Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA Ny M. DENGAN TRAUMA FRAKTUR FEMUR

DI UPT PUSKESMAS KOPO

Disusun Oleh :

Nita Sukmayati Ridwanah

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SERANG

UPT PUSKESMAS KOPO


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbi’alamiin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH


SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini Sebagai salah satu pemenuhan persyaratan DUPAK.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan
kekhilapan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan ilmu Pengetahuan, oleh karena itu
saya mengharapkan segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirya saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi saya khususnya, dan
bagi para pembaca umumnya

Kopo, Februari 2022

Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny M DENGAN TRAUMA FRAKTUR


FEMUR
DI UPT PUSKESMAS KOPO

Makalah ini telah disetujui oleh Kepala UPT Puskesmas Kopo

Kopo, Februari 2022

Menyetujui

Kepala UPT Puskesmas Kopo

Hj Siti Juhaeni S, ST
NIP 19660102 198603 2 007
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UPT PUSKEMAS KOPO

1. Definisi Penyakit
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot,
kondisi – kondis tertentu seperti degenerasi tulang / steoporsis
Fraktur tertutup, fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit atau tidak
menyebabkan robeknya kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar lingkungan.

2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit dia atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut:
a. Tumor tulang ( jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambta dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
yang mmepengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan adsorbsi vitamin D atau karena asupan kalsium atau fosfat yang
rendah.
3. Secara spontan.
Disebabakan oleh stres tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas di kemiliteran.

3. Manifestasi Klinis
1. Deformitas daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravakasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3. Echimosis dari pendarahan subculaneous.
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/ keempukan.
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf dan
perdarahan).
8. Pergerakan abnormal dari hilangnya darah
9. Krepitasi ( suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena ujung-
ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.

4. Deskripsi patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan ekternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang maka, terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam konteks marrow. Dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringa tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan besar dari proses pertumbuhan tulang nantinya.
Faktor –faktor yang mempengaruhi fraktur.
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.

5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis ( rontgen), pada daerah yang dicurigai farktur, harus
mengikuti aturan rule of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran aterposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cedera maupun
yang tidak terkena cedera (untuk membandingkan dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi :
a. Darah rutin
b. Faktor pembekuan darah
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi)
d. Urinalisa
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal)
3. Pemeriksaan arteografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler
akibat fraktur tersebut.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur femur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk klirens
ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cedera hati.

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu :
1. Mengurangi rasa nyeri
Trauma pada jaringan sekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan
sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang
rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yeitu pemasangan bidai/spalk,
maupun pemasangan gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur
Fraktur harus segera diimobilisasi untuk memungkinkan pembentukan hematoma
fraktur yang meminimalkan kerusakan. Penyambungan kembal tulang (reduksi)
penting dilakukan agar terjadi pemulihan posisi yang normal dan rentang gerak.
Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup
OREF), misalnya dengan pemaangan gips, skin traksi maupun bandaging.
Apabila diperlukan pembedahan untuk fiksasi (reduki terbuka ORIF), pin atau
skrup dapat dipasang untuk mempertahana sambungan.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Imobilisasi dalam jangka panjangn setelah reduksi penting dilakukan agar terjadi
pembentukan kalus dan tulang baru, imobilisasi jangka panjang biasanya
dilakukan dengan pemasangan gips atau penggunaan bidai.
4. Megembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot
kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya
mobilisasi.
8. Terapi Farmakologis
Diberikan pemberian analgesic, antibiotic
9. Pemeriksaan fisik
1) Primery survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau
obstruksi.
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak
ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara napas vesikuler.
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarahan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila
adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medullaspinalis.
e. Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada
wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
2) Secondary surveya.
a. Fokus Asesment
1. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan
mulut.Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?Battle sign dan racoon eyes?
2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian
belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit.
3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris,
pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka,
sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada para doksikal, suara
paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola napas
yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan
auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap
kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi
dullness.
5. Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan. Temuan
yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik.
6. Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka laserasi
pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik,
fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau
menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik
dan motorik.
7. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah.

Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale):


terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
5. Patoflow
6. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS: Trauma pada tulang Nyeri Akut


- Mengeluh nyeri (kecelakaan)
- Tampak meringis
- Gesilah
- Sulit tidur Fraktur femur
DO:
- Tekanan darah
meningkat Jepitan saraf siatika
- Pola nafas berubah
- Nafsu makan berubah
- Menarik diri Terputusnya kontinuitas
- Berfokus pada diri jaringan
sendiri

Menekan saraf perasa nyeri

Stimulasi neurotransmitter
nyeri

Pelepasan mediator
prostaglandin

Respon nyeri hebat dan akut

Nyeri akut

DS: Trauma pada tulang Gangguan mobilitas fisik


- Mengeluh sulit (kecelakaan)
menggerakkan
ekstremitas
- Nyeri saat bergerak Fraktur femur
- Enggan melakukan
pergerakan
- Merasa cemas saat Jepitan saraf siatika
bergerak
DO:
- Kekuatan otot Kerusakan jalur saraf
menurun
- Rentan gerak
menurun Kemampuan pergerakan otot
- Sendi kaku sendi
- Gerakan terbatas
- Fisik lemah
Gangguan mobilitas fisik
DS: - Trauma pada tulang Risiko gangguan integritas
Do: - (kecelakaan) kulit/jaringan

Fraktur femur

Jepitan saraf siatika

Kerusakan jalur saraf

Tirah baring lama

Dekubitus

Risiko gangguan integritas


kulit/jaringan

7. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa


1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan integritas struktur tulang
3. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut b.d Agen Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri Observasi :
pencedera fisik 3x24 jam maka Tingkat Nyeri Menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dibuktikan dengan :
DS: dengan kriteria hasil : frekuensi kualitas dan intensitas nyeri
- Mengeluh - Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
nyeri
- Tampak - Meringis menurun - Identifikasi respon nyeri non verbal
meringis - Sikap protektif menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
- Gesilah
- Sulit tidur - Gellisah menurun meringankan nyeri
DO: - Kesulitan tidur menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
- Tekanan
darah - Frekuensi nadi membaik tentang nyeri
meningkat - Monitor efek samping dari pemberian
- Pola nafas
berubah analgetik
- Nafsu makan Terapetik :
berubah
- Menarik diri - Berikan tehnik non farmakologis untuk
- Berfokus mengurangi nyeri
pada diri
sendiri - kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri
Edukasi :
- jelaskan penyebab, priode dan pemicu
nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- ajarkan tehnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Dukungan ambulasi Observasi :
fisik b.d gangguan 3x24 jam maka Mobilitas fisik meningkat - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
integritas struktur
dengan kriteria hasil : fisik lainnya
tulang
- Pergerakanekstermitas meningkat - Identifikasi toleran fisik melalukan
- Kekuatan otot meningkat ambulasi
- Rentang gerak meningkat - Monitor TTV
- Monitor kondisi umum

Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu
- Fasilitasi melakukan mobilisasi, jika perlu
Edukasi
-jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 Perawatan luka Observasi :
kulit b.d faktor jam maka Integritas kulit meningkat dengan - Monitor karakteristik luka
mekanis
kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda infeksi
- Nyeri menurun - Monitor TTV
- Kerusakan kulit menurun - Monitor kondisi umum
- Perdarahan menurun Terapeutik
- Kemerahan menurun - Lepaskan balutan dan plester secara
- Hematoma menurun perlahan
- Bersihkan dengan cairan Nacl
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I, EGC: Jakarta.

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius: Jakarta

Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6.
EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

Smeltzer & Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8. EGC: Jakarta

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I). DPPPPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). DPPPPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (II). DPPPPNI.

Anda mungkin juga menyukai