Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Jiwa

OLEH :

WULANDARI YUPIAMI, S.Kep


NIM. 20.300.0113

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Jiwa

OLEH :

WULANDARI YUPIAMI, S.Kep


NIM. 20.300.0113

Kuala Kapuas, Januari 2022

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Agustina Lestari, S.Kep.,Ns., M.Kep) (Sari Narulita, S.Kep.,Ns)


BAB I
KONSEP MEDIK SKIZOFRENIA

1. Konsep medik Skizofrenia


1.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau
pecah dan phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ ketidakserasian antara afek,
kognitif, dan perilaku. Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan
utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi,
kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan
halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi
inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan
perilaku bizar
Skizofrenia adalah penyakit kronis berupa gangguan mental yang serius yang
ditandai dengan gangguan dalam proses pemikiran yang mempengaruhi perilaku
(Thorson, Matson, Rojahn, dan Dixon, 2008 dalam Sari & Wijayanti, 2014).
Skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang
mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif,
mempengaruhi emosional dan tingkah laku (Depkes RI, 2015 dalam Handayani.,dkk,
2015).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang umum terjadi dengan karakteristik
adanya kerusakan dan keanehan pada pikiran, persepsi, emosi, pergerakan dan
perilaku (Messias, Chen, & Eaton, 2007 dalam Novitayani, 2016)
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran, emosi, dan perilaku. Pemikiran penderita skizofrenia seringkali tidak
berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian keliru, afek yang datar atau tidak
sesuai, dan memiliki gangguan pada aktivitas motorik yang bizzare (Davidson, 2006
dalam Fiona & Fajrianthi, 2016)

1.2 Etiologi
Luana (dalam Fatmawati, 2016), menjelaskan penyebab dari skizofrenia, yakni:
a. Faktor Biologis
1) Komplikasi kelahiran Bayilaki-laki yang memiliki komplikasi saat dilahirkan
sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
2) Infeksi Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeki virus
pernah dilaporkan pada orang dengan skizofrena. Penelitian mengatakan
bahwa terpapar infeksi virus pada trisemester kedua kehamilan akan
meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami skizofrenia.
3) Hipotesis dopamine Dopamine merupakan neurotransmitter pertama yang
berkontribus iterhadap gejala skizofrenia. Hamper semua obat antipsikotik
baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamine D2, dengan
terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik
diredakan.
4) Hipotesis Serotonin Gaddum, Wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi
efek lysergic acid diethlamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran
agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata zat tersebut menyebabkan keadaan
psikosis beratp ada orang normal.
5) StrukturOtak Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah system
limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit
berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa
abu-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan aktifitas
metabolic. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit
perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena
tidak ditemukannya sel gila, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
b. Faktor Genetik Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia
diturunkan, 1% populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai
hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun perempuan
dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat kedua seperti
paman, bibi, kakek/nenek, dan sepupu dikatakan lebih sering disbandingkan
populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia, sedangkan kembar dizigotik sebanyak 12%. Anak dan kedua orangtua
yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
1.3 Tanda dan Gejala
Menurut Bosanac P, Castle DJ (tahun 2012 dalam Hendarsyah tahun 2016)
gangguan skizofrenia dikarakteristikan dengan gejala positif (delusi dan halusinasi),
gejala negatif (apatis, menarik diri, penurunan daya pikir, dan penurunan afek), dan
gangguan kognitif (memori, perhatian, pemecahan masalah, dan sosial)

1.4 Psikofarmakologi
Psikofarmakologi terdiri dari beberapa kategori diantaranya antiansietas,
antidepresan, penstabil mood, antipsikotik, antiparkinson, dan stimulan (Townsend,
2009 dalam Novitayani, 2018). Pemberian jenis obat disesuaikan dengan gejala yang
muncul dan berdasarkan ketidakseimbangan dari setiap neurotransmiter. Jenis
psikofarmakologi utama yang diberikan pada penderita skizofrenia adalah antipsikotik
karena penderita skizofrenia memiliki gejala psikotik. Antipsikotik terbagi dalam dua
group yaitu tipikal dan atipikal (Videbeck, 2011 dalam Novitayani, 2018). Tipikal
antipsikotik berperan dalam menurunkan gejala positif dari skizofrenia, namun sedikit
berperan dalam menangani gejala negatifnya (Lieberman & Tasman, 2006 dalam
Novitayani, 2018). Beda halnya dengan tipikal antipsikotik, atipikal antipsikotik
memiliki peran yang kuat dalam menurunkan gejala skizofrenia baik positif maupun
negatif (Shives, 2012 dalam Novitayani, 2018). Selain itu, atipikal antipsikotik tidak
memiliki banyak efek samping dibandingkan dengan tipikal antipsikotik. Dapat
disimpulkan bahwa atipikal antipsikotik lebih efektif daripada tipikal antispikotik
dalam menangani gejala positif dan negatif dari skizofrenia (Novitayani, 2018)
BAB II
DIAGNOSA KEPERAWATAN SKIZOFRENIA

2. 7 Diagnosa Keperawatan
2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, AH, dkk., 2014)
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan
dari luar yang meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadinya pada
saat kesadaran individu itu baik (Stuart, 2007 dalam S, Trisno., 2012).
2.1.2 Jenis jenis halusinasi
Halusinasi sendiri dibagi menjadi lima jenis yaitu halusinasi pendengaran,
penglihatan, pengecap, pencium, dan halusinasi perabaan (Dermawan &
Rusdi, 2013 dalam Widuri, 2016).
2.1.3 Tahapan Halusinasi
Halusinasi dibagi menjadi empat fase.Fase yang pertama yaitu fase comforting
(halusinasi bersifat menyenangkan), fase yang kedua yaitu fase condemming
(halusinasi bersifat menjijikkan), fase yang ketiga yaitu fase controlling
(halusinasi bersifat mengontrol atau mengendalikan), fase ke empat yaitu fase
conquering (halusinasi bersifat menakutkan dan klien sudah dikuasai oleh
halusinasinya) (Dermawan & Rusdi, 2013 dalam Widuri, 2016).
2.1.4 Pohon Masalah
Menurut Dalami(2009 dalam S, Trisno., 2012), dalam pengumpulan data
diperlukan perumusan masalah keperawatan yang pada dasarnya saling
berhubungan dan digambarkan pada pohon masalah.

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan


Core Problem Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi sosial : menarik diri


2.1.5 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)
Yusuf, AH, dkk., tahun 2014 menuliskan data yang didapat pada pasien yang
mengalami halusinasi yaitu:
a. Halusinasi dengar/ suara
Data Objektif
a) Bicara atau tertawa sendiri.
b) Marah-marah tanpa sebab.
c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu.
d) Menutup telinga.
Data Subjektif
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
Data Objektif
a) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
b) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
Data subjektif
a) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu, atau monster.
c. Halusinasi penciuman
Data subjektif
a) Mencium seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
b) Menutup hidung.
Data objektif
a) Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan kadangkadang
bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi pengecapan
Data objektif
a) Sering meludah
b) Muntah
Data Subjektif
a) Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
Data objektif
a) Menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data Subjektif
a) Mengatakan ada serangga di permukaan kulit.
b) Merasa seperti tersengat listrik.

2.1.6 Tindakan Keperawatan


Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan
pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul, dan respons pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara
yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai
berikut.
1) Menghardik halusinasi.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4) Menggunakan obat secara teratur.
2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah.
b. Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, serta cara merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

2.1.7 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).


1. Strategi pelaksanaan ke 1
a. trategi pelaksanaan ke 1 Pasien : Membantu pasien mengenal
halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan
c. Tahap Orientasi
Selamat pagi bapak/ selamat pagi ibu, Saya virel saya adalah
Mahasiswa keperawatan UPH yang akan merawat bapak Nama
bapak/ibu siapa?Bapak/ibu Senang dipanggil apa? Bagaimana perasaan
bapak/ibu hari ini pak? Apa saat ini bapak ibu memiliki keluhan?”

”Baiklah pak/ibu, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara


yang selama ini bapak dengar tetapi wujudnya tak tampak? Bapak/ibu
Di mana mau kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”

d. Tahap Kerja
”Apakah bapak/ibu mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang
dikatakan oleh suara itu? Apakah suara itu terus-menerus terdengar
atau hanya muncul sewaktu-waktu saa? Kapan yang paling sering Di
dengar suara? Berapa kali sehari bapak/ibu  alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri atau bersama orang
lain?” Apa yang bapak/ibu  rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak/ibu  lakukan saat mendengar suara itu? Apakah
dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar
cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul? bapak/ibu, ada
empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal,
dan yang ke empat bapak/ibu  minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”.Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul,
langsung bapak/ibu  bilang, pergi pergi saya tidak mau dengar, … Saya
tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak/ibu  peragakan! Nah begitu, …
bagus! Coba lagi! Ya bagus sekali ya

e. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan bapak/ibu   setelah kita coba memperagaan
latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan
bapak/ibu coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? Bagaimana kalau kita
bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa maunya?Bagaimana kalau dua
jam lagi? bapak/ibu Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya”.Baiklah, kalau begitu sampai jumpa bapak/ibu.”

2. Strategi pelaksanaan ke 2
a. Strategi pelaksanaan ke 2
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan Melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan orang lain
c. Tahap Orientasi
“Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaannya hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul atau masih terdengar ? Apakah
bapak/ibu sudah memakai cara yang telah kita latih sebelumnya?
Berkurangkan suara-suaranya? Bagus ! Sesuai janji kita tadi saat ini
saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi atau suara
suara yang bapak/ibu dengar dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

d. Tahap Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain dan
yang akan kita pelaari bersama adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Jadi kalau bapak/ibu mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk
ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar
suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri/suami,anak bapak/ibu katakan: bu/pak, ayo ngobrol
dengan bapak/ibu sedang dengar suara-suara. Begitu bapak Coba
bapak lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak/ibu!”

e. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah latihan ini? Jadi sudah ada
berapa cara yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau bapak/ibu mengalami halusinasi
lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian
bapak/ibu. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu
melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00? Mau di mana/Di sini lagi? baikla kalau begitu Sampai besok ya.
Selamat pagi”

3. Strategi pelaksanaan ke 3
a. Strategi pelaksanaan ke 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga: melaksanakan aktivitas terjadwal 
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan
c. Tahap Orientasi: “Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaannya hari
ini? bagaimana istirahat dan tidurnya semalam? Apakah suara-suara itu
masih muncul ? Apakah sudah dipakai  dua cara yang kemarin telah
kita latih bersama ? Bagaimana hasilnya apaka sudah bisa? Bagus !
Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. Mau
di mana kita mengobrol? Baik kita duduk di ruang tamu ya. Berapa
lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
d. Tahap Kerja: “Apa saja yang biasa bapak/ibu lakukan? Pagi-pagi apa
kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai sampai
didapatkan kegiatannya sepanjang 1 hari sampai malam). Wah banyak
juga ya kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih
kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak/ibu bisa lakukan. Kegiatan ini
dapat dilakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
e. Tahap Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita
bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus
sekali! Coba sekarang sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk
mencegah suara-suara muncul. Bagus sekali. Mari kita masukkan
dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara
minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa

4. Strategi pelaksanaan ke 4
a. Strategi pelaksanaan ke 4
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan Pasien: Melatih pasien menggunakan obat
secara teratur
c. Tahap Orientasi:
“Selamat pagi bapak/ibu Bagaimana perasaan bapak/ibu hari
ini? Apakah sampai sekarang suara-suaranya masih muncul ? Apakah
sudah dipakai  tiga cara yang telah kita latih sebelumnya ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah
minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak/ibu minum. Kita akan diskusi selama 20 menit
sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak/ibu?”

d. Tahap Kerja:
“bapak/ibu adakah perbedaan yang dirasakan setelah minum obat
secara teratur. Apakah suara-suara berkurang/hilang atau masi ada ?
Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak/ibu dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat
yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien dan
memberikan serta memberi tahu manaat obat yang diminum)  Kalau
suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak/ibu akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis bapak/ibu bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat
lagi. bapak/ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu
obat yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik
orang lain. Baca nama  kemasannya. Pastikan obat diminum tepat pada
waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan
tepat jamnya  bapak/ibu juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”

e. Tahap Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap tentang
obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan
jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau  pada keluarga kalau di rumah.
Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara
yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00. sampai jumpa.”

2.2 Waham
2.2.1 Definisi
Waham merupakan kepercayaan yang jelas salah dan mengindikasikan
suatu keabnormalan pada isi pikir individu (Kiran & Chaudhury, 2009 dalam
Rosinta, 2018).
Waham atau delusi merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa
stimulus luar yang cukup dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: tidak
realistik, tidak logis, menetap, egosentris, diyakini kebenarannya oleh
penderita, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita sebagai hal yang
nyata, penderita hidup dalam wahamnya itu, keadaan atau hal yang diyakini
itu bukan merupakan bagian sosiokultural setempat (Tim Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2013 dalam Zukna & Lisiswanti, 2017)
2.2.2 Jenis-jenis waham
jenis jenis waham adalah sebagai berikut (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Waham kebesaran Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya punya
beberapa perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali
tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
3. Waham agama Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan uang
kepada semua orang.”
4. Waham somatik Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular
ganas”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tandatanda
kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini
adalah roh-roh”
2.2.3 Pohon Masalah(Kumolo, 2014)
Resiko Menciderai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan

Perubahan Proses Piker : Waham


Harga Diri Rendah
2.2.4 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)
1) Data subjektif :Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang
agama, kebesaran,kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuaikenyataan.
2) Data objektif :Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga,
bermusuhan, merusak (diri, oranglain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah
klien tegang, mudah tersinggung (Kumolo, 2014)
2.2.5 Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
c. Bantu orientasi realitas.
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan
tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien
berhenti membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan
realitas.
d. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar
2.2.6 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi pelaksanaan ke 1
a. Strategi pelaksanaan ke 1
b. Tujuan Strategi Pelaksanaan Membina hubungan saling percaya ;
mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi
kebutuhan ; mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak
terpenuhi.
c. Tahap Orientasi
Selamat pagi ibu, Saya virel saya adalah Mahasiswa keperawatan
UPH yang akan merawat bapak Nama bapak/ibu siapa?Bapak/ibu
Senang dipanggil apa?”.”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini pak?
Apa saat ini bapak ibu memiliki keluhan?” . “Bisa kita berbincang-
bincang tentang apa yang bapak/ibu rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?” disini saa? baiklah
kalau begitu

d. Tahap Kerja
“Saya mengerti pak/ibu merasa bahwa pak/ibu adalah seorang Nabi,
tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua
Nabi tidak hidup didunia ini, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi
terputus pak/ibu?”
“Tampaknya pak/ibu gelisa sekali, bias pak/ibu ceritakan kepada saya
apa yang pak/ibu rasakan?”
“Oooo, jadi pak/ibu merasa takut nanti akan diatur-atur hidupnya oleh
orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri pak R sendiri?”
“Siapa menurut pak/ibu yang sering mengatur-atur diri pak/ibu?”
“Jadi kelaurga pak/ibu yang terlalu mengatur-atur ya pak, juga teman-
teman pak/ibu kalau yang lain bagaimana?”
“Kalau pak/ibu sendiri inginnya seperti apa apa yang pak/ibu
inginkan?”
“Ooo, Bagus kalau pak/ibu sudah memiliki rencana dan jadwal untuk
diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut ya pak/ibu .”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak/ibu ingin ada kegiatan di
luar rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”

e. Tahap Terminasi
“Bagimana perasaan pak/ibu setelah ngobrol dan bercerita dengan
saya?”
“sekarang saya ingin bertanya lagi Apa saja tadi yang telah kita
bicarakan? apaka masi ingat?Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini pak/ibu coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan
lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah
pak/ibu miliki?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja pak/ibu? kalau begitu sampai bertemu lagi ya pak/ibu

2. Strategi Pelaksanaan ke 2
a. strategi pelaksanaan ke 2
b. Tujuan pelaksanaan ; Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan
membantu mempraktekannya.
c. Tahap Orientasi :
“selamat pagi bapak/ibu, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah bapak/ibu sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau
kegemaran atau al yang pak/ibu sukai?”
“Bagaimana kalau kita membicarakannya sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bapak/ibu
tersebut?”
“Berapa lama bapak/ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit? disini saa ya pak/ibu”
d. Tahap Kerja :
“Apa saja hobi bapal/ibu? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya bapa/ibu pandai main musik ya.”
“Bisa bapak/ibu ceritakan kepada saya kapan dan bagaimana pertama
kali belajar main musik, siapa yang dulu mengajarkannya kepada
bapak/ibu, darimana bisa belaar main musik?”
“Bisa bapak/ibu peragakan kepada saya bagaiman bermain music yang
baik itu.”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buatkan jadwal untuk
kemampuan bapak/ibu ini. Berapa kali sehari/seminggu bapak/ibu mau
bermain musik?”
“Apa yang bapak/ibu harapkan dari kemampuan bermain suling ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bapak/ibu yang lain selain bermain
musik?”
e. Tahap Terminasi :
“Bagaimana perasaannya pak/ibu setelah kita berbincang-bincang
tentang hobi dan kegemaran bapak/ibu?”
“Setelah ini bapak/ibu coba lakukan latihan bermain suling sesuai
dengan jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau obrolan kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di
taman belakang saja, setuju pak/ibu?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak/ibu
minum setuju?. oke,sampai ketemua nanti ya pak/ibu”
3. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Stategi Pelaksanaan Ke 3
b. Tujuan Pelaksanaan ; Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang
benar.
c. Tahap Orientasi:
“Assalamualaikum pak/ibu.“Bagaimana pak/ibu, sudah dicoba latihan
main musiknya? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji pada obrolan kita sebelumnya tadi, kita akan
membicarakan tentang obat yang harus pak/ibu minum, Bagaimana
kalau kita mulai saja sekarang pak?”
“Berapa lama pak/ibu mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau
20 atau 30 menit saja? biar tidak terlalu lama saja”
d. Tahap Kerja:
“Pak/ibu tau berapa macam obat yang diminum, dan jam berapa saja
obat tersebut diminum?”
“Pak/ibu perlu minum obat ini secara teratur dan sesuai jadwal agar
pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak (jelaskan obat dan fungsi serta waktu).”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk
membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap
es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak/ibu mengecek dulu label dikotak obat
apakah benar nama pak/ibu tertulis disitu atau bukan, berapa dosis atau
butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga
apakah nama obatnya sudah benar! jangan sampai lupa ya!!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar
harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi,
sebaiknya pak/ibu tidak menghentikan sendiri obat yang harus
diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
e. Tahap Terminasi :
“jadi pak/ibu Bagaiman perasaan nya setelah kita becakap-cakap dan
mengobrol tentang obat yang diminum? sekarang saya mau tanya lagi,
Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?” 
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatanpak/ibu ya! Jangan lupa
minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada
perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak/ibu!”
“Pak/ibu besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang
telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?” oke pak
baiklah “Sampai besok ya pak.”

2.3 Isolasi Sosial


2.3.1 Definisi
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain disekitarnya
(Keliat, 2011 dalam Hermawan, 2015)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
penurunan kemampuan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Isolasi sosial adalah usaha
klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain disekitarnya
maupun komunikasi dengan orang lain (keliat B.A, dkk, 2011 dalam R,
Baharudin., 2015)
2.3.2 Pohon Masalah
Perubahan presepsi sensori : Halusinasi Effect

Isolasi sosial : Menarik Diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Causa


Pohon masalah (Gail W Stuart, 2007 dalam R, Baharudin., 2015).
2.3.3 Pengkajian Data Objektif dan Subjektif (Hermawan, 2015)
a. Data/Gejala Subjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3) Respon verbal kurang atau singkat
4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7) Klien merasa tidak berguna
8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9) Klien merasa ditolak
b. Data/Gejala Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2) Tidak mengikuti kegiatan
3) Banyak berdiam diri di kamar
4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9) Ekpresi wajah kurang berseri
10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13) Memasukan makanan dan minuman terganggu
14) Retensi urine dan feses
15) Aktifitas menurun
16) Kurang energi (tenaga)
17) Rendah diri
18) Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin (khusunya pada
posisi tidur).
2.3.4 Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal
berikut.
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama
panggilan yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan pasien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang Anda akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di
mana.
5) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial.
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
1) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
3) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan Anda.
4) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
teman/anggota keluarga.
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang, dan seterusnya.
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus-menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien
isolasi sosial di rumah.
2. Tindakan Melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial.
a. Menjelaskan tentang hal berikut.
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
2) Penyebab isolasi sosial.
3) Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya.
4) Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat.
5) Tempat rujukan bertanya dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien.
d. Memperagakan cara berkomunikasi dengan pasien.
e. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
berkomunikasi dengan pasien.
2.3.5 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi pelaksanaan ke 1
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan: Membina hubungan saling percaya,
membantu pasien mengenal  penyebab isolasi sosial, membantu pasien
mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain,  dan mengajarkan pasien berkenalan
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi bapak/ selamat pagi ibu, Saya virel saya adalah
Mahasiswa keperawatan UPH yang akan merawat bapak Nama
bapak/ibu siapa?Bapak/ibu Senang dipanggil apa?”

”Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini pak? Apa saat ini bapak ibu
memiliki keluhan?”

”Baiklah pak/ibu, bagaimana kalau kita bercakap-cakap Bapak/ibu Di


mana mau kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau
30 menit”

c. Tahap Kerja
(Jika pasien baru)
”bapak/ibu jika saya boleh tahu Siapa saja yang tinggal serumah
dengan bapak/ibu ? Siapa yang paling dekat dengan bapak/ibu? Siapa
yang dirumah jarang bercakap-cakap dan mengobrol dengan
bapak/ibu? Apa alasan yang membuat bapak/ibu jarang bercakap-
cakap dan mengobrol dengannya?”

(Jika pasien sudah lama dirawat)

”bapak/ibu Apa yang dirasakan selama dirawat disini? merasa


sendirian? Siapa saja yang bapak/ibu kenal di ruangan ini”

 “Apa saja kegiatan yang biasa bapak/ibu lakukan dengan teman yang
dikenal?”

 “Apa yang menghambat bapak/ibu dalam berteman atau bercakap-


cakap dengan pasien yang  lain?”

 ”Menurut bapak/ibu apa saja keuntungannya yang didapatkan kalau


kita mempunyai banyak teman disekitar kita ? Wah benar sekali, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi ?  Nah kalau kerugiannya tidak
mampunyai teman apa ya pak/ibu ? Ya, apa lagi 

Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu pak/ibu
mau punya relasi dengan orang lain ?

«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang  kita belajar untuk berkenalan dan


bercengkrama dengan orang lain”

 “saya akan ajarkan cara berkenalan dengan orang lain. Begini ya,
untuk berkenalan dengan orang lain kita harus menyebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi agar mudah
diingat dan tidak lupa. Contoh: hallo,Nama Saya V, senang dipanggil
V. Asal saya dari Ambon, hobi saya mendengar musik”

“Selanjutnya bapak/ibu menanyakan nama orang dan identitas orang


yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Namanya siapa Bapak/ibu?
Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana pak/ibu/ kesukaanya apa?”

“Ayo sekarang Coba berkenalan dengan saya!”


“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

“Setelah berkenalan dengan orang tersebut bapak/ibu bisa melanjutkan


percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan untuk dibicarakan.
Misalnya tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

d. Tahap Terminasi
Bagaimana pak/ibu perasaannya setelah kita  latihan berkenalan?”

”bapak/ibu juga tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan


baik sekali dan sangat bagus sekali”

”Selanjutnya apakah bapak/ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita


pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga nantinya bapak/ibu lebih
siap lagi untuk berkenalan dengan orang lain.  bapak/ibu mau
mempraktekkan yang sudah kita latih tadi ke pasien lain. Mau jam
berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”

”Besok pagi jam 8 saya akan datang kesini  untuk mengajak pak/ibu


berkenalan dengan teman saya, perawat K. Bagaimana, bapak/ibu mau
kan?”

”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”

4. Strategi Pelaksanaan ke 2
a. Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama seorang perawat)
b. Tahap Orientasi
Assalammualaikum pak/ibu! ” bagaimana perasaan nya hari ini? Sudah
dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan. Coba sebutkan lagi
sambil bersalaman dengan Suster ! Bagus sekali, bapak/ibu masih
ingat. Nah, pak/ibu seperti janji saya, saya akan mengajak pak/ibu
mencoba berkenalan  dengan teman saya perawat K. “Tidak lama kok,
sekitar 10 menit . Ayo kita temui perawat K disana”

c. Tahap Kerja
( Bersama-sama dengan klien mendekati perawat K)

“Selamat pagi perawat K, ada seseorang yang ingin berkenalan dengan


perawat K”. “Baiklah pak/ibu bisa lakukan cara berkenalan dengan
perawat K seperti yang sudah kita praktekkan kemarin” (pasien
mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat) Ada lagi yang
ingin tanyakan kepada perawat K . Coba tanyakan tentang keluarga
perawat K”. “Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan,pak/ibu bisa
sudahi perkenalan ini.

“Baiklah perawat K, karena sudah selesai berkenalan, saya bersama


pak/ibu akan kembali ke ruangan. Selamat pagi »

d. Tahap Terminasi:

 “Bagaimana perasaan nya pak/ibu setelah berkenalan dengan perawat


K tadi”

”bapak/ibu bagus  sekali saat berkenalan tadi” 

” terus  Pertahankan apa yang sudah dilakukan tadi. Jangan lupa untuk


menanyakan topik lain supaya perkenalan selanjutnya dapat berjalan
dengan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada
jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti
bapak coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam
10? baiklah kalau begitu Sampai besok.”

5. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang
kedua-seorang pasien)
b. Tahap orientasi
“Assalammu’alaikum pak/ibu! Bagaimana perasaannya hari
ini?”Apakah pak/ibu sudah bercakap-cakap dengan perawat K kemarin
siang”(jika jawaban pasien: ya, lanjutkan komunikasi berikutnya orang
lain) ”Bagaimana perasaan pak/ibu setelah bercakap-cakap dengan
perawat K kemarin siang”. ”Bagus sekali ya pak/ibu menjadi senang
karena punya teman lagi”. ”Kalau begitu pak/ibu ingin punya banyak
teman lagi?”.”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan
orang lain, yaitu pasien L”. ”seperti biasa kira-kira 10 menit”. ”Mari
kita temui dia di ruang makan”
c. Tahap Kerja

( Bersama-sama mendekati pasien ). “Selamat pagi , ini ada pasien


saya yang ingin berkenalan. Baiklah pak/ibu sekarang bisa berkenalan
dengannya seperti yang telah pak/ibu lakukan sebelumnya”

(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam,


menyebutkan nama, nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan
hal yang sama).

“Ada lagi yang bapak/ibu ingin tanyakan kepada L?”

“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, bapak/ibu bisa


menyudahi perkenalan ini. kemudian bisa buat janji bertemu lagi,
misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti”

Baiklah L, karena sudah selesai berkenalan, kami akan kembali ke


ruangan. Selamat pagi »

d. Tahap Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah tadi sudah berkenalan dengan


L”

”Dibandingkan kemarin pagi, bapak/ibu jauh tampak lebih baik saat


berkenalan dengan L”.”pertahankan apa yang sudah di lakukan tadi.
Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan L  jam 4 sore nanti ya”

”Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan  berkenalan dan bercakap-cakap


dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S
dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10
pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, bapak/ibu bisa bertemu dengan L,
dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya bapak/ibu
bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap. Bagaimana,
setuju kan?”. “Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan
pengalaman bapak/ibu. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.
Sampai besok.. Assalamu’alaikum

2.4 Harga Diri Rendah Kronik


2.4.1 Definisi
Konsep diri adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya,
perasaan sadar atau perasaan tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran,
dan tubuh(Kusumawati, 2011 dalam Mulyono, 2013).
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya(Fitria, 2013 dalam Mulyono,
2013)
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri, dan sering juga disertai dengan kurangnya perawatan
diri, berpakaian tidak rapi, selera makan menurun, tidak berani bertatap muka
dengan lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala, berbicara lambat dan
nada suara lemah (Keliat dalam Suerni,2013 dalam Reynaldi, 2016).
Harga diri rendah adalah Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri,
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan
akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri (Yosep,
2010 dalam Meryana, 2017).
2.4.2 Pohon Masalah (Nita Fitria, 2010)
Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Kopping Individu Tidak Efektif


2.4.3 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)

2.4.4 Tindakan Keperawatan


Tindakan Keperawatan pada Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
e. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
f. Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan.
g. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan.
h. Pasien dapat merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
3. Tindakan keperawatan
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien.
1) Mendiskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah
kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan pasien di rumah,
serta adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
2) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
b. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
1) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini setelah mengalami bencana.
2) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
3) Perlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang
aktif.
c. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan
sehari-hari.
2) Bantu pasien menetapkan aktivitas yang dapat pasien lakukan
secara mandiri, aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga, dan aktivitas yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau
lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan
aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan
buat daftar aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien.
d. Melatih kegiatan pasien yang sudah dipilih sesuai kemampuan.
1) Mendiskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan kegiatan
(yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan.
2) Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan pasien.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
e. Membantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai
kemampuannya.
1) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang
telah dilatihkan.
2) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien
setiap hari.
3) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas.
4) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga.
5) Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.
6) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan pasien.
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki.
b. Keluarga memfasilitasi aktivitas pasien yang sesuai kemampuan.
c. Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
latihan yang dilakukan.
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien.
b. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang
dimiliki.
c. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien dalam melakukan
kegiatan yang sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
d. Ajarkan keluarga cara mengamati perkembangan perubahan perilaku
pasien.
2.4.5 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi Pelaksanaan ke 1
a. Pasien dapat mengidentifikasi aspek positifnya, Pasien dapat menilai
kemampuan yang masih dapat digunakan , Pasien dapat melakukan
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, Pasien dapat
mengetahui cara untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi ? Perkenalkan nama saya Virel, Saya senang dipanggil
suster Virel. Saya adalah Mahsiswa UPH yang sedang praktek disini.
Nama mbak siapa ya? Senangnya dipanggil apa?. Oh, jadi anda
senangnya dipanggil L saja. Saya perhatikan dari tadi L melamun, ada
yang sedang dipikirkan. Bagimana kalau kita berbincang-bincang
dulu? Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Oke, Jadi Lmaunya
kita ngobrol-bgobrolnya 30 menit. Baiklah mau dimana kita
ngbrolnya? Oh, jadi kita ngobrolnya diruang ini saja ya.
c. Tahap Kerja
Bagaimana perasaan L saat ini? Jadi Sisi merasa hidup L sudah tidak
berguna lagi dan pengen mengakhiri hidup Sisi. Mengapa Sisi berkata
demikian? Biasanya kalau dirumah apa saja yang dilakuka? L punya
hobi? apa saja hobi L? Oh, jadi Sisi senangnya melukis. Menurut L
dari hobi yang sudah disebutkan tadi mungkin dapat kita lakuakan
sekarang? Bagaimana jika menggambar desain? Jadi, L bersedia mau
menggambar ya, kira-kira mau menggambar apa ya? Oh, Jadi L mau
menggambar pemandangan terbaru. Sebentar saya sediakan
peralatannya ya. Kira-kira Sisi menggambarnya mau ditemenin suster
atau tidak. Wah bagus sekali gambarnya. Kira-kira mau
menggambarnya berapa banyak ni, bagus lo gambarnya. Oh, Jadi L
mau 3 kali sehari menggambarnya. Bagaimana kalau kegiatan
menggambarnya dijadwal buat L?. oke. jadi L mau ya.
d. Tahap Terminasi
Bagaimana L perasaannya setelah kita bercakap-cakap? Wah! Ternyata
L pintar sekali menggambar dan hasil gambarnya bagus lo. Baik besok
kita akan bertemu kembali untuk ngobrol-ngobrol kembali mengenai
kemampuan L yang lain yaitu merajut. Kira-kira besok maunya kita
ketemu jam berapa ? Baik! Jadi Lmaunya kita ketemu jam 09.00 WIB
dan tempatnya diruang ini saja. Baik L sampai jumpa besok.

