Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang

akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan

respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang

memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon

seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang

budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu

kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa

dilakukan (Engram, 2011). Jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat

sekitar 25 juta orang pertahun.

Femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah

pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur.

Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.

Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan

tulang patah dengan luka terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi

dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.

Di antara jenis patah tulang, patah tulang cruris adalah menduduki peringkat pertama

dari keseluruhan angka kejadian patah tulang yang terjadi. Penderita kebanyakan

adalah pengendara sepeda motor. Komplikasi akibat patah tulang cukup banyak mulai

dari ringan sampai berat bahkan sampai menimbulkan kecacatan, di samping itu patah

tulang membutuhkan biaya perawatan dan pengobatan yang cukup tinggi.


B. Rumusan Masalah

1. Untuk menetahui pengertian fraktur

2. Untuk mengetahui etiologi fraktur

3. Untuk mengetahui klasifikasi fraktur

4. Untuk mengetahui tanda dan gejal fraktur

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur

C. Tujuan

Petugas mampu mamahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan fraktur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Keperawatan

A. Definisi Fraktur

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi

mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks;

biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih

utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah satu

dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang

cenderung untuk mengalami kontaminasi dn infeksi (A,Graham,A & Louis, S, 2000).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Sjamsuhidajat, 2005).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2005).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak

disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak

lengkap ( Price, A dan L.Wilson, 2006).

B. Anatomi Fisiologi

Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan

otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem

muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi

perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang

merupakan kerangka yang kuat untuk menyyangga struktur tubuh. Otot yang melekat

ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium, fodfor,

magnesium, dan fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat dalam tulang.
Sumsum tulang merah yang terletak dalam tulang menghasilkan sel darah merah dan

putih dalam proses yang dinamakan hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu

usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk mempertahankan

temperature tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002). Tulang terbagi dalam empat

kategori: tulang panjang (mis, femur), tulang pendek (mis, tulang tarsial), tulang pipih

(mis, sternum) dan tulang tidak teratur (mis vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan

tulang konselus (trabekular/ spongius) atau kortikel (kompak), tulang panjang (misal

femur berbentuk seperti tungkai/batang panjang dengan ujung yang membalut) ujung

tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang

disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan.

Tulang pendek (misal metakarpal ) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis

tulang kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk

hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak

teratur (misal, vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.

Osteoblast berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik tulang

dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi nuklea atau

berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi tulang panjang dan

rongga-rongga dalam tulang konselus.

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah

dan terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang dan

dua ujung.

a. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil lateral, kondil lateral memperlihatkan

posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi fibio-

fibular superior, tuberkel dan fibia ada disebelah depan dengan tepat dibawah
kondil-kondil ini, bagian depan member kaitan kepada tendon dari insersi otot

ekstensor kwadrisep.

b. Batang dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya paling

menjulang dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini membentuk

krista tibia.

c. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit dan

kebawah sebelah medial menjulang menjadi maleoulus medial/meleolus tibia.

Fibula/ tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah

tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.

d. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari tibia,

tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.

e. Batangnya ramping terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyakn kaitan

f. Ujung bawah sebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus

lateralis/maleolus fibula (Evelyn Paecce, 2002)

C. Etiologi Fraktur

Menurut Oswari E, (2000), penyebab fraktur adalah:

1. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis

patah melintang atau miring.

2. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari

tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling

lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.


3. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa

pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,

dan penarikan.

D. Patofisiologi Fraktur

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh gangguan adanya

gaya dalam tubuh, yaitu stres, gangguan fisisik,gangguan metabolik, patologik.

Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik terbuka ataupun tertutup. Kerusakan

pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP

menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengkudasi

plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur

terbuka atau tertutup akan mengenai saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa

nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang

menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur

terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi

terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan

kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, bisanya disebabkan oleh

trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka dan tertutup. Pada

umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas

yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada

tempatnya sampai sembuh.

Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya

pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini

terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontraksi

progresif dari kulit, otot dan sirkulasi vaseral. Karena ada cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai

usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen

meningkatkan tahanan pembuluh perifer hal ini akan meningkatkan tekanan darah

diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit

membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif

juga dilepaskan di dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,

bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain.

Subtansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.

Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur

pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam

sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada

tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigen tidak adekuat tidak mendapat substrat

esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi

energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme

anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembangnya

asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk

pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran sel tidak

dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik normal hilang.

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan

kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya

mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-

sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran

darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di

tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala

untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuah fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami

remodoling untuk membentuk tulang sejati.

E. Klasifikasi Fraktur

Menurut Garis Fraktur, yaitu :

1. Fraktur komplit

Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks

tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.

2. Fraktur inkomplit

Adalah fraktur yang garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang.

3. Greenstick fracture

Adalah jenis fraktur yang mengenai satu korteks dimana korteks tulangnya

sebagian masih utuh juga periosteum, akan segera sembuh dan segera mengalami

remodelling ke bentuk normal. Bisa dikatakan fraktur ini adalah fraktur yang di

mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi yang lainnya membengkok.

4. Hair line fraktur

Adalah Garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan

bentuk tulang.

F. Manifestasui Klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,

hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local,

dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah

yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.


2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur

menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan

membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas

tulang tempat melekatnya otot.

3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang

lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai

Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi

setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (doengoes, 2000) pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :

1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur

2. Scan tulang, tonogramm, scan CI/MRI: memperlihatkan fraktur juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma

multiple)

5. Peningkatan jumlal SDP adalah respons stress normal setelah trauma.


6. Kreatinin : traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.

7. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multiple, atau cederah hati.

H. Penatalaksanaan

Prinsip pennganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian

fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi( Brunner & Suddarth, 2002).

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis. Metode untuk mencapai reduksifraktur adalah dengan reduksi tertutup,

traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung

pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan

fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi

dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek

reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spesame otot yang terjadi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen

tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau

batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi

dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi ekstern meliputi

pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam

digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat dilakukan

dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan

memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dengan harga

diri (Brunner & suddarth, 2005).


Prinsip penangan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:

1. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan

kemudian dirumah sakit.

2. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang

yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk

mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan dibawah

fraktur.

4. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2006).

I. Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L.Wilson, 2006)

1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam

posisi yang tidak pada seharusnya, membentu sudut atau miring

2. Delayed Union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan

kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali

4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan yang berlebihan di

dalam suatu ruangan yang disebabkan oleh pendarahan masif pada suatu tempat.

5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada

fraktur.

6. Fat embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembluh darah. Faktor

resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur yang meningkat pada laki-laki usia 20-

40 tahun, usia 70 sampai 80 faktur tahun.


7. Tromboembolik komplication, trombo vena dalam sering terjadi pada individu

yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan

lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstermitas bawah atau trauma komplikasi

paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedi.

8. Infeksi, sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan . Pada trauma

orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedah seperti pin dan plat.

9. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nikrosis

iskemia.

10. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf

simpatik abnormal syndrome ini belumbanyak dimengerti. Mungkin karena nyeri,

perubahan tropik dan vasomotor instability.


2. KonsepAsuhanKeperawatanFraktur
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer

a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi

b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson
& Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar),
jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.
c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan
perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock
dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui
paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner,
2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
e) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head
to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien
mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.
(Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus
diperolehlangsung daripasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau
kondisipasienyang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat,
atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap
karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Beberapa
contoh:
a. Tabrakan frontal seorang pengemudi mobil tanpa sabuk pengaman: cedera wajah,
maksilo-fasial, servikal. Toraks, abdomen dan tungkai bawah.
b. Jatuh dari pohon setinggi 6 meter perdarahan intra-kranial, fraktur servikal atau
vertebra lain, fraktur ekstremitas.
c. Terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Ada beberapa cara lain untuk mengkaji riwayat pasien yang disesuaikan dengan kondisi
pasien. Pada pasien dengan kecenderungan konsumsi alkohol, dapat digunakan beberapa
pertanyaan di bawah ini (Emergency Nursing Association, 2007):
 C. have you ever felt should Cut down your drinking?
 A. have people Annoyed you by criticizing your drinking?
 G. have you ever felt bad or Guilty about your drinking?
 E. have you ever had a drink first think in the morning to steady your nerver or get
rid of a hangover (Eye-opener)
Jawaban Ya pada beberapa kategori sangat berhubungan dengan masalah
konsumsi alkohol.
Pada kasus kekerasan dalam rumah tangga akronim HITS dapat digunakan dalam proses
pengkajian. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain : “dalam setahun terakhir ini
seberapa sering pasanganmu” (Emergency Nursing Association, 2007):
 Hurt you physically?
 Insulted or talked down to you?
 Threathened you with physical harm?
 Screamed or cursed you?
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi
:
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya
lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan
saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama
nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah
merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen,
tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang datang
dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang
kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).

