Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA
PENYAKIT
“FRAKTUR “
A. Konsep Dasar
Medik
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah gangguan dari konstinuitas yang normal dari suatu tulang (Freye et al.,
2019). Fraktur dapat terjadi di bagian ekstermitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
fraktur ekstermitas(Astuti, 2018). Ektermitas terbagi menjadi dua yaitu fraktur ektermitas
atas misalnya tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan. Sedangnya fraktur
ekstermitas bawah misalnya pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki.
Fraktur biasanya menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi dan rasa nyeri
2. Etiologi
Menurut (Astuti, 2018), hal-hal yang dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya fraktur yaitu:
a) Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat
yang mengenai tulang baik secara langsung mapun tidak
b) Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan
c) Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi
patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur
Lanjutan…

Menurut (Sholihah, 2018), fraktur dapat terjadi karena adanya kelebihan beban mekanis pada suatu
tulang, berikut beberapa penyebab dari fraktur adalah:
1) Kecelakaan di jalan raya
2) Cedera saat melakukan olahraga
3) Menyelam pada air yang dangkal
4) Luka tembak atau luka tikam
5) Gangguan metabolik tulang seperti osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra
6) Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis seperti spondiliosis servikal
dengan mielopati
7) Gaya secara langsung, contohnya sebuah benda bergerak menghantam ke area tubuh di atas tulang
8) Gaya tidak langsung, contohnya ketika ada kontraksi kuat otot menekan pada tulang dan juga
tekanan serta kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penurunan kemampuan tulang dalam
menahan gaya mekanikal
3. Klasifikasi
Brunner dan Suddarth (2001) menyebutkan jenis-jenis fraktur berdasarkan jenis dan tipe-nya adalah
sebagai berikut :
1) Fraktur komplet, yaitu : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biyasanya mengalami pergeseran
(bergeser dari posisi yang normal).
2) Fraktur tidak komplet, yaitu : patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
3) Fraktur tertutup (fraktur simple), yaitu : fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
4) Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks), yaitu : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
Grade I, dengan luka bersih yang kurang dari 1 cm.
Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III, mengalami kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Lanjutan...

Spry, C (2009) menggolongkan fraktur sesuai dengan pergeseran anatomis fragmen tulang.
1) Greenstick : fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
yang lain membengkok dan kortek tulang dan periosteum masih utuh. Biasanya akan segera sembuh dan mengalami
remodeling ke bentuk dan fungsi yang normal.
2) Transversal : fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap sumbu Panjang tulang (sepanjang garis tengah tulang).
3) Oblik : fraktur yang garis patahannya membentuk sudut terhadap tulang.
4) Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
5) Kominutif : serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
6) Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi/impaksi : fraktur ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra
dengan vertebra yang lain.
8) Patologik : fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang, penyakit piaget, metastasis tulang, tumor).
9) Avulsi : tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perletakannya.
4. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Tulang merupakan suatu jaringan yang tersusun atas osteoblast, osteosit, dan osteoklas.
Osteoblast menyusun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan
jaringan osteosit melalui proses osifikasi. Saat sedang aktif menghasilkan osteosid, osteoblast mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengedepankan kalsium dan fosfat ke
dalam matriks tulang. Sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah, maka kadar fosfatase alkali di dalam
darah dapat menjadi indicator yang baik tentang tingkat pembentukan tukang setelah mengalami patah tulang
atau pada kasus metastase kanker ke tulang.
b. Fisiologi

Fungsi tulang adalah sebagai berikut : ( Arif Muttaqin,2008)


1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
3) Memberikan pergerakan (otat yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
4) Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum tulang belakang (hematopoiesis).
5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
5. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan bermotor
maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain
itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun,
tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek periosteum dimana pada
dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga dapat timbul rasa nyeri yang
bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I
menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot
terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh
darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena
ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan sumsum tulang
yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah
sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan
dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paru-paru, ginjal
dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah
cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena
edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf
sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan
dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk
mengembalikan fragmen yang hilang kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih
lanjut. Selain itu bila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih
cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
6. Pathway
7. Manifestasi Klinik

