Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL

` BEDAH PADA PASIEN FRAKTUR MULTIPLE

Oleh :

Tutik Alawiyah
(201710300511015)

PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2020

1
Definisi

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price, 2005).

Multiple fraktur adalah keadaan dimana terjadi hilangnya kontinuitas


jaringan tulang lebih dari satu garis yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang
ditandai oleh nyeri, pembengkakan, deformitas dan gangguan fungsi pada area
fraktur (Sylvia A. Price).

Multiple fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau tulang dan


atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsu
Hidajat).
 Anatomi Fisiologi
Susunan kerangka terdiri dari susunan berbagai macam tulang-tulang yang
banyaknya kira-kira 206 buah tulang yang satu sama lainnya saling
berhubungan yang terdiri dari tulang kepala yang berbentuk tengkorak (8
buah); tulang wajah (14 buah); tulang telinga dalam (6 buah); tulang lidah (1
buah); tulang yang membentuk kerangka dada (25 buah); tulang yang
membentuk tulang belakang dan gelang pinggul (26 buah); tulang anggota
yang membentuk lengan (anggota gerak atas) (64 buah); tulang yang
membentuk kaki (anggota gerak bawah) (62 buah).

2
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.
Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang
membentuk sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk meyimpan
dan mengatur kalsium dan pospat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
jaringan organik (kolagen, proteoglikan). Kalsium dan pospat membentuk
suatu kristal garam, yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.  Kekuatan
tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lameral. 

3
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis sel: osteoblas,
osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid
melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Osteosit adalah sel-sel tulang
dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi
melalui tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat diabsorbsi.
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam
jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada
kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D hormon
paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah
yang sedikit membantu kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
 Klasifikasi
A. Fraktur terbuka
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan atau potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat fraktur terbuka:
1. Derajat I
Laserasi < 2cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2. Derajat II
Laserasi < 2cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar.
B. Fraktur tertutup
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih karena kulit masih utuh
tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

4
1. Tingkat 0
Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat I
Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat II
Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
4. Tingkat III
Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata, dan
ancaman sindroma kompartemen.
 Etiologi
A. Trauma
1. Trauma langsung
Kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tidak langsung
Jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi
fraktur tulang belakang.
B. Patologis
Metastase dari tulang
C. Degenerasi
D. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.
 Manifestasi Klinis
A. Kurang/hilang sensasi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot berrgantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.

5
B. Bengkak (edema) dan echimosis (memar)
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur,
tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
C. Spasme otot
D. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
E. Krepitasi
F. Pergerakan abnormal
 Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan
fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut,
jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
syaraf perifer. Bila tidak terkontrol, pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat hipoksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

6
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligamen dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi
antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan perawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi (Price dan Wilson).

7
 Phatway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR
MULTIPLE
Diskontinuitas Tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar

Spasme otot
Laserasi kulit

Peningkatan tekanan kapiler


Putusnya vena dan arteri

Pelepasan histamin
Perdarahan

Kehilangan volume cairan


Protein plasma hilang

MK: RESIKO SYOK


edema
HIPOVOLEMIK

Penekanan pembuluh darah

Penurunan perfusi jaringan

MK: GANGGUAN PERFUSI


JARINGAN

8
 Komplikasi
A. Komplikasi awal fraktur antara lain:
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
2. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak pada aliran darah.
3. Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf
dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema
di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens,
tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan
hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian syaraf yang
mempersyarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu
mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau kakinya. Sindrom
kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi
volume yang ketat, seperti lengan. Resiko terjadinya sindrom
kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah
tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan
gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat
dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan

9
hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya fungsi ekstremitas
dapat terjadi.
4. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
5. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
6. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001)
B. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut pada multiple fraktur antara
lain:
1. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau
miring. Contoh yang khas adalah patah tulang paha yang dirawat
dengan traksi, dan kemudian diberi gips untuk imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah
kurang diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuka ternyata anggota
tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar, dan penderita tidak
dapat mempertahankan tubuhnya untuk berada dalam posisi netral.
Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang
cermat sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu
sebaik mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.
2. Gips yang menjadi longgar harus diganti seperlunya

10
Fragmen-fragmen tulang yang patah dan bergeser sesudah direduksi
harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan kembali dengan reduksi
berulang dan imobilisasi, atau mungkin juga dengan tindakan operasi.
3. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
4. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Banyak keadaan yang merupakan faktor predisposisi dari nonunion,
diantaranya adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan
bagian-bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi yang
kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun tertutup, adanya
interposisi jaringan lunak (biasanya otot) diantara kedua fragmen
tulang yang patah, cedera jaringan lunak yang sangat berat, infeksi,
pola spesifik peredaran darah dimana tulang yang patah tersebut dapat
merusak suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
 Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan rongent
Menentukan lokasi, luasnya fraktur atau trauma .
B. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
C. Hitung Darah Lengkap

11
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).

D. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
E. Pemeriksaan Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
 Penatalaksanaan
A. Fraktur terbuka
Merupakan kasus darurat karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden periode). Jika
kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1. Pembersihan luka
2. Exici
3. Hecting
4. Antibiotik
B. Seluruh fraktur
1. Rekognisi / Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2. Reduksi / Manipulasi / Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimum. Dapat juga diartikan reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
(Brunner).
3. Retensi / Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimum.
4. Rehabilitasi

12
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.

