Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MULTIPLE

FRAKTUR PARSIAL PADA NY H DIRUANGAN ASTER


UPT RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH :

NAMA: YUSRAN
NIM : 2021032116

CI LAHAN CI INSTITUSI

Hasni Hilipito S.Kep.,Ns Ns. Suaib, S.Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI NERS PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022

1
A.Definisi

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma


atau tenaga fisik (Price, 2005).

Multiple fraktur adalah keadaan dimana terjadi hilangnya


kontinuitas jaringan tulang lebih dari satu garis yang disebabkan
oleh tekanan eksternal yang ditandai oleh nyeri, pembengkakan,
deformitas dan gangguan fungsi pada area fraktur (Sylvia A.
Price).

Multiple fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau


tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Sjamsu Hidajat).

B.Anatomi Fisiologi

Susunan kerangka terdiri dari susunan berbagai macam tulang-


tulang yang banyaknya kira-kira 206 buah tulang yang satu sama
lainnya saling berhubungan yang terdiri dari tulang kepala yang
berbentuk tengkorak (8 buah); tulang wajah (14 buah); tulang
telinga dalam (6 buah); tulang lidah (1 buah); tulang yang
membentuk kerangka dada (25 buah); tulang yang membentuk
tulang belakang dan gelang pinggul (26 buah); tulang anggota yang
membentuk lengan (anggota gerak atas) (64 buah); tulang yang
membentuk kaki (anggota gerak bawah) (62 buah).

2
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan
kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi
jaringan hematopoietik, yang membentuk sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk meyimpan dan mengatur kalsium
dan pospat.
Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah
mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen, proteoglikan).
Kalsium dan pospat membentuk suatu kristal garam, yang

3
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik
tulang disebut juga sebagai suatu osteoid.  Kekuatan tambahan
diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang.
Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lameral. 
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari 3 jenis
sel: osteoblas, osteosid dan osteoklas. Osteoblas membangun
tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai
matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang
disebut osifikasi. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang
bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi.
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti
yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi. Bila tidak
ada vitamin D hormon paratiroid tidak akan menyebabkan absorbsi
tulang. Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membantu kalsifikasi
tulang, antara lain dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan
fosfat oleh usus halus.
C.Klasifikasi
A. Fraktur terbuka

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan


kulit yang memungkinkan atau potensial untuk terjadi infeksi
dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke
tulang yang patah.

4
Derajat fraktur terbuka:
1. Derajat I
Laserasi < 2cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2. Derajat II
Laserasi < 2cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
3. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar.
B. Fraktur tertutup

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih karena
kulit masih utuh tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:

1. Tingkat 0
Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat I
Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat II
Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat III

5
Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata,
dan ancaman sindroma kompartemen.

D.Etiologi

A. Trauma
1. Trauma langsung
Kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tidak langsung
Jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
B. Patologis
Metastase dari tulang
C. Degenerasi
D. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat.

E.Manifestasi Klinis

A. Kurang/hilang sensasi dan deformitas


Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot berrgantung
pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
B. Bengkak (edema) dan echimosis (memar)
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti
fraktur, tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
C. Spasme otot

6
D. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
E. Krepitasi
F. Pergerakan abnormal
F.Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya
terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol, pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat

7
hipoksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka
dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan
jaringan lunak seperti tendon, otot, ligamen dan pembuluh darah
( Smeltzer dan Bare).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan perawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cidera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi
(Price dan Wilson).

8
H.Komplikasi

A. Komplikasi awal fraktur antara lain:


1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan
yang biasa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan
kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstremitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi
dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di
lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada
aliran darah.
3. Sindroma Kompartemen
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau
destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh
pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan
pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada
pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat
menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini
menimbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan
kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat
menggerakan jari tangan atau kakinya. Sindrom

9
kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang
memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan. Resiko
terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi
trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang
terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang
fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat
menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan
hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya fungsi
ekstremitas dapat terjadi.
4. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan
tidak ada nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
5. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
6. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan
nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s
Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001)

10
B. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut pada multiple fraktur
antara lain:
1. Malunion

Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah


telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya,
membentuk sudut, atau miring. Contoh yang khas adalah
patah tulang paha yang dirawat dengan traksi, dan kemudian
diberi gips untuk imobilisasi dimana kemungkinan gerakan
rotasi dari fragmen-fragmen tulang yang patah kurang
diperhatikan. Akibatnya sesudah gips dibuka ternyata
anggota tubuh bagian distal memutar ke dalam atau ke luar,
dan penderita tidak dapat mempertahankan tubuhnya untuk
berada dalam posisi netral. Komplikasi seperti ini dapat
dicegah dengan melakukan analisis yang cermat sewaktu
melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik
mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.
2. Gips yang menjadi longgar harus diganti seperlunya

Fragmen-fragmen tulang yang patah dan bergeser sesudah


direduksi harus diketahui sedini mungkin dengan melakukan
pemeriksaan radiografi serial. Keadaan ini harus dipulihkan
kembali dengan reduksi berulang dan imobilisasi, atau
mungkin juga dengan tindakan operasi.
3. Delayed Union

Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus


berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan
normal. Delayed union merupakan kegagalan fraktur

11
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
4. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan


memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Banyak keadaan yang
merupakan faktor predisposisi dari nonunion, diantaranya
adalah reduksi yang tidak benar akan menyebabkan bagian-
bagian tulang yang patah tetap tidak menyatu, imobilisasi
yang kurang tepat baik dengan cara terbuka maupun
tertutup, adanya interposisi jaringan lunak (biasanya otot)
diantara kedua fragmen tulang yang patah, cedera jaringan
lunak yang sangat berat, infeksi, pola spesifik peredaran
darah dimana tulang yang patah tersebut dapat merusak
suplai darah ke satu atau lebih fragmen tulang.
I.Pemeriksaan Diagnostik
A. Pemeriksaan rongent
Menentukan lokasi, luasnya fraktur atau trauma .
B. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
C. Hitung Darah Lengkap

12
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple).

D. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
E. Pemeriksaan Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
J.Penatalaksanaan
A. Fraktur terbuka
Merupakan kasus darurat karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden periode). Jika kuman belum terlalu jauh meresap
dilakukan:
1. Pembersihan luka
2. Exici
3. Hecting
4. Antibiotik
B. Seluruh fraktur
1. Rekognisi / Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi / Manipulasi / Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga
diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah

13
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
(Brunner).
3. Retensi / Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum.
4. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan.

K.Pencegahan

Langkah-langkah mencegah patah tulang, berikut beberapa


langkah yang dapat Anda praktikkan:

1. Menciptakan rumah yang aman untuk Anda dan


keluarga, terutama anak.Misalnya, memasang pagar di
tangga agar tidak jatuh, memasang terali pada jendela,
atau menyingkirkan kabel di lantai.Menggunakan karpet
antiselip di dalam rumah.
2. Menggunakan alat pelindung ketika beraktivitas fisik di
luar rumah atau berolahraga. Misalnya, helm, bantalan
siku, bantalan lutut, atau pelindung pergelangan tangan
dan kaki, saat bersepeda.Memastikan penerangan rumah
dan di sekitar rumah Anda baik saat gelap.Mengenakan
sepatu bersol karet.

14
3. Memerhatikan sekeliling Anda ketika
berjalan.Mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang,
terutama vitamin D dan kalsium untuk memperkuat
tulang.
4. Melakukan olahraga rutin untuk memperkuat tulang,
termasuk latihan angkat beban.
5. Menghentikan kebiasaan merokok.
6. Menghindari konsumsi alkohol.Melakukan konsultasi
dengan dokter jika Anda berisiko mengalami
osteoporosis

15
L.Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Primer
1. Danger
Perawat menggunakan masker, sarung tangan untuk APD.
Pasien ditempatkan diruangan yang aman di ruangan IGD.
2. Respon
AVPU Scale pasien sadar dengan mata terbuka spontan,
pasien berespon terhadap stimulus verbal, pasien berbicara
jelas.
3. Airway
Tidak ada obstruksi jalan nafas.
4. Breathing
Nafas cepat dengan frekuensi 28x/menit.
5. Circulation
TD: 90/60mmHg, HR: 125x/menit, RR: 28x/menit.
B. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan
Sign and Symptom: kesadaran komposmentis dengan GCS 15,
pada paha sebelah kanan tampak bengkak (mengalami
perubahan bentuk) disertai luka terbuka dan mengeluarkan
darah. TD: 90/60mmHg, HR: 125x/menit, RR: 28x/menit.
Allergy: pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat
apapun.
Medication: pasien tidak mengkonsumsi obat apapun.
Past illness: pasien tidak memiliki riwayat penyakit.
Last meal: pasien mengkonsumsi makanan berserat.

16
Event: pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu.
Motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga
terjatuh dan menimpa bagian badan yang sebelah kanan.
C.Pemeriksaan Fisik
Kepala : pasien tampak pucat, konjungtiva tampak anemis,
tampak berkeringat dingin, sklera non ikterik, terdapat
pernafasan cuping hidung, mukosa bibir tampak kering.
Leher : tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk.
Dada : pernafasan cepat dengan frekuensi RR: 28xmenit, ada
penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada suara nafas
tambahan. Tidak terdapat pembesaran jantung, suara dullness
pada saat diperkusi, bunyi jantung S1 dan S2 terdengar, adanya
bunyi S3 (mur-mur).
Abdomen : tidak ada pembesaran hepar, tidak terdapat distensi
abdomen, bising usus 12x/menit.
Urogenital : kandung kemih teraba kosong.
Ekstremitas : pada bagian ekstremitas bawah klien mengalami
fraktur femur kanan 1/3 distal, dan tampak bengkak (mengalami
perubahan bentuk) disertai luka terbuka. Tidak terdapat edema
di ekstremitas atas, akral dingin, terpasang infuse RL ditangan
sebelah kiri (30gtt/menit).