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat,


pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Menurut Black dan Hawks (2014)
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
2. Pembengkakan
3. Memar
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Ketegangan
7. Kehilangan fungsi
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
9. Perubahan neurovaskular
10. Syok
8. Penatalaksanaan
1. Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada/ tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia
otot, dan cidera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut, meliputi (Apley, 1995 dalam Arif Muttaqin, 2012)
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen. Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sesedikit penundan. Jika terdapat kematian jaringan
atau kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan jaringan yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi tulang
yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan debridemen terbatas saja. Keputusan utamanya adalah
bagaimana cara menstabilkan fraktur. Pada luka kecil yang bersih dan selang waktu sejak cedera belum lama, fraktur tersebut
dapat diterapi seperti cedera tertutup, dengan penambahan antibiotik profilaksis. Pada luka yang besar, luka yang terkontaminasi,
kehilangan kullit atau kerusakan jaringan, fiksasi interna harus dihindari; setelah debridemen, luka harus dibiarkan terbuka dan
fraktur distabilkan dengan memasang fiksasi ekterna. Beberapa minggu kemudian, saat luka telah sembuh atau telah berhasil
dilakukan pencangkokan kulit, keputusan lebih lanjut tentang pemasangan fiksasi eksterna.
c) Stabilisasi. Dilakukan dengan pemasangan fiksasi interna atau fiksasi eksterna.
d) Penundaan penutupan
e) Penundaan rehabilitasi
2. Fraktur femur tertutup
a) Fraktur trokanter dan sub-trokanter femur, meliputi:
1) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan gips pinggul selama 7 minggu
merupakan alternatif pelaksanaan pada klien usia muda.
2) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan mempergunakan plate dan
screw
b) Penatalaksanaan fraktur diafisi femur, meliputi:
1) Terapi konserfatif
2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi
spasme otot.
3) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama adalah
fraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah ter1adi union fraktur secara klinis.
c) Terapi operatif
1) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur.
2) Mempergunakan K-nail, AO-nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K-
nail, AO-nail terutama adalah fraktur diafisis.
3) Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur
terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
d) Penatalaksanaan fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1) Traksi berimbanng dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast bracing, dan
spikal panggul.
2) Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-phroc dare crew dengan berbagai tipe yang tersedia.
9. Pemeriksaan Penunjang

1) X-ray
2) Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
4) Hitung darah lengkap
5) Kreatinin
6) Profil koagulasi
B. Konsep Dasar Medis Secara
Teori
1. Pengkajian
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Mengkaji kronologi yang menyebabkan terjadinya mal union.
Tindakan apakah yang didapatkan dan sudah dilakukan, sudah
1) Biodata Pasien berobat kemana. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
Pada tahap ini perlu mengetahui data demografi klien seperti kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka yang lain. Adanya
nama, umur, jenis kelamin, alamat tempat tinggal, agama, riwayat fraktur pada bagian tulang panjang. Manifestasi khusus
suku, bangsa, status perkawinan,pendidikan terakhir, nomor malunion adalah adanya angulasi, osteoarthritis, dan bursitis.
rekam medik (RM), pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ 4) Riwayat Penyakit Dahulu
suami/ istri. Pada beberapa kasus, klien yang pernah berobat ke dukun patah
2) Keluhan Utama tulang/sangkal putung sebelumnya, dan juga bisa karena
Pemeriksaan umum dengan mengkaji nyeri PQRST. kegagalan tim medis dalam penatalaksanaan, reduksi, dan
P: Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri pada bagian yang imobilisasi tidak adekuat.
terjadi fraktur. 5) Riwayat Penyakit Keluarga
Q: Klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk. Riwayat penyakit keluarga yang harus dikaji antara lain apakah
R: Nyeri terjadi di lokasi yang mengalami fraktur. Nyeri dapat adanya kelainan perdarahan, keloid, osteoporosis, atau riwayat
mereda dengan imobilisasi atau istirahat dan nyeri tidak kanker tulang.
menjalar atau menyebar. 6) Riwayat Psikososial spiritual
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya,
S: secara subjektif, nyeri yang dirasakan klien antara 5 – 10
peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respon atau
pada rentang skala pengukuran 0 – 10.
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
T: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
maupun masyarakat.
pada malam atau siang hari.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. Fokus pengkajian
Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu a. Primer:
dicatat adalah kesadaran klien (apatis, stupor, somnolen, 1) Airway
koma, gelisah, kompos mentis yang bergantung pada 2) Breathing
keadaan klien), keadaan penyakit (akut, kronis, ringan,
sedang, berat, pada kasus fraktur kruris bersifat akut), TTV
3) Circulation
tidak normal, karena ada gangguan lokal, baik fungsi b. Sekunder:
maupun bentuk. Pola aktivitas, karena timbul nyeri, gerak 1) Aktivitas
jadi terbatas. Semua aktivitas klien jadi berkurang dan klien 2) Sirkulasi
perlu bantuan orang lain. Pola tidur dan istirahat, klien akan
merasakan nyeri dan gerak terbatas, sehingga mengganggu
3) Eliminasi
pola dan kebutuhan tidur klien. Disini, perlu dikaji lamanya 4) Neurosensori
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur 5) Nyeri/kenyamanan
dan penggunaan obat tidur. 6) Keamanan
Lanjutan…
4. Pengkajian Pola Gordon
a. POLA PERSEPSI DAN PEMELIHARAAN
KESEHATAN
b. POLA NUTRISI DAN METABOLISME
3. Pemeriksaan Sistem Organ
c. POLA ELIMINASI
a. B1 (Breathing)
d. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT
b. B2 (Blood)
e. POLA AKTIVITAS
c. B3 (brain)
f. POLA HUBUNGAN DAN PERAN
d. B4 (Bladder)
g. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
e. B5 (Bowel)
h. POLA SENSORI DAN KOGNITIF
f. B6 (Bone)
i. POLA REPRODUKSI SEKSUAL
j. POLA PENANGGULANGAN STREES
k. POLA TATA NILAI DAN KEYAKINAN
2. Diagnosa
NO. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d Agen pencedera fisik (D.0077)


