Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN POST OPERASI FRAKTUR HUMERUS DEXTRA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu

Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah II

Di RST Dr. Soepraon

Oleh:

Nama : Dwi Anggraini

NIM : P17210203051

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada pasien dengan Diagnosa Post Operasi
Fraktur Humerus Dextra Di RST Dr. Soepraon Periode 03 Oktober 2022 s/d 09 Oktober 2022
Tahun Ajaran 2022/2023

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal …… Bulan Oktober Tahun 2022

Malang,

Pembimbing Klinik Preceptor Akademik

___________________________ _________________________
NIP. NIP.

Kepala Ruangan

___________________________
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Fraktur) atau patah tulang adalah kondisi ketika tulang menjadi patah,
retak, atau pecah sehingga mengubah bentuk tulang. Namun, juga bisa di
artikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
2. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

3. TANDA DAN GEJALA

Gejala utama patah tulang adalah nyeri hebat di area yang mengalami
patah tulang. Nyeri akan bertambah parah ketika bagian tubuh yang
mengalami patah tulang digerakkan.
Secara umum, gejala yang bisa timbul saat seseorang mengalami patah tulang
adalah:

 Nyeri hebat di area patah tulang


 Memar dan bengkak pada area yang mengalami cedera
 Tulang mencuat keluar dari kulit, pada patah tulang terbuka
 Kesemutan dan mati rasa di area yang mengalami patah tulang
 Sulit menggerakkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang
 Deformitas atau adanya perbedaan bentuk pada area yang mengalami
patah tulang.

4. PATHWAY
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat
di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
- Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah 
- Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan
juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur).
Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
o Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.
o Pemasangan Gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
a) Immobilisasi dan penyangga fraktur
b) Istirahatkan dan stabilisasi
c) Koreksi deformitas
d) Mengurangi aktifitas
e) Membuat cetakan tubuh orthotik
f) Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :
g) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
h) Gips patah tidak bisa digunakan
i) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
j) Jangan merusak / menekan gips
k) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
l) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

o Pemasangan Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang
tulang yang patah. 
o Pembedahan
Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang. Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak
keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi
interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang
mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah
mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen
tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku.Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :

a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah


b. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada didekatnya
c. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
d. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
e. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan
fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi
Fraktur biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
2) Riwayat Penyakit Dahulu
3) Riwayat Penyakit Keluarga
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.

c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.

d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

f) Pola Persepsi dan Konsep Diri.


Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image)

g) Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur

h) Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya

i) Pola Penanggulangan Stress


Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.

Gambaran Umum Perlu menyebutkan:


a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
11) Jantung
a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut b.d pencedera fisik
b. Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d nyeri
d. Ansietas b.d krisis situasional
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut (D.0077)
Luaran Keperawatan
Tingkat Nyeri (L.08066)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tingkat nyeri pasien menurun dengan kriteria hasil.
 Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
 Keluhan nyeri menurun
 Meringis menurun
 Sikap protektif menurun
 Gelisah menurun
 Kesulitan tidur menurun
 Frekuensi nadi membaik
 Pola tidur membaik
Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri (I. 08238)
a. Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
d. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Luaran Keperawatan
Mobilitas Fisik (L.05042)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan mobilitas fisik pasien meningkat dengan kriteria hasil.
 Pergerakan ekstermitas meningkat
 Kekuatan otot meningkat
 Rentang gerak (ROM) meningkat
 Nyeri menurun
 Kelemahan fisik menurun
Intervensi Keperawatan
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
a. Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakan
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
c. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
3. Resiko infeksi (D.0142)
Luaran Keperawatan
Tingkat Ansietas (L.09093)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil:

1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dialami menurun


2. Perilaku gelisah menurun
3. Frekuensi pernapasan menurun
4. Frekuensi nadi menurun
5. Tekanan darah menurun

Intervensi Keperawatan

Reduksi Anxietas (I.09314)

1.   Observasi

1. Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu,


stressor)
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)

2. Terapeutik

1. Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan


2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat anxietas
4. Dengarkan dengan penuh perhatian
5. Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
6. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7. Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang

3. Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi

4. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai