Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO,
kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa
berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari
setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan
jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami
stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat
785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka
kejadian 44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati
urutan kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173
orang, pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga
dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien,
pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka
kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan
waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas
untuk memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah
satunya halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas
masalah gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok
diberikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan,
Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?

1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan
dan Strategi Pelaksanaan pada Kasus Halusinasi.

1.4 Manfaat
1.Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis
makalah dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih
mengerti tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,(
2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia,
2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi,
dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi
pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus
internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan)
klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
2.1.4 Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata
cepat, diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya
beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak
mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau


ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak
2.1.6 Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan
untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama
klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif,
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang
bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun
(2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

2.2 Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi

Gangguan persepsi sensori : halusinasi merupakan salah satu masalah


keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa.

2.2.1. Pengkajian Pasien Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada.

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu didapatkan adalah sebagai
berikut :

1. Jenis dan isi halusinasi


Jenis dan isi halusinasi dapat diketahui dengan adanya data objektif dan data
subjektif. Data objektif dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien,
sedangkan data subjektif dapat dikaji dengan melakukan wawancara dengan
pasien. Melalui data ini, perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis halusinasi menurut data subjektif dan obajektif


Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Auditori  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-
sendiri suara atau
 Marah-marah tanpa kegaduhan
sebab  Mendengar suara
 Mencondongkan yang mengajak
telinga kea rah bercakap-cakap
tertentu  Mendengar suara
 Menutup telinga memerintah
melakukan sesuatu
yang bahaya.

Visual  Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan,


kea rah tertentu sinar, bentuk geometris,
 Ketakutan pada bentuk kartun, hantu
sesuatu yang tidak atau monster.
jelas

Olfaktori  Tampak seperti Mencium bau-bauan,


sedang mencium seperti bau darah,
bau-bauan tertentu urine, fases, terkadang
 Menutup hidung bau yang
menyenangkan.

Pengecapan  Sering meludah Merasakam rasa seperti


 Muntah darah, urine dan fases.

Perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatkan ada


permukaan kulit serangga di
permukaan kulit
 Merasa seperti
tersengat listrik

2. Waktu, frekuesnsi, dan situasi yang menyebabkan halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Untuk mengetahuinya, tanyakan pada
pasien tentag : Kapan halusinasi terjad ? (jika mungkin) jam berapa ?
Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sesekali ? Situasi
terjadinya, apakah jika sedang sendiri atau setelah terjadi kejadian tertentu ?
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi dan untuk menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya.
Dengan mengtahui frekuensi terjadinya halusinasi, tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi dapat direncanakan.
3. Respon halusinasi
Pada saat mengkaji respon halusinasi, tanyakan kepada pasien apa yang dia
lakukan saat halusinasi itu muncul. Hal ini penting untuk mengetahui apa
yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul, bagaimana perasaan
pasien dan tindakan apa yang dilakukan pasien saat halusinasi itu muncul.
Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan
pasien atau dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi itu
muncul.

2.2.2. Diagnosis Keperawatan Pasien Halusinasi

Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif ditemukan


pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat dirumuskan adalah gangguan
persepsi sensori : Halusinasi (Pendengaran, Penglihatan, Penghidu, dan Peraba).

2.2.3. Tidakan Keperawatan Pasien Halusinasi

Selanjutnya, setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, perawat


melakukan tindakan keperawatan bukan hanya pada pasein, tetapi juga keluarga.
Tindakan keperawatan pasien halusinasi, yaitu sebagai berikut :

1. Tindakan Keperawatan Pada Pasien

a. Tujuan Keperawatan :
 Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya.
 Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
 Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.

b. Tindakan keperawatan :
1) Bantu pasien mengenali halusinasi. Untuk membantu pasien
mengenali halusinasi, perawat dapat berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar, dilihat, atau dirasa),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan respons pasien saat
halusinasi muncul.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
mampu mengontrol agar halusinasi, perawat dapat melatih pasien
empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi.
Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut :
 Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap tidak muncul halusinasi
atau yang mempedulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengikuti tidak dan diri mengendalikan
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi
dengan kemampuan ini, pasien tidak akan larut untuk menuruti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensi yang dilakukan
perawat dalam mengajarkan pasien;
Pertama : Menjelaskan menghardik cara halusinasi.
Kedua : Memperagakan cara menghardik.
Ketiga : Meminta pasien memperagakan ulang.
Keempat : Memantau penerapan cara, menguatkan perilaku pasien.
 Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap denagn orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika pasien lain dapat bercakap-cakap dengan orang
lain, terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
 Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak
waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh
karena itu, dapat dikontrol dengan cara halusinasi beraktivitas
secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. Tahapan
intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal,
yaitu:
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.
c. Melatih pasien melakukan aktivitas.
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas
mulai dari bangun pagi sampai tidur malam.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
 Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien
juga harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai
dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat di rumah sering mengalami putus obat sehingga Jika
kekambuhan. mengalami pasien kekambuhan terjadi, untuk
mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu pasien harus dilatih minum obat sesuai
program dan berkelanjutan. Berikut ini intervensi yang dapat
dilakukan perawat agar pasien patuh minum obat :
1) Jelaskan kegunaan obat.
2) Jelaskan akibat jika putus obat.
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat,
4) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar
dosis). pasien mengenal halusinasi, Membantu pasien:

SP1 pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara


mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi. Peragakan komunikasi di bawah ini !
Orientasi
"Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat Anda. Saya suster SS, senang
dipanggil suster S. Nama Anda siapa? Senang dipanggil apa?"
"Oh....D ya, senang dipanggil D."
"Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini?"
"Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap cakap tentang uara yang selama ini D
dengar, tetapi tidak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu?
Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?."
Kerja
"Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?"
"Apakah terus -menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan D paling sering
mendengar suara itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?"
"Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang D lakukan saat
mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara suara itu hilang? Bagaimana
kalau kita belajar cara cara untuk mencegah suara suara itu muncul?"
"D ada empat cara untuk mencegah suara suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap cakap dengan orang lain.
Ketiga melakukan kegiatan yang sudah terjadwal dan yang keempat minum obat
dengan teratur."
"Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya
adalah saat suara suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya tidak mau
dengar.. Saya tidak mau dengar! Kamu suara palsu! Begitu diulang Coba tidak
terdengar lagi. ulang D itu sampai suara peragakan... Nah begitu... .bagus! Coba
lagi! Ya bagus, D udah bisa."
Terminasi
"Bagaimana perasaan D setelah memeragakan latihan tadi? Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? "
(Anda masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien).
"Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara kedua? Pukul berapa D? Bagaimana kalau dua jam lagi? Di suara dengan
cara yang mana tempatnya."
"Baiklah, sampai jumpa."
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
bersama orang lain. Peragakan komunikasi di bawah ini
Orientasi
"Selamat pagi, D Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara - suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah suara.-
suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan
latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?"

Kerja
"Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau D suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol, minta teman untuk ngobrol dengan D Contohnya begini, "Tolong
saya mulai mendengar suara suara. Ayo ngobrol dengan saya!." Atau kalau ada
orang di rumah, misalnya Kakak D, katakan, "Kak, ayo ngobrol mulai mendengar
suara - suara"." Begitu D. dengan D. D sedang mendengar suara Coba D lakukan
seperti yang saya lakukan tadi. Ya, begitu, Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latih terus ya D!"
(Di sini, D dapat mengajak perawat atau pasien lain untuk bercakap-cakap)
Teminasi
"Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang D
pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D
mengalam halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian D. Mau jam berapa latihan bercakap- cakap? Nah, nanti lakukan secara
teratur sewa aktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke sini lagi,.
Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga, yaitu melakukan aktivitas jam
berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi? Mau di mana? Di sini lagi? terjadwal?
Mau Sampai besok ya. Selamat pagi!"
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan
aktivitas terjadwal. Peragakan komunikasi di bawah ini!
Orientasi
"Selamat pagi D ! Bagaimana perasaan D hari ini?" "Apakah suara-suaranya
masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih? Bagaimana
hasilnya? Bagus!" "Sesuai janji kita hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal. "Mau di mana
kita bicara? Baik. kita duduk di ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana
kalau 30 menit? Baiklah."
Kerja
"Apa saja yang Biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus, jam
berikutnya apa?" (Terus kaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam).
kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut)! Bagus
sekali jika D bisa lakukan!" "Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar "Wah banyak sekali
dari pagi sampai malam ada kegiatan."

Terminasi
"Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih
untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali! Mari kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal ya!" (Perawat dapat melatih
aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari
pagi sampai malam.) "Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita
membahas cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 12? Di ruang makan ya! Sampai jumpa!"
SP 4 pasien: Melatih pasien minum obat secara teratur.
Orientasi
"Selamat siang D! Bagaimana perasaan D siang ini? Apakah suaranya masih
muncul? Apakah sudah digunakan suara- tiga cara yang telah kita latih? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah minum obat?
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita
akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. Di sini saja ya D?"
Kerja
"D. Adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara suara
berkurang atau hilang? Minum obat sangat penting agar suara suara yang D
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D
minum? (Perawat menyiapkan obat paslen. ) Inl yang warna oranye
(Chlorpromazine, CPZ) gunanya untuk menghilangkan suara suara. Obat yang
berwarna putih (T pyhexilpendil, THP) gunanya agar D merasa rileks dan tidak
kaku, sedangkan yang merah jambu (Haloperidol, HLP) berfungsi untuk
menenangkan pikiran dan menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3
kali sehari, setiap pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Kalau suara suara sudah
hilang, obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab
kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit sembuh seperti keadaan semula. Kalau
obat habis, bisa minta ke dokter untuk D mendapatkan obat lagi. D juga harus
teliti saat minum obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya D harus
memastikan bahwa itu obat yang benar - benar punya D. Jangan keliru dengan
obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar, yaitu diminum sesudah makan dan tepat
jamnya. D juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan D juga
harus cukup minum 10 gelas per hari."
Terminasi
"Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap mengenai obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban
benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya cakap pada jadwal kegiatan D!
Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau di
rumah. Nah, makanan sudah datang!" "Besok kita ketemu lagi untuk melihat
manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau pukul berapa?
Bagaimana kalau pukul 10 pagi? Sampai jumpa, Selamat pagi!"
2. Tindakan Keperawatan Pada Keluarga Pasien