2. Strategi Pelaksanaan Ke 2
a. Pasien dapat melakukan dan memenuhi kegiatan sesuai dengan jadwal
yang telah dibuat dan dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa
diganggu.
b. Tahap Orientasi
Selamat Pagi L? Bagaimana perasaan L hari ini? Apakah sudah dicoba
kegiatan yang kemarin sudah dimasukkan kedalam jadwal harian L?
Wah, bagus sekali. Sudah berapa banyak gambar yang L buat.
Bolehkan saya melihatnya.Wah, hebat bagus sekali gambarnya. L
masih ingat janji kita kemarin? Iya, benar sekali jadi, kemarin L
menyubutkan L suka merajut. Jadi, hari ini kita akan latihan untuk
merajut. Apakah L bersedia? Kira-kira mau berapa lama baiklah 30
menit. Baiklah ruangnya disini saja ya. mari kita lanjutkan
c. Tahap Kerja
Bagaiamana perasaan L setelah menggambar begitu banyak gambar
dan gambar-gambarnya juga bagus-bagus sekali? Apa yang L rasakan.
Oh, L jadi merasa Sisi masih berguna, buktinya L masih bisa membuat
gambar-gambar yang bagus sekali. Bagaiman dengan hobi Sisis yang
lain? Sisis masih ingat? Ya, bagus sekali Sisis masih ingat. Jadi Sisi
punya hobi lain yaitu: merajut. Bagaiman kalau L selain menggambar
desain juga membuat rajutan. Apakah L bersedia? Baiklah, saya
sediakan dulu ya alat nya. Kira-kira apa yang mau dibuat? Baik L
bagaimana hasilnya.. Wah bagus sekali. L memang habat ya. Suster
saja tidak bisa. Bagaimana kalau L buat lagi yang lainnya. Nanti hasil
kita pakai. pasti bagus. Bagaimana Sisi? Nah, kira-kira Sisis mau buat
berapa banyak nih dalam satu hari. Oh jadi Sisis mau membuat 1 saja
satu hari. Bagaiman jika kegitan ini dimasukin dalam jadwal kegiatan
harian L. Apakah Sisis bersedia?
d. TahapTerminasi
Bagaimana perasaanya setelah kita bercakap-cakap dan latihan tadi?
Jadi berapa cara yang bisa L lakukan pada saat-saat merasa jenuh dan
tidak berarti? Bagus sekali L bisa menyebutkannya kembali. Baik
besok saya akan bertemu dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua L,
biasanya orang tua L berkunjung jam berapa? Oh, jadi orang tua L
biasanya berkunjung jam dua siang. Baiklah besok suster akan
berkunjung kesini dan ngobrol-ngobrol dengan orang tua L di ruang
depan kira-kira jam dua siang, bagaimana L bolehkah suster Li ngobrol
dengan mereka? Baiklah samapai jumpa besok ya L. Selamat pagi
menjelang siang. 

2.5 Risiko perilaku kekerasan


2.5.1 Definisi
Resiko perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang dimana
agresi verbal di satu sisi dan perilaku amuk (violence) di sisi lain yang
diakibatkan oleh keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci
atau marah (Keliat, 2006, dalam Awaludin, 2016 ).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain (Afnuhazi, 2015 dalam Rahman, 2017)
2.5.2 Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, lingkungan. ------- Akibat (Effect)

Perilaku Kekerasan --------------------------------Masalah utama (Core


Problem)

Harga diri rendah ------------------------------- Penyebab (Causa)


Pohon Masalah Perilaku kekerasan (Yosep, 2011 dalam Wardani, 2015 ).
2.5.3 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)
Menurut Yosep (2011 dalam Wardani, 2015), perawat dapat
mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
Fisik : Muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan mata tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
Verbal : Bicara kasar, suara tinggi, membentak, atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
Perilaku : Melempar atau memukul benda 6 atau orang lain, menyerang orang
lain atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk/ agresif.
Emosi : Tidak adekuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
Intelektual : Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
2.5.4 Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
masa lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
e. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
1) verbal,
2) terhadap orang lain,
3) terhadap diri sendiri,
4) terhadap lingkungan.
f. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
g. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
2) obat;
3) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
4) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan
napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara
spiritual, dan patuh minum obat.
i. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
2.5.5 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi pelaksanaan ke 1 Pasien :
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan Membina hubungan saling percaya,
identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol
secara fisik
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi  pak, perkenalkan nama saya Virel panggil saya Tony,
saya mahasiswa perawat yang dinas di ruangan ini, Nama bapak siapa,
senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat  ini?, Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang  tentang perasaan
marah bapak”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau
10 menit?
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?
Bagaimana kalau di ruang tamu?
c. Tahap Kerja
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak
pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang
sekarang?. O..iya, apakah ada penyebab lain yang membuat
bapak  marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena
pekerjaan atau masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien),
apa yang bapak rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah,
membanting pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan
cara ini stress bapak hilang? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang
bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang pecah. Menurut
bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka
bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan –lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak  sudah bisa
melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya”
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak
rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta
akibatnya ......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat  lagi penyebab marah bapak
yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat
jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja
ya pak, Selamat pagi” 

