Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teoritis Medis

2.1.1. Defenisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa Mansjoer at al, 2000 (Wahid 2013).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

dan/atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh rudapaksa (Ningsih, 2009).

Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi

pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan

menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang

jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan

kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka

yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan

lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang radius (Solomon, 2015).

2.1.2. Anatomi Fisiologi

2.1.2.1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intraseluler. Tulang berasal

dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi

tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses

mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan dalam

lima kelompok berdasarkan bentuknya :


a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal sepanjang

yang disebut diafisis dan ujung yang disebut spifisis.

b. Tulang pendek (Carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari

cancellous (Spongi) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

c. Tulang pendek datar (Tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat

dengan lapisan luar adalah tulang concellous.

d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang

pendek.

e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang

yang berdekatan dengan persendiaan dan didukung oleh tendon dan

jaringan fasial, misalnya (kap lutut)

a. Tulang Panjang b. Tulang Pendek c. Tulang Pendek Datar

d. Tulang Tidak Beraturan e. Tulang Sesamoid


Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya

terdiri dari tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi

dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Osteosit adalah

sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungssi tulang dan terletak dalam

osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti banyak)

yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Matriks

merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun (Wahid,

2013).

2.1.2.2. Fisiologi Tulang

Fisiologi tulang adalah sebagai berikut :

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak dan paru-paru) dan

jaringan lunak.

c. Memberikaan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan

pergerakan).

d. Membentuk sel-sel darah merah didalam susmsum tulang belakang

(hema topoiesis).

e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor (Wahid, 2013).


2.1.3. Etiologi

Etiologi ataupun penyebab dari fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah

bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat

berupa pemutiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,

dan penarikan (Wahid, 2013).


2.1.4. Phatofisiologi

Trauma Trauma Tidak Kondisi


Tulang Langsung Patologis

Fraktur Perubahan
Status Kesehatan

Diskontinuitas
tulang
Pergeseran
Laserasi Fragmen Kurang
Kulit Tulang Informasi
Perubahan Jar.
Sekitar

Kerusakan Gangguan Kurang


Integritas Rasa Pengetahu
Defomitas Kulit Nyaman
Nyeri

Gangguan
fungsi Tulang

Gangguan
Mobilitas

Sumber : Wahid, 2013


2.1.5. Klasifikasi Fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alas an yang

praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu :

1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

a. Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih, (karena kulit masih

utuh) tanpa komplikasi.

b. Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

2. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur

a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melaui kedua korteks.

b. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubunganya dengan mekanisme trauma.

a. Fraktur Transversal : Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

b. Fraktur Oblik : Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral : Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang

disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur Kompresi : Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kea rah permukaan lain.


e. Fraktur Avulsi : Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang.

4. Berdasarkan jumlah garis patah

a. Fraktur Komunitif : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b. Fraktur Segmental : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c. Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada tulang yang sama.

5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : Garis patah lengkap tetapi kedua

fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser) : Terjadi pergeseran fragmen tulang yang

juga disebut lakasi fragmen.

6. Berdasarkan posisi fraktur

a. 1/3 proksimal

b. 1/3 medial

c. 1/3 distal

7. Praktur kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

8. Fraktur patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

(Wahid, 2013).
2.1.6. Komplikasi

Umumnya akan selalu ada komplikasi, komplikasi yang mungkin terjadi

pada fraktur colles:

a. Komlikasi Awal/Dini

a) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai dengan tidak adanya

nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar

dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan

reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi

karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut.

c) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi yang sering

terjadi pada fraktur tulang panjang.

d) Infeksi

System pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

e) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.


f) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatkan

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigennasi. Ini biasa terjaddi pada fraktur.

b. Komplikasi Lanjutan/Dalam waktu lama

a) Delayet Union

Delayet Union merupakan kegagalan fraktur berkosolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

b) Non Union

Non Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Non Union ditandai dengan adalanya pergeseran yang

berlebihan pada sisi fraktur yang membedakan sendi palsu atau

pseudorarhrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang

kurang.

c) Mal Union

Mal Union merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan daan perubahan bentuk

(defomitas). Mla union dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik (Wahid, 2013).


2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya

trauama, akan tulang temogram, scan CI : memperlihatkan fraktur juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan.

b. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.

c. Peningkatan jumlah sop adalah respons stress normal setelah trauma.

d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk ginjal.

e. Profil Koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfuse multiple, atau cedera hati (Wahid, 2013).

2.1.7. Terapy

1. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri

dan disertai perdarahan yang heat dalam waktu 6-8 jam (golden period).

