Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
1. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Mansjoer, 2002).
4. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan ,
dan krepitasi (Doenges, 2002).

B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Patela atau tempurung lutut adalah tulang baji atau tulang sesamoid
yang berkembang dalam tendon otot kwadrisep extensor berfungsi
meluruskan (ekstensi) lutut. Apex patella meruncing kebawah.
Permukaan anterior dari tulang ialah kasar, permukaan posteriornya
halus dan bersendi dengan permukaan pateler dari ujung bawah
femur. Letaknya di depan sendi lutut, tetapi tidak ikut serta di
dalamnya.
Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh
manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan
tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio
condylaris diantara condylus femoris medialis dan lateralis dan
condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana, diantara patella
dan fascies patellaris femoris. 

1
2. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran
dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu
jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain :
osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks
tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas
mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam
matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah
dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.
Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas

2
dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-
enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006)
antara lain:
a. Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
b. Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya
otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-
paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk
oleh tulang-tulang kostae (iga).
c. Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan
tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada
tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan
oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
d. Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
e. Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

C. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya

3
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
4. Beban yang terlalu berat

D. Jenis
1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan
tulang dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:

4
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur) Dikatakan terbuka bila
tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan /
potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang
terbuka :
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
b. Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat
b. Patah tulang tidak lengkap
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah
satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering
disebut green stick. Menurut Price dan Wilson ( 2005) kekuatan
dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh

5
tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak
melibatkan seluruh ketebalan tulang
3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya
dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang membuat fragmen tulang tertarik dari
tulang utama oleh tendon/ligamen.
4. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 antara
lain:
a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama
5. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
6. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.

6
b. Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Jenis khusus fraktur menurut Brunner and Suddarth
a. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,
sedangkan sisi lainnya membengkok.
b. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
c. Oblik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
d. Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang
e. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
f. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah)
g. Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi
pada tulang belakang)
h. Patologik : fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, metastasis tulang, tumor)
i. Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendopada
perlekatannya
j. Epifiseal: fraktur melalui epifisis
k. Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.

jenis-jenis fraktur

7
E. Pathway (Smeltzer dan Bare, 2002)

8
F. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer&Bare (2002),manifestasi klinik dari fraktur adalah:
1. Nyeri terus-menerus
Nyeri pada fraktur bertambah berat sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah
yang di rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yang
normal dengan ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pemendekan tulang pada fraktur panjang
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
4. Krepitasi
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal
Terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti
fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.

G. Penatalaksanaan
1. Prinsip-prinsip penatalaksanaan
Ada empat konsep dasar yang harus diperhatikan/pertimbangkan
pada waktu menangani fraktur:

9
a. Rekognisi: mengkaji, menyangkut diagnosa fraktur pada tempat
kejadian kecelakaan dan kemudian di rumah sakit.
b. Reduksi dan imobilisasi: Reduksi adalah reposisi fragmen fraktur
sedekat mungkin dengan letak normalnya. Setelah fraktur di
reduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi untuk membantu
tulang pada posisi yang benar hingga menyambung kembali..
Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
1) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual
dengan traksi atau gips
2) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan
melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi
dengan alat misalnya; pin, plat yang langsung kedalam
medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama
penyembuhan (gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatan fraktur karena sering kali
pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang
sempurna (latihan gerak dengan kruck).
2. Tindakan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal
Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan
dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. ORIF (Open Reduction And Internal Fixation) :
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung
dengan tehnik pembedahan yang mencakup di dalamnya
pemasangan pen, skrup, logam atau protesa untuk memobilisasi
fraktur selama penyembuhan (Depkes, 2005).
Menurut Apley (2005) terdapat 5 metode fiksasi internal yang
digunakan, antara lain:
1) Sekrup kompresi antar fragmen
2) Plat dan sekrup, paling sesuai untuk lengan bawah
3) Paku intermedula, untuk tulang panjang yang lebih besar

10
4) Paku pengikat sambungan dan sekrup, ideal untuk femur dan
tibia
5) Sekrup kompresi dinamis dan plat, ideal untuk ujung
proksimal dan distal femur
Prosedur singkat
1) Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera ddan
diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur
2) Fraktur diperiksa dan diteliti
3) Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
4) Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal
kembali
5) Sesudah reduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan
dengan alat ortopedik berupa pin, sekrup, plate dan paku.

Indikasi ORIF :
1) Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair
nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum
femur.
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur
avulse dan fraktur dislokasi.
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.
Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur
antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang
lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur
Keuntungan:
1) Reduksi akurat
2) Stabilitas reduksi tinggi
3) Pemeriksaan struktu neurovaskuler
4) Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
5) Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah
menjadi lebih cepat
6) Rawat inap lebih singkat

11
7) Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian
1) Kemungkinan terjadi infeksi
2) Osteomielitis
c. OREF (Open Reduction And Eksternal Fixation)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur.
Fiksasi eksternal dapat menggunakan konselosascrew atau
dengan metilmetakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain seperti gips. Fiksasi eksternal digunakan untuk
mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat
ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif
(hancur atau remuk OREF merupakan metode alternatif
manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
Indikasi OREF :
1) Fraktur terbuka derajatI II
2) Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3) Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4) Fraktur Kominutif
5) Fraktur Pelvis
Prosedur singkat
1) Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
2) Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi
pen ke tulang
3) Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan
dikuatkan pennya.
4) Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
5) Observasi letak pen dan area
6) Observasi kemerahan, basah dan rembes
7) Observasi status neurovaskuler distal fraktur
Tindakan Pembedahan yang lain menurut Brunner & Suddarth (2002).