A. Pengkajian Primer
1. Danger
Perawat menggunakan masker, sarung tangan untuk APD. Pasien
ditempatkan diruangan yang aman di ruangan IGD.
2. Respon
AVPU Scale pasien sadar dengan mata terbuka spontan, pasien
berespon terhadap stimulus verbal, pasien berbicara jelas.
3. Airway
Tidak ada obstruksi jalan nafas.
4. Breathing
Nafas cepat dengan frekuensi 28x/menit.
5. Circulation
TD: 90/60mmHg, HR: 125x/menit, RR: 28x/menit.
B. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan
Sign and Symptom: kesadaran komposmentis dengan GCS 15, pada paha
sebelah kanan tampak bengkak (mengalami perubahan bentuk) disertai
luka terbuka dan mengeluarkan darah. TD: 90/60mmHg, HR: 125x/menit,
RR: 28x/menit.
Allergy: pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat apapun.
Medication: pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
Past illness: pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Last meal: pasien mengkonsumsi makanan berserat.
Event: pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. Motor
yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga terjatuh dan
menimpa bagian badan yang sebelah kanan.

13
Pemeriksaan Fisik
Kepala : pasien tampak pucat, konjungtiva tampak anemis, tampak
berkeringat dingin, sklera non ikterik, terdapat pernafasan cuping hidung,
mukosa bibir tampak kering.
Leher : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk.
Dada : pernafasan cepat dengan frekuensi RR: 28xmenit, ada
penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada suara nafas tambahan. Tidak
terdapat pembesaran jantung, suara dullness pada saat diperkusi, bunyi
jantung S1 dan S2 terdengar, adanya bunyi S3 (mur-mur).
Abdomen : tidak ada pembesaran hepar, tidak terdapat distensi
abdomen, bising usus 12x/menit.
Urogenital : kandung kemih teraba kosong.
Ekstremitas : pada bagian ekstremitas bawah klien mengalami fraktur
femur kanan 1/3 distal, dan tampak bengkak (mengalami perubahan
bentuk) disertai luka terbuka. Tidak terdapat edema di ekstremitas atas,
akral dingin, terpasang infuse RL ditangan sebelah kiri (30gtt/menit).

14
 Diagnosa keperawatan

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DS: - Trauma Gangguan
DO: perfusi jaringan
 Nadi perifer Fraktur
tidak teraba
 Terdapat edema Diskontinuitas tulang
pada paha
sebelah kanan Perubahan jaringan sekitar

Spasme otot

Peningkatan tekanan
kapiler

Pelepasan histamin

Protein plasma hilang

Edema

Penekanan pembuluh darah

Penurunan perfusi jaringan

Gangguan perfusi
jaringan
2 DS: - Trauma Resiko Syok
DO: hipovolemik
 Terdapat luka Fraktur

15
terbuka dan
mengeluarkan Diskontinuitas tulang
darah pada 1/3
distal femur Perubahan jaringan sekitar
kanan.
 HB: 10,3 Laserasi kulit

Putusnya vena dan arteri

Perdarahan

Kehilangan volume cairan

Resiko Syok hipovolemik

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penekanan pembuluh
darah.

16
3.3 Intervensi

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


o
1. Resiko syok Setelah diberikan 1. Pantau ketat tanda- 1. Untuk mengetahui status airway, breathing, dan
hipovolemik tindakan keperawatan tanda vital dan circulation pasien agar dilakukan tindakan
berhubungan dengan segera selama pertahankan ABC berikutnya.
dengan 1x15 menit diharapkan 2. Hentikan 2. Untuk mengurangi resiko syok yang
perdarahan syok tidak ada. Dengan perdarahan berkelanjutan
kriteria hasil : 3. Kolaborasi transfusi 3. Untuk mengganti darah yang hilang
1. Turgor kulit < 3 detik darah
4. Agar tidak terjadi dehidrasi
2. Tanda-tanda vital 4. Kolaborasi
dalam batas normal pemberian cairan
(N : 80-100 x/m, Intra Vena
TD : 120/80 mmHg)
3. CRT < 3 detik
4. Hb 14-18 gr/dL
2. Gangguan Setelah diberikan 1. Kaji adanya 1. Untuk mengetahui perubahan motorik/sensorik
perfusi tindakan keperawatan gangguan pada pasien
jaringan dengan segera selama motorik/sensorik
berhubungan 1x15 menit diharapkan pada pasien
dengan perfusi jaringan adekuat. 2. Pertahankan posisi 2. untuk memperlancar aliran darah
berkurangnya Dengan kriteria hasil : daerah fraktur lebih
aliran darah 1. Tingkat kesadaran tinggi
akibat adanya komposmentis 3. Observasi adanya 3. untuk melakukan tindakan selanjutnya
trauma 2. Fungsi kognitif dan tanda sianosis atau
jaringan motorik/sensorik penurunan
tulang membaik kesadaran
3. Nadi perifer teraba 4. Kolaborasi dengan 4. untuk mempertahankan perfusi
4. Edema perifer tidak dokter untuk
ada melakukan
pembedahan
BAB IV

PENUTUP

.1 Kesimpulan
Multiple fraktur adalah keadaan dimana terjadi hilangnya kontinuitas
jaringan tulang lebih dari satu garis yang disebabkan oleh tekanan eksternal
yang ditandai oleh nyeri, pembengkakan, deformitas dan gangguan fungsi
pada area fraktur (Sylvia A. Price).
Multiple fraktur bisa disebabkan karena trauma langsung, trauma tidak
langsung, faktor patologis, degenerasi. Kasus ini dapat menimbulkan beberapa
komplikasi, diantaranya: mal union, delayed union, non union.
Masalah keperawatan gawat darurat yang sering muncul pada kasus ini
adalah resiko syok hipovolemik dan gangguan perfusi jaringan.

19

Anda mungkin juga menyukai