau
bermain musik?”
“Apa yang bapak/ibu harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bapak/ibu yang lain selain bermain
musik?”
e. Tahap Terminasi :
“Bagaimana perasaannya pak/ibu setelah kita berbincang-bincang
tentang hobi dan kegemaran bapak/ibu?”
“Setelah ini bapak/ibu coba lakukan latihan bermain suling sesuai
dengan jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau obrolan kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di
taman belakang saja, setuju pak/ibu?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak/ibu
minum setuju?. oke,sampai ketemua nanti ya pak/ibu”
3. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Stategi Pelaksanaan Ke 3
b. Tujuan Pelaksanaan ; Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang
benar.
c. Tahap Orientasi:
“Assalamualaikum pak/ibu.“Bagaimana pak/ibu, sudah dicoba latihan
main musiknya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji pada obrolan kita sebelumnya tadi, kita akan
membicarakan tentang obat yang harus pak/ibu minum, Bagaimana
kalau kita mulai saja sekarang pak?”
“Berapa lama pak/ibu mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau
20 atau 30 menit saja? biar tidak terlalu lama saja”
d. Tahap Kerja:
“Pak/ibu tau berapa macam obat yang diminum, dan jam berapa saja
obat tersebut diminum?”
“Pak/ibu perlu minum obat ini secara teratur dan sesuai jadwal agar
pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak (jelaskan obat dan fungsi serta waktu).”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk
membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap
es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak/ibu mengecek dulu label dikotak obat
apakah benar nama pak/ibu tertulis disitu atau bukan, berapa dosis atau
butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga
apakah nama obatnya sudah benar! jangan sampai lupa ya!!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar
harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi,
sebaiknya pak/ibu tidak menghentikan sendiri obat yang harus
diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
e. Tahap Terminasi :
“jadi pak/ibu Bagaiman perasaan nya setelah kita becakap-cakap dan
mengobrol tentang obat yang diminum? sekarang saya mau tanya lagi,
Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatanpak/ibu ya! Jangan lupa
minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada
perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak/ibu!”
“Pak/ibu besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang
telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?” oke pak
baiklah “Sampai besok ya pak.”
”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini pak? Apa saat ini bapak ibu
memiliki keluhan?”
c. Tahap Kerja
(Jika pasien baru)
”bapak/ibu jika saya boleh tahu Siapa saja yang tinggal serumah
dengan bapak/ibu ? Siapa yang paling dekat dengan bapak/ibu? Siapa
yang dirumah jarang bercakap-cakap dan mengobrol dengan
bapak/ibu? Apa alasan yang membuat bapak/ibu jarang bercakap-
cakap dan mengobrol dengannya?”
“Apa saja kegiatan yang biasa bapak/ibu lakukan dengan teman yang
dikenal?”
Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu pak/ibu
mau punya relasi dengan orang lain ?
“saya akan ajarkan cara berkenalan dengan orang lain. Begini ya,
untuk berkenalan dengan orang lain kita harus menyebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi agar mudah
diingat dan tidak lupa. Contoh: hallo,Nama Saya V, senang dipanggil
V. Asal saya dari Ambon, hobi saya mendengar musik”
d. Tahap Terminasi
Bagaimana pak/ibu perasaannya setelah kita latihan berkenalan?”
4. Strategi Pelaksanaan ke 2
a. Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama seorang perawat)
b. Tahap Orientasi
Assalammualaikum pak/ibu! ” bagaimana perasaan nya hari ini? Sudah
dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan. Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan Suster ! Bagus sekali, bapak/ibu masih
ingat. Nah, pak/ibu seperti janji saya, saya akan mengajak pak/ibu
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat K. “Tidak lama kok,
sekitar 10 menit . Ayo kita temui perawat K disana”
c. Tahap Kerja
( Bersama-sama dengan klien mendekati perawat K)
d. Tahap Terminasi:
5. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang
kedua-seorang pasien)
b. Tahap orientasi
“Assalammu’alaikum pak/ibu! Bagaimana perasaannya hari
ini?”Apakah pak/ibu sudah bercakap-cakap dengan perawat K kemarin
siang”(jika jawaban pasien: ya, lanjutkan komunikasi berikutnya orang
lain) ”Bagaimana perasaan pak/ibu setelah bercakap-cakap dengan
perawat K kemarin siang”. ”Bagus sekali ya pak/ibu menjadi senang
karena punya teman lagi”. ”Kalau begitu pak/ibu ingin punya banyak
teman lagi?”.”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan
orang lain, yaitu pasien L”. ”seperti biasa kira-kira 10 menit”. ”Mari
kita temui dia di ruang makan”
c. Tahap Kerja
d. Tahap Terminasi
2. Strategi Pelaksanaan Ke 2
a. Pasien dapat melakukan dan memenuhi kegiatan sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat dan dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa
diganggu.
b. Tahap Orientasi
Selamat Pagi L? Bagaimana perasaan L hari ini? Apakah sudah dicoba
kegiatan yang kemarin sudah dimasukkan kedalam jadwal harian L?
Wah, bagus sekali. Sudah berapa banyak gambar yang L buat.
Bolehkan saya melihatnya.Wah, hebat bagus sekali gambarnya. L
masih ingat janji kita kemarin? Iya, benar sekali jadi, kemarin L
menyubutkan L suka merajut. Jadi, hari ini kita akan latihan untuk
merajut. Apakah L bersedia? Kira-kira mau berapa lama baiklah 30
menit. Baiklah ruangnya disini saja ya. mari kita lanjutkan
c. Tahap Kerja
Bagaiamana perasaan L setelah menggambar begitu banyak gambar
dan gambar-gambarnya juga bagus-bagus sekali? Apa yang L rasakan.
Oh, L jadi merasa Sisi masih berguna, buktinya L masih bisa membuat
gambar-gambar yang bagus sekali. Bagaiman dengan hobi Sisis yang
lain? Sisis masih ingat? Ya, bagus sekali Sisis masih ingat. Jadi Sisi
punya hobi lain yaitu: merajut. Bagaiman kalau L selain menggambar
desain juga membuat rajutan. Apakah L bersedia? Baiklah, saya
sediakan dulu ya alat nya. Kira-kira apa yang mau dibuat? Baik L
bagaimana hasilnya.. Wah bagus sekali. L memang habat ya. Suster
saja tidak bisa. Bagaimana kalau L buat lagi yang lainnya. Nanti hasil
kita pakai. pasti bagus. Bagaimana Sisi? Nah, kira-kira Sisis mau buat
berapa banyak nih dalam satu hari. Oh jadi Sisis mau membuat 1 saja
satu hari. Bagaiman jika kegitan ini dimasukin dalam jadwal kegiatan
harian L. Apakah Sisis bersedia?
d. TahapTerminasi
Bagaimana perasaanya setelah kita bercakap-cakap dan latihan tadi?
Jadi berapa cara yang bisa L lakukan pada saat-saat merasa jenuh dan
tidak berarti? Bagus sekali L bisa menyebutkannya kembali. Baik
besok saya akan bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua L,
biasanya orang tua L berkunjung jam berapa? Oh, jadi orang tua L
biasanya berkunjung jam dua siang. Baiklah besok suster akan
berkunjung kesini dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua L di ruang
depan kira-kira jam dua siang, bagaimana L bolehkah suster Li ngobrol
dengan mereka? Baiklah samapai jumpa besok ya L. Selamat pagi
menjelang siang.
Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak
bilang penyebab marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi.
Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta
obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah
karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di
sini lagi? Baik sampai nanti ya”
4. Strategi Pelaksanaan ke 4
a. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?
c. Tahap Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus.
Baik, yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?
Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim).”
d. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat .......
dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila
bapak merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah
kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam
berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”
c. Tahap Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini?
Menurut T apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga
kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri
dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...?
Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
T yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau
tujuan sisiran dan berdandan?”
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi
setelah makan.”
2. Strategi pelaksanaan ke 2
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan saat melatih pasien laki-laki
berdandan
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi Pak Tono? “Bagaimana perasaan bpk hari ini?
Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah ditandai di jadual
hariannya? “Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana
latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ? lebih kurang setengah
jam”.
c. Tahap Kerja
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.
“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju
seperti tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi
jam berapa, lalu sore jam berap ?
3. Strategi pelaksanaan ke 3
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan melatih berdandan untuk
pasien wanita
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana
mandinya?”Sudah di tandai dijadual harian ?
“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik.
Mari T kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )
c. Tahap Kerja
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…
sekarang disisir rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai
bedak?” coba dibedakin mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.”
“ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”
4. Strategi pelaksanaan ke 4
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan melatih pasien makan secara
mandiri
b. Tahap Orientasi
“Selamat siang T,”
“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita
latihan langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang
makanan.“
c. Tahap Kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana
T makan?”
“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan.
Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T yang pimpin!. Bagus..
“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu
dengan pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan
kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri
dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat,
coba...T minta sendiri obatnya.”
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.
”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan,
duduk yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci
piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”
” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan
dalam jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang
baik, bagaiman kalau jam 10.00 disini saja ya...!