a. Tujuan keperawatan.
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik di rumah sakit
maupun di rumah.
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
b. Tindakan keperawatan keluarga merupakan faktor menentukan yang
penting keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.
Dukungan keluarga selama pasien di rawat di rumah sakit sangat
dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat
pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang
mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun, jika
keluarga tidak mampu merawat pasien mereka akan kambuh bahkan untuk
memulihkannya lagi akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus
memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu
menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi, baik saat
di rumah sakit maupun di rumah. Tindakan keperawatan yang dapat
diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan halusinasi
langsung di hadapan pasien. pasien dengan cara merawat
4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga.
SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi,
jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
Orientasi
"Selamat pagi Bapak/lbu!, Saya SS, perawat yang merawat anak Bapak/lbu.
Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa pendapat Bapak tentang anak
Bapak/lbu?"
"Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang anak Bapak/lbu alami dan
bantuan apa yang Bapak dapat berikan."
"Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang Wawancara? Berapa lama
waktu Bapak/1bu? Bagaimana kalau 30 menit?"
Kerja
"Masalah apa yang Bapak alami dalam merawat D? Apa yang Bapak/lbu lakukan?
"Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/lbu itu disebut halusinasi yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada bendanya. Tanda
tandanya bicara marah tanpa sebab. Jadi, dan tertawa sendiri, atau marah jika anak
Bapak/lbu mengatakan mendengar suara suara, sebenarnya suara itu tidak ada.
Kalau anak Bapak/lbu bayangan-bayangan, sebenarnya melihat mengatakan
bayangan itu tidak ada. Oleh karena itu, kita diharapkan dapat membantunya
dengan beberapa cara. Terdapat beberapa cara untuk membantu anak Bapak/lbu
agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara tersebut adalah : Pertama, di
hadapan anak Bapak/lbu, jangan membantah atau mendukung halusinasi. Katakan
saja Bapak/lbu percaya bahwa D memang mendengar suara atau melihat
bayangan, tetapi Bapak/ ibu sendiri tidak mendengar atau melihatnya. Kedua,
jangan biarkan anak Bapak/lbu melamun dan sendiri karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi.
Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya, Buat kegiatan keluarga
seperti makan bersama dan ibadah bersama. Terkait dengan kegiatan, saya telah
melatih anak Bapak/lbu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong
Bapak/lbu pantau pelaksanaannya dan berikan pujian jika D berhasil
melakukannya! Ketiga, bantu anak obat Bapak/lbu minum teratur. Jangan secara
menghentikan obat tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah
melatih anak Bapak/1bu untuk minum obat secara teratur. Jadi, Bapak/lbu dapat
mengingatkan kembali. Obatnya ada tiga macam, yang berwarna oranye namanya
CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau bayangan. Yang berwarna
putih namanya THP berfungsi untuk membuat D tenang dan tidak kaku. Yang
berwarna biru namanya HLP gunanya menenangkan pikiran. Semua obat ini harus
D minum 3 kali sehari pukul 7 pagi, 1 siang, dan 7 malam. Obat harus selalu
diminum untuk mencegah kekambuhan. Terakhir, jika ada tanda-tanda halusinasi
mulai muncul, putus halusinasi dengan cara menepuk punggung D. Kemudian
suruh D menghardik suara tersebut. D sudah saya ajarkan cara untuk menghardik
halusinasi. Sekarang, mari kita latihan memutus halusinas D. Sambil menepuk
punggung anak Bapak/lbu, katakan: D sedang apa kamu? Kamu ingatkan apa
yang diajarkan perawat jika suara suara itu datang lagi? Ya, usir suara itu DI,
tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu saya tidak mau dengarl Ucapkan
berulang ulang, D Sekarang coba Bapak/ibu praktikkan cara yang baru saya
ajarkan. Bagus Pak/Bu"
Terminasi
"Bagaimana perasaan Bapak/ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi D?"
"Sekarang coba Bapak/lbu sebutkan kembali empat cara merawat D!"
"Bagus sekali Pak/Bu! Bagaimana kalau dua hari lagi kita halusinasi memutus
untuk mempraktikkan bertemu langsung di hadapan D?"
"Jam berapa kita bertemu? Baik, sampai jumpa!"
SP 2 keluarga: Melatih keluarga praktik merawat pasien langsung di hadapan
pasien. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien.
Orientasi
"Selamat pagil Bagaimana perasaan Bapak/ lbu pagi ini?" "Apakah Bapak/lbu
masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi anak Bapak/lbu yang sedang
mengalami halusinasi? Bagus!" "Sesuai dengan perjanjian kita, selama 30 menit
ini kita akan mempraktikkan cara memutus halusinasi langsung di hadapan anak
bapak/ibu. Mari kita datangi anak Bapak/ Ibul"
Kerja
"Selamat pagi D, Bapak/ Ibu D sangat ingin membantu D mengendalikan suara-
suara yang sering D dengar, untuk itu pagi ini Bapak/ lbu D datang untuk
mempraktikkan cara memutus suara-suara yang D dengarD nanti kalau sedang
dengar suara suara dan D bicara atau tersenyum senyum sendiri, Bapak/ lbu akan
mengingatkan ya?
Sekarang, coba Bapak/lbu peragakan cara halusinasi yang sedang D alami seperti
yang sudah kita memutus pelajari sebelumnya. Tepuk punggung D lalu suruh D
mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik tersebut." (perawat
mengobservasi apa yang suara dilakukan keluarga terhadap pasien). "Bagus
sekali! Bagaimana D? Senang dibantu Bapak/lbu? Nah, Bapak/ibu ingin melihat
jadwal harian D." (pasien memperagakan dan kemudian perawat mendorong
orang tua memberikan pujian). "Baiklah, sekarang saya dan orang tua D ke ruang
perawat dulu" (Perawat dan keluarga meninggalkan melakukan terminasi dengan
keluarga pasien). pasien untuk
Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/lbu setelah mempraktikan halusinasi langsung
dihadapan anak memutus cara Bapak/Ibu?."
"Diingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/Bu. Bapak/lbu dapat melakukan cara
itu, jika anak Bapak/lbu mengalami halusinasi."
"Bagaimana kalu kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang jadwal
kegiatan harian D di rumah? Pukul berapa Bapak! Ibu bisa datang? Kita bertemu
di tempat ini lagi ya? Sampai jumpa"
SP 3 keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
Orientasi
"Selamat pagi Pak/Bu, karena besok D sudah boleh pulang sekarang untuk
bertemu sesuai janji kita maka Membicarakan jadwal D selama di rumah."
Bagaimana Pak/Bu, selama Bapak/lbu membesuk apakah sudah mempraktikkan
cara merawat D?" "Nah sekarang kita bicarakan jadwal D di rumah, Mari kita
duduk di ruang perawat" "Berapa lama Bapak/lbu ada waktu? Bagaimana kalau
30 menit?"
Kerja
"Ini jadwal kegiatan D di rumah sakit. Jadwal ini dapat dilanjutkan di rumah.
Coba Bapak/lbu lihat mungkinkah dilakukan di rumah? Siapa yang kira -kira akan
memotivasi dan mengingatkan? Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama D di
rumah sakit tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal aktivitas maupun minum
obatnya." "Hal-hal yang harus diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh anak ibu dan Bapak selama di rumah, misalnya kalau D terus
mendengar suara suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan perbaikan,
menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain.
Jika hal ini terjadi, segera hubungi Suster B di Puskesmas terdekat dari rumah
Bapak/ Ibu, ini nomer telepon puskesmasnya: (0262)554###. Selanjutnya Suster B
yang akan membantu memantau perkembangan D selama di rumah."
Terminasi
"Bagaimana Bapak/lbu? Ada yang ingin ditanyakan?"
"Coba Bapak/ lbu sebutkan cara-cara merawat D di rumah!"
"Bagus! (jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat; ini jadwalnya untuk
dibawa pulang. Selanjutnya, silakan Ibu menyelesaikan administrasi yang
dibutuhkan. Kami akan siapkan D untuk pulang."
2.2.4. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Pasien Halusinasi