Sebelum kuman terlalu jauh meresap dilakukan :

a. Pembersihan luka

b. Eksisi jaringan mati/debridement

c. Hectting situasi

d. Antibiotik

2. Fraktur Tertutup

a. Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimum.

c. Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga

kembali seperti semula secara optimum.

d. Rehabilitasi

Menghindari atrofi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak (Wahid, 2013).

2.1. Teori Keperawatan

Didalam memeberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode

proses keperawatan yang dalam pelaksananya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu :

pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Wahid, 2013).

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-

masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini

dibagi atas:
1. Pengumpulan Data

A. Anamnesa

a. Identitas klien

Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status, bahasa

yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan daraah, no.

registrasi, diagnose medis.

b. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut bisa kronik tergantung pdan lamanya serangan.

Untuk memperoleh tentang rasa nyeri klien digunakan :

1) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi factor

presifitasi nyeri.

2) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien.

3) Region

Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda,apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity

5) Time

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pegumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktru,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,

dan kangker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

f. Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosional klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat.

g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasusu fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, Vitamin C dan lainya

untuk membantu proses penyembuhan tulang.


3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan eliminasi, tetapi

walaupun befitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna

serta bau faces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada eliminasi

uri dikaji frekuensi, kepekatanya, warna, bau, dan jumlah. Pada

pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua fraktur timul rasa nyeri, keterbatarsan gerak, sehingga hal

ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.

5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu

banyak dibantu oleh orang llain.

6) Pola Hubungan Dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola Persepsi Dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakuatan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan

pandangan terhadap dirinya yang salah.


8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul

gangguan.

9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjani rawat inap daan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.

10) Pola Penanggulangan Stres

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketakutan timbulnya kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

11) Pola Tata NIlai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.

B. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

diperlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan

dimana spesiaalisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit

tetapi lebih mendadak. Hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit

tetapi lebih mendalam.


a. Gambaran Umum

1) Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,

seperti :

a) Kesadaran penderita : Apatis, spoor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

b) Kesakitan, keadaan penyakit : Akut, kronik, ringan, sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

a) System Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,

oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normal cephalic simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflex

menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi

maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.


e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak

terjadi perdarahan).

f) Telinga

Tes bisk atau weber dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau

nyeri tekan

g) Hidung

Tidak ada defomitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j) Paru

- Inspeksi

Pernafasan meningkat, regular atau tidak nya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

- Palpasi

Pergerakan sama atau simetris. Fermitus raba sama

- Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainya.

- Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

lainya seperti stridor dan ronchi.

k) Jantung

- Inspeksi

Tidak tampak iktus cordis

- Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba

- Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur

l) Abdomen

- Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

- Palpasi

Turgor baik, tidak ada defands muskier, hepar tidak teraba.

- Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

- Auskultasi

Peristaltic usus normal ± 20 kali/menit.

m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tidak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.
b. Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

mengenai status neuromuskuler ( 5 P yaitu, Pain, Polar, Perestesia,

Pulse, Pergerakan)

c. Pemeriksaan Diagnostik

- Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang pemeriksaan yang terpenting adalah

“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray).

- Pemeriksaan Laboratorium

 Kalsium serum dan fosfor meningkat pada saat penyembuhan

tulang

 Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukan kegiatan osteoblastik dalam memmbentuk tulang.

 Enzim otot sepeti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-

5) aspartat transferase (ATS) aldolase yang meningkat pada

tahap penyembuhan tulang.

- Pemeriksaan Lain-lain

 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas :

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi

 Biopsy tulang dan otot : pada intinya pemeriksaan saat ini

sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila

terjadi infeksi
 Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

 Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek

karena trauma yang berlebihan.

 Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya

infeksi pada tulang

 MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

(Wahid, 2013).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur

adalah sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/anasietas.

2. Risiko disfungsi neorovaskuler perifer berhubungan dengan penururnan

aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,

kongestif).

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restristif (imobilisasi).

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).


6. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi

tulang.

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajanya atau salah

interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkap informasi yang ada (Wahid, 2013).

2.2.3. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/anasietas.

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien mengatakan nyeri 1. Pertahankan imobilisasi 1. Mengurangi nyeri

berkurang atau hilang bagian yang sakit dengan dan mencegah

dengan menunjukan tirah baring, gips, beban, malformasi

tindakan santai, mampu daan atau traksi.

berpartisipasi dalam 2. Tinggikan posisi ekstermitas 2. Meningkatkan

aktivitas, tidur, istirahat yang terkena. aliran balik vena,

dengan tepat, menunjukan mengurangi

penggunanaan edema/nyeri.

keterampilan relaksasi dan 3. Lakukan dan awasi latihan 3. Mempertahankan

aktivitas trapeutik sesuai gerak pasif/aktif kekuatan otot dan

indikasi untuk situasi meningkatkan

individual. sirkulasi vaskuler


4. Lakukan tindakan untuk 4. Meningkatkan

meningkatkan sirkulasi umum,

kenyamanan(masase, menurunkan area

perubahan posisi). tekanan local dan

kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik 5. Mengalihkan

manajemen nyeri (latihan perhatian terhadap

napas dalam, imajinasi nyeri,

visual, aktivitas dipersional) meningkatkan

kontrol terhadap

nyeri yang

mungkin

berlangsung lama

6. Lakukan kompres dingin 6. Menurunkan

selama fase akut (24-48 jam edema dan

pertama) sesuai keperluan. mengurangi rasa

nyeri.

7. Kolaborasi pemberian 7. Menurunkan nyeri

analgetik sesuai indikasi melalui mekanisme

penghambat

rangsangan nyeri

baik secara sentral


maupun perifer.

8. Menilai masalah
8. Evaluasi keluhan nyeri
perkembangan
(skala, petunjuk verbal dan
klien.
non verbal, perubahan tanda-

tanda vital)

2. Risiko disfungsi neorovaskuler perifer berhubungan dengan penururnan

aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus).

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien akan menunjukan 1. Dorong klien untuk secara 1. Meningkatkan

fungsi neuromuskuler baik rutin melakukan latihan sirkulasi darah dan

dengan criteria akral menggerakana jari/sendi mencegah

hangat, tidak pucat dan distal cedera. kekakuan sendi.

sianosis, bisa bergerak 2. Hindarkan retriksi sirkulasi 2. Mencegah stasis

secara aktif akibat tekanan bebat/spalk vena dan sebagai

yang terlalu ketat. pentujuk perlunya

penyesuaian

keketatan

bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi 3. Meningkatkan

ekstermitas yang cidera drainase vena dan

kecuali ada kontraindikasi menurunkan

adanya sindrom edema kecuali


kompartemen. pada adanya

keadaan hambatan

arteri yang

menyebabkan

penurunan perfusi.

4. Berikan obat antikoagulan 4. Mungkin diberikan

(warfarin) bila diperlukan. sebagai upaya

profilaktif untuk

menurunkan

thrombus vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, 5. Mengevaluasi

aliran kapiler, warna kulit perkembangan

dan kehangatan kulit distal masalah klien dan

cedera, bandingkan dengan perlunya intervensi

sisi yang normal. sesuai keadaan

klien.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,

emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,

kongestif).
Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien akan menunjukan 1. Intruksikan/bantu latihan 1. Meningkatkan

kebutuhan oksigenasi napas dalam dan latihan ventilasi alveolar

terpenuhi dengan kriteria batuk efektif. dan perfusi.

klien tidak sesak napas, 2. Lakukan dan ajarkan 2. Reposisi

tidak cyanosis analisa gas perubahan posisi yang aman meningkatkan

darah dalam batas normal. sesuai keadaan klien drainase secret dan

menurunkan

kongesti paru

3. Kolaborasi pemberian obat 3. Mencegah

antikoagulan (warvari, terjadinya

heparin) dan kortikosteroid pembekuan darah

sesuai indikasi. pada keadaan

tromboemboli.

4. Analisa pemeriksaan gas 4. Penurunan PaO2

darah, Hb, kalsium, LED. dan pengikatan

Lemak dan trombosit. PCO2 menunjukan

gangguan

pertukaran gas.

5. Evaluasi frekuensi
5. Adanya takipnea,
pernafasan dan upaya
dispnea dan
bernafas, perhatiakn adanya
perubahan mental
stridor, penggunaan otot
aksesoris pernafasan, merupakan tanda

retraksi sela iga dan sianosis dini insulfisiensi

sentral. pernapasan ,

mungkin

menunjukan

terjadinya embili

paru tahap awal.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restristif (imobilisasi).

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien dapat meningkatkan/ 1. Pertahankan pelaksanaan 1. Memfokuskan

mempertahankan mobilitas aktiviatas rekreasi terapeutik perhatian,

pada tingkat paling tinggi (radio, Koran, kunjungan meningkatkan rasa

yang mungkin dapat teman/keluarga) sesuai kontrol diri/harga

mempertahankan posisi dengan keadaan klien. diri, membantu

fungsional meningkatkan menurunkan isolasi

kekuatan/fungsi yang sulit sosial.

dan mengkompensasi 2. Bantu latihan gerak pasif 2. Meningkatkan

bagian tubuh menunjukan akrif pada ekstermitas yang sirkulasi darah

teknik yang memampukan sakit maupun yang sehat muskuluskletal,

melakukan aktivitas. sesuai keadaan klien. mempertahankan

tonus otot,
mempertahankan

gerak sendi.

