Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR


2.1.1 Pengertian
Beberapa pengertian fraktur menurut beberapa ahli :

a. Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelter & Bare, 2002).
b. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price, 1995).
c. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Barret dan Bryant, 1990).
d. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi,
pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000).
e. Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.

Berdasarkan pengertian fraktur di atas penulis menarik kesimpulan


bahwa Fraktur adalah teputusnya kontunitas yang dapat di sebabkan dari
beberapa sebab di antaranya trauma dan penyakit tulang seperti
osteoporosis.

2.1.2 Etiologi

Penyebab fraktur antara lain menurut Soeharto Resoprojo dan


Barbara C.Long di bagi menjadi 4 (empat) ,yaitu :

a. Benturan atau cidera (jatuh pada kecelakaan).


b. Fraktur patologik yang di sebabkan oleh penyakit kanker atau
osteoporosis.
c. Patah karena keletihan.
d. Patah tulang karena otot tidak dapat mengobservasi energi,seperti
karena berjalan kaki terlalu jauh (Barbara C.Long 1996:375).

2.1.3 Patofisiologi

Fraktur adalah patah tulang biasanya di sebabkan oleh trauma


gangguan metabolik, patolgik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.Baik
fraktur terbuka ataupun tertutup akan mengenai serabut saraf yang akan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu paasti akan mengenai tulang
sehingga akan menjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, di samping itu fraktur terbuka
akan megenai yang kemugkina dapat terjadi infeksi terkontaminasi
dengan udara luar .

2.1.4 Pathway
2.1.5 Manifestasi klinik

1. Rasa nyeri langsung dan menjadi lebih hebat karena berjalan dan
tekanan pada daerah yang terkena.

2. Hilangnya fungsi pada daerah yang cidera.

3. Tampak deformitas bila di bandingkan dengan bagian yang normal.

4. Daerah yang cidera kurang kuat untuk di gerakan.

5. Bila bergerak dapat menimbulkan crepitasi

6. Edema stempat.

7. Shock terutama bila terjadi perdarahan hebat dari daerah area terbuka.

(Barbara C.Long 1996:375).

2.1.6 Klasifikasi/Macam-Macam Fraktur

1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran
2. Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
4. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur
dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan
tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka
bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka
lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan
Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.

2.1.7 Penanganan Fraktur

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi


dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang
ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau
fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam
yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur
yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu,
batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
 Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
 Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
 Memantau status neurologi.
 Mengontrol kecemasan dan nyeri
 Latihan isometrik dan setting otot
 Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
 Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
- Imobilisasi fragmen tulang.
- Kontak frgmen tulang minimal.
- Asupan darah yang memadai.
- Nutrisi yang baik.
- Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
- Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.
- Potensial listrik pada patahan tulang.

2.1.8 Komplikasi Fraktur

- Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah


sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk
sudut atau miring
- Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus
tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
- Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
- Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan
takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan
perdarahan masif pada suatu tempat.
- Shock,
- Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
- Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi
pada individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma
atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan
ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi
pada bedah ortopedil
- Infeksi
- Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika
atau necrosis iskemia.
- Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor
instability.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT
scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.

2.1.10 Penatalaksanaan

a. Konservatif
1. Immoblisasi tanpa reposisi

Misalnya pemasangan bidai atau gips pada fraktur inkomplit dan fraktur
dengan kedudukan baik.

2. Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gibs

Misal pada fraktur supra candy lain,smith,fragmen distal di kembalikan


pada kedudukansemula pada fragmen progsimal dan di pertahankan
dalam kedudukan yang lebih stabil dalam gips

3. Traksi

Dapat untuk reposisi perlahan dan fiksasi sehingga sembuh atau di


pasang gibs.
b. Operasi
1. Reposisi tertutup
Fiksasi eksterna setelah posisi baik,berdasarkan kontrol
mikrointra operasi maka di pasang alang fiksasi eksterna
.Fiksasi eksterna dapat model sederhana seperti
kongeradenem juded,screw dengan bore cement
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi
eksterna.misalnya reposisi tertutup di ikuti dengan pemasangan
parsel pins/pinning dan imobilisasi gibs.
3. Reposisi terbuka dengan fiksasi interna fixation (ORIF).
c. Pada fraktur pelvis penatalaksanaan yang baik itu dengan tirah
baring untuk menambah digiditas, sampai nyeri dan tidak
kenyamanan menghilang.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.2.1 Pengkajian keperawatan


a. Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR,
umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk
RS, alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien
sebelumnya, riwayat penyakit pasien yang pernah dirawat
dirumah sakit serta pengobatan yang pernah didapatkan dan
hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang
akan mempengaruhi proses perawatan post operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan
pasien saat ini, biasanya pasien mengalami nyeri pada
daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah, tidak bisa
melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu makan
menurun.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai
penyakit yang berhubungan dengan yang diderita pasien
saat ini dan penyakit herediter/keturunan lainnya (anggota
keluarga dengan riwayat penyakit yang sama).
c. Data pola kebiasaan sahari-hari
1) Nutrisi
a) Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat
diit yang diberikan rumah sakit pada pasien dan
jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit atau makanan sehari-
hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada
waktu sehat, catat porsi makan yang dihabiskan, keluhan
saat makan serta kemandirian dalam pelaksanannya.
b) Minuman
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya,
bandingkan jumlahnya pada saat sakit dengan sehat.
Catat keluhan yang dirasakan pasien dan kemandirian
dalam melaksanakannya.
2) Eliminasi
a) Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan
jumlahnya, bandingkan pada keadaan sakit dengan
sehat serta catat karakteristik urine (warna, konsistensi
dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan
selama BAK dan kemandirian dalam melaksanakannya
serta alat bantu yang dipakai.
b) Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada
keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik
feses(warna, konsistensi dan bau serta temuan lainnya)
serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan
kemandirian dalam melaksanakannya.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum pasien
a) Tingkat kesadaran 
b) Berat badan  
c) Tinggi badan
2) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan
(rinci keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
a) Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut
sertakebersihannya dan temuan lain saat melakukan
inspeksi.
b) Wajah:  Amati adanya oedema/hematom, perlukaan
disekitarwajah (rinci keadaan luka, luas luka, adanya
jahitan, kondisi luka) dan temuan lain saat melakukan
inspeksi.
c) Mata      : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya,
diameterpupil, kondisi bola mata (sklera, kornea, atau
lensa, dll) keadaan kelopak mata dan konjungtiva serta
temuan lainya.
d) Hidung  : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan,
keadaanseptum, adanya sekret pada lubang hidung,
darah atau obstruksi), adanya pernafasan  cuping hidung
dan temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci keadaan
luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
e) Bibir      : Amati adanya oedema, permukaan (rinci
keadaanluka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka),
warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta  temuan lain
saat melakukan inspeksi.
f) Gigi       : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan
kebersihanserta temuan lain saat melakukan inspeksi.
g) Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan
kebersihanlidah serta temuan lain saat melakukan
inspeksi.
3) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah
bening dileher serta deviasi trakea, adanya luka operasi,
pemasangan drain serta temuan  lain saat melakukan
inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid jika
ditemukan pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP),
tuliskan lengkap dengan satuannya.
4) Dada/thorak
a) Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi
pembengkakan, warna kulit pucat, laserasi, kemerahan
mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit.
b) Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu
penolakanotot oleh sentuhan kita adalah nyeri tekan,
lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan didaerah luka
insisi.
c) Perkusi  : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada
kasusfraktur.
d) Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan
gerakanudara melalui struktur merongga atau cairan yang
mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada pasian
fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang
dilakukan.
5) Jantung
a) Inspeksi : Amati ictus cordis.
b) Palpasi  : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan
kekuatanangkanya.
c) Perkusi : Tentukan batas-batas jantung.
d) Auskultasi : Dengarkan irama denyutan jantung,
keteraturandan adanya bunyi tambahan.
6) Perut/abdomen
a) Inspeks : Amati adanya pembesaran rongga
abdomen,keadaan kulit, luka bekas operasi pemasangan
drain dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
b) Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan
catatfrekuensinya dalam 1 menit.
c) Palpasi : Raba ketegangan kulit perut, adanya
kemungkinanpembesaran hepar, adanya massa atau
cairan.
d) Perkusi : Dengarkan bunyi yang dihasikan dari
ketukandirongga abdomen bandingkan dengan bunyi
normal.
7) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan
kateter serta temuan lain saat melakukan inspeksi.
8) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka),
oedema, dan pengisian kapiler, suhu bagian akral serta
temuan lain saat pemeriksaan.
9) Sistem integument
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit,
adanya luka serta temuan lain saat pemeriksaan.
10)Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami
penyakit yang berhubungan dengan sistem neurologis)
a) Glascow Come score  
b) Tingkat kesadaran 
c) Refleks fisiologis
d) Reflek patologis
e) Nervus cranial I – XII

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontuinitas jaringan, kerusakan serabut syaraf, spasme otot.
1.Nyeri akut b/d agen injuri fisik, fraktur
2.Resiko terhadap cidera b/d kerusakan neuromuskuler, tekanan dan
disuse
3.Sindrom defisit self care b/d kelemahan, fraktur
4.Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive,
fraktur
5.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
6.Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang
paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif

2.2.3 Perencanaan keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
b/d agen Asuhan  Kaji nyeri secara komprehensif termasuk
injuri fisik, keperawatan …. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fraktur jam tingkat kualitas dan faktor presipitasi.
kenyamanan klien  Observasi reaksi nonverbal dari ketidak
meningkat, tingkat nyamanan.
nyeri terkontrol dg  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
KH: untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Klien klien sebelumnya.
melaporkan nyeri  Kontrol faktor lingkungan yang
berkurang dg mempengaruhi nyeri seperti suhu
scala 2-3 ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 Ekspresi  Kurangi faktor presipitasi nyeri.
wajah tenang  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 klien dapat (farmakologis/non farmakologis).
istirahat dan tidur  Ajarkan teknik non farmakologis
 v/s dbn (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..
 Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
 Cek program pemberian analgetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TV
 Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
 Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.

2 Resiko Setelah dilakukan Memberikan posisi yang nyaman untuk


terhadap askep … jam Klien:
cidera b/d terjadi  Berikan posisi yang aman untuk pasien
kerusakan peningkatan dengan meningkatkan obsevasi pasien,
neuromusk Status beri pengaman tempat tidur
uler, keselamatan  Periksa sirkulasi periper dan status
tekanan Injuri fisik Dg KH : neurologi
dan disuse  Bebas dari  Menilai ROM pasien
cidera  Menilai integritas kulit pasien.
 Pencegahan  Libatkan banyak orang dalam
Cidera memidahkan pasien, atur posisi

3 Sindrom Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri


defisit self akep … jam  Monitor kemampuan pasien terhadap
care b/d kebutuhan ADLs perawatan diri
kelemahan terpenuhi dg KH:  Monitor kebutuhan akan personal
, fraktur  Pasien dapat hygiene, berpakaian, toileting dan makan

 melakukan  Beri bantuan sampai pasien mempunyai


aktivitas sehari- kemapuan untuk merawat diri
hari.  Bantu pasien dalam memenuhi
 Kebersihan diri kebutuhannya.
pasien terpenuhi  Anjurkan pasien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya
 Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin

4 Risiko Setelah dilakukan Konrol infeksi :


infeksi b/d asuhan  Bersihkan lingkungan setelah dipakai
imunitas keperawatan … pasien lain.
tubuh jam tidak terdapat  Batasi pengunjung bila perlu.
primer faktor risiko  Intruksikan kepada pengunjung untuk
menurun, infeksi dan mencuci tangan saat berkunjung dan
prosedur infeksi terdeteksi sesudahnya.
invasive, dg KH:  Gunakan sabun anti miroba untuk
fraktur  Tdk ada tanda- mencuci tangan.
tanda infeksi  Lakukan cuci tangan sebelum dan
 AL normal sesudah tindakan keperawatan.
 V/S dbn  Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang aseptik
selama pemasangan alat.
 Lakukan perawatan luka, dainage,
dresing infus dan dan kateter setiap hari.
 Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
 berikan antibiotik sesuai program.
 Jelaskan tanda gejala infeksi dan
anjurkan u/ segera lapor petugas
 Monitor V/S
Proteksi terhadap infeksi
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal.
 Monitor hitung granulosit dan WBC.
 Monitor kerentanan terhadap infeksi..
 Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
 Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
 Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.
 Ambil kultur, dan laporkan bila hasil
positip jika perlu
 Dorong istirahat yang cukup.
 Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan sesuai indikasi
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi ambulasi
mobilitas askep … jam  Kaji kemampuan pasien dalam
fisik terjadi melakukan ambulasi
berhubung peningkatan  Kolaborasi dg fisioterapi untuk
an dengan Ambulasi perencanaan ambulasi
patah :Tingkat  Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai
tulang mobilisasi, kemampuan
Perawtan diri Dg  Ajarkan pasien berpindah tempat secara
KH : bertahap
 Peningkata  Evaluasi pasien dalam kemampuan
n aktivitas fisik ambulasi

Pendidikan kesehatan
 Edukasi pada pasien dan keluarga
pentingnya ambulasi dini
 Edukasi pada pasien dan keluarga tahap
ambulasi
 Berikan reinforcement positip atas usaha
yang dilakukan pasien.
6 Kurang Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan : proses penyakit
pengetahu askep …. Jam  Kaji pengetahuan klien.
an tentang pengetahuan klien  Jelaskan proses terjadinya penyakit,
penyakit meningkat dg KH: tanda gejala serta komplikasi yang
dan  Klien dapat mungkin terjadi
perawatan mengungkapka  Berikan informasi pada keluarga tentang
nya b/d n kembali yg perkembangan klien.
kurang dijelaskan.  Berikan informasi pada klien dan
paparan  Klien kooperatif keluarga tentang tindakan yang akan
terhadap saat dilakukan dilakukan.
informasi, tindakan  Diskusikan pilihan terapi
keterbatan
 Berikan penjelasan tentang pentingnya
kognitif
ambulasi dini
 jelaskan komplikasi kronik yang mungkin
akan muncul

Anda mungkin juga menyukai