OLEH:
I GEDE SUBAGIA
1202106039
2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Cedera traumatik
Dapat disebabkan oleh :
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan misalnya jatuh dengan posis kaki fleksi sehingga menyebabkan
fraktur
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat
b) Fraktur patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur yang dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut :
Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif
Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri
Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skeletal lain biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium dan fosfat yang rendah.
Osteoporosis
c) Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas di kemiliteran.
3. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Namun, apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
(Muttaqin, 2008).
Ada lima stadium penyembuhan tulang (Price & Wilson, 2006), yaitu:
1) Stadium I-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali. Setelah 24 jam supalai darah disekitar fraktur
meningkat
2) Stadium II-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih
dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung jenis frakturnya.
3) Stadium III-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium IV-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada
tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan hubungan dengan dunia luar:
a) Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit
b) Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi.
Berdasarkan garis patah tulang:
a) Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang
b) Transverse yaitu patah melintang
c) Longitudinal yaitu patah memanjang
d) Obligue yaitu garis patah miring
e) Spiral yaitu patah melingkar
5. MANIFESTASI KLINIS
Lewis (2006) menyampaikan gejala klinis dari fraktur adalah sebagai berikut:
a) Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b) Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c) Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d) Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e) Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f) Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot,
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g) Krepitasi
Krepitasi merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.
h) Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
6. PEMERIKSAAN FISIK
a) Mengidentifikasi tipe fraktur
b) Inspeksi daerah mana yang terkena
Deformitas yang nampak jelas
Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
Laserasi
Perubahan warna kulit
Kehilangan fungsi daerah yang cidera
Penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan
Kulit robek atau utuh
c) Palpasi
Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
Krepitasi pada daerah paha
Nadi, dingin
Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
Terdapat nyeri tekan setempat
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
8. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
a) Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin
sulit dilakukan bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
b) Traksi
Traksi adalah cara penyembuhan fraktur yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
- Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya:
otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
- Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced
traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat
metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
c) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang besar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu. Metode fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam.
d) Pembedahan
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan
reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah
mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen
tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat,
dan paku.
e) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi awal
a) Sindrom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur femur dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa
muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke
dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler
atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam
aliran darah.
Komplikasi lambat
a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
b) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi,
namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator utama
telah terjadi masalah. Masalah tersebut meliputi pemasangan dan stabilisasi yang
tidak memadai, alat yang cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan
inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.
Data Subjektif
Pasien mengeluh merasa cemas dengan keadaanya saat ini akibat merasa tidak tahu
mengenai kondisinya saat ini. Pasien mengatakan mengaku cemas karena akan
menjalani operasi ini. Pasien takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ketika
operasi dilakukan.
Data Objekif
Wajah pasien tampak cemas.
Diagnose keperawatan
Ansietas berhubungan dengan peruahan status kesehatan ditandai dengan pasien
merasa cemas karena akan diperasi wajah tampak cemas.
Brain
Pasien mengalami penurunan kesadaran karena pengaruh anastesi dengan general
anastesi
Masalah keperawatan
-
Bladder
Pasien terpasang kateter, kecing berwarna kekuningan
Masalah keperawatan
-
Bowel
Pasien dipuasakan karena menjalani operasi
Masalah keperawatan
-
Bone
Pasien mengalami fraktur mandibula sinistra dan dilakukan insisi untuk
pemasangan bone graft dengan posisi pasien yakni posisi supine
Masalah keperawatan
Risiko Perdarahan
Risiko infeksi
Data Subjektif
-
Data Objekif
Suhu tubuh pasien agak rendah, rentang suhu kamar operasi 18-240C, kelebaban
ruang operasi 45-60%
Diagnose keperawatan
Risiko hipotermia berhubungan dengan ruanga bersuhu rendah
3. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Anxiety Reduction NIC Label : Anxiety Reduction
peruahan status kesehatan keperawatan selama 1x3 jam 1. Gunakan teknik pendekatan 1. Untuk membangun rasa
dtanda dengan gelisah, pasien diharapkan cemas kepada pasien percaya klien terhadap perawat
khawatir,bertanya-tanya berkurang dengan kriteria 2. Berada di dekat pasien untuk 2. Menciptakan perasaan aman
dengan kondisinya hasil: menciptakan suasana aman dan pada pasien
mengurangi kecemasan 3. Menambah pengetahuan pasien
NOC Label : Anxiety Self- 3. Berikan informasi yang jelas terhadap penyakit yang diderita
Control terkait dengan diagnose, 4. Sebagai langkah pencegahan
1. Monitor intensitas penanganan dan prognosis sehingga resiko munculnya hal
kecemasan 4. Observasi tanda verbal dan non yang lebih parah dapat
2. Eliminasi faktor yang verbal dari pasien terhindar
memengaruhi kecemasan 5. Instruksikan pasien untuk 5. Mengurangi kecemasan
3. Menggunakan strategi menggunakan teknik relaksasi yangdialami pasien
koping yg efektif
4. Menggunakan tehnik
relaksasi untuk
mengurangi ansietas
5. Menjaga hubungan sosial
Mengontrol respon ansietas
4. Risiko perdarahan Setelah dilakukan askep Nic Label : Bleeding Precaution Nic Label : Bleeding Precaution
berhubungan dengan selama 1 x 3 jam diharapkan 1. Monitor tanda –tanda vital 1. Perdarahan berpengaruh pada
dilakukan tindakan tidak terjadi perdarahan 2. Monitor tanda-tanda tanda-tanda vital pasien
pembedahan dengan kriteria hasil : perdarahan 2. Agar perdarahan tidak terjadi
Noc Label : Blood Loss 3. kolaborasi pemasangan 3. Memantau risiko perdarahan.
Severity drainase untuk memantau
1. Pasien tidak mengalami perdarahan pasien.
perdarahan saat
pembedahan
2. Tanda-tanda vital pasien
normal
5. Risiko hipotermia Setelah dilakukan askep NIC Label : Temperature NIC Label : Temperature
berhubungan dengan ruangan selama 1 x 2 jam diharapkan Regulation Intraoperative Regulation Intraoperative
bersuhu rendah tidak terjadi hipoteria pada 1. Monitor suhu tubuh pasien 1. Mengetahui keadan suhu
pasien dengan kriteria hasil : tubuh pasien selama operasi
NOC Label : 2. Memerikan pasien selimut 2. Agar pasien tidak mengalami
Thermoregulation penghangat hipotermia
1. Suhu tubuh normal (36,5- 3. Memonitor suhu ruangan 3. Suhu ruangan dan
37,50C) dan kelembaban ruangan kelembaban sangat
operasi mepengaruhi perubahan suhu
2. Akral hangat tubuh pasien
3. Tidak terjadi perubahan
warna kulit
DAFTAR PUSTAKA