Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan


jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain. (Menkes, 2005).
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H.
Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global
bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik
dan stres tersebut. ( Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara
berkembang, sekitar 76-85 % kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan
apapun pada tahun utama (Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan
masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data
Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan
mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan
tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis
ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di

1
dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau
25 % dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti,
2008).
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
halusinasi di RS Jiwa Tampan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan halusinasi
b. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien
halusinasi
c. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan kepada klien
halusinasi
d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
halusinasi
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien
dengan halusinasi
f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan halusinasi
g. Mahasiswa mampu membandingkan kesenjangan antara teori dengan
kenyataan yang kelompok dapatkan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006).
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat simulus (Yosep, 2009).
Halusinasi sebagai “hallucinations are defined as false sensory
impressions or experiences” yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau
pengalaman indera.(Stuart, 2004).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk kesalahan
pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai
stimulus fisik yang adekuat.

B. Etiologi
1. Faktor Prediposisi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

3
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

4
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Tanda Gejala Halusinasi


Menurut Yosep, 2009 tanda dan gejala halusinasi adalah :
1. Melihat bayangan yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya.
2. Melihat seseorang yang sudah meninggal.
3. Melihat orang yang mengancam diri klien atau orang lain
4. Bicara atau tertawa sendiri.
5. Marah-marah tanpa sebab.
6. Menutup mata.
7. Mulut komat-kamit
8. Ada gerakan tangan
9. Tersenyum
10. Gelisah
11. Menyendiri, melamun

D. Proses Terjadinya Halusinasi


Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4
tahap yaitu:
1. Tahap pertama
Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat
ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan.Adapun
karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi
mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta
mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.

5
2. Tahap kedua
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat
kecemasan yang berat. Adapun karakteristik yang tampak pada individu yaitu
individu merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan
dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin merasa malu
dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat
ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi
penguasa.Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang
berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan
membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
4. Tahap keempat
Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat
ansietas panic. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah
pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa hari,
apabila tidak ada intervensi terapeutik.

E. Klasifikasi Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama
yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

6
3. Halusinasi penciuman
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi perabaan
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
(Menurut Stuart, 2007).

F. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum
yang berlaku.

7
5. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik
pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian
yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma
social atau budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

G. Mekanisme Koping
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal. (Stuart, 2007).

8
H. Penatalaksanaan
Menurut Yosep (2009) pentalakasanaan pada halusinasi yaitu :
1. Medis (Psikofarmako)
a. Chlorpromazine
1) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat
norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat dalam fungsi-
fungsi mental seperti: waham dan halusinasi. Gangguan perasaan dan
perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari seperti tidak mampu bekerja, hubungan social
dan melakukan kegiatan rutin.
2) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak, khususnya
system ekstra pyramidal.
3) Efek samping
- Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang antar
sadar atau tidak sadar.
- Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau parasimpatik,
seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekana intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung.
- Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia syndrome
parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
4) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi
(kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas),
ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat), gangguan
kesadaran disebabkan oleh depresan.

9
5) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di berikan 3x100mg.
Apabila kondisi klien sudah stabil dosisnya di kurangi menjadi
1x100mg pada malam hari saja.
b. Haloperidol (HLP)
1) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam fungsi mental dan
dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
2) Mekanisme kerja
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak, khususnya system limbic dan system
pyramidal.
3) Efek samping
- Sedasi dan inhibisi psikomotor
- Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
4) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah, epilepsi
(kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung, febris (panas),
ketergantungan obat, penyakit SSP (system saraf pusat), gangguan
kesadaran.
5) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya dalam
bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini dilakukan 3x24 jam.
Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau 3x5 mg.
c. Trihexyphenidil (THP)
1) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang disebabkan

10
oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa penyebab yang jelas).
Sindrom Parkinson akibat obat, misalnya reserpina dan fenotiazine.
2) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat
depreson, dan antikolinergik lainnya.
3) Efek samping
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung,
agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan), konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
4) Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap trihexypenidil (THP),
glaucoma sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis, hipertropi
prostat, dan obstruksi saluran edema.
5) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2 mg
sebagai anti parkinson.
2. Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain yaitu :
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah
dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien
diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu
hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam
dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

11
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan
betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4) Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan
dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih
kegiatan yang sesuai.
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga
klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran
yang diberikan tidak bertentangan.

12
I. Pohon Masalah

Resiko perilaku
kekerasan

Defisit
perawatan diri

Gangguan persepsi Gangguan proses


sensori : halusinasi pikir : waham

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Ketidakefektif
Koping Individu

13
J. Masalah Keperawatan

Adapun masalah keperawatan yang muncul adalah :


1. Harga diri rendah
2. Halusinasi
3. Waham
4. Resiko perilaku kekerasan
5. Defisit perawatan diri

K. Prinsip Tindakan Keperawatan


1. Membina hubungan saling percaya
2. Membantu klien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi
3. Melatih klien cara mengontrol halusinasi
a. Menghardik
b. Patuh minum obat
c. Bercakap-cakap
d. Melakukan aktivitas sehari-hari

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

Dari data yang di kaji pada tanggal 25 November 2019, klien datang dari
ruangan UPIP dengan inisial klien bernama Tn. R. Klien berumur 26 Tahun dan
beragama islam. Klien memiliki alamat lengkap yaitu beralamat di Jalan Parit
No. 15 Tuluk Dalam RT 01 RW 01 Kuala Indragiri INHIL.

Klien masuk RS Jiwa Tampan Pekanbaru dengan keluhan klien lebih dari
2 minggu marah, mengamuk dengan menghancurkan barang-barang, gelisah,
suka membuka celana, berbicara sendiri, tersenyum sendiri, tertawa sendiri,
mondar mandir dan tidak tenang.

Klien pernah mengalami gangguan jiwa dalam 5 tahun kebelakang di


RSUD Puri Husada. Namun, pengobatan yang dilakukan pada waktu sebelumnya
tidak berhasil atau hasilnya tetap sama. Klien mengatakan di dalam anggota
keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.

Pada saat pemeriksaan fisik, didapatkan hasil tekanan darah klien yaitu
110/70 mmHg dengan kecepatan nadi 80x/menit, suhu 36ºC dan pernafasan
22x/menit. Klien memiliki tinggi badan yaitu 155 cm dan berat badan 53 Kg.

Masalah yang terkait dengan komunikasi adalah masyarakat kurang


menerima cara berkomunikasi klien dikarenakan cara berbicara klien yang
meracau. Pengambilan keputusan dilakukan oleh ayah klien dikarenakan klien
adalah seorang anak. Klien diasuh oleh ayahnya dirumah.

Pada konsep diri klien, klien mengatakan menyukai seluruh bagian


tubuhnya tanpa terkecuali. Klien juga mengatakan bahwa ia seorang laki-laki dan
puas dengan jenis kelamin yang dimilikinya. Klien adalah seorang anak dank lien
berharap ingin cepat keluar dari rumah sakit.

15
Hubungan social yang dimiliki klien adalah klien mengatakan bahwa
orang terdekat yang dimilikinya adalah orang tuanya. Klien mengatakan sering
berjalan-jalan dan menemui masyarakat, namun klien merasa malu bertemu
dengan wanita dikarenakan klien tidak percaya diri.

Pada nilai dan keyakinan klien mengatakan bahwa klien beragama islam
dan meyakini islam sebagai agamanya. Klien mengatakan bahwa keadaanya
merupakan takdir yang sudah digariskan dari Tuhan. Klien juga mengetahui
shalat lima waktu dan puasa, namun klien tidak shalat dengan alas an lupa dan
suka diundur-undur waktunya saat berada dirumah. Sedangkan dirumah sakit
klien tidak menjalani ibadah seperti shalat lima waktu. Klien mengatakan tidak
merasa ada masalah walaupun tidak shalat.

Pada saat pengkajian, klien berpenampilan kurang rapi, pakaian sudah


sesuai, rambut rapi, kuku panjang dan kotor. Klien mengganti bajunya hanya satu
kali dalam 24 jam. Klien mandi diarahkan dan klien mengatakan malas untuk
mandi dan menggosok giginya.

Klien berbicara cepat dan meracau. Klien dapat menjawab pertanyaan


yang diberikan oleh perawat, namun berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan
pertanyaan. Klien tampak gelisah dan mondar-mandir. Konta. Klien juga
terkadang terlihat sedih, namun klien tidak ingin mengungkapkan apa yang
dirasakannya. Afek yang dimiliki oleh klien adalah tidak sesuai dikarenakan
klien tiba-tiba tertawa dan tiba-tiba menangis.

Pada saat interaksi selama wawancara didapatkan bahwa klien kooperatif,


kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara dan konsentrasi mudah
dialihkan. Proses pikir dari klien yaitu sirkumtansia yang dimana klien berbicara
berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan. Pada saat berada di RS
Jiwa Tampan Pekanbaru, klien berorientasi waktu dengan baik, orientasi orang
dengan baik dan pasien sadar.

16
Klien mampu mengingat kejadian yang dialami lebih satu bulan yang lalu
dan mempu mengingat kejadian saat sebelum klien dirawat. Klien juga mampu
berhitung dengan baik. Pada daya tilik diri klien tidak ada masalah.

Klien mengatakan makan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam. Klien
memakan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Klien menyukai setiap
makanan yang disediakan rumah sakit namun kurang menyukai ayam. Klien
makan secara mandiri dan bisa makan sendiri.

Klien BAK/BAB secara mandiri dengan menggunakan toilet sebagai


tempat toileting. Pada saat pengkajian, klien mengatakan malas untuk mandi dan
menggosok giginya. Klien mampu dalam memilih pakaian tanpa diarahkan oleh
perawat dank lien mampu mengenakan pakaian sendiri. Klien mengatakan ada
tidur siang yaitu lebih kurang satu jam dan tidur malam ±8 jam, namun klien
mengatakan sering terbangun dan saat terbangun klien susah untuk tidur kembali.

Klien tidak mengetahui obat-obat yang dikonsumsinya. Klien


mengatakan akan melakukan rawat jalan jika diperbolehkan pulang. Klien
mengatakan kebiasaan dirumah yaitu merapikan kamar tidur.

Mekanisme koping klien adalah klien mengatakan bahwa klien adalah


orang yang suka berbicara dengan orang tuanya jika ada masalah.

Klien mengatakan memiliki hubungan baik dengan tatngga walaupun


jarang berkomunikasi. Klien juga mengatakan bahwa pendidikan terakhinya
adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dank lien mengatakan bahwa
sebelumnya pernah bekerja sebagai buruh, klien juga mengatakan bahwa
sekarang tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja.

17
B. Aspek Medis

Diagnosa Medis : Skizoafektif

Terapi Medis : Risperidon 2 mg 3x½

Cpz 100 mg

THP 2 mg Hepamin 1X1

C. Analisa Data

NO. DATA MASALAH

1. Data Subjektif : Halusinasi : Pendengaran

 Klien mengatakan mendengar suara-

suara yang mengajaknya bicara

 Klien mengatakan ia mendengar

suara-suara tersebut sebanyak 4 kali

dalam sehari.