 
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)
 
3. Gangguan Integritas kulit./jaringan b/d faktor mekanis (D.0129)
 
4. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)

5. Resiko perfusi tidak efektif b/d kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat

6. Risiko infeksi

7. Hipertermi b/d proses penyakit

8. Risiko syok b/d hipoksia


3. Intervensi
NO. SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut b/d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan tindakan Obervasi
Agen pencedera • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
keperawatan selama 3×24
fisik (D.0077) jam. Maka Tingkat Nyeri kualits, intensitas nyeri
• Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas nyeri
menurun, dengan kriteria
Terapeutik
hasil: • Berikan teknik non farmakologis untuk
 Keluhan nyeri cukup mengurangi rasa nyeri (misalnya teknik relaksasi
menurun napas dalam)
 Meringis cukup menurun • Fasilitasi istirahat dan tidur
 Kesulitan tidur cukup • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
menurun pemilihan strategi meredakan nyeri
 Perasaan takut Edukasi
mengalami cedera • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
berulang cukup menurun • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
• Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya teknik relaksasi
napas dalam)
Kolaborasi
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik b/d Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Observasi
• Identifikasi toleransi fisik melakukan
integritas struktur keperawatan selama 3×24 pergerakan
tulang (D.0054) jam. Maka Mobilitas Fisik • Monitor kondisi umum selama
Meningkat, dengan kriteria melakukan mobilisasi
hasil: Terapeutik
• Pergerakan ekstermitas • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
cukup meningkat alat bantu (misalnya
• Libatkan keluarga dan perawat untuk
• Kekuatan otot cukup membantu pasien dalam meningkatkan
meningkat pergerakan
• Kecemasan cukup Edukasi
menurun • Jelaskan tujuan dan prosedur
• Kelemahan fisik cukup mobilisasi
menurun • Anjurkan melakukan mobilisasi dini
• Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (misalnya berdiri dari
tempat tidur, berpindah dari tempat
tidur ke kursi)
3. Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit./jaringan b/d faktor Jaringan (L.14125) Observasi
mekanis (D.0129) Setelah dilakukan tindakan • Identifikasi penyebab gangguan
keperawatan selama 3×24 integritas kulit
jam. Maka Integritas Kulit Terapeutik
dan Jaringan Meningkat, • Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
dengan kriteria hasil: baring
• Perfusi jaringan • Hindari produk berbahan dasar
meningkat alcohol pada kulit kering
• Kerusakan jaringan Edukasi
meningkat • Anjurkan minum air yang cukup
• Kerusakan lapisan kulit • Anjurkan meningkatkan asupan
meningkat nutrisi
• Nyeri cukup menurun
4. Gangguan Citra Tubuh Citra Tubuh (L.09067) Promosi Citra Tubuh (I.09305)
(D.0083) Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x24 Identifikasi harapan citra tubuh
jam maka citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
meningkat dengan kriteria Identifikasi perubahan citra tubuh
hasil: yang mengakibatkan isolasi sosial
Melihat bagian tubuh cukup Terapeutik
membaik Diskusikan perubahan tubuh dan
Verbalisasi kecacatan fungsinya
bagian tubuh cukup Diskusikan perbedaan penampilan
membaik fisik terhadap harga diri
Verbalisasi perasaan Diskusikan cara mengembangkan
negatif tentang perubahan harapan citra tubuh secara realistis
tubuh Diskusikan persepsi pasien dan
Respon nonverbal pada keluarga tentang perubahan citra
perubahan tubuh tubuh
Edukasi
Jelaskan kepada keluarga tentang
perawatan perubahan citra tubuh
Anjurkan mengungkapkan gambaran
diri terhadap citra tubuh
Latih fungsi tubuh yang dimiliki
5. Resiko perfusi tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
efektif b/d kurang keperawatan selama 3x24 Observasi:
terpapar informasi jam, kriteria hasil: • Monitor panas, kemerehan, nyeri,
tentang faktor pemberat • Denyut nadi perifer atau bengkak pada ekstermitas
• Penyembuhan luka Terapeutik:
• Sensasi • Hindari pemasangan infus atau
• Warna kulit pucat pengambilan darahdi area
• Edema perifer keterbatasan perfusi
• Kram otot • Hindari penekanan dan
• Kelemahan otot pemasangan tourniquet pada
area cedera
• Lakukan pencegahan infeksi
• Lakukan hidrasi
Edukasi:
• Anjurkan berhenti merokok
• Anjurkan program rehabilitas
vaskular
6. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
kriteria hasil: • Monitor tanda dan gejala infeksi
• Kebersihan tangan lokal dan sistemik
• Kebersihan badan Terapeutik
• Nafsu makan • Berikan perawatan kulit pada
• Demam kemerahan nyeri area edema
bengkak • Pertahankan teknik aseptik pada
• Cairan bau busuk pasien beresiko tinggi
• Gangguan kognitif Edukasi
• Kadar sel darah putih • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Kultur area luka • Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
7. Hipertermi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermi
proses penyakit keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
kriteria hasil: • Identifikasi penyebab hipertermi
• Pucat (mis. dehidrasi, terpapar
• Takipnea lingkungan panas, penggunaan
• Hipoksia inkubato)
• Tekanan darah • Monitor suhu tubuh
Terapeutik:
• Longgarkan atau lepaskan
pakaian
• Ganti linensetiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
Edukasi:
• Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit, jika perlu
8. Risiko syok b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok
hipoksia keperawatan selama 3x24 jam, Observasi:
kriteria hasil: • Monitor status kardiopulmonal
• Kekuatan nadi (frekuensi dan kekuatan nadi,
• Tingkat kesadaran frekuensi nafas,TD, MAP)
• Pucat • Periksa riwayat alergi
• Haus Terapeutik:
• Tekanan darah • Berikan oksigen untuk
sistolik/diastolik mempertahankan saturasi
• Frekuensi nadi dan nafas oksigen >94%
• Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi:
• Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok
• Jelaskan tanda dan gejala awal
syok
• Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian IV, jika
perlu
4. Dischard
Planning
Kecacatan fisik yang dialami karena fraktur ini karena adanya tindakan pembedahan atau
operasi. Pembedahan atau operasi adalah tindakan yang menggunakan cara invasif dengan membuat
sayatan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan. Prinsip penanganan fraktur meliputi
Reduksi yaitu memperbaiki posisi fragmen yang patah terdiri dari reduksi tertutup yaitu
tindakan yang dilakukan tanpa operasi dan reduksi terbuka yaitu tindakan yang dilakukan dengan
operasi (Apriansyah, Romadoni & Andrianovita, 2015).
Setelah dilakukan tindakan operasi biasanya pasien merasa takut serta cemas untuk bergerak
karena kurangnya informasi dari perawat. Mereka merasa takut dan cemas kalau banyak bergerak
nanti kakinya patah lagi, nanti lukanya terbuka atau jahitanya lepas sehingga mereka memilih
diam dan tidak melakukan pergerakan (Hoppenfeld & Murthy, 2011).
Lanjutan...
Selain masalah fisik diatas, pasien yang telah menjalani pembedahan umumnya akan
mengalami masalah psikologis yaitu kecemasan. Menurut Thomas & D’Silva (2012) mencatat 87%
dari 60 orang yang mengalami fraktur ekstremitas bawah dan menjalani operasi terbuka
mengalami kecemasan setelah operasi. Timbulnya kecemasan terjadi karena adanya faktor-faktor atau
sumber yang dianggap sebagai ancaman atau membahayakan individu itu sendiri. Jika perasaan cemas
yang dialami seseorang berlebihan maka dapat menggangu sebagian sistem tubuh dan dapat
membahayakan orang tersebut (Suliswati, 2010).
Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan dalam perencanaan pulang adalah
discharge planning untuk mempromosikan tahap kemandirian tertinggi kepada pasien, teman-
teman, dan keluarga (Nursalam, 2009).
Discharge planningyang tidak baik dapat menjadi salah satu faktor yang memperlambat proses
penyembuhan di rumah. Kesuksesan tindakan discharge planningmenjamin pasien mampu
melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit
(Nursalam & Efendi 2009).
Lanjutan...
Perencanaan pulang (discharge Planning) yang dilakukan dengan baik akan bermanfaat, antara lain pasien dan keluarga
merasa siap untuk kembali ke rumah, mengurangi stress, meningkatkan kepuasan pasien dan keluarga dalam menerima
pelayanan perawatan, serta meningkatkan koping pasien (Kozier, 2010).Discharge planningdiperlukan untuk
memberikan motivasi dalam mencapai kesembuhan pasien. Discharge planning sangat diperlukan dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien di Rumah Sakit,sehingga perlu dipersiapkan oleh perawat dan dilakukan sedini mungkin
(Nursalam & Efendi 2009).
Pasien memerlukan discharge planning mengenai prosedur yang akan dikerjakan sejak dini dan kerjasama yang diharapkan
dari pasien untuk mendorong mereka ambil bagian dan ikut bertanggung jawab terhadap perawatan dan pemulihannya. Pasien
post operasi perlu mendapatkan edukasi mengenai perawatan luka yang diperlukan, aktivitas yang diizinkan, intake nutrisi
yang cukup dan cara menjauhkan kemungkinan infeksi agar pemulihan berjalan baik (Ignatavicius & Workman, 2010).
Hasil yang diharapkan adalah bahwa setiap pasien tidak mengalami pemanjangan length of stay di rumah sakit. Tujuan jangka
panjangnya adalah pasien yang pulang setelah menjalani prosedur pembedahan tidak akan masuk rumah sakit lagi dengan
kondisi yang memburuk.
C. Konsep Dasar Medis Secara
Skenario
SKENARIO
Seorang laki – laki berusia 32 tahun masuk RS dengan keluhan sekitar 3 bulan yang lalu mengalami
kecelakaan motor yang mengakibatkan ia terjatuh ke arah sebelah kiri. Setelah kecelakaan pasien merasakan
kaki kirinya sangat sakit jika digerakkan serta nyeri dan bengkak, akan tetapi jari kakinya masih dapat
digerakkan dan tidak ada luka atau memar pada bagian tungkai yang sakit. Pasien hanya berobat ke dukun
atau tukang urut, disana pasien hanya dipasang bebat. Setelah 2 bulan menjalani pengobatan didukun kondisi
kaki pasien malah memburuk ditandai dengan adanya luka terbuka pada 1/3 bawah paha dan tampak ada
tulang yang menonjol. Pasien merasakan nyeri dengan skala nyeri 8, pasien juga mengatakan susah untuk
beraktivitas seperti berdiri atau jalan. Pemeriksaan tanda – tanda vital nadi teraba cepat: 112x/menit, R: 30x/
menit, TD: 110/60 mmhg, S: 36,20C. Pada pemeriksaan rontgen di dapatkan kesan malunion pada femur
sinistra dan dislokasi posterior pada hip kirI
1. PENGKAJIAN c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk RS dengan keluhan sekitar 3 bulan yang
1. PENGUMPULAN DATA
lalu mengalami kecelakaan motor yang mengakibatkan ia
a. Identifikasi Klien: terjatuh ke arah sebelah kiri. Setelah kecelakaan pasien
1) Nama : Tn. H merasakan kaki kirinya sangat sakit jika digerakkan serta nyeri
2) Umur : 32 tahun dan bengkak
3) Jenis kelamin : Laki-laki b) Keluhan saat dikaji (PQRST):
4) Status kawin : Menikah Pasien merasakan nyeri dengan skala nyeri 8, pasien
5) Agama : Islam juga mengatakan susah untuk beraktivitas seperti berdiri atau
jalan.
6) Pendidikan terakhir: -
c) Riwayat kesehatan dahulu:
7) Pekerjaan : - Pasien mengatakan sekitar 3 bulan yang lalu
8) Alamat :- mengalami kecelakaan motor yang mengakibatkan ia terjatuh
9) Diagnosa medis : Dislokasi ke arah sebelah kiri. Setelah kecelakaan pasien merasakan kaki
posterior kirinya sangat sakit jika nyeri digerakkan serta dan bengkak,
b. Identififkasi Penanggung Jawab akan tetapi jari kakinya masih dapat digerakkan dan tidak ada
1) Nama :- luka atau memar pada bagian tungkai yang sakit.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga:
2) Pekerjaan : -
Tidak dikaji
3) Alamat :-
4) Hubungan : -
Lanjutan.. ● e. Pemeriksaan Fisik (Secara Head to toe)

.
● d. Pola Aktivitas Sehari- hari ● 1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
● a) Tingkat kesadaran : Kompos Mentis
● 1) Pola Nutrisi dan cairan
● b) Tanda-tanda vital : TD: 110/60mmHg, ND : 112x/menit, P : 30x/i, S: 36,2 0C
● Sehat : tidak dikaji ● 2) Head to Toe
● Sakit : tidak dikaji ● a) kepala dan rambut : kulit kepala bersih, tidak ada lesi di kepala, rambut terlihat hitam,
● Pola Eliminasi tidak mudah rontok.
● b) Wajah : wajah terlihat meringis
● Sehat : tidak dikaji ● c) Mata : simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera tidak
● Sakit : tidak dikaji ikterik.
● 2) Pola Istirahat dan Tidur ● d) Hidung : hidung bersih, pernafasan cuping hidung (-), pernafasan 20x/menit.
● Sehat : tidak dikaji ● e) Bibir, mulut dan gigi : bibir pucat, mukosa bibir agak kering, mulut agak bersih, karies
gigi (+).
● Sakit : tidak dikaji ● f) Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjer getah
● 3) Pola Aktivitas dan Latihan bening, tidak ada pembengkakan kelenjer tyroid
● Sehat : sehari-ari aktifitas dilakukan ● g) Thoraks : Paru
sendirian tidak ada dibantu oleh keluarga. ● I : simetris antara kiri dan kanan Pe : fremitus antara kiri dan kanan Pa : sonor
● A : Vesikuler Jantung
● Sakit :, pasien mengatakan susah untuk ● I : iktus kordis tidak terlihat Pa : iktus kordis tidak teraba Pe : sonor
beraktivitas seperti berdiri atau jalan. ● A : irama jantung teratur Abdomen
Pasien merasakan nyeri dengan skala nyeri ● I : perut tidak buncit, ada lesi di sekitar pinggang Pa : tidak ada nyeri saat diraba, hepar tidak teraba
8 pada kaki kirinya. Pe : timpani
● A : irama bising usus 15x/menit
●   ● h) Ekstremitas
● Atas :-.
● Bawah : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kirinya dengan skala nyeri 8, pasien juga mengatakan
susah untuk beraktivitas seperti berdiri atau jalan. tampak adanya luka terbuka pada 1/3 bawah paha
dan tampak ada tulang yang menonjol
Lanjutan...
f. Data Psikologis
1) Status Emosional : terkontrol
2) Kecemasan : terkontrol
3) Pola Koping : dukungan dari keluarga dan diri
pasien sendiri baik tentang kondisi yang dialami pasien.
4) Gaya Komunikasi : komunikai pasien lancar dengan
menggunakan bahasa Indonesia dan Minangkabau.
g. Data sosial
Tidak dikaji.
h. Data Spiritual
Tidak dikaji
i. Data Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan
malunion pada femur sinis
ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

1. Ds: Agen pencedera fisik Nyeri akut


Pasien mengatakan keluhan sekitar
3 bulan yang lalu
Pasien mengatakan kaki kirinya
nyeri dengan skala nyeri 8
 
Do:
Tampak kaki kiri pasien bengkak
 
TTV:
TD = 110/60 mmHg
N= 112 x/menit
S= 36,2 C
R= 30 x/menit
Lanjutan...
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

2. Ds: Kerusakan integritas Gangguan mobilitas fisik


Pasien mengatakan kaki kirinya sangat struktur tulang
sakit jika digerakkan serta nyeri dan
bengkak
Pasien mengatakan sulit beraktivitas
seperti berdiri atau berjalan
 
Do:
Tampak adanya luka terbuka pada 1/3
bawah paha
 
Pemeriksaan penunjang :
Foto Rontogen = malunion pada femur
sinistra dan dislokasi posterior pada hip
kiri
Lanjutan...
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH

3. Ds: Faktor mekanis Gangguan Integritas


Pasien mengatakan kaki kirinya kulit./jaringan
sangat sakit jika digerakkan serta
nyeri dan bengkak
 
Do:
Tampak adanya luka terbuka pada
1/3 bawah paha
Tampak ada tulang yang menonjol
2. Diagnosa
NO. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d Agen pencedera fisik


 
2. Gangguan mobilitas fisik b/d Kerusakan integritas struktur tulang
 
3. Gangguan Integritas kulit./jaringan b/d faktor mekanis
3. Intervensi
NO. SDKI SLKI SIKI

1. Nyeri akut b/d Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


Agen pencedera Setelah dilakukan Obervasi
fisik (D.0077) tindakan keperawatan Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
selama 3×24 jam. Maka frekuensi, kualits, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri menurun, Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
dengan kriteria hasil: nyeri
Keluhan nyeri cukup Terapeutik
menurun Berikan teknik non farmakologis untuk
Meringis cukup menurun mengurangi rasa nyeri (misalnya teknik
Kesulitan tidur cukup relaksasi napas dalam)
menurun Fasilitasi istirahat dan tidur
Perasaan takut Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
mengalami cedera dalam pemilihan strategi meredakan
berulang cukup menurun nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
2. Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
fisik b/d Kerusakan Setelah dilakukan tindakan Observasi
integritas struktur keperawatan selama 3×24 Identifikasi toleransi fisik melakukan
tulang (D.0054) jam. Maka Mobilitas Fisik pergerakan
Meningkat, dengan kriteria Monitor kondisi umum selama
hasil: melakukan mobilisasi
Pergerakan ekstermitas Terapeutik
cukup meningkat Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
Kekuatan otot cukup alat bantu (misalnya
meningkat Libatkan keluarga dan perawat untuk
Kecemasan cukup membantu pasien dalam
menurun meningkatkan pergerakan
Kelemahan fisik cukup Edukasi
menurun Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Anjurkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (misalnya berdiri dari
tempat tidur, berpindah dari tempat
tidur ke kursi)
3. Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit./jaringan b/d faktor Jaringan (L.14125) Observasi
mekanis (D.0129) Setelah dilakukan tindakan Identifikasi penyebab gangguan
keperawatan selama 3×24 integritas kulit
jam. Maka Integritas Kulit Terapeutik
dan Jaringan Meningkat, Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
dengan kriteria hasil: baring
Perfusi jaringan meningkat Hindari produk berbahan dasar
Kerusakan jaringan alcohol pada kulit kering
meningkat Edukasi
Kerusakan lapisan kulit Anjurkan menggunakan pelembab
meningkat (mis. Lotion, serum)
Nyeri cukup menurun Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Thanks
!
Do you have any questions?
youremail@freepik.com
+91 620 421 838
yourcompany.com

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon and infographics &
images by Freepik
Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai