BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tulang merupakan alat penopang dan sebagai pelindung pada tubuh. Tanpa tulang tubuh tidak akan
tegak berdiri. Fungsi tulang dapat diklasifikasikan sebagai aspek mekanikal maupun aspek fisiologikal.
Dari aspek mekanikal, tulang membina rangka tubuh badan dan memberikan sokongan yang kokoh
terhadap tubuh. Sedangkan dari dari aspek fisiologikal tulang melindungi organ-organ dalam seperti
jantung, paru-paru dan lainnya. Tulang juga menghasilkan sel darah merah, sel darah putih dan plasma.
Selain itu tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium, fosfat, dan garam magnesium. Namun karena
tulang bersifat relatif rapuh, pada keadaan tertentu tulang dapat mengalami patah, sehingga
menyebabkan gangguan fungsi tulang terutama pada pergerakan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Untuk mengetahui bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur
humerus
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam
buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
Fraktur tulang Humerus atau patah tulang humerus adalah cedera yang sangat serius. Fraktur ini
dikaitkan dengan beberapa komplikasi dan bisa menjadi bencana jika tidak dikelola dengan baik. Sebuah
kecelakaan jatuh dengan tumpuan siku atau lengan cukup untuk menyebabkan fraktur humerus untuk
orang yang sudah tua. Hal ini juga terlihat pada orang muda setelah kecelakaan di jalan atau jatuh dari
ketinggian atau cedera langsung ke lengan di tempat kerja. Kadang-kadang juga disertai dengan dislokasi
siku atau sendi bahu
Patah tulang humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur tulang humerus (Chairudin Rasjad,
1998). Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline
cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok
berdasarkan bentuknya :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua
ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan
metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan
digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk
oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh.
Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,
bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki
rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah
tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan
persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-
garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti
banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler.
Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal
yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi
nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.
Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-
rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum,
terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
b. Fisiologi Tulang
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
C. ETIOLOGI
Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang, seperti
benturan dan cedera.
Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat
penyakit kanker atau osteoporosis. (Menurut Barbara C. Long, 1989, hal : 297).
D. KLASIFIKASI
(Prof. Chaeruddin Rasjad, Ph.D. Fraktur dan Dislokasi. 1995. FKUH)
ü Closed frakture (fraktur tertutup) : Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka pada kulit.
ü Compound fracture (fraktur terbuka) : Adanya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan
dunia luar.
b. Berdasarkan jenisnya
ü Fraktur butterfly : Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke samping.
ü Fraktur impacted (kompresi) : Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan searah sumbu tulang.
ü Fraktur avulsi : Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari ligamen.
ü Fraktur segmental : Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur yang besar.
ü Fraktur multiple : Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.
a. Fraktur suprakondilar humeri (transkondilar). Merupakan fraktur yang sangat sering terjadi pada
anak-anak setelah fraktur antebraki. Dua tipe fraktur suprakondilar humeri berdasarkan pergeseran
fragmen distal adalah sebagai berikut :
1. Tipe posterior ( tipe ekstensi). Merupakan 99% dari seluruh jenis fraktur suprakondilar humeri.
Pada tipe ini fragmen distal bergeser kearah posterior. Tipe ekstensi terjadi apabila klien mengalami
trauma saat siku dalam posisi hiperekstensi atau sedikit fleksi serta pergelangan tangan dalam posisi
dorsofleksi.
2. Tipe anterior (tipe fleksi). Hanya merupakan 1-2% dari seluruh fraktur suprakondilar humeri. Tipe
fleksi terjadi apabila klien jatuh dan mengalami trauma langsung sendi siku pada humerus distal.
b. Fraktur interkondilar humeri. Bagian kondilus humerus sering juga mengalami fraktur akibat suatu
trauma. Gambaran klinisnya adalah nyeri, pembengkakan, dan perdarahan subkutan pada daerah sendi
siku. Pada daerah tersebut ditemukan nyeri tekan, gangguan pergerakan dan krepitasi. Fraktur kondilar
seirng bersama-sama dengan fraktur suprakondilar
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan
(Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah
tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti
kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk
menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk
fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan
yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa
sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan
endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga
gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini
sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur,
dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang
yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun,
pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
F . MANIFESTASI KLINIS
a. Deformitas
c. Echimiosis
e. Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan fraktur yang meningkat karena penekanan sisi-sisi
fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
f. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, di mana saraf ini dapat terjepit
atau terputus oleh fragmen tulang.
g. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau spasme otot.
k. Shock yang dapat disebabkan karena kehilangan darah dan rasa nyeri yang hebat.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan sinar rontgen. Untuk
mendapatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan
dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
2. Fosfatase alkali meningkat padatulang yang rusak dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), asparat amino transferase (AST),
dan adolase meninngkat pada tahp penyembuhan tulang.
H. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian
distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan,
tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai
pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap,
kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
I . PENATALAKSANAAN FRAKTUR
a. Recognisi/pengenalan : Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi : Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali
seperti letak asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi : Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
d. Traksi : Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan memakai
katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e. Gips : Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk tertentu dengan
mempergunakan alat tertentu.
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Tn. R berusia 45thpekerjaan sebagai kontraktor, tinggal di jln.demang lebar daun Palembang.
Datang ke RS Siti Khadijah Palembang dengan keluhan nyeri pada lengan bagian kanan atas, klien
mengatakan nyeri ditimbulkan akibat kecelakaan saat bekerja, klien mengatakan cemas atas
keadaannya.Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV : TD : 100/70 mmHgPols :
70x/menitRR : 20x/menit Temp : 36◦c skala nyeri : 7 dengan kesadaran composmentis.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
· Nama : Tn. R
· Usia : 45 Tahun
· Agama : Islam
· Suku : Jawa
· Pendidikan : SD
· Medreg : 101.8680
· Nama : Ny V
· Usia : 43 Tahun
· J.kelamin : Perempuan
· Agama : Islam
· Pekerjaan : IRT
3. Keluhan utama
Datang ke RS Siti Khadijah Palembang dengan keluhan nyeri pada lengan bagian kananatas, klien
mengatakan nyeri ditimbulkan akibat kecelakaan saat bekerja, klien mengatakan cemas atas
keadaannya.Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV : TD : 100/70 mmHgPols : 70x/menit RR
: 20x/menittemp : 36◦c skala nyeri : 7 dengankesadarancomposmentis.
7. Riwayat psikologis
8. Riwayat sosial
9. Riwayat Spiritual
Klien beragama islam dan dalam keseharianya klien rajin mengaji tetapi saat masuk hanya
istrirahat.
NO
AKTIVITAS
SEBELUM MRS
SAAT MRS
Pola nutrisi
a. Frekuensi makan
Jenis
Jumlah/porsi
Nafsu makan
Masalah
b. Minum
Jenis
Jumlah
Masalah
3x Sehari
Nasi putih
1 porsi
Baik
Tidak ada
Air putih
Tidak ada
3x sehari
Bubur + lauk+ sayur
2 Porsi
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Pola eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsisten
Warna
Masalah
b. BAK
Frekuensi
Warna
Masalah
± 2x Sehari
Lunak
Kuning
Tidak ada
5- 6x sehari Jernih
Tidak ada
± 2x Sehari
Lunak
Kuning
Tidak ada
5-6 x sehari
Jernih
Tidak ada
3
Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur
Lama tidur
Tidur siang
Masalah
Malam
2 jam
Tidak ada
Malam
±1 jam
Ada
Personal hygiene
Frekuensi mandi
Ganti pakaian
Rambut
Kuku
Masalah
2-3x sehari
2x sehari
Bersih
Bersih
Tidak ada
2x sehari
2x sehari
Bersih
Bersih
Tidak ada
Makan/minum
Toileting
Mandi
ROM
Berpindah
Berpakaian
Masalah
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Mandiri
Tidak ada
Dibantu
Dibantu
Dibantu
Dibantu
Dibantu
Dibantu
Dibantu
ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran : composmentis
· TD : 100/70 mmHg
· Pols : 70x/menit
· RR : 20x/menit
· Temp : 36oC
2. Keadaan khusus
a. Kepala
Kebersihan : Bersih
Masalah : Tidakada
b. Mata
Letak : Simetris
Konjungtiva : Kemerahan
Sklera : Putih
c. Hidung
Bentuk : Simestris
Penciuman : Baik
Kebersihan : Bersih
d. Telinga
Letak : Simestris
Pendengaran : Baik
Kebersihan : bersih
Mukosa : Lembab
Bibir : Normal
Lidah : Bersih
f. Leher
g. Dada
Bentuk : Simetris
RR : 20x/ menit
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
Masalah : Tidakada
h. Abdomen
Bentuk : Simettris
Palpasi : normal
i. Genital
j. Kulit
Turgor : elastis
Kebersihan : Bersih
k. Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
2. Fosfatase alkali meningkat padatulang yang rusak dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5), asparat amino transferase (AST),
dan adolase meninngkat pada tahp penyembuhan tulang.
E. ANALISA DATA
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
Data Subjektif :
Data Objektif :
· TTV :
TD : 100/70 mmHg
Pols : 70x/menit
RR : 20x/menit
Temp : 36 oC
Nyeri akut
2.
Data Subjektif :
Data Objektif:
· Klien tampak pucat
· TTV :
TD : 100/70 mmHg
Pols : 70x/menit
RR : 18x/menit
Temp : 36 oC
3.
Data subjektif :
Data objektif :
Nyeri akut
4.
Data Subjektif:
Data Obyektif:
5.
Data subyektif:
Data Objektif:
Kurangnya pengetahuan
Ansietas
F. PRIORITAS MASALAH
TGL
DIAGNOSA
INTERVENSI
RASIONAL
IMPLEMENTASI
RESPON
EVALUASI
03 Des 2015
Data Subjektif :
Data Objektif :
· TTV :
TD:100/70 mmHg
Pols:70x/ment
RR :20x/menit
Temp: 36 oC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam diharapkan nyeri klien hilang
Kriteria Hasil :
· Skala nyeri 0
· TTV :
TD:120/80 mmHg
Pols: 80x/menit
RR: 20x/menit
Temp: 36 oC
· Kaji skala nyeri secara komperhensif termasuk lokasi, intensitas dan frekuensi nyeri
· Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan.
· Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri jika tidak berhasil.
· TTV sangat penting dilakukan untuk mengetahui secara umum bagaimana keadaan klien
· Membantu perawat dalam mengetahui keadaan ketidaknyamanan klien
· Dengan tekhnik komunikasi terapeutik secara tidak langsung bisa mengurangi nyeri klien .
· Mengkaji skala nyeri secara komperhesif termasuk lokasi,intensitas dan frekuensi nyeri.
Hasil : skala nyeri 7
Sebelum :
TD:100/70mmHg
Pols: 70x/menit
RR: 20x/menit
Temp: 36 oC
· Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan.
· Mengkolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri jika tidak berhasil.
S:
O:
· Skala nyeri 0
· TD:120/80mmHg
Pols:80x/ment
RR: 20x/menit
Temp: 36 oC
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
03 Des 2015
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan perfusi jaringan
Data Subjektif :
Data Objektif :
· TTV :
TD : 100/70 mmHg
Pols : 70x/menit
RR : 20x/menit
Temp : 36 oC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien tidak lemas lagi
Kriteria Hasil :
· TTV kembali normal terutama tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
· Monitor adanya daerah tertentu hanya peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
· Batasi gerakan
Tangan
· Untuk mengetahui adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
· Untuk mengetahui adanya daerah tertentu yang peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
· Memonitor adanya daerah tertentu hanya peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
O:
· TD:120/80mmHg
Pols:80x/ment
RR: 20x/menitTemp: 36 oC
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
03 Des 2015
Data subjektif :
Data objektif :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola tidur klien kembali normal
Kriteria hasil :
· Instruksikan
Waktu tidur :
Siang-malam
· Menginstruksikan
O:
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
03 Des 2015
Data Subjektif:
Data Obyektif:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapakan klien bisa melakukan aktivitas secara
mandiri
Kriteria hasil :
· Monitor vital sign sebelum dan sesudah dan lihat respon pasien saat latihan
· Ajarkan klien untuk mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
· Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara mandiri sesuai dengan kemampuan
· Memonitor vital sign sebelum dan sesudah dan lihat respon pasien saat latihan
· Mengajarkan klien untuk mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
· Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLS secara mandiri sesuai dengan kemampuan
· Mengkolaborasi dengan fisioterapi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan klien
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
03 Des 2015
Data subyektif:
· Klien mengatakan takut akan keadaanya
Data Objektif:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan Ansietas kurangnya pengetahuan teratasi
Kriteria Hasil :
O : Klien sudah tidak tampak gelisah lagi & bertanya akan penyakitnya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Berbagi
Posting Komentar
‹
›
Beranda
Mengenai Saya
serli safitri