3. Berikan papan penyangga 3. Mempertahankan

kaki, gulungan posisi fungsional

trokanter/tangan sesuai ekstermmitas

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan 4. Meningkatkan

diri (kebersihan/eliminasi) kemandirian klien

sesuai keadaan klien. dalam perawatan

diri sesuai kondisi

keterbatasan klien

5. Ubah posisi secara periodic 5. Menurunkan

sesuai keadaan klien insiden komplikasi

kulit dan pernfasan

(dekubitus,

atelektasis,

peneumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan 6. Mempertahankan

cairan 2000-3000 ml/hari. hidrasi adekuat,

mencegah

komplikasi

urinarius daan

konstipasi.
7. Berikan diet TKTP. 7. Kalori dan protein

yang cukup

diperlukan untuk

proses

penyembuhan dan

mempertahankan

fungsi fisiologis

tubuh.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien mengatakan 1. Pertahankan tempat tidur 1. Menurunkan resiko

ketidaknyamanan hilang, yang nyaman dan aman kerusakan/abrasi

menujukan prilaku teknik (kering,bersih ,alat tenun kulit lebih luas.

untuk mencegah kerusakan kencang, bantalan bawah

kulit/memudahkan siku, tumit).

penyembuhan sesuai 2. Masase kulit terutama 2. Meningkatkan

indikasi,mencapapai daerah tojolan tulang dan sirkulasi ferifer

penyembuhan luka sesuai area distal bebat/gips. dan meningkatkan

waktu/penyembuhan lesi kelemasan kulit

terjadi. dan otot terhadap

tekanan yang
relative konstan

pada imobilitas.

3. Lindungi kulit dan gips 3. Mencegah

pada daerah primal. gangguan

integritas kulit dan

jaringan akibat

kontaminasi fekal.

4. Observasi keadaan 4. Memulai

kulit,penekanan gips/bebat perkembangan

terhadap kulit, insersi masalah klien.

pen/traksi.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi

tulang.

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien mencapai 1. Lakukan perawatan 1. Menjegah infeksi

penyembuhan luka sesuai pensteril dan perawatan sekunder dan

waktu, bebas drainase luka sesuai protocol. mempercepat

firulent atau aritema dan penyembuhan luka

demam. 2. Ajarkan klien untuk 2. Meminimalkan

mempertahankan sterilisasi kontaminasi

insersi pen antibiotic spectrum


luas atau spesipik

dapat digunakan

secara prifilaksis,

mencegah atau

mengatasi infeksi.

Toksoit tetanus

untuk mencegah

infeksi tetanus

3. Kolaborasi pemberian
3. Leukositosis
antibiotic dan toksid
biasanya terjadi
tetanus sesuai indikasi
pada proses

infeksi, anemia dan

peningkatan LED

dapat terjadi pada

osteomelitis.

4. Anlisa hasil pemeriksaan 4. Kultur untuk

laboratoruim (hitung darah mengidentifikasi

lengkap, Lab, Kultur dan organism penyebab

sensitivitas infeksi.

luka/serum/tulang)

5. Observasi tanda-tanda vital 5. Mengevaluasi

tanda-tanda peradangan perkembangan


local pada luka. masalah klien.

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajanya atau salah

interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkap informasi yang ada

Tujuan Intervensi Keperawatan Rasionalisasi

Klien akan menunjukan 1. Kaji kesiapan klien 1. Efektifitas proses

pengetahuan meningkat mengikuti program pembelajaran

dengan criteria klien pembelajaran. dipengaruhi oleh

mengerti dan memahami kesiapan fisik dan

tentang penyakitnya mental klien untuk

mengikuti prodram

pembelajaran

2. Diskusikan metode 2. Meningkatkan

mobilitas dan ambulasi pastisifasi dan

sesuai program terapi fisik. kemandirian klien

dalam perencanaan

dan pelaksanaan

program terapi

fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis 3. Meningkatkan

yang memerlukan evaluasi kewaspadaan klien


medic (nyeri berat, demam, untuk mengenali

perubahan sensasi kulit tanda/gejala dini

distal cidera). yang memerlukan

intervensi lebih

lanjut

4. Persiapan klien untuk 4. Upaya

mengikut terapi pembedahan

pembedahan bila mungkin

diperlukan diperlukan untuk

mengatasi masalah

sesuai kondisi

klien.

2.2.4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditunjukan pada perawatan lain untuk membantu klien mencapai tujuan yang

diharapkan oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

2.2.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaan sudah berhasil dicapai melalui evaluasi memungkinkan perawat


untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,

perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

Setelah melakukan implementasi keperawatan diharapkan klien

memperoleh :

1. Nyeri berkurang atau hilang

2. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

3. Pertukaran gas adekuat

4. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

5. Infeksi tidak terjadi

6. Menigkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami (Wahid,

2013).

Anda mungkin juga menyukai