b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,
gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,
serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya
respon nyeri

c. Vertebra servikalis dan leher


Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan
suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan
pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,
emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap
jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan
oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder.
d. Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker,
frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi
jantung (murmur, gallop, friction rub)

e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah
kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG
(Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala
mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi
berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila
diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema,
atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan
sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari
lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan
tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan
adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat,
karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua
wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra
pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury.
Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin
(pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12
kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan
keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat
s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat
pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan
ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita
mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet,
luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.

i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan
oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai
terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih
dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis.
Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan
intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus
diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf
(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori
B. DiagnosaKeperawatanFraktur

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik, ❖ Pain Level, ▪ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan ❖ pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
❖ comfort level kualitas dan faktor presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan ▪ Observasi reaksi nonverbal dari
- Laporan secara verbal keperawatan selama …. Pasien ketidaknyamanan
DO: tidak mengalami nyeri, dengan ▪ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Posisi untuk menahan nyeri kriteria hasil: menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati ● Mampu mengontrol nyeri ▪ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
- Gangguan tidur (mata sayu, (tahu penyebab nyeri, mampu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
tampak capek, sulit atau menggunakan tehnik kebisingan
gerakan kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk ▪ Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Terfokus pada diri sendiri mengurangi nyeri, mencari ▪ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Fokus menyempit (penurunan bantuan) intervensi
persepsi waktu, kerusakan ● Melaporkan bahwa nyeri ▪ Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
proses berpikir, penurunan berkurang dengan dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
interaksi dengan orang dan menggunakan manajemen ▪ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
lingkungan) nyeri ……...
- Tingkah laku distraksi, contoh : ● Mampu mengenali nyeri ▪ Tingkatkan istirahat
jalan-jalan, menemui orang lain (skala, intensitas, frekuensi ▪ Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
dan/atau aktivitas, aktivitas dan tanda nyeri) nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
berulang-ulang) ● Menyatakan rasa nyaman antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
- Respon autonom (seperti setelah nyeri berkurang ▪ Monitor vital sign sebelum dan sesudah
diaphoresis, perubahan tekanan ● Tanda vital dalam rentang pemberian analgesik pertama kali
darah, perubahan nafas, nadi normal
dan dilatasi pupil) ● Tidak mengalami gangguan
- Perubahan autonomic dalam tidur
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh
: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


Berhubungan dengan : ❖ Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
- Gangguan metabolisme sel ❖ Mobility Level ▪ Monitoring vital sign sebelm/sesudah
- Keterlembatan perkembangan ❖ Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat
- Pengobatan ❖ Transfer performance latihan
- Kurang support lingkungan Setelah dilakukan tindakan ▪ Konsultasikan dengan terapi fisik
- Keterbatasan ketahan keperawatan selama….gangguan tentang rencana ambulasi sesuai
kardiovaskuler mobilitas fisik teratasi dengan dengan kebutuhan
- Kehilangan integritas struktur kriteria hasil: ▪ Bantu klien untuk menggunakan
tulang ❖ Klien meningkat dalam tongkat saat berjalan dan cegah
- Terapi pembatasan gerak aktivitas fisik terhadap cedera
- Kurang pengetahuan tentang ❖ Mengerti tujuan dari ▪ Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
kegunaan pergerakan fisik peningkatan mobilitas lain tentang teknik ambulasi
- Indeks massa tubuh diatas 75 ❖ Memverbalisasikan perasaan ▪ Kaji kemampuan pasien dalam
tahun percentil sesuai dengan usia dalam meningkatkan mobilisasi
- Kerusakan persepsi sensori kekuatan dan kemampuan ▪ Latih pasien dalam pemenuhan
- Tidak nyaman, nyeri berpindah kebutuhan ADLs secara mandiri
- Kerusakan muskuloskeletal dan ❖ Memperagakan penggunaan sesuai kemampuan
neuromuskuler alat Bantu untuk mobilisasi ▪ Dampingi dan Bantu pasien saat
- Intoleransi aktivitas/penurunan (walker) mobilisasi dan bantu penuhi
kekuatan dan stamina kebutuhan ADLs ps.
- Depresi mood atau cemas ▪ Berikan alat Bantu jika klien
- Kerusakan kognitif memerlukan.
- Penurunan kekuatan otot, kontrol ▪ Ajarkan pasien bagaimana merubah
dan atau masa posisi dan berikan bantuan jika
- Keengganan untuk memulai gerak diperlukan
- Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai langkah
pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan
halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko Injury NOC : NIC : Environment Management


Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
Faktor-faktor risiko : Immune status ▪ Sediakan lingkungan yang aman untuk
Eksternal Safety Behavior pasien
- Fisik (contoh : rancangan struktur Setelah dilakukan tindakan ▪ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
dan arahan masyarakat, bangunan keperawatan selama…. Klien tidak sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
dan atau perlengkapan; mode mengalami injury dengan kriterian kognitif pasien dan riwayat penyakit
transpor atau cara perpindahan; hasil: terdahulu pasien
Manusia atau penyedia pelayanan) ❖ Klien terbebas dari cedera ▪ Menghindarkan lingkungan yang
- Biologikal ( contoh : tingkat ❖ Klien mampu menjelaskan berbahaya (misalnya memindahkan
imunisasi dalam masyarakat, cara/metode untukmencegah perabotan)
mikroorganisme) injury/cedera ▪ Memasang side rail tempat tidur
- Kimia (obat-obatan:agen farmasi, ❖ Klien mampu menjelaskan ▪ Menyediakan tempat tidur yang nyaman
alkohol, kafein, nikotin, bahan factor risiko dari dan bersih
pengawet, kosmetik; nutrien: lingkungan/perilaku personal ▪ Menempatkan saklar lampu ditempat
vitamin, jenis makanan; racun; ❖ Mampumemodifikasi gaya yang mudah dijangkau pasien.
polutan) hidup untukmencegah injury ▪ Membatasi pengunjung
Internal ❖ Menggunakan fasilitas ▪ Memberikan penerangan yang cukup
- Psikolgik (orientasi afektif) kesehatan yang ada ▪ Menganjurkan keluarga untuk menemani
- Mal nutrisi ❖ Mampu mengenali perubahan pasien.
- Bentuk darah abnormal, contoh : status kesehatan ▪ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
leukositosis/leukopenia ▪ Memindahkan barang-barang yang dapat
- Perubahan faktor pembekuan, membahayakan
- Trombositopeni ▪ Berikan penjelasan pada pasien dan
- Sickle cell keluarga atau pengunjung adanya
- Thalassemia, perubahan status kesehatan dan
- Penurunan Hb, penyebab penyakit.
- Imun-autoimum tidak berfungsi.
- Biokimia, fungsi regulasi (contoh :
tidak berfungsinya sensoris)
- Disfugsi gabungan
- Disfungsi efektor
- Hipoksia jaringan
- Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial)
- Fisik (contoh : kerusakan
kulit/tidak utuh, berhubungan
dengan mobilitas)
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management


berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and ▪ Anjurkan pasien untuk menggunakan
Eksternal : Mucous Membranes pakaian yang longgar
- Hipertermia atau hipotermia Wound Healing : primer dan ▪ Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia sekunder ▪ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
- Kelembaban Setelah dilakukan tindakan dan kering
- Faktor mekanik (misalnya : alat keperawatan selama….. kerusakan ▪ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
yang dapat menimbulkan luka, integritas kulit pasien teratasi setiap dua jam sekali
tekanan, restraint) dengan kriteria hasil: ▪ Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Immobilitas fisik ❖ Integritas kulit yang baik ▪ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
- Radiasi bisa dipertahankan (sensasi, derah yang tertekan
- Usia yang ekstrim elastisitas, temperatur, ▪ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Kelembaban kulit hidrasi, pigmentasi) ▪ Monitor status nutrisi pasien
- Obat-obatan ❖ Tidak ada luka/lesi pada ▪ Memandikan pasien dengan sabun dan air
Internal : kulit hangat
- Perubahan status metabolik ❖ Perfusi jaringan baik ▪ Kaji lingkungan dan peralatan yang
- Tonjolan tulang ❖ Menunjukkan pemahaman menyebabkan tekanan
- Defisit imunologi dalam proses perbaikan kulit ▪ Observasi luka : lokasi, dimensi,
- Berhubungan dengan dengan dan mencegah terjadinya kedalaman luka, karakteristik,warna
perkembangan sedera berulang cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
- Perubahan sensasi ❖ Mampu melindungi kulit tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Perubahan status nutrisi (obesitas, dan mempertahankan ▪ Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
kekurusan) kelembaban kulit dan perawatan luka
- Perubahan status cairan perawatan alami ▪ Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
- Perubahan pigmentasi ❖ Menunjukkan terjadinya TKTP, vitamin
- Perubahan sirkulasi proses penyembuhan luka ▪ Cegah kontaminasi feses dan urin
- Perubahan turgor (elastisitas ▪ Lakukan tehnik perawatan luka dengan
kulit) steril
▪ Berikan posisi yang mengurangi tekanan
DO: pada luka
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kecemasan berhubungan dengan NOC : NIC :


Faktor keturunan, Krisis - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
situasional, Stress, perubahan - Koping ● Gunakan pendekatan yang menenangkan
status kesehatan, ancaman Setelah dilakukan asuhan ● Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
kematian, perubahan konsep diri, selama ……………klien pelaku pasien
kurang pengetahuan dan kecemasan teratasi dgn kriteria ● Jelaskan semua prosedur dan apa yang
hospitalisasi hasil: dirasakan selama prosedur
❖ Klien mampu ● Temani pasien untuk memberikan keamanan
DO/DS: mengidentifikasi dan dan mengurangi takut
- Insomnia mengungkapkan gejala ● Berikan informasi faktual mengenai
- Kontak mata kurang cemas diagnosis, tindakan prognosis
- Kurang istirahat ❖ Mengidentifikasi, ● Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
- Berfokus pada diri sendiri mengungkapkan dan ● Instruksikan pada pasien untuk
- Iritabilitas menunjukkan tehnik menggunakan tehnik relaksasi
- Takut untuk mengontol cemas ● Dengarkan dengan penuh perhatian
- Nyeri perut ❖ Vital sign dalam batas ● Identifikasi tingkat kecemasan
- Penurunan TD dan denyut nadi normal ● Bantu pasien mengenal situasi yang
- Diare, mual, kelelahan ❖ Postur tubuh, ekspresi menimbulkan kecemasan
- Gangguan tidur wajah, bahasa tubuh dan ● Dorong pasien untuk mengungkapkan
- Gemetar tingkat aktivitas perasaan, ketakutan, persepsi
- Anoreksia, mulut kering menunjukkan ● Kelola pemberian obat anti cemas:........
- Peningkatan TD, denyut nadi, berkurangnya kecemasan
RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Manajemen Asuhan Keperawatan

1. Identitas Pasien

Nama Lengkap : Ny. J

Tanggal masuk RS : 28 Januari 2018 ( 10.30 WIB)

Tanggal pengkajian : 28 Januari 2018

Diangnosa Medis : Open fraktur et. Humerus 1/3 tengah sinistra

Open fraktus et. Tibia distra

2. Pengkajian Primer

a. Airway

Tidak ada sumbatan jalan nafas, suara nafas tabahan tidak ada, tidak

ada pendaharahan/pengeluaran dari mulut. Jalan nafas paten.

b. Breathing

RR = 23x/i, bunyi nafas tambahan tidak ada, otot bantu pernafasan

tidak ada.

c. Circulation

HR = 102x/i, TD = 111/55 mmHg, CRT > 2 detik, akral teraba dingin,

kulit padaujung ekstremitas tampak pucat, ada perdarahan (± 5 cc)

d. Disability

GCS = 14 (E4V5M5), ukuran pupil 2mm/2mm.

e. Exposure

Ada kelainan bentuk, luka lecet ditelinga bagian kiri, patah dilengan

kiri dan tungkai kanan


3. Diagnosa Keperawatan (Berdasarkan pola PES)

a. Resiko syok berhubungan dengan pendarahan

b. Kerusakan integritas jaringan (tulang) berhubungan dengan trauma

4. Tujuan dan Kriteria Hasil Untuk Masalah diatas

 Managemen shock : volume

Dengan kriteria hasil :

a. Tidak terjadi penurunan kesadaran skala 3

b. Penurunan tekanan darah sistolik skala 3

c. Penurunan tekanan darah sistolik skala 3

d. Perfusi perifer baik ( akral hangat, kering, merah)

 Tissue integritas : skin and mucous membrans

 Wound healing : primary and secondary intention

Dengan kriteria hasil :

a. Penyembuhan luka (3)

b. Pemulihan luka (3)

c. Menunjukkan terjadinya proses penyumbatan luka

5. Intervensi Keperawatan

Manajemen syok

a. Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah, status mental, dan output urin

b. Posisikan pasien untuk mendapatkan perfusi yang optimal

c. Berikan ksigen dan ventilasi mekanik, sesuai kebutuhan

d. Monitor EGK

e. Ambil AGD arteri dan monitor ksigenisasi jaringan

f. Monitor nilai-nilai laboratorium


g. Pasang dan pertahankan akses divena besar

h. Berikan cairan IV

i. Monitor adanya status hiperdinamik dan syok sepsispaska resusitasi cairan

j. Berikan dukungan emosi pada pasien dan keluarga, dorong harapan yang

realistis.

Perawatan luka

a. Angkat balutan dan plester pelekat

b. Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan

c. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau

d. Ukur luas luka yang sesuai

e. Singkirkan luka-luka yang tertananm pada luka (misalnya, serpihan, kutu,

kaca, kerikil, logam)

f. Bersihkan luka dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun

dengan tepat

g. Berikan perawatan insisi pada luka, yang diperlukan (pemasangan spalak)

h. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka

i. Perkuat balutan luka, sesuai kebutuhan

j. Pertahankan tekhnik balutan steril ketika melakukan perawatan luka,

dengan cepat.

k. Posisikan untuk menghindari menempatkan ketergantungan pada luka,

dengan tepat.
6. Implementasi dan Evaluasi

a. Memonitor tanda-tanda vital, S :

tekanan darah, status mental, dan O :

output urin. - HR : 102x/i

b. Memonitor EGK - TD : 111/55 mmHg

c. Mengambil AGD arteri dan - CRT > 2 detik

monitor ksigenisasi jaringan. - Akral teraba dingin

d. Memonitor timbulnya gagal nafas - Kulit pada ujung ekstremitas

e. Memberikan cairan IV tampak pucat

f. Memberikan dukungan emosi - Ada perdarahan (± 5 cc)

pada pasien dan keluarga, dorong A :

harapan yang realistis. - Masalah resiko syok belum teratasi

P:

- Intervensi dihentika

Pasien pulang paksa

a. Mengangkat balutan dan plester S : -

pelekat. O:

b. Memonitor karakteristik luka, - Luka dibagian teliga sebelah kiri

termasuk drainase, warna, ukuran, - Open fraktur et. Humerus 1/3

dan bau tengah sinistra (± 15 cm)

c. Mengukur luas luka yang sesuai - Open fraktur et. Tibia distra (± 5

d. Membersihkan luka dengan cm)

normal saline atau pembersih - Terpasang spalak (+)

yang tidak beracun dengan tepat A:

e. Memberikan perawatan insisi - Masalah kerusakan integritas


pada luka, yang diperlukan jaringan (tulang) belum teratasi

(pemasangan spalak). P:

f. Memberikan balutan yang sesuai - Intervensi dihentiakan

dengan jenis luka. Pasien pulang paksa

g. Memperkuat balutan luka, sesuai

kebutuhan.

h. Mempertahankan tekhnik balutan

steril ketika melakukan perawatan

luka, dengan cepat.

i. Memposisikan untuk menghindari

menempatkan ketergantungan

pada luka, dengan tepat.

7. Secondary Survey

a. Alasan masuk Rumah Sakit :

Ny. J (78 thn) masuk IGD RSUP. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal

28 januari 2018, jam 10.30 WIB dengan fraktur post kecelakaan. Menurut

keluarga saat itu Ny. J sedang menyebrang di jalan raya, dan tiba-tiba Ny. J

ditabrak sepeda motor, klien terjatuh dan mengalami luka pada kaki, tangan,

dan telinga. Selain itu menurut keluarga Ny. J pendengarannya sudah

terganggu (tidak bisa mendengar).

b. Keluhan utama

Pada saat dilakukan pengkajian Ny. J mengatakan nyeri pada bagian

kaki dan tangan, skala nyeri (5). Ny. J meringis dan merintih kesakitan.
c. Pemerksaan AMPLE

A : Keluarga mengatakan Ny. J tidak ada alergi makanan dan obat -

obatan

M : Keluarga mengatakan Ny. J saat ini tidak ada mengkonsumsi obat-

obatan.

P : Keluarga mengatakn Ny. J memiliki riwayat reumatik

L : Keluarga mengatakan Ny. J sebelumnya makan nasi dan sayur

E : Klien post kecelakaan ±4 jam sebelum masuk rumah sakit M. Djamil

Padang, keluarga mengatakan klien sedang menyebrang jalan dan

tiba-tiba ditabrak motor, klien terjatuh dan luka.

Kesadaran : Composmetis, GCS 14 (E4V5M5)

Vital sign : TD = 111/55 mmHg, RR = 23x/i, N = 102 x/i, S = 36,8oC.

d. Pemeriksaan Head to toe (Pemeriksaan Fisik)

1. Kepala

Inspeksi : Kebersihan kurang, pertumbuhan merata, warna rambut putih

Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-), benjolan (-)

2. Wajah

Inspeksi : Wajah simetris, ada luka kecil dibagian dahi.

Palpasi : Nyeri tekan (-)

3. Mata

Inspeksi : Simetris ki/ka

Palpasi : Nyeri tekan (-), konjungtiva anemis, sklera anikterik, ukuran

Pupil 3mm/3mm.

4. Hidung

Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-)

5. Mulut

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-)

6. Telinga

Inspeksi : Simetris ki/ka

Palpasi : Ada luka lecet dibagian telinga kiri, nyeri tekan (+), serumen

(-)

7. Leher

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-), lesi (-)

8. Thorax

Inspeksi : Simetris ki/ka, pergerakan dinding dada (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), benjolan (-), luka (-)

Auskultasi : Vesikuler

9. Jantung

Inspeksi : Ictus tidak tampak

Palpasi : Ictus teraba

Auskultasi : Sonor

10. Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-)

Peruksi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+)

11. Ekstermitas
a) Ekstermitas atas : Patah tulang 1/3 tengah sinistra,

warna kulit diujung jari-jari pucat, CRT > 2,

akral teraba dingin,

b) Ekstremitas bawah : Patah tulang, warna kulit

diujung jari-jari pucat, akral teraba dingin.

e. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen injuri

8. Nursing Care Pleaning

NANDA NOC NIC

Nyeri akut b/d agen  Point level Manajemen nyeri :

injuri  Pont control a. Lakukan pengkajian

Ditandai dengan :  Comfort level nyeri komprehensif

DS : Dengan kriteria hasil : yang meliputi lokasi,

- Ny. J mengatakan a. Mengenali kapan jarakteristik, durasi,

nyeri dibagian kaki nyeri terjadi (3) frekuensi, kualitas,

dan tangan. b. Mengambarkan intensitas, dan faktor

DO : faktor penyebab pencetus.

- Skala nyeri (5) angan nyer(3) b. Observasi adanya

- Ny. J meringis dan c. Menggunakan petunjuk nonverbal

kesakitan tindakan mengenai

- N = 102 x/i pengurangan nyeri ketidaknyamanan

- RR = 23 x/i tanpa analgesik terutama pada

- TD = 111/55 mmHg (3) mereka yang tidak

- S = 36,8 oC d. Melaporan nyeri dapat berkomunikasi

yang terkontrol secara efektif.