Data Objektif :

 Klien tampak berbicara sendiri

 Klien tampak tertawa sendiri

 Pembicaraan klien ngawur

2. Data Subjektif : Defisit perawatan diri

 klien mengatakan malas mandi

 klien mengatakan malas menggosok

gigi

18
Data Objektif :

 Penampilan klien tidak rapi

 Pakaian klien kurang sesuai

 Kuku klien panjang dan kotor

D. Daftar Masalah Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

2. Defisit Perawatan Diri

3. Isolasi Sosial

4. Harga Diri Rendah

5. Resiko Perilaku Kekerasan

E. Pohon Masalah

Resiko Perilaku
Kekerasan

Halusinasi

Defisit Perawatan
Diri
Isolasi Sosial

Harga Diri
Rendah

19
F. Daftar Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

2. Defisit Perawatan Diri

G. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

Gangguan persepsi TUM: Tindakan Psikoterapeutik:


sensori: halusinasi
pendengaran Setelah dilakukan Klien
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam klien 1. Bina hubungan saling percaya.
mampu mengontrol 2. Adakan kontak sering dan
halusinasi dengan kriteria singkat secara bertahap.
hasil (TUK): 3. Observasi tingkah laku klien
terkait halusinasinya.
1. Klien dapat membina 4. Tanyakan keluhan yang
hubungan saling dirasakan klien.
percaya. 5. Jika klien tidak sedang
2. Klien dapat mengenal berhalusinasi klarifikasi
halusinasinya; jenis, tentang adanya pengalaman
isi, waktu, dan halusinasi, diskusikan dengan
frekuensi halusinasi, klien tentang halusinasinya
respon terhadap meliputi :
halusinasi, dan SP I :
tindakan yg sudah
dilakukan. 1. Identifikasi jenis halusinasi
3. Klien dapat Klien.
menyebutkan dan 2. Identifikasi isi halusinasi
mempraktekan cara Klien.
mengntrol halusinasi 3. Identifikasi waktu halusinasi
yaitu dengan Klien.
menghardik, 4. Identifikasi frekuensi
bercakap-cakap halusinasi Klien.
dengan orang lain, 5. Identifikasi situasi yang

20
terlibat/ melakukan menimbulkan halusinasi.
kegiatan, dan minum 6. Identifikasi respons Klien
obat. terhadap halusinasi.
4. Klien dapat dukungan 7. Ajarkan Klien menghardik
keluarga dalam halusinasi.
mengontrol 8. Anjurkan Klien memasukkan
halusinasinya. cara menghardik halusinasi
5. Klien dapat minum dalam jadwal kegiatan harian.
obat dengan bantuan SP II :
minimal.
6. Mengungkapkan 1. Evaluasi jadwal kegiatan
halusinasi sudah harian Klien.
hilang atau terkontrol 2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III :

1. Evaluasi jadwal kegiatan


harian Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah).
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV :

1. Evaluasi jadwal kegiatan


harian Klien.
2. Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat
secara teratur.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
4. Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan
benar.

21
5. Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara
control yang sudah diajarkan.
6. Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control
halusinasi yang sesuai.
Keluarga:

1. Diskusikan masalah yang


dirasakn keluarga dalam
merawat Klien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi
yang dialami Klien serta
proses terjadinya.
3. Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi.
4. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi
secara langsung.
5. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat.
Tindakan Psikofarmako:

1. Berikan obat-obatan sesuai


program Klien.
2. Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum.
3. Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan Manipulasi
Lingkungan

1. Libatkan Klien dalam kegiatan


di ruangan.
2. Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi

22
H. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi

Senin, 25 D: S:
November  Klien mengatakan identitas  Klien mengatakan
2019 dirinya (nama, tanggal lahir mendengar suara-suara
dan tempat tinggal) yang mengajaknya
 Klien mengatakan masuk berbicara
rumah sakit karena putus  Klien mengatakan
cinta dan tidak percaya diri mendengar suara tersebut
dengan perempuan yang dia setiap saat
temui  Klien mengatakan mau
 Klien terlihat bicara-bicara diajak mengontrol
sendiri, tersenyum sendiri halusinasinya dengan cara
dan kadang menangis menghardik
 Klien tampak mondar mandir O:
DX:  Klien tampak tenang,
 Halusinasi Pendengaran kontak mata berkurang
TX:  Klien mau diajak
 Melakukan BHSP berkomunikasi, bicara
 Mengidentifikasi penyebab kurang jelas dan sedikit
halusinasi meracau
 Membantu klien dalam  Klien tampak
mengenal halusinasinya (isi, mempraktikan cara
situasi, durasi dan respon) mengontrol halusinasinya
 Membantu klien untuk A:
mengontrol halusinasinya  Halusinasi Pendengaran,
dengan cara pertama yaitu sp 1 tidak tercapai
menghardik P:
RTL:  Evaluasi SP 1, Ulangi SP
 Mengajarkan klien untuk 1, Menghardik setiap
menghardik suara palsu. mendengar suara palsu

Selasa, 26 D: S:
November  Klien mengingat kontrak  Klien mengatakan masih
2019 waktu sebelumnya mendengar suara-suara
 Klien tampak kooperatif  Klien mengatakan mau

23
 Klien tampak bicara-bicara diajak menghardik suara
sendiri, tertawa sendiri dan palsu
terkadang menangis O:
 Klien tampak mondar-mandir  Klien tampak kooperatif
DX:  Kontak mata klien kurang
 Halusinasi Pendengaran  Klien mau diajak
T: berkomunikasi, bicara
 Mengevaluasi SP 1 kurang jelas dan berbelit-
 Mengajari kembali klien cara belit
menghardik suara palsu A:
RTL: Halusinasi Pendengaran, SP 1
 Mengajarkan klien untuk belum tercapai
menghardik suara palsu P:
Evaluasi SP 1, Ulangi SP 1,
Menghardik setiap mendengar
suara palsu

Rabu, 27 D: S:
November  Klien mengingat kontrak  Klien mengatakan masih
2019 waktu sebelumnya mendengar suara-suara
 Klien tampak kooperatif  Klien mengatakan mau
 Klien tampak bicara-bicara diajak menghardik suara
sendiri, tertawa sendiri dan palsu
terkadang menangis O:
 Klien tampak mondar-mandir  Klien tampak kooperatif
DX:  Kontak mata klien kurang
 Halusinasi Pendengaran  Klien mau diajak
T: berkomunikasi, bicara
 Mengevaluasi SP 1 kurang jelas dan berbelit-
 Mengajari kembali klien cara belit
menghardik suara palsu A:
RTL: Halusinasi Pendengaran, SP 1
Mengajarkan klien untuk belum tercapai
menghardik suara palsu P:
Evaluasi SP 1, Ulangi SP 1,
Menghardik setiap
mendengar suara palsu

24
I. Strategi Pelaksanaan Halusinasi
Masalah Utama : Halusinasi pendengaran
1. PROSES KEPERAWATAN
a. Kondisi klien:
 Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
 Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki
b. Diagnosa keperawatan: Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
 Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
 Klien dapat mengontrol halusinasinya
 Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
Untuk Pasien :
SP 1. Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi
Orientasi:
1. Sapa klien, ucapkan salam.
Ex : ”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan STIKES TENGKU
MAHARATU yang akan merawat bapak Nama Saya …., senang
dipanggil ...... Nama bapak siapa? Bapak Senang dipanggil apa”
2. Tanya kabar dan keluhan klien.
Ex : ”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
3. Kontrak waktu.
Ex : ”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di
sini saja? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
FASE KERJA:
1. Tanyakan tentang halusinasinya.

25
Ex : ”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?”
2. Tanyakan waktunya.
Ex : ” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering di dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan
apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
3. Tanyakan keluhan klien.
Ex : ” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
4. Tanyakan apa koping sementara klien.
Ex : ”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara
itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?”

5. Sarankan solusi.
Ex : ” Bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal,
dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
6. Bujuk agar mau melakukan salah satu saran yang telah kamu berikan.
Ex : ”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
2. Mulai mengajarkan.
Ex : ”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung
bapak bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
bapak peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah
bisa”
TAHAP TERMINASI
Tanyakan keluhan dan buat kontrak baru.
Ex : ”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-
suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat

26
jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana
kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara
dengan cara yang kedua? Jam berapa pak? Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

27
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Klien masuk RS Jiwa Tampan Pekanbaru dengan keluhan klien lebih

dari 2 minggu marah, mengamuk dengan menghancurkan barang-barang,

gelisah, suka membuka celana, berbicara sendiri, tersenyum sendiri, tertawa

sendiri, mondar mandir dan tidak tenang.

Berdasarkan data tersebut menurut WHO (2014) halusinasi adalah salah

satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori, seperti

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau

penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Gangguan

halusinasi timbul setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi,

perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu

terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan

kekambuhan (Keliat, 2006).

Berdasarkan hasil pengkajian yang ditemukan, halusinasi yang

ditemukan pada pasien ini adalah halusinasi pendengaran. Pasien bicara sendiri,

senyum sendiri, tertawa sendiri, gelisah dan mondar mandir.

Tanda dan gejala yang halusinasi menurut Depkes adalah sebagai

berikut : bicara, senyum, dan tertawa sendiri; tidak mampu mandiri dalam

mandi, berpakaian dan berhias dengan rapi; berbicara kacau kadang-kadang

tidak masuk akal; sikap curiga dan bermusuhan, ketakutan; tampak bingung;

28
mondar mandir; konsentrasi kurang; perubahan kemampuan memecahkan

masalah, dan menarik diri. Gejala-gejala tersebut juga dialami oleh Tn. R

seperti Tn.R sering tersenyum sendiri, mondar mandir, Tn.R mampu mandi

secara mandiri tetapi malas melakukannya begitu juga berhias diri, Tn. R

berbicara berbelit-belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan. Tn.R

merasa sedih ingin cepat pulang. Tn.R akan merespon dan bereaksi apabila di

beri rangsangan dan juga konsentrasi Tn.R mudah dialihkan.

Menurut Keliat (2009) didalam pengkajian harus dijelaskan jenis dan

isi halusinasi, waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi,

serta respon klien terhadap halusinasinya. Dalam pengkajian difokuskan pada

pola persepsi pada Tn.R, didapatkan data bahwa Tn.R mengalami halusinasi

pendengaran. Tn.R kadang mendengar suara-suara yang mengajaknya

berbicara, suara itu muncul dimana saja dalam kondisi Tn.R sedang

melakukan apapun dan terjadi sebanyak ± 4 kali sehari.

Menurut Yosep (2011) pada penderita gangguan jiwa dapat terjadi

gangguan isi pikir antara lain : waham,fobia,keadaan orang lain yang

dihubungkan dengan dirinya sendiri, dan pikiran terpaku pada suatu ide saja.

Hal ini juga ditemukan pada Tn.R yang mengalami gangguan pikiran yaitu

didalam pikirannya Tn.R sangat malu bertemu dengan wanita.

29
B. DIAGNOSA

Menurut NANDA (2009-2011) pada diagnosa gangguan persepsi

halusinasi memiliki batasan karakteristik: perubahan dalam perilaku,

perubahan dalam manajemen koping, disorientasi, konsentrasi buruk, gelisah,

dan distorsi sensori seperti bicara sendiri, tertawa sendiri mendengar suara

yang tidak nyata, dan mondar- mandir. Data yang memperkuat untuk

mengangkat diagnosa gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

yaitu data subyektif yang diperoleh dari Tn.R yaitu Tn.R mengatakan sering

mendengar suara-suara yang selalu mengajaknya berbicara dan tidak tau dari

mana sedangkan data obyektif yang didapatkan klien sering bicara sendiri,

tertawa sendiri, mondar-mandir, dan menyendiri. Kesimpulannya dari hasil

pengkajian didapatkan 3 diagnosa keperawatan jiwa lainnya yaitu halusinasi

sebagai core problem, defisit perawatan diri, kurang pengetahuan. Halusinasi

disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif sehingga

menyebabkan individu bisa mengalami kurangnya pengetahuan, kurangnya

pengetahuan dapat menyebabkan defisit perawatan diri.

C. INTERVENSI

Menurut Nurjanah, (2005) rencana tindakan keperawatan merupakan

serangkaian tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus.Perencanaan

keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan

keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah

30
kesehatan perawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang dilakukan

sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan tersebut

telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang telah

ditetapkan.

Menurut Rasmun (2009) tujuan umum gangguan persepsi sensori

halusinasi pendengaran yaitu agar klien dapat mengontrol halusinasi yang

dialaminya. Ada lima tujuan khusus gangguan halusinsasi, antara lain: tujuan

khusus pertama, klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari

tindakan yang dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar

interaksi terapeutik antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua, klien

dapat mengenal halusinasinya dari situasi yang menimbulkan halusinasi, isi,

waktu, frekuensi halusinasi, dan respon klien terhadap halusinasinya. Rasional

dari tujuan kedua adalah peran serta aktif klien sangat menentukan

efektifitasntindakan keperawatan yang dilakukan.

Menurut Rasmun tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat melatih

mengontrol halusiniasinya, dengan berlatih menghardik halusinasi, bercakap-

cakap dengan orang lain, dan mengalihkan halusinasinya dengan beraktifitas

secara terjadwal. Rasionalnya adalah tindakan yang biasa dilakukan klien

merupakan upaya untuk mengatasi halusinasinya. Tujuan khusus yang

keempat klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya

dengan rasional keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi saat berada

dirumah. Tujuan khusus yang kelima, klien dapat memanfaatkan obat untuk

mengontrol halusinasinya dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan

31
pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur. Hal tersebut

juga direncanakan pada klien dengan tujuan umum untuk mengontrol

halusinasinya dan lima tujuan khusus halusinasi yang telah diuraikan diatas.

Setiap akhir tindakan strategi pelaksanaan dapat diberikan reinforcement

positif yang rasionalnya untuk memberikan penghargaan atas keberhasilan

Tn.R. Reinforcement positif adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa

frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung

atau rewarding. Bentuk bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah seperti

permen, kado, atau makanan, perilaku seperti senyum, menganggukan kepala

untuk menyetujuai, bertepuk tangan, mengacungkan jempol, atau

penghargaan. Reinforcement memiliki power atau kemampuan yang

menginginkan tindakan yang diberi reinforcement positif akan dilakukan

secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan yaitu dengan

kesadaran elaku tindakan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan intervensi yang

dilakukan penulis yaitu memberikan reinforcement positif kepada Tn.R ketika

Tn.R melakukan setiap strategi pelaksanaan dengan baik.

D. IMPLEMENTASI

Menurut Nurjanah (2005) implementasi adalah pengelolaan dan

perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap

perencanaan. Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri

(independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan

32
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent). Penulis dalam melakukan

implementasi menggunakan jenis tindakan mandiri dan saling ketergantungan.

Implementasi keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 25 November

2019 sesuai dengan rencana tindakan keperawatan. Masalah utama yaitu

halusinasi sudah dilakukan implementasi SP (strategi pelaksanaan) 1 yaitu

menghardik halusinasi yang dimana SP tersebut belum tercapai. Klien masih

terlihat berbicara sendiri dan tertawa sendiri serta klien masih mondar-mandir.

Kemudian dilanjutkan pada tanggal 26 November 2019 dilakukan kembali

implementasi SP (Strategi Pelaksanaan) 1 yang juga belum tercapai dikarenakan

klien belum bisa melakukan secara mandiri SP 1 dan tidak berkonsentrasi pada

saat diajarkan SP 1. Kemudian, di lanjutkan kembali pada tanggal 27 November

2019 yang dimana dilakukan pengulangan SP 1, namun belum juga tercapai dan

hasil masih sama seperti hari-hari sebelumnya.

E. EVALUASI

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien (Keliat, 2010). Evaluasi

untuk diagnosa halusinasi, klien belum mampu mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik. Di dapatkan data subjektif klien pada tanggal 25 November

2019 yaitu klien mengatakan bmendengar suara-suara yang mengajaknya

berbicara dan mendengar suara tersebut setiap saat. Pada data objektif didapatkan

bahwa klien mau diajak berkomunikasi, tetapi kontak mata klien terhadap

perawat kurang. Analisa didapatkan bahwa klien mengalami halusinasi

33
pendengaran dan SP 1 tidak tercapai. Pada Planning, evaluasi apa yang telah

dilakukan pada SP 1 dan didapatkan bahwa harus mengulangi SP 1 kembali.

Pada tanggal 26 November 2019, klien mengatakan masih mendegar

suara-suara dan mau diajak menghardik suara. Tetapi didapatkan data objektif

dimana klien tidak serius dan tidak dapat berkonsentrasi pada saat diajarkan

melakukan SP 1. Kontak mata klien terhadap perawat masih kurang, bicara klien

kurang jelas dan berbelit-belit. Analisa didapatkan bahwa halusinasi klien masih

ada dan SP 1 belum tercapai dan planning terhadap klien yaitu masih harus

mengulangi SP 1.

Kemudian, pada tanggal 27 November 2019 masih didapatkan hasil yang

sama pada hari sebelumnya. Dimana klien masih mendengar suara-suara tetapi

masih mau diajak untuk menhardik suara. Namun, pada data objektif klien masih

berbicara kurang jelas dan berbelit-belit. Klien juga tidak serius dan selalu

mengalihkan apa yang diajarkan. Kontak mata klien terhadap perawat masih

kurang. Analisa didapatkan bahwa halusinasi klien masih ada dan SP 1 juga

masih belum tercapai.

34
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian pada Tn.R dilakukan pada tanggal 25 November 2019. Dimana

informasi yang didapatkan dari klien sendiri dan studi dokumentasi.

2. Dari hasil pengkajian maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan pada

Tn.R adalah gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, defisit

perawatan diri dan kurang pengetahuan. Diagnosa keperawatan ditegakkan

berdasarkan dari tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien.

3. Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

yang ditegakkan dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan jiwa.

4. Implementasi keperawatan yang dilaksanakan dari tanggal 25 November

sampai dengan tanggal 27 November sesuai dengan rencana tindakan

keperawatan yang telah disusun dan dilaksanakan strategi pelakasanaan

dari diagnosa keperawatan utama sampai dengan diagnosa keperawatan

pendamping.

5. Pada evaluasi klien belum bisa mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik.

35
B. SARAN

Untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan jiwa, kelompok

menyarankan:

1. Kelompok selanjutnya diharapkan dapat memanfaatkan waktu secara

efektif dan efisien untuk melaksanakan asuhan keperawatan jiwa secara

optimal, selain itu perlu juga dipahami konsep teoritis agar penegakan

diagnosa lebih cepat.

2. Perawat dan mahasiswa sebaiknya melanjutkan perawatan klien sesuai

dengan intervensi yang telah dilakukan sebelumnya agar intervensi yang

telah disusun dapat diimplementasikan secara berkelanjutan.

3. Instansi pendidikan dan klinik mampu memberikan pengarahan agar lebih

maksimal dalam menerapkan dan memberikan asuhan keperawatan jiwa

36
DAFTAR PUSTAKA

Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan,


(2007). Profil Kesehatan Indonesia.

Keliat, Budi Ana. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :

EGC

Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG.

Kusumawati dan Hartono . (2010) . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika

Nita Fitria.(2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Nurjannah, intansari. (2005). Aplikasi Proses Keperawatan Pada Diagnosa Resiko
Kekerasan Diarahkan Pada Orang Lain Dan Gangguan Sensori Persepsi.
Moco Medika : Yogyakarta.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi
(API). Jakarta : Fajar Inter Pratama.
Rasmun.(2009). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. EGC: Jakarta
Stuart, GW.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.Jakarta : EGC.

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

37

Anda mungkin juga menyukai