TAK yang dapat dilakukan untuk pasien dengan halusinasi adalah sebagai
berikut :

1. TAK oreientasi realitas


 Sesi 1 : Pengenalan orang
 Sesi 2 : Pengenalan tempat
 Sesi 3 : Pengenalan waktu
2. TAK stimulasi persepsi
 Sesi 1 : Mengenal halusinasi
 Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
 Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
 Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain
 Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan Pasien Halusinasi

Setelah tindakan keperawatan, segera lakukan evaluasi. Evaluasi terhadap


masalah keperawatn halusinasi meliputi kemampuan pasien halusinasi da
keluarganya da kemampuan perawat dalam merawat pasien halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan


Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta.
Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada


Tn. “S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi
(Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD
Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi
Keperawatan Widya Husada Semarang.

Riyadi, T dan Purwanto, T. 2013. Asuhan Keperawatn Jiwa. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Yosep Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC.

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC

World Health Organization. Mental Health Action Plan for 2013–2020. World
Health Organization: Geneva, 2013. Available on ;
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/89966/1/9789241506021_eng.pdf

Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Semiun, Yustinus, (2006), Kesehatan Mental 3, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Stuart, GW, Laraia, M.T., 2001, Principle and Practice of Pshychiatric Nursing,
7th Edition, Mosby, Philadelpia.

Goodwin, James C. 2008. A History of Modern Psychology; Third Edition.


Danvers, MA: John Wiley & Sons

Hungerford, Catherine, et all. 2012. Mental Health Care, 2nd Edition. New Jersey:
Wiley
Jaelani, A. (2001). Penyucian Jiwa & Kesehatan Mental. Jakarta: AMZAH.

Larsen, R.J. & Buss, D.M. 2013. Personality Psychology: Domain of Knowledge
about Human Nature. Boston: McGraw-Hill

Sadock, J. Benjamin & Virginia A. Sadock. 2010. Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Clinical Psychiatry (5th Edition). Philadelphia: LWW.

Santrock, John W. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Selemba Humantika

Nasir, Abdul & Abdul Munith. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar
dan Teori. Jakarta: Selemba Medika

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Anda mungkin juga menyukai