12
a. Reduksi terbuka: adalah melakukan reduksi dan membuat
kesejajaran tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan
deseksi dan pemajanan tulang yang patah.
b. Fiksasi interna: adalah stabilisasi tulang patah yang telah direduksi
dengan sekrup, plat, paku, dan pin logam.
c. Graft tulang: adalah penggantian jaringan tulang (graft autolog
maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk
menstabilisasi, atau mengganti tulang yang berpenyakit.
d. Amputasi: adalah penghilangan bagian tubuh.
e. Artroplasti: adalah memperbaiki masalah sendi dengan arthostop
(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoprasi dalamnya
sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi
terbuka.
f. Menisektomi: adalah eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
g. Penggantian sendi: adalah penggantian permukaan sendi dengan
bahan logam atau sintetis.
h. Penggantian sendi total: penggantian permukaan artikuler dalam
sendi dengan bahan logam atau sintetis.
i. Transfer tendo: adalah pemindahan insersi untuk memperbaiki
fungsi.
j. Fasiotomi: adalah pemotongan fascia otot untuk menghilangkan
kontriksi otot atau mengurangi kontraktur fascia.
3. Balut Bidai
a. Definisi
Balut bidai adalah tindakan memfiksasi atau mengimobilisasi
bagian tubuh yang mengalami cidera dengan menggunakan
benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator atau
imobilisator.
Balut bidai adalah pertolongan pertama dengan pengembalian
anggota tubuh yang dirsakan cukup nyaman dan pengiriman
korban tanpa gangguan dan rasa nyeri (Steet ,2005).
Balut bidai adalah suatu cara untuk menstabilkan atau
menunjang persendian dalam menggunakan sendi yang benar
atau melindungi trauma dari luar (Long ,2006)

13
b. Tujuan pembidaian 
1) Mencegah gerakan bagian yang stabil sehingga mengurangi
nyeri dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
2) Mempertahankan posisi yang nyaman.
3) Mempermudah transportasi organ.
4) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera.
5) Mempercepat penyembuhan.
c. Indikasi pembidaian
Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan 
1) Adanya fraktur ,baik terbuka atau tertutup.
2) Adanya kecurigaan adanya fraktur.
3) Dislokasi persendian
Kecurigaan fraktur bisa dimunculkan jika salah satu bagian tubuh
diluruskan.
1) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar
bunyi “krek”
2) Ekstremitas yang cidera lebih pendek dari yang sehat atau
mengalami angulasi abnormal.
3) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang
cidera 
4) Posisi ekstremitas yang abnormal 
5) Memar 
6) Bengkak
7) Perubahan bentuk
8) Nyeri gerak aktif dan pasif 
9) Nyeri sumbu
10) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika
menggerakkan ekstremitas yang mengalami k. cidera
(krepitasi )
11) Fungsiolaesa
12) Perdarahan bisa ada atau tidak.
13) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi
cidera.
14) Kram otot sekitar lokasi cidera.

14
d. Kontra indikasi
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran
nafas, pernafasan dan sirkulasi penderita sudah distabilkan. Jika
terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan yang berat pada
distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya
penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu
dilakukan.

4. Gips
a. Definisi
Gips adalah suatu bubuk campuran yang digunakan untuk
membungkus secara keras area yang mengalami patah tulang.
Gips adalah imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai
kontur tubuh tempat gips dipasang ( brunner dan suddart, 2000 ).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk immobilisasi
bagian tubuh dengan menggunakan bahan gips tioe plester dan
fiberglass (Barbara Engram ,2009). Jadi gips adalah alat
immobilisasi eksternal yag terbuat dari bahan mineral yang
terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plster atau
fiberglass.
b. Tujuan Pemasangan Gips
Gips diberikan untuk menyatukan kedua bagian tulang yang patah
agar tak bergerak sehingga dapat menyatu dan fungsinya pulih
kembali dengan cara mengimobilisasi tulang yang patah tersebut
dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada
jaringan lunak yang terletak didalamnya.
1) Imobilisasi kasus pemasangan dislokasia sendi.
2) Fiksasai fraktur yang telah direduksi.
3) Koreksi cacat tulang (mis., skoliosis ).
4) Imobilisasi pada kasus penyakit tulang satelah dilakukan
operasi (mis.,spondilitis)
5) Mengoreksi deformitas
c. Indikasi

15
1) Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai
bidal).
2) Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi
nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang
atau pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang
belakang.
3) Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama
pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
4) Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada
talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi
lutut oleh karena berbagai sebab.
5) Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
6) Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk
menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
7) Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya
setelah operasi tendo Achilles.
8) Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai
atau protesa.
5. Pemasangan Traksi
a. Pengertian
Tarikan pada bagian distal anggota badan pasien dengan tujuan
mengembalikan fragmen tulang ke tempat semula.
b. Tujuan
Terapi konservatif pada fraktur
1) Reposisi fragmen tulang
2) Imobilisasi fragmen tulang
3) Imobilisasi sementara
4) Mempertahankan gerakan sendi
Terapi penyakit/deformitas tertentu :
1) Mengurangi/menghilangkan spasme otot
2) Melawan kontraktur sendi
3) Melawan kontraktur otot
4) Memperbaiki letak sendi panggul pada penyakit CDH
Traksi pada tulang belakang

16
1) Untuk menghilangkan/mengurangi rasa sakit pada leher dan
bokong (Low Back Pain)
c. Jenis traksi
Ada 2 cara :
1) Traksi Kulit (skin traction)
Traksi kulit dilakukan bila daya tarik yang diperlukan kecil.
Beban pada traksi kulit sebesar 1/7 dari berat badan,
maksimal 5 kg.
2) Traksi Skeletal (skeletal traction)
Traksi skeletal untuk jangka pendek pada fraktur femur à
tibia proksimal Traksi skeletal untuk jangka panjang pada
fraktur femur à femur distal. Bila perlu daya tarik yang besar
dan untuk jangka waktu lama dipasang traksi skeletal. Beban
pada traksi skeletal dapat 2 atau 3 kali lipat (1/5 dari berat
badan).
d. Jenis traksi dalam ortopedi
1. Bucks extension
Traksi kulit. Sering pada ekstremitas inferior. Digunakan pada
fraktur femur, pelvis dan lutut
2. Bryant’s traction
Disebut juga Gallow’s traction. Pada anak < 1 tahun. Dislokasi
sendi panggul. Merupakan skin traksi
3. Weber Extensionsapparat
Traksi kulit dan traksi skeletal. Fraktur batang femur pada anak-
anak
4. Cotrel traction
Untuk terapi skoliosis . Tindakan pendahuluan sebelum operasi
dan pemasangan gips.
5. Ducroquet extension
Pada skoliosis. Sebagai persiapan untuk operasi
6. Dunlop traction
Pada fraktur supracondylar humerus. Lengan tangan digantung
dengan skin traksi
7. Russell traction

17
Suatu balanced traction. Merupakan skin traksi. Kegunaannya
pada orangtua dengan fraktur pelvis dan pada anak-anak
dengan fraktur femur.
8. Cervical traction
Untuk traksi leher. Pada pasien duduk atau tiduran. Secara
continous atau secara intermittent
9. Halo-Femoral traction
Traksi berlawanan pada kepala dan femur. Digunakan alat
Crutchfield Tongs
10. Well-Leg traction
Gips pada kedua kaki dengan batang yang menghubungkan
keduanya.. Digunakan pada fraktur femur
11. 90-90 traction
Traksi secara skeletal. Digunakan pada fraktur femur
12. Fisk traction
Digunakan pada fraktur supracondylair femur. Dengan bantuan
Thomas Splint yang dimodifikasi. Traksi skeletal

H. Test Diagnostik
1. X Ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
Hasil Rontgen Fraktur
a. fraktur di falangs proksimal jari kelingking
b. Fraktur di bagian distal tibia kanan
c. Fraktur pada radius dengan dislokasi sendi radioulnar distal
2. Scan tulang: menidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Hitung darah lengkap:
Ht: mungkin meningkayt (hemokonsentrasi), menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma multiple)
Peningkatan leukosit : respon stres normal setelah trauma
4. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal
5. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau
cedera hati

18
I. Komplikasi Fraktur
1. Komplikasi awal
a. Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tak kelihatan) dan
kehilangan cairan eksterna ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstermitas,toraks,pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak, pada saat terjadi fraktur, globula lemak
dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsung tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah
kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain.
c. Sindrom Kompartemen, merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Hal ini bisa disebabkan karena penurunan
ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat, atau
peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (mis. Iskemia,
cedera remuk, penyuntikan bahan penghancur atau toksik
jaringan)
d. Tromboemboli
e. Infeksi, semua fraktur terbuka dianggap mengalami kontaminasi.
f. Koagulopati Intravaskuler Diseminata (KID) meliputi sekelompok
kelainan perdarahan dengan berbagai penyebab termasuk
trauma masif. Manifestasi KID meliputi ekimosis, perdarahan
yang tak terduga setelah pembedahan dan perdarahan dari
membran mukosa, tempat tusukan jarum infus, saluran
gastrointestinal dan kemih.

2. Komplikasi Lambat

19
a. Penyatuan terlambat (delayed union), penyatuan terlambat bila
penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis
dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin
berhubungan dengan infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh)
fragmen tulang.
b. Tidak ada penyatuan (Nonunion), Tidak ada penyatuan terjadi
karena kegagalan penyatuan ujung-ujung patahan tulang. Pada
tidak adanya penyatuan, terdapat jaringan fibrokartilago atau
fibrus di antara fragmen tulang, tak ada garam tulang yang
dideposisi.
c. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk
sudut atau miring
d. Nekrosis Avaskuler Tulang, terjadi bila tulang kehilangan asupan
darah dan mati. Dapat terjadi setelah fraktur, dislokasi, terapi
kortikosteroid dosis tinggi berkepanjangan, penyakit ginjal kronik,
anemia sel sabit dan penyakit lain.
e. Reaksi terhadap Alat Fiksasi Interna, alat fiksasi interna biasanya
diambil setelah penyatuan tulang terjadi, namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan
indikator utama telah terjadinya masalah. Masalah tersebut
meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi yang
tak memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak),
berkaratnya alat, menyebabkan inflamasi lokal, respons alergi
terhadap campuran logam yang dipergunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat fiksasi.
3. Komplikasi Pascaoperatif Bedah Ortopedi
a. Syok Hipovolemik: Kehilangan darah yang sangat banyak
sebelum atau sesudah pembedahan akan menyebabkan syok
yang kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat yang akhirnya menyebabkan gangguan metaboli seluler.
b. Atelaktasis dan pnemonia: Pada pasien pre dan post bedah sering
mengalami gangguan pernafasan. Pengembangan paru yang

20
penuh dapat mencegah penimbunan sekresi pernafasan dan
terjadinya atelaktasis dan pnemonia.
c. Retensi urine: Haluaran urin harus dipantau setelah pembedahan
setiap 3 sampai 4 jam sekali untuk mencegah terjadinya retensi
urin karena biasanya pasien dengan bedah orthopedi mengalami
keterbatasan gerak sehingga akan mengganggu aktifitasnya
termasuk untuk berkemih. Pada klien yang tidak bisa berkemih
dapat dipasang kateter intermiten sampai klien mampu untuk
berkemih mandiri.
d. Infeksi: Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan.
Infeksi merupakan perhatian khusus terutama pada pasien post
operasi orthopedi karena tingginya resiko ostheomilitis.

e. Trombosis Vena Profunda: Penyakit trombeobolik merupakan


salah satu dari semua komplikasi yang paling sering dan paling
berbahaya pada pasien pasca operasi orthopedic. Usia lanjut,
hemostasis, pembedahan orthopedik ekstermitas bawah dan
imobilisasi merupakan faktor resiko.

II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.

21
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Donna, 2005).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Donna,2005).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

22
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Donna, 2005).
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak (Donna, 2005).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas
juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,
suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.

23
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

8) Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien..
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik

24
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal
ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin


a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga

25
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2) Palpasi

26
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark).
c) Fistulae.
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.

27
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.

Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur meliputi (secara focus


pengkajian) :
1. Aktivitas / istirahat
Tanda : keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari
pembengkakan jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala : hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas) hipotensi (kehilangan darah)
3. Neurosensory
Gejala : hilang gerak/ sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
Tanda : deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, krepitasi

28
4. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada
jaringan/ kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi ) tak ada
nyeri akibat kerusakan syaraf
5. Keamanan
Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan local,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
6. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : lingkungan cedera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rata-rata lama dirawat : femur 7-8
hari, panggul / pelvis 6-7 hari, lainnya 4 hari bila memerlukan perawatan
di rumah sakit.

B. Diagnosa Keperawatan dan intervensi


1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
a. Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang.
b. Kriteria Hasil :
1) Nyeri berkurang atau hilang
2) Klien tampak tenang.
c. Intervensi:
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif
2) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan
skala nyeri
3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
4) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien

29
5) Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan
kulit dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan,
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam
batas normal atau dapat di toleransi.
c. Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement
Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.

30
7) Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu
melakukan pergerakan dan perpindahan, mempertahankan mobilitas
optimal yang dapat ditoleransi dengan karakteristik
b. Kriteria hasil :
klien mampu melakukan pergerakan dan perpindahan,
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi dengan
karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat bantu
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan pengawasan
dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
c. Intervensi
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukkung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional: melatih rentang gerak
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
pasien.

31
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan.
a. Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila
suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotik dapat bakteriostatik ataupun bakterisid
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif): traksi atau
gibs pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
Intervensi :
1) Berikan bantuan pada ADL sesuai kebutuhan, ijinkan pasien untuk
merawat diri sesuai dengan kemampuannya.
Rasional: ADL adalah fungsi-fungsi dimana orang normal
melakukan tiap hari untuk memenuhi kebutuhan dasar. Merawat
untuk kebutuhan dasar orang lain membantu mempertahanka
harga diri.