2. Strategi Pelaksanaan ke 2  


a. Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik 
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang
saya datang lagi. Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”. “Baik, sekarang kita akan belajar cara
mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang
kedua” . “sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20
menit dan tempatnya disini di ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”
c. Tahap kerja
Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat
melakukan pukul kasur dan bantal”. “Sekarang mari kita latihan
memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau nanti bapak
kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”Nah cara inipun dapat
dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa
merapikan tempat tidurnya
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?
Bagus!”
“Mari kita masukkan  kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak.
Pukul kasur bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun
tidur?  Baik, jadi jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau
ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya
pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari
bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah
dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10
pagi ya. Sampai jumpa&istirahat y pak”
3. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita
ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul
kasur bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara
teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M,
artinya mandiri; kalau diingatkan suster  baru dilakukan tulis B, artinya
dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya
belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah
marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
yang sama?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”
c. Tahap Kerja

Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang
yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak:
1.      Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang
rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak
bilang penyebab marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi.
Coba Bapat minta uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk
membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta
obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak.”
2.      Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak
ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya
karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3.      Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah
karena perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali
sehari bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
Coba  masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta
obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
 “Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di
sini lagi? Baik sampai nanti ya”
4. Strategi Pelaksanaan ke 4 
a. Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual 
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam  yang lalu
sekarang saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
tadi?”
“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?
c. Tahap Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus.
Baik, yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik
napas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar
rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan
kemarahan.”
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?
Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim).”
d. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat .......
dan ........ (sesuai kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila
bapak merasa marah”
 “Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat  sesuai jadual yang telah
kita buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat
mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam
berapa pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”
 “Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”

2.6 Risiko bunuh diri


2.6.1 Definisi
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri
hidupnya sendiri dalam waktu singkat (Maramis 2004). Bunuh diri merupakan
tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri
kehidupannya (Videbeck, 2008 dalam Aulia, 2016 )
2.6.2 Pohon Masalah ( Nita Itria 2010)
resiko cidera/kematian

Risiko bunuh diri

harga diri rendah, halusinasi, waham


2.6.3 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)
Data subyektif : merasa hidupnya tidak berguna lagi, ingin mati dan pernah
melakukan percobaan bunuh diri. Mengancam bunuh diri, merasa bersalah dan
putus asa.
Data obyektif :: ekspresi murung, tidak bergairah, banyak diam, ada bekas
percobaan bunuh diri. (TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA
UNGGUL)
2.6.4 Tindakan Keperawatan(Yusuf, AH, dkk., 2014)
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan Pasien tetap aman dan selamat.
2. Tindakan Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba
bunuh diri, maka Anda dapat melakukan tindakan berikut.
a. Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman.
b. Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang.
c. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya,
jika pasien mendapatkan obat.
d. Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
2. Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan
pernah meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya di sekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun
sendiri.
e. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat
secara teratur.
2.6.5 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi pelaksanaan ke 1 …....
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan; Percakapan untuk melindungi pasien dari
isyarat bunuh diri
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi mbak, Apakah benar ini Dea. Ohh, senang dipanggil
apa ? Ohh Dea. Baiklah Dea, perkenalkan nama saya adalah …. saya
biasa dipanggil , saya bertugas pada shift pagi mulai pukul 08.00-
14.00. Bagaimana perasaan Dea hari ini? Saya akan selalu
menemani Dea disini mulai dari pukul 08.00-14.00, nanti akan ada
perawat yang menggantikan saya untuk menemani Dea selama dirawat
di rumah sakit ini. Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa
yang mbak rasakan selama ini, saya siap mendengarkan sesuatu yang
ingin mbak sampaikan. Bagaimana kalau kita lakukan disini saja? Jam
berapa kita akan berbincang – bincang? Bagaimana kalau jam 13.00
setelah makan siang mbak?
c. Tahap Kerja
Bagaimana perasaan Dea setelah bencana itu terjadi? Apakah dengan
bencana tersebut Deamerasa paling menderita di dunia ini?
Apakah Dea kehilangan kepercayaan diri? ApakahDea merasa tidak
berharga dan lebih rendah dari pada orang lain? Apakah  Dea sering
mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi? Apakah Dea berniat untuk
menyakiti diri sendiri seperti ingin bunuh diri atau berharap Dea mati?
Apakah Dea mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya?
Jika klien telah menyampaikan ide bunuh diri, segera memberikan
tindakan untuk melindungi klien.
Baiklah tampaknya Dea memerlukan bantuan untuk menghilangkan
keinginan untuk bunuh diri. Saya perlu memeriksa seluruh kamar Yuki
untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan Dea.
Nah, karena Dea tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat
untuk mengakhiri hidupDea, maka saya tidak akan
membiarkan Dea sendiri.
Apakah yang akan Dea lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul?
Ya, saya setuju. Deaharus memaggil perawat yang bertugas di tempat
ini untuk membantu Dea. Saya percayaDea dapat melakukannya.
d. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan Dea setelah kita bincang – bincang selama ini ?
Coba ibu sebutkan cara tersebut ?
Dea, untuk pertemuan selanjutnya kita membicarakan tentang
meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri. Jam
berapa Dea bersedia bercakap-cakap lagi? mau berapa lama?
Dea, mau dimana tempatnya
2. Strategi Pelaksanaan ke 2
a. Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi Dea, masih ingat dengan saya? Ya betul sekali.
Bagaimana perasaan Dea saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri
kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan
membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang
masih Deamiliki. Mau berapa lama? Dimana?
c. Tahap kerja
Apa saja dalam hidup Dea yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira
yang sedih dan rugi kalau Dea meninggal. Coba Dea ceritakan hal-hal
yang baik dalam kehidupan Dea. Keadaan yang bagaimana yang
membuat Dea merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupanDea masih ada
yang baik yang patut Dea syukuri. Coba Dea sebutkan kegiatan apa
yang masih dapat Dea lakukan selama ini. Bagaimana
kalau Dea mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.
d. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan Dea setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa-apa saja yang Dea patut syukuri dalam hidup Dea? Ingat
dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan Dea jika terjadi
dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus Dea. Coba Dea ingat lagi hal-
hal lain yang masih Dea miliki dan perlu di syukuri! Nanti jam 2 siang
kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya
dimana? Baiklah, tetapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya!
3. Strategi Pelaksanaan ke 3
a. Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah pada pasien isyarat bunuh diri
b. Tahap Orientasi
Selamat pagi Yuki.
Bagaimana perasaan Yuki hari ini? Masihkah ada keinginan bunuh
diri?
Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus!
Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi
masalah Yuki selama ini. Mau berapa lama Yuki? Mau disini saja?
c. Tahap kerja
Coba ceritakan situasi yang membuat Yuki ingin bunuh diri. Selain
bunuh diri apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow, banyak juga ya
Yuki. Nah, sekarang coba kita diskusikan tindakan yang
menguntungan dan merugikan dari seluruh cara tersebut. Mari kita
pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut
Yuki cara yang mana? Ya saya juga setuju dengan pilihan Yuki.
Sekarang kita buat rencana kegiatan untuk mengatasi perasaan Yuki
ketika mau bunuh diri dengan cara tersebut.
d. Tahap Terminasi
Evaluasi subjektif: Bagaimana perasaan Yuki, setelah kita bercakap-
cakap?
Evaluasi objektif: Apa cara mengatasi masalah yang Yuki gunakan.
Coba Yuki melatih  cara yang Yuki pilih tadi.
Kontrak yang akan datang: Besok di jam yang sama kita akan bertemu
lagi untuk membahas pengalaman Yuki menggunakan cara yang Yuki
pilih.

2.7 Defisit Perawatan Diri


2.7.1 Definisi
Menurut Thomas (2012) defisit perawatan diri merupakan salah satu
gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan jiwa, dimana
halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,
70% diantaranya mengalami defisit perawatan diri, gangguan jiwa lain yang
sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan Manik Depresif
dan Delirium (Hardiyah, 2010 dalam Pinedendi,dkk,2016).
Keterbatasan perawatan diri biasanya diakibatkan karena stressor yang
cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri
rendah) sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri
baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK.
Bila tidak dilakuan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa
mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial (Nasution, 2013 dalam
Pinedendi,dkk,2016)
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan
aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu
harus bisa dilakukan secara mandiri ( Herman, 2011 dalam Kurniawan, 2015).
2.7.2 Pohon Masalah
Effect Resiko Tinggi Isolasi Sosial

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Harga Diri Rendah


Pohon Masalah Defisit perawatan Diri ( Fitria.2009 dalam Kurniawan, 2015 ).
2.7.3 Pengkajian (Data Objektif dan Subjektif)
1. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, serta pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan
mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada
tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB
atau BAK tidak pada tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan
baik setelah BAB/BAK.
2.7.4 Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien (Yusuf, AH, dkk., 2014)
1. Tujuan
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih
pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan tahapan
tindakan berikut.
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
b. Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat melatih
pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan
wanita.
1) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) bercukur
2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) berhias.
c. Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih makan pasien,
Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
d. Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri. Anda dapat melatih
pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut.
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
2.7.5 Strategi Pelaksanaan . Buatlah strategi pelaksanaan intervensi (SP1-4).
1. Strategi pelaksanaan ke 1
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Mendiskusikan pentingnya kebersihan
diri, cara-cara merawat  diri dan melatih pasien tentang cara-cara
perawatan    kebersihan diri
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi, kenalkan saya suster R” ”Namanya siapa, senang
dipanggil siapa?” ”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00.
Selama di rumah sakit ini saya yang akan merawat T?” “Dari tadi
suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?” ” Bagaimana
kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ” ” Berapa lama kita
berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

c. Tahap Kerja
“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini?
Menurut T apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa
merawat diri? Menurut T apa manfaatnya kalau kita menjaga
kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak  merawat diri
dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...?
Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
T  yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau
tujuan sisiran dan berdandan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir?


Apa gunanya cukuran? Apa alat-alat  yang diperlukan?”. Iya...
sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa
minta ke perawat ya.

“Berapa kali T makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi
setelah makan.”

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”.


Iya... kita kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan
ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi


apa yang perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan
pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”. 

”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan


membimbing T melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T
termasuk rambut lalu ambil shampoo gosokkan pada kepala T sampai
berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil
sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai
dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan sampai
belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi
seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus
sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir rambutnya
dengan baik.”
d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba
T sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T
lakukan tadi ?”. ”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan
tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina ulangi
lagi tanda-tanda bersih dan rapi” ”Bagus sekali mau berapa kali T
mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore, Mari...kita masukkan
dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri tanda
kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa
disuruh, B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak )
tidak melakukani? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-
pagi sehabis makan.

2. Strategi pelaksanaan ke 2
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan saat melatih pasien laki-laki
berdandan
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi Pak Tono? “Bagaimana perasaan bpk hari ini?
Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah ditandai di jadual
hariannya? “Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana
latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ? lebih kurang setengah
jam”.

c. Tahap Kerja
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?

“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti


pakaian yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya,
bagus seperti itu”.

“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita


praktekkan, lihat ke cermin, bagus…sekali!

 “Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali


perminggu
 “Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak
dirapikan ! Ya, Bagus !” (catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak
memelihara janggut)

d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.

“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..

“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju
seperti tadi ya! Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi
jam berapa, lalu sore jam berap ?

“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama


dengan pasien yang lain.

3. Strategi pelaksanaan ke 3
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan melatih berdandan untuk
pasien wanita
b. Tahap Orientasi
“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana
mandinya?”Sudah di tandai dijadual harian ?

“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik.
Mari T kita dekat cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

c. Tahap Kerja
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…
sekarang disisir rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai
bedak?” coba dibedakin mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.”
“  T,  punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!

d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”

“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya.


Kegiatan harian, sama jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan
makan yang baik di ruang makan bersama pasien yang lain”.

4. Strategi pelaksanaan ke 4
a. Tujuan Strategi Pelaksanaan ; Percakapan melatih pasien makan secara
mandiri

b. Tahap Orientasi
“Selamat siang T,”

” Wow...masih rapi dech T”.

“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita
latihan langsung di ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang
makanan.“

c. Tahap Kerja
“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana
T makan?”

“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita
praktekkan! “Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan.
Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan T  yang pimpin!. Bagus..

“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu
dengan pelan-pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”“Setelah makan
kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri
dengan cuci tangan. Ya bagus!”  Itu Suster Ani sedang bagi obat,
coba...T minta sendiri obatnya.”

d. Tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.

”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan,
duduk yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci
piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”

” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan
dalam jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang
baik, bagaiman kalau jam 10.00 disini saja ya...!

Anda mungkin juga menyukai