17
18
I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,


cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran
darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer
(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi
tulang)
6. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

A. Rencana Tindakan

SDKI SLKI SIKI


Nyeri Akut Tingkat Cedera Manajemen Nyeri (I.08238)
(L.14136) Tindakan :
- Kejadian cedera Observasi :
- Luka/lecet - Identifikasi lokasi,
- Fraktur karakteristik, frekuensi,
- Perdarahan kualitas, intensitas nyeri
- Ekspresi wajah - Identifikasi skala nyeri
kesakitan - Identifikasi respons nyeri
- Gangguan mobilitas non verbal
- Tekanan darah - Monitor efek samping
- Frekuensi nadi penggunaan analgetik
- Frekuensi napas Terapi :
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

19
Kolaborasi :
- Kolaborasi menggunakan
analgetik
Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer Manajemen Nyeri (I.08238)
Neurovaskuler (L.06051) Tindakan :
Perifer - Pergerakan sendi Observasi :
- Pergerakan - Monitor alat traksi agar
ekstremitas selalu tepat
- Nyeri Terapi :
- Perdarahan - Posisikan pada kesejajaran
- Nadi tubuh yang tepat
- Suhu tubuh - Imobilisasi dan topang
- Tekanan darah bagian tubuh yang cedera
dengan tepat
- Hindari menempatkan pada
posisi yang dapat
meningkatkan nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi menggunakan
analgetik
Gangguan Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik (L.05042) (I.05173)
(D.0054) Setelah dilakukan Tindakan :
Tindakan asuhan Observasi
keperawatan selama - Identifikasi adanya nyeri
3x24 jam diharapkan atau keluhan fisik lainnya
pasien dapat melakukan - Monitor frekuensi jantung
mobilitas fisik secara dan tekanan darah sebelum
mandiri, dengan kriteria memulai mobilisasi
hasil : - Monitor kondisi umum
- Pergerakan selama melakukan
ekstremitas mobilisasi
meningkat Terapeutik
- Kekuatan otot - Fasilitasi aktivitas
meningkat mobilisasi dengan alat
- Rentang gerak bantu
(ROM) meningkat - Fasilitasi melakukan
- Nyeri menurun pergerakan, jika perlu
- Kelemahan fisik - Libatkan keluarga untuk

20
menurun membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
Gangguan Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit Jaringan (L.14125) (I.11353)
(D.0129) Setelah dilakukan Tindakan :
tindakan asuhan Observasi
keperawatan selama - Identifikasi penyebab
3x24 jam diharapkan gangguan integritas kulit
integritas kulit Terapeutik
meningkat dengan - Ubah posisi tiap 2 jam jika
kriteria hasil : tirah baring
- Kerusakan jaringan - Lakukan pemijatan pada
menurun area penonjolan tulang, jika
- Kerusakan lapisan perlu
kulit menurun Edukasi
- Nyeri menurun - Anjurkan menggunakan
- Kemerahan menurun pelembab (mis. Lotion,
- Suhu kulit membaik serum)
- Sensasi kulit - Anjurkan minum air yang
membaik cukup
- Tekstur membaik - Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Risiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
(D.0142) (L.14137) Tindakan :
Setelah dilakukan Observasi
tindakan asuhan - Monitor tanda dan gejala
keperawatan selama infeksi lokal dan sistemik
3x24 jam diharapkan Terapeutik
derajat infeksi menurun - Berikan perawatan kulit
dengan kriteria hasil : pada area edema
- Demam menurun - Pertahankan Teknik aseptik
- Kemerahan menurun pada pasien beresiko tinggi
- Nyeri menurun Edukasi

21
- Bengkak menurun - Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Risiko Tingkat Perdarahan Pencegahan Perdarahan


Perdarahan
(L.02017) (I.02067)
(D.0012)
Setelah dilakukan Tindakan :
Tindakan asuhan Observasi
keperawatan selama - Monitor tanda dan gejala
3x24 jam, diharapkan perdarahan
tingkat perdarahan - Monitor nilai
berkurang dengan hematokrit/hemoglobin
kriteria hasil : sebelum dan setelah
- Hemoptisis menurun kehilangan darah
- Hematemesis - Monitor tanda-tanda vital
menurun ortostatik
- Distensi abdomen Terapeutik
menurun - Pertahankan bedrest selama
- Tekanan darah perdarahan
membaik Edukasi
- Denyut nadi apikal - Jelaskan tanda dan gejala
membaik perdarahan
- Suhu tubuh membaik - Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan

22
vitamin K
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3,


EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik


Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC,


Jakarta

Barbara C. Long, 1996, Perawatan Medikal Bedah, volume 2, cetakan


I EGC, Bandung.

Barbara Engram, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah, EGC, Jakarta.

Budi Anna Keliat, SKp, MSC., 1994, Proses Keperawatan, EGC,


Jakarta.

Chairuddin Rasjad, Ph.D. Prof November, Pengantar Ilmu Bedah


Ortophedi, cetakan III penerbit : Lamumpatue, Makassar.

24

Anda mungkin juga menyukai