32
2) Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas
untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering
pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan
untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat
menggunakannya secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban
yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat
menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk
mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik
adalah sepesialis latihan yang membantu pasien dalam
rehabilitasi mobilitas.

6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan


dengan intake yang tidak adekuat.
a. Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
b. Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
c. Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama
waktu makan Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
3) Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
4) Kaji factor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi
dan mual Rasional: menyediakan informasi mengenai factor lain
yang dapat di ubah atau di hilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
5) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti mual
Rasional: mengurangi rasa mual pada pasien.

7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.


a. Tujuan: memperbaiki konsep diri

33
b. Kriteria hasil: pasien tidak minder dan malu dengan keadaan
sekarang
c. Intervensi:
1) Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit
dan penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga
terhadap penyakitnya sekarang.
2) Kaji hubungan pasien dengan anggota keluarganya
Rasional: Mengetahui adanya masalah dalam keluarga.
3) Kaji pola koping pasien dan keluarga pasien
Rasional: Mengetahui cara penyelesaian masalah dalam keluarga
4) Diskusikan peran memberi dan menerima kasih sayang,
kehangatan dan kemesraan.
Rasional: seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap
individu tergantung pada tahap maturasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Chang, E. dkk. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Dongoes M. 2005.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Engram, B. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Graham, A.A dan Solomon L. 2005. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem
Apley. Jakarta: Widya Medika.

Mansjoer, A. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI.

34
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Hari, tanggal : Selasa, 20 Oktober 2015
Jam : 11.30 WIB
Tempat : Kamar 323 Bangsal Melati 3 RSUP Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten
Metode pengumpulan data : Observasi, anamnesa, pemeriksaan fisik,
studi dokumen
Sumber data : Pasien, keluarga, catatan keperawatan
Oleh : Atika Karunia Zulfa
I. Identitas
a. Identitas Pasien :
Nama : Ny. R
Umur : 26 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Kawin
Pendidikan Terakhir : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku/kebangsaan : Jawa/ WNI
Alamat : Mertoyudan, Magelang
Dx Medis : Post Op CF Patella Sinistra Hari
Ke 0
No. RM : 8622xx

b. Identitas Penanggung jawab :


Nama : Tn. H
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Klaten
Hub. dengan pasien : Suami

35
II. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasinya
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Faktor Pencetus :
Pasien mengatakan pagi ini menjalani operasi lututnya. Pasien sering
tampak meringis menahan nyeri.
P: Nyeri saat bergerak
Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: Nyeri pada lutut kiri
S: Skala nyeri 6
T: Nyeri hilang timbul
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan mengalami kecelakan jatuh dari sepeda motor
saat menghindari motor didepannya pada hari Senin, 19 Oktober
2015. Sesaat setelah terjadi kecelakan pasien lagsung dibawa ke
IGD RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Pasien mengatakan
belum pernah mengalami patah tulang sebelumnya. Pasien
mengaakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti
hipertensi, asma, jantung, kanker, maupun DM.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
serupa, serta penyakit keturunan lain seperti hipertensi, asma,
jantung, kanker, maupun DM.
Genogram

36
Keterangan:
= meninggal
= perempuan
= laki-laki
= pasien
= garis pernikahan
= garis keturunan
= keluarga yang tinggal dirumah

III. Pola Kebiasaan Pasien


a. Aspek Fisik-Biologis
1. Pola Nutrisi
a) Sebelum sakit
Keluarga pasien menyatakan bahwa pasien sehari makan 3
kali. Sebelum sakit makanan pokok yang dikonsumsi adalah
nasi. Makan habis 1 porsi. Pasien tidak mengkonsumsi
makanan tambahan seperti vitamin. Pasien jarang makan buah.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
b) Selama sakit
Pasien selama sakit pola makannya tidak berubahyaitu sehari
makan 3 kali. Makan habis 1 porsi. Pasien mengatakan selalu
menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
2. Pola Cairan dan Elektrolit
a) Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien minum sekitar 6-7 gelas
belimbing ± sekitar 1400 ml setiap harinya. Pasien mengatakan
sesekali ia mengkonsumsi teh dipagi hari.
b) Selama sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien minum sekita 1 ½ botol air
mineral ukuran sedang ± sekitar 900 ml setiap harinya.
3. Pola Eliminasi
a) Sebelum sakit
Buang air kecil lancar, 3-4 kali sehari, urin kekuningan, tidak
merasakan sakit saat berkemih.

37
Pasien buang air besar 1 hari sekali, konsistensi lunak. Tidak
ada riwayat menggunakan obat pencahar.
Keluarga pasien menyatakan dirumah WC jongkok.
b) Selama sakit
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pola buang air
besarnya. Pasien mengatakan selama di rumah sakit ia buang
air kecil menggunakan pispot.
4. Pola Kebersihan Diri
a) Sebelum sakit
Pasien mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2
kali dalam seminggu, ganti baju 2 kali sehari.
b) Selama Sakit
Pasien mandi sehari sekali dengan hanya di lap menggunakan
waslap dan air hangat. Pasien ganti baju 2 kali sehari. Selama
di Rumah Sakit, keluarga mengatakan pasien belum keramas.

5. Pola Aktifitas, Tidur dan Istirahat


a) Sebelum sakit
Pasien biasanya melakukan aktifitas seperti makan, minum,
toileting, berpakaian dengan mandiri tidak menggunakan alat
bantu. Pasien tidur selama ±6,5 jam sehari (22.00 – 04.30).
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga aktivitas sehari-hari
yaitu membersihkan rumah dan memasak.
b) Selama sakit
Keluarga pasien mengatakan selama sakit, aktivitas sehari-hari
pasien seperti mandi, makan dan berpakaian dibantu oleh
suaminya.
Selama sakit, aktivitas pasien di atas tempat tidur.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/Minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √

38
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi ROM √

Keterangan :
0 : mandiri 3 : dibantu orang lain dan alat
1 : alat bantu 4: tergantung total
2 : dibantu orang lain
b. Aspek Intelektual-Psikososial-Spiritual
1. Aspek Mental
a) Konsep diri
- Identitas diri : Pasien mengatakan dirinya adalah Ny. R,
umurnya 26 tahun, dan ia adalah seorang perempuan.
- Harga diri : Pasien menyatakan bahwa ia tidak merasa
malu dengan penyakit yang di deritanya.
- Body image/gambaran diri : Pasien menyatakan yakin
bahwa penyakit yang diderita pasien saat ini akan sembuh
karena sudah dilakukan tindakan operasi.
- Peran diri : Pasien menyatakan bahwa ia tidak bisa
melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu membersihkan
rumah, memasak, dan menyiapkan kebutuhan suaminya.
- Ideal diri : Pasien mengatakan ingin cepat sembuh,
berharap segera pulang ke rumah dan bisa bekerja
kembali.
2. Aspek Intelektual
Pasien mengatakan mengetahui bahwa dirinya patah tulang dan
dilakukan operasi agar kondisi tulangnya kembali pulih.
3. Aspek Sosial
Selama sakit, pasien ditunggui oleh suaminya. Pasien mampu
berkomunikasi dengan dokter, perawat, keluarga dan juga tenaga
medis lainnya.

39
4. Aspek Spiritual
Pasien dan keluarga menganut agama islam, keluarga selalu
berdoa untuk kebaikan pasien. Pasien melakukan ibadah di atas
tempat tidur

IV. Pemeriksaan Fisik


a. Kesadaran Umum
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Nilai GCS : 15 (E : 4 , V : 5, M : 6)
3. Status Gizi :
TB = 158 cm
BB = 55 kg
IMT = 22,08 kg/m2 (Ideal)
4. Tanda- tanda vital :
Suhu = 36 ºC
Nadi = 80 x/ menit
RR = 20 x/ menit
TD = 110/ 70 mmHg

b. Pemeriksaan secara sistematik (Cepalo Caudal)


1. Kepala
Bentuk kepala simetris. Keadaan bersih, tidak ada kelainan.
Rambut tampak berwarna hitam dan bersih.
2. Mata
Bentuk mata simetris, isokor, konjungtiva anemis, reaksi pupil (+),
tidak ada gangguan penglihatan. Tidak ada sekret.
3. Hidung
Keadaan bersih, simetris, tidak ada polip, tidak ada pernapasan
cuping hidung.
4. Mulut
Bentuk simetris, bibir pasien terlihat utuh dan tidak ada kelainan
kongenital, membrane mukosa terlihat kering, lidah terlihat bersih,
bibir tampak pucat, tidak ada stomatitis.

40
5. Tenggorokan
Trachea: tidak ada deviasi/ miring
6. Dada
a) Paru
1) Inspeksi :
Dada simetris, tidak ada retraksi, tidak ada lesi, pigmentasi
merata, partumbuhan rambut merata. Frekuensi pernapasan
20 x/menit.
2) Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan. Taktil frermitus (+)
3) Perkusi :
Pada Intercosta 1-3 terdapat suara sonor.
Pada Intercosta 4-5 terdapat suara redup.
4) Auskultasi :
Suara napas mengi.
b) Jantung
1) Inspeksi :
Dada simetris, ictus cordis (-)
2) Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan.
3) Perkusi :
Pekak pada Intercosta 3-5
4) Auskultasi
Suara S1/S2 Normal
7. Abdomen
a) Inspeksi :
Tampak simetris, tidak ada asites , tidak ada retraksi, tidak ada
penonjolan, distensi (-), tidak ada sikatrik.
b) Auskultasi :
Peristaltik usus 12 x/menit
c) Perkusi :
Terdapat suara pekak pada abdomen kuadran I.
Terdapat suara timpani pada kuadran II, III dan IV.

41
d) Palpasi :
Tidak teraba adanya pembesaran hepar. Tidak ada nyeri tekan
di ulu hati.
8. Integumen
a) Turgor kulit baik
9. Ekstermitas
a) Ekstremitas atas
1) Kekuatan Otot : 5
2) Tangan : jumlah jari pada tangan kanan dan
kiri masing-masing 5 buah. Tidak ada
kelainan konginetal.
3) Kuku : Capilar Refill <2 detik.
b) Ekstermitas Bawah
1) Kekuatan Otot : kaki kiri 2, kaki kanan 2.
2) Lutut : Lutut kiri tampak dibalut dengan
perban, tidak ada rembesan. Tampak
adanya bengkak dan berwarna biru.

5 5
2 2
10. Genetalia
Tidak ada bau dan tidak ada perdarahan.
11. Perianal
Daerah perianal tidak terdapat lecet.

V. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 19 Oktober 2015 jam 08:57 WIB
Hematologi
Paket Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hb 13,1 g/dL 12,0 – 16,0
Eritrosit 4,35 10^6 µL 4,20 – 5,50
Leukosit 5,4 10^3 µL 4,8 – 10,8
Trombosit 310 10^3 µL 150 – 450
Hematokrit 36,7* % 37 – 52
MCV 84,4 fL 80,0 – 99,0
MCH 30,1 fL 27 – 31
MCHC 35,7 g/dL 33,0 – 37,0

42
Diff Count
- Neutrofil 72,1* % 50 – 70
- Limfosit 25,00 % 20 – 40
- MXD 2,9 % 1,0 – 12,0
RDW 39,7 fL 35 – 450
Waktu 3 menit 1-6
perdarahan
Waktu 6 menit 5-10
Pembekuan
Golongan Darah 0

II. Terapi Pengobatan


Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Ranitidine 1 Ampul/ 12 jam (50 mg dalam 2 mL)
Ketorolac 1 Ampul/ 8 jam (30 mg dalam 1 mL)

B. Analisa Data
Nama : Ny R
Umur : 26 Tahun
Diagnosa Medis : Post Op CF Patella

No Data Problem Etiologi

43
.
1. DS: Nyeri akut Agen cedera
-Pasien mengatakan pagi ini menjalani biologis
operasi lututnya.
-P: Nyeri saat bergerak
-Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
-R: Nyeri pada lutut kiri
-S: Skala nyeri 6
-T: Nyeri hilang timbul
DO :
- Pasien baru saja menjalani operasi
ORIF
- Lutut kiri tampak dibalut dengan
varban
- Pasien sering tampak meringis
menahan nyeri.

2. DS: Risiko infeksi Kerusakan


-Pasien mengatakan pagi ini menjalani integritas kulit
operasi lututnya.
DO:
-Pasien baru saja menjalani operasi
ORIF
-Lutut kiri tampak dibalut dengan verban
3. DS: Hambatan Program
-Keluarga pasien mengatakan selama mobilitas fisik pembatasan gerak
sakit, aktivitas sehari-hari pasien
seperti mandi, makan dan
berpakaian dibantu oleh suaminya.

DO:
- Pasien baru saja menjalani operasi
ORIF
- Lutut kiri pasien tampak terbalut
verban.

44
- Selama sakit,aktivitas pasien di atas
tempat tidur.
4. DS: Kerusakan Insisi bedah
- Pasien mengatakan pagi ini integritas jaringan
menjalani operasi di lututnya
DO:
-Lutut kiri pasien tampak terbalut
verban.
-Terdapat luka post operasi dibagian
lutut kiri pasien.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis yang ditandai
dengan Pasien mengatakan pagi ini menjalani operasi lututnya, P:
Nyeri saat bergerak, Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk, R: Nyeri pada
lutut kiri, S: Skala nyeri 6, T: Nyeri hilang timbul, Pasien baru saja
menjalani operasi ORIF, Lutut kiri tampak dibalut dengan varban
Pasien sering tampak meringis menahan nyeri.

45
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah
yang ditandai dengan Pasien mengatakan pagi ini menjalani
operasi di lututnya, Lutut kiri pasien tampak terbalut verban,
Terdapat luka post operasi dibagian lutut kiri pasien.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program
pembatasan gerak yang ditandai dengan Keluarga pasien
mengatakan selama sakit, aktivitas sehari-hari pasien seperti
mandi, makan dan berpakaian dibantu oleh suaminya, Pasien
baru saja menjalani operasi ORIF, Lutut kiri pasien tampak
terbalut verban, Selama sakit,aktivitas pasien di atas tempat
tidur.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

46
D. Rencana Tindakan Keperawatan

NO DIAGNOSA PERENCANAAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN RASIONAL
1. Selasa, 20 Oktober Selasa, 20 Oktober 2015 Selasa, 20 Oktober 2015
2015 Pukul 12.30 WIB Pukul 12.30 WIB
Pukul 12.30 WIB Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara 1. Untuk menentukan tindakan
Nyeri akut tindakan keperawatan komprehensif termasuk lokasi, yang akan dilakukan
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, selanjutnya.
kualitas dan actor presipitasi
agen cedera fisik akut pasien dapat
2. Kaji vital sign dan keadaan
berkurang, dengan
umum
kriteria: 2. Vital sign menunjukkan
Atika a. Mampu mengontrol kelainan di dalam tubuh.
3. Observasi reaksi nonverbal
nyeri 3. Ketidaknyamanan atau nyeri
dari ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, dapat dilihat pada raut muka
mampu menggunakan dan sikap pasien.
4. Kontrol lingkungan yang
tehnik nonfarmakologi dapat mempengaruhi nyeri seperti 4. Lingkungan yang tenang
untuk mengurangi suhu ruangan, pencahayaan dan membuat nyaman, sehingga
nyeri, mencari kebisingan. otot-otot dapat relaksasi dan
bantuan) 5. Berikan informasi tentang rasa nyeri dapat berkurang.
b. Melaporkan bahwa nyeri nyeri seperti penyebab nyeri, 5. Informasi yang cukup dapat
47
berkurang dengan berapa lama nyeri akan berkurang
memberikan pasien gambaran
menggunakan dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur mengenai rasa sakit yang
manajemen nyeri
6. Ajarkan tentang teknik non sedang ia alami.
c. Mampu mengenali nyeri
farmakologi: napas dalam,
(skala, intensitas,
relaksasi, distraksi, kompres 6. Nafas dalam dapat
frekuensi dan tanda
hangat/ dingin
nyeri) merelaksasika otot-otot yang
7. Kelola pemberian obat
tegang sehingga nyeri dapat
analgetik yaitu ketorolac 30 mg/8
berkurang.
jam
Atika
7. Obat anti nyeri membantu
mengurangi rasa nyeri yang
Atika
dialami pasien dengan cara
farmakologis.

Atika

2. Selasa, 20 Oktober Selasa, 20 Oktober 2015 Selasa, 20 Oktober 2015


2015 Pukul 12.30 WIB Pukul 12.30 WIB
Pukul 12.30 WIB Setelah dilakukan 1. Monitor status nutrisi 1. Nutrisi yang seimbang

48
Kerusakan Integritas tindakan keperawatan pasien dengan cukup protein
Jaringan selama 3 x 24 jam mempercepat penyembuhan
berhubungan dengan diharapkan kerusakan luka.
insisi pembedahan integritas jaringan pasien 2. Observasi luka : lokasi, 2. Mengetahui sejauh mana
teratasi dengan kriteria dimensi, kedalaman luka, tingkat keparahan luka
hasil: karakteristik, warna cairan, sehingga dapat menentukkan
Atika
granulasi, jaringan nekrotik, tindakan selanjutnya.
a. Tidak ada tanda- tanda-tanda infeksi lokal,
tanda infeksi formasi traktus 3. Pakaian yang terlalu ketat
b. Ketebalan dan 3. Anjurkan pasien untuk menyebabkan
tekstur jaringan menggunakan pakaian yang ketidaknyamanan dan rasa
normal longgar tertekan pada luka.
c. Menunjukkan 4. Jaga kulit agar tetap bersih 4. Luka yang kotor dan basah
pemahaman dalam dan lembab merupakan media yang baik
proses perbaikan kulit bagi pertumbuhan
dan mencegah mikroorganisme.
terjadinya cidera 5. Mobilisasi pasien (ubah 5. Posisi statis menyebabkan
berulang posisi pasien) setiap dua jam aliran darah tidak lancer dan
sekali menimbulkan tekanan hanya
pada bagian tubuh yang

49
d. Menunjukkan berada di atas bed. Sehingga
terjadinya proses risiko terjadinya decubitus
penyembuhan luka dapat dikurangi.
6. Baby oil atau lotion membantu
6. Oleskan lotion atau melembabkan daerah yang
Atika minyak/baby oil pada daerah kering, sehingga daerah yang
yang tertekan kering tidak mudah luka
akibat bergesekan dengan
baju atau bed.
7. Air hangat melancarkan aliran
7. Memandikan pasien darah, sabun dapat
dengan sabun dan air hangat membantu melembabkan
kulit.
8. Ajarkan pada keluarga 8. Pengetahuan akan perawatan
tentang luka dan perawatan luka dapat meningkatkan
luka kemampuan keluarga untuk
perawatan pasien di rumah.
9. Mencegah kontaminasi
9. Lakukan teknik perawatan mikroorganisme masukke
luka dengan steril dalam jaringan kulit yang

50
terbuka.
10. Hindari kerutan pada 10. Kerutan yang ada di tempat
tempat tidur tidur menyebabkan gesekan
antara kulit dengan linen
sehingga dapat terjadi lecet.
11. Kolaborasi ahli gizi 11. Ahli gizi lebih mengetahui
pemberian diet TKTP, vitamin tentang makanan yang
mengandung tinggi kalori dan
tinggi protein.
Atika

4. Selasa, 20 Oktober Selasa, 20 Oktober 2015 Selasa, 20 Oktober 2015


2015 Pukul 12.30 WIB Pukul 12.30 WIB
Pukul 12.30 WIB Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan pasien 1. Mengetahui

tindakan keperawatan tingkat kemampuan pasien,


Hambatan mobilitas dalam mobilisasi
sehingga dapat membantu
fisik berhubungan selama 3 x 24 jam
dalam menentukan tindakan
dengan nyeri diharapkan gangguan
selanjutnya.
mobilitas fisik teratasi 2. Monitoring vital sign
2. Tekanan darah
dengan kriteria hasil: sebelum/sesudah latihan dan yang terlalu rendah atau terlalu
Atika a. Pasien meningkat lihat respon pasien saat tinggi dapat meningkatkan risiko

51
dalam aktivitas fisik latihan jatuh pasien
b. Mengerti tujuan 3. Ajarkan pasien tentang 3. Meningkatkan

dari peningkatan teknik ambulasi pengetahuan pasien tentang


teknik ambulasi, meningkatkan
mobilitas
kepatuhan pasien untuk
menjalani program terapi.
c. Memverbalisasika 4. Latih pasien dalam
4. Membantu
n perasaan dalam pemenuhan kebutuhan ADLs
pasien mobilisasi secara
meningkatkan secara mandiri sesuai bertahap, mulai dari memenuhi
kekuatan dan kemampuan kebutuhannya secara mandiri.
kemampuan 5. Dampingi dan bantu 5. Pendampingan
berpindah pasien saat mobilisasi dan saat pasien mobilisasi
bantu penuhi kebutuhan ADLs meminimlakan terjadinya risiko

pasien. jatuh.
6. Mencegah
Atika 6. terjadinya kegagalan
Anjurkan pasien untuk
pemasangan plat dan screw
tidak menapak dengan
menggunakan kaki kanannya.

Atika

Atika

52
5. Selasa, 20 Oktober Selasa, 20 Oktober 2015 Selasa, 20 Oktober 2015
2015 Pukul 12.30 WIB Pukul 12.30 WIB
Pukul Setelah dilakukan 1. kaji tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital dapat

12.30 tindakan keperawatan menunjukkan adanya kelainan


dalam tubuh. Peningkatan suhu
WIB selama 3x24 jam resiko
menjadi indikasi adanya tanda-
Resiko infeksi infeksi tidak ada, dengan
tanda infeksi
berhubungan dengan kriteria:
2. kaji keadaan luka 2. Keadaan luka yang berbau,
insisi bedah dan a. Pasien dan keluarga
terdapat pus, nyeri, bengkak
prosedur invasive mengerti tentang
menunjukkan adanya tanda-
bahaya infeksi dan cara
pencegahan tanda infeksi.
3. lakukan perawatan luka 3. Luka yang kotor merupakan
Atika b. Tidak ada tanda-tanda
infeksi (kalor, rubor, media yang baik bagi bakteri
Ati
dolor, tumor, untuk tumbuh.
ka
4. Motivasi pasien untuk mengikuti 4. Kepatuhan pasien dalam
functiolaesa)
program terapi menjalani terapi merupakan kunci
untuk mempercepat
Do penyembuhan pasien.
Atika
ni 5. Kelola terapi obat yaitu
53
ceftriaxone 1 gr/12 jam 5. Ceftriaxone merupakan antibiotik
yang mampu menghambat atau
menghentikan pertumbuhan
mikroorganisme.
Atika

Atika

54
E. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

Diagnosa Waktu Implementasi Evaluasi


1. Selasa, 20 1. Mengkaji nyeri secara S :
berhubungan Oktober 2015 komprehensif termasuk lokasi, - Pasien mengatakan faham
dengan agen cidera Pukul : 10.00 karakteristik, durasi, frekuensi, ketika perawat menjelaskan
fisik kualitas dan faktor presipitasi tentang prosedur mengurangi
WIB
2. Mengkaji vital sign dan nyeri dengan obat.
keadaan umum - Pasien mengatakan :
3. Mengobservasi reaksi P: Nyeri saat bergerak
nonverbal dari Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
ketidaknyamanan R: Nyeri pada lutut kiri
4. Memberikan informasi S: Skala nyeri 6
tentang nyeri seperti penyebab T: Nyeri hilang timbul
nyeri, berapa lama nyeri akan O :
berkurang dan antisipasi - TD = 120/ 70 mmHg
ketidaknyamanan dari prosedur - Suhu = 36,2 ºC
5. Mengajarkan tentang teknik - Nadi = 86 x/ menit
non farmakologi: napas dalam, - RR = 20 x/ menit
relaksasi, distraksi, kompres - Pasien tampak meringis
hangat/ dingin menahan nyeri.

55
6. Mengelola pemberian obat - Pasien mampu melakukan
analgetik yaitu ketorolac 30 teknik nafas dalam seperti
mg/8 jam yang diajarkan oleh
perawat
- Ketorolac 30 mg masuk
Atika A : Nyeri akut belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi :
- Kaji vital sign dan
keadaan umum
- Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
- Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan.
- Kelola pemberian obat
analgetik yaitu ketorolac
30 mg/8 jam

56
Rabu, 21 1. Mengkaji nyeri secara S :
Oktober 2015 komprehensif termasuk lokasi, - Pasien mengatakan nyeri
Pukul : 12.30 karakteristik, durasi, frekuensi, berkurang menjadi skala 3.
kualitas dan factor presipitasi - Pasien mengatakan nyeri
WIB
2. Mengkaji vital sign dan terjadi ketika dini hari sekitar
keadaan umum pukul 04.00 subuh.
3. Mengobservasi reaksi O:
nonverbal dari ketidaknyamanan TD : 110/70 mmHg
4. Kelola pemberian obat
N : 84 x/menit
analgetik yaitu ketorolac 30 mg/8
RR : 20 x/menit
jam
S : 36,50C
- Pasien tampak lebih rileks
daripada saat hari ke-0 post
Atika
operasi.
- Ketorolac masuk 30 mg
A : nyeri akut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji vital sign dan
keadaan umum
- Observasi reaksi
nonverbal dari

57
2. Kerusakan Selasa, 20 1. Memonitor status nutrisi S :
Integritas Jaringan Oktober 2015 pasien - Pasien mengatakan
berhubungan Pukul : 10.00 2. Menganjurkan pasien untuk menghabiskan diit yang
dengan insisi diberikan oleh rumah sakit.
WIB menggunakan pakaian yang
pembedahan - Pasien mengatakan selama
longgar
sakit ia menggunakan baju
3. Memobilisasi pasien (ubah
yang longgar dan berbahan
posisi pasien) setiap dua jam
tipis
sekali
O:
4. Menghindari kerutan pada
- Perawat membantu pasien
tempat tidur miring kanan dan miring kiri
agar aliran darah pasien
lancar dan tidak terjadi
Atika kekakuan otot.
- Perawat membersihkan linen
pasien setiap pagi agar tempat
tidur rapi dan tidak ada
kerutan
A : Kerusakan integritas
jaringan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

58
- Monitor status nutrisi
pasien
- Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,
warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-
tanda infeksi lokal,
formasi traktus
- Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
yang longgar
- Jaga kulit agar tetap
bersih dan lembab
- Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap
dua jam sekali

- Oleskan lotion atau

59
minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
- Memandikan pasien
dengan sabun dan air
hangat
- Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
- Lakukan teknik
perawatan luka dengan
steril
- Hindari kerutan pada
tempat tidur
- Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin

60
Rabu, 21 1. Memonitor status nutrisi klien S:
Oktober 2015 2. Membantu pasien mobilisasi klien - Pasien mengatakan makan
Pukul : 12.30 (ubah posisi klien) setiap dua jam habis 1 porsi
sekali - Pasien mengatakan memiliki
WIB
3. Menganjurkan keluarga untuk lotion dan menggunakannya
mengoleskan lotion atau sehabis mandi
minyak/baby oil pada daerah - Keluarga mengatakan
yang tertekan membantu memandikan
4. Menganjurkan keluarga untuk pasien menggunakan sabun
mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
dan air hangat - Pasien mengatakan mengerti
5. Mengajarkan pada keluarga bahwa luka harus dijaga
tentang luka dan perawatan luka agar tidak basah.
6. Menghindari kerutan pada tempat O:
tidur - Tempat tidur dirapikan
sehingga tidak ada kerutan.
A : Kerusakan integritas kulit
Atika
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor status nutrisi
pasien

61
3.Hambatan mobilitas Selasa, 20 1. Mengkaji kemampuan pasien S :
fisik berhubungan Oktober 2015 dalam mobilisasi - Pasien mengatakan
dengan nyeri Pukul : 10.00 2. Memonitoring vital sign selama sakit aktivitas

WIB sebelum/sesudah latihan dan sehari-hari seperti makan,


minum, dan toileting
lihat respon pasien saat
dibantu oleh suaminya .
latihan
- Pasien mengatakan
3. Mengajarkan pasien tentang
faham tentang penjelasan
teknik ambulasi
perawat mengenai teknik
4. Melatih pasien dalam ambulasi
pemenuhan kebutuhan ADLs O:
secara mandiri sesuai - Pasien belum dapat
kemampuan mengambil barang yang
5. Mendampingi dan bantu dekat dengannya.
pasien saat mobilisasi dan - TD = 120/ 70 mmHg
bantu penuhi kebutuhan ADLs - Suhu = 36,2 ºC

pasien. - Nadi = 86 x/ menit


- RR = 20 x/ menit
A : Hambatan mobilitas fisik
Atika
belum teratasi

62
P : Lanjutkan intervensi
- Monitoring vital sign
- Ajarkan pasien tentang
teknik ambulasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
- Anjurkan pasien untuk
tidak menapak dengan
menggunakan kaki
kanannya.

63
Rabu, 21 1. Mengkaji kemampuan klien S :
Oktober 2015 dalam mobilisasi - Pasien mengatakan semua
Pukul : 12.30 2. Memonitoring vital sign aktivitasnya dibantu oleh

WIB sebelum/sesudah latihan dan suaminya.


- Pasien mengatakan ia
lihat respon klien saat latihan
menapak menggunakan kaki
3. Menganjurkan klien untuk
kirinya.
tidak menapak dengan
O:
menggunakan kaki kanannya.
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,50C
A : Hambatan mobilitas fisik
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
- Ajarkan pasien tentang

64
4. Resiko Infeksi Selasa, 20 1. Mengkaji tanda-tanda vital S : Pasien mengatakan mau
Oktober 2015 2. Memotivasi pasien untuk mengikuti program terapi
Pukul : 10.00 mengikuti program terapi sesuai perintah petugas
3. Mengelola terapi obat yaitu
WIB kesehatan
ceftriaxone 1 gr/12 jam
O:
- TD = 120/ 70 mmHg
- Suhu = 36,2 ºC
Atika
- Nadi = 86 x/ menit
- RR = 20 x/ menit
- Ceftriaxone 1 gr masuk
A : Infeksi tidak terjadi
P : Lanjutkan intervensi
- kaji tanda-tanda vital
- kaji keadaan luka
- lakukan perawatan luka
- Motivasi pasien untuk
mengikuti program terapi
- Kelola terapi obat yaitu
ceftriaxone 1 gr/12 jam

65
Atika
Rabu, 21 1. Mengkaji tanda-tanda vital S : Pasien mengatakan luka
Oktober 2015 2. Mengelola terapi obat post operasi sudah berkurang
Pukul : 12.30 yaitu ceftriaxone 1 gr/12 jam nyerinya.
WIB O:
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,50C
- Ceftriaxone 1 gram masuk
A : Infeksi tidak terjadi
P : Pertahankan intervensi
- kaji tanda-tanda vital
- kaji keadaan luka
- lakukan perawatan luka
- Motivasi klien untuk
mengikuti program terapi
- Kelola terapi obat yaitu

66
ceftriaxone 1 gr/12 jam

Atika

67
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan atau adanya tekanan dan trauma
 Dari tinjauan kasus di atas dapat diambil 4 diagnosa keperawatan, yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
 Dari keempat diagnosa tersebut masing masing belum ada yang teratasi
secara sempurna, hanya teratasi sebagian, maka perlu perawatan yang
lebih intensif lagi

B. Saran
 Bagi petugas kesehatan
senantiasa menjadi role model dalam perilaku hidup bersih, dan
menginfokan tentang tata cara menjaga kesehatan
 Bagi Instansi Kesehatan terkait
memperbanyak media informasi seperti leaflet ataupun poster mengenai
penanggulangan penyakit
 Pasien
Senantiasa menerapkan pola hidup sehat yang baik dan menjaga
kebersihan diri sendiri maupun sekitar, agar tidak terkena penyakit dan
apabila sudah terkena penyakit sebaiknya periksa ke dokter dan mentaati
anjuran dokter dan tenaga kesehatan lainnya

68

Anda mungkin juga menyukai