(3) c. Pastikan perawatan

analgesik bagi

pasien dilakukan

dengan pemantauan

yang ketat.

d. Gunakan strategi

komunikasi

terapeutik untuk

mengetahui

pengalaman nyeri

dan sampaikan

penerimaan pasien

terhadap nyeri

e. Tentuka akibat dari

pengalaman nyeri

terhadap kualitas

hidup pasien

f. Berikan informasi

mengenai nyeri,

seperti penyebab

nyeri, berapa lama

nyeri akan dirasakan,

da antisipasi dari

ketidaknyamanan

akibat prosedur.
g. Kendalikan

lingkungan yang

dapat mempengaruhi

respon respon pasien

terhadap

ketidaknyamanan.

h. Ajarkan tekhnik non

farmakologi

(relaksasi, terapi

musik, nafas dalam)

Monitor vital sign :

a. Monitor tekanan

darah, nadi, suhu,

dan status

pernafasan dengan

tepat.

b. Monitor dan

laporkan tanda dan

gejala hipotermia

dan hipertermia.

c. Monitor suara paru-

paru

d. Monitor pula

pernafasan abnormal
e. Monitor warna kulit,

suhu, dan

kelembaban.

f. Identifikasi

kemungkinan

penyebab perubahan

tanda-tanda vital

9. Implementasi dan Evaluasi

Implementasi Evaluasi

a. Melakukan pengkajian nyeri S :

komprehensif yang meliputi - Klien mengatakan masih terasa

lokasi, jarakteristik, durasi, nyeri pada bagian kaki dan

frekuensi, kualitas, intensitas, dan tangan

faktor pencetus. O:

b. Mengobservasi adanya petunjuk - Skala nyeri (5)

nonverbal mengenai - Ny. J meringis dan kesakitan

ketidaknyamanan terutama pada - N = 102 x/i

mereka yang tidak dapat - RR = 23 x/i

berkomunikasi secara efektif. - TD = 111/55 mmHg

c. Menggunakan strategi komunikasi - S = 36,8 oC

terapeutik untuk mengetahui A :

pengalaman nyeri dan sampaikan - Masalah nyeri belum teratasi


penerimaan pasien terhadap nyeri P:

d. Memberikan informasi mengenai - Intervensi dihentikan

nyeri, seperti penyebab nyeri, Pasien pulang paksa

berapa lama nyeri akan dirasakan,

da antisipasi dari

ketidaknyamanan akibat prosedur.

e. Mengajarkan tekhnik non

farmakologi (relaksasi, terapi

musik, nafas dalam)

f. Memonitor tanda-tanda vital


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Manajemen Asuhan Keperawatan

Seorang pasien Ny. J (78 thn) masuk RSUP M. Djamil Padang pad tanggal

28 Januari 2018 jam 10.30 WIB dengan keluhan post kecelakaan lalu lintas.

Menurut pengakuan keluarga, korban ditemukan tidak sadar dengan kronologi

kejadian saat itu Ny. J sedang menyebrag dijalan dan tiba-tiba ada motor yang

menabrak, lalu Ny. J terjatuh dan terluka dibagian telinga, tangan kiri dan kaki

kanan, perdarahan ada (±5 cc). Muntah (-), kejang (-), dengan vital sign : N = 102

x/i, RR = 23 x/i, TD = 111/55 mmHg, S = 36,8 oC, Rhonki -/-, Whezing -/-, suara

nafas tambahan(-), Akral teraba dingin, CRT > 2 detik, GCS 14 (E4V5M5),

ukuran pupil 2mm/2mm.

Masalah keperwatan utama ditemukan pada pasien adalah Resiko Syok,

Kerusakan integritas jaringan (tulang), dan nyeri akut. Implementasi keperawatan

dilakukan pad tanggal 28 januari 2018, dikarenakan pasien pulang paksa maka

implemtasi yang sudah dilakukan tidak optimal.

B. Saran

1. Manajemen Asuhan keperawatan

a. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil dari penlisan laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan asuhan

keperawatan pada pasien fraktur.


b. Bagi Institusi Rumah Sakit

Hasil penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi alternatif

dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan fraktur.

c. Bagi Pengetahuan

Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan referensi

tambahan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur dan

memberikan informasi tentang pentingnya discharge planning sesuai SOP.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai