FRAKTUR
2. Anatomi Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia :
3. Klasifikasi fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah
tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan
posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks),
merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak dan
ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
- Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
- Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif
- Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
f. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
h. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
i. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (seiring
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
k. Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
l. Epifisial fraktur melalui epifisis
m. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainya.
Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
a. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
yaitu:
- Patah tulang tertutup
- Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk kedalam luka sampai ketulang yang patah. Patah tulang
terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya patah tulang.
b. Patah tulang menurut garis fraktur
- Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh cedera
terus menerus yang cukup lama seperti juga ditemukan pada retak
stres pada struktur logam
- Patah tulang serong
- Patah tulang lintang
- Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat
- Patah tulang segmental karena cedera hebat
- Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh
- Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek
atau epifisis tulang pipa
- Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
- Patah tulang impresi
- Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif
lain.
4. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahakan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas
yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan,
tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure),
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi
sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan
sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain. Substansi ini
berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi
volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif
untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai,
maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum
endoplasmic merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia
seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom
pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-seluler.
Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi
penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus,
terjadilah cedera seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan
kematian sel. Proses ini memperberat dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan
yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth,
2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
7. WOC/Pathway
Fraktur
Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / Gangguan integritas jaringan perifer
arteri kulit
10. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
a. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut
atau miring.
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
f. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
g. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi pada
individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau
ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas
bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi pada bedah
ortopedi.
h. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan
masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
i. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
j. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak dimengerti.
Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomontor instability.
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement
(mis enzimatik,
biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu
Perawatan Traksi
Observasi
1. Monitor
kemampuan
perawatan diri saat
terpasang traksi
2. Monitor alat viksasi
ekternal
3. Monitor tempat
insersi pen (pin)
4. Monitor tanda-tanda
kerusakan integritas
kulit apa area
penonjolan tulang
5. Monitor
sirkulasi,pergerakan
,dan sensasi pada
ekstremitas yang
cedera
6. Monitor adanya
komplikasi
imobilisasi
Terapeutik
1. Posisikan tubuh
pada
kesejajaran(aligme
nt)yang tepat
2. Prtahankan posisi
baring yang tepat
ditempat tidur
3. Pastikan beban
traksi terpasang
tepat
4. Pastikan tali dan
katrol bebas
menggantung
5. Pastikan tarikan
tali dan beban tetap
berada disepanjang
sumbu tulang
fraktur
6. Amankan beban
traksi saat
menggerakkan
pasien
7. Lakukan perawatan
area insersi pin
8. Lakukan perawatan
kulit pada area-area
gesekan
9. Pasang
trapesius(trapeze)
untuk bergerak
ditempat tidur,jika
tersedia
Edukasi
1. Anjurkan
perawatan alat
penopang(brace),se
suai kebutuhan
2. Anjurkan
perawatan alat
viksasi
eksternal,sesuai
kebutuhan
3. Anjurkan
pentingnya nutrisi
yang memadai
untuk
penyembuhan
tulang
Pemberian Obat
Topikal
Observasi
1. Identifkasi
kemungkinan
alergi,interaksi,dan
kontraindikasi obat
2. Verifikasi order
obat sesuai dengan
indikasi
3. Periksa tanggal
kadaluarsa obat
4. Monitor efek
terapeutik obat
5. Monitor efek
local,efek sistemik
dan efek samping
obat
Terapeutik
1. Lakukan prinsip
enam benar
(pasien,obat,dosis,
waktu,rute,dokume
ntasi)
2. Cuci tangan dan
pasang sarung
tangan
3. Berikan privasi
4. Bersihkan kulit
5. Oleskan obat
topical pada kulit
atau selaput lender
yang utuh(kecuali
penggunaan obat
untuk mengobati
lesi)
Edukasi
1. Jelaskan jenis
obat,alas an
pemberian,tindaka
n yang diharapkan
dan efek samping
sebelum pemberian
2. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang
cara pemberian
obat secara mandiri
Latihan Rentang
Gerak
Observasi
1. Identifikasi
indikasi dilakukan
latihan
2. Identifikasi
keterbatasan
pergerakan sendi
3. Monitor lokasi
ketidaknyamanan
atau nyeri pada
saat bergerak
Terapeutik
1. Gunakan pakaian
yang longgar
2. Cegah terjadinya
cedera selama
latihan rentang
gerak dilakukan
3. Fasilitasi
mengoptimalkan
posisi tubuh untuk
pergerakan sendi
yang aktif dan
pasif
4. Lakukan gerakan
pasif dengan
bantuan sesuai
dengan indikasi
5. Berikan dukungan
posittif pada saat
melakukan latihan
gerak sendi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
latihan
2. Anjurkan
melakukan
rentang gerak
pasif dan aktif
secara sistematis
3. Menganjurkan
duduk ditempat
tidur atau
dikursi,jika perlu
4. Ajarkan rentang
gerak aktif sesuai
dengan program
latihan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan
fisioterapis
mengembangkan
program
latihan,jika perlu
4. Risiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dengan stasis cairan tubuh, tindakan keperawatan
Observasi
respons inflamasi tertekan, selama…x24 jam
prosedur invasif dan jalur diharapkan tingkat 1. Monitor tanda dan
penusukkan, luka/kerusakan infeksi menurun dengan gejala infeksi lokal
2. Kemerahan pengunjung
4. Bengkak edema
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
6. Ansietas b.d Kurang terpapar Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
informasi ditandai dengan: tindakan keperawatan Observasi
Gejala dan tanda mayor selama… x 24 jam, 1. Identifikasi saat tingkat
Data Subjektif diharapkan tingkat ansietas berubah (mis.
1. Merasa bingung Kondisi, waktu,
ansietas membaik
2. Merasa khawatir dengan akibat stressor)
dengan kriteria hasil:
dari kondisi yang dihadapi 2. Identifikasi
3. Sulit berkonsentrasi 1. Verbalisasi kemampuan
Data Objektif kebingungan mengambil keputusan
1. Tampak gelisah Menurun 3. Monitor tanda-tanda
2. Tampak tegang 2. Verbalisasi khawatir ansietas (mis. Verbal
3. Sulit tidur akibat kondisi yang dan non verbal)
Gejala dan tanda minor : dihadapi Menurun Terapeutik
Data Subjektif 3. Perilaku gelisah 1. Ciptakan suasan
1. Mengeluh pusing Menurun terapeutik untuk
2. Anoreksi 4. Perilaku tegang menumbuhkan
3. Palpitasi Menurun kepercayaan
4. Merasa tidak berdaya 5. Keluhan pusing 2. Temani pasien untuk
Data Objektif Menurun mengurangi
8. Frekuensi napas meningkat 6. Anoreksia Menurun kecemasan, jika
9. Frekuensi nadi meningkat 7. Palpitasi Menurun memungkinkan
10. Tekanan darah meningkat 8. Diaforesis Menurun 3. Pahami situasi yang
11. Diaforesis 9. Tremor Menurun membuat ansietas
12. Tremor 10. Pucat Menurun 4. Dengarkan dengan
13. Muka tampak pucat 11. Konsentrasi penuh perhatian
14. Suara bergetar membaik 5. Gunakan pendekatan
15. Kontak mata buruk 12. Pola tidur Membaik yang tenang dan
16. Sering berkemih 13. Frekuensi pernapasan meyakinkan
17. Berorientasi pada masa lalu Membaik 6. Tempatkan barang
14. Frekuensi nadi pribadi yang
Membaik memberikan
15. Tekanan darah kenyamanan
Membaik 7. Motivasi
16. Kontak mata mengidentifikasi situasi
Membaik yang memicu
17. Pola berkemih kecemasan
Membaik 8. Diskusikan
18. Orientasi Membaik perencanaan yang
realistis tentang
peristiwa yangakan
datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA