PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang
seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang
budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu
pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Di antara jenis patah tulang, patah tulang cruris adalah menduduki peringkat pertama
dari keseluruhan angka kejadian patah tulang yang terjadi. Penderita kebanyakan
adalah pengendara sepeda motor. Komplikasi akibat patah tulang cukup banyak mulai
dari ringan sampai berat bahkan sampai menimbulkan kecacatan, di samping itu patah
C. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin taklebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks;
biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih
utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup ( atau sederhana) kalau kulit atau salah satu
dari rongga tubuhtertembus keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound) yang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
B. Anatomi Fisiologi
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan
otot menyusun kurang lebih 50% kesehatan dan baiknya fungsi sistem
muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh lain. Struktur tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang
merupakan kerangka yang kuat untuk menyyangga struktur tubuh. Otot yang melekat
magnesium, dan fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat dalam tulang.
Sumsum tulang merah yang terletak dalam tulang menghasilkan sel darah merah dan
putih dalam proses yang dinamakan hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu
temperature tubuh. (Brunner & Suddarth, 2002). Tulang terbagi dalam empat
kategori: tulang panjang (mis, femur), tulang pendek (mis, tulang tarsial), tulang pipih
(mis, sternum) dan tulang tidak teratur (mis vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan
tulang konselus (trabekular/ spongius) atau kortikel (kompak), tulang panjang (misal
femur berbentuk seperti tungkai/batang panjang dengan ujung yang membalut) ujung
tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang
Tulang pendek (misal metakarpal ) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis
tulang kompak. Tulang pipih (misal, sternum) merupakan tempat penting untuk
hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal, vertebra ) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi nuklea atau
berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi tulang panjang dan
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dan fibula/tulang betis: tibia adalah tulang pipa dengan batang dan
dua ujung.
posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi fibio-
fibular superior, tuberkel dan fibia ada disebelah depan dengan tepat dibawah
kondil-kondil ini, bagian depan member kaitan kepada tendon dari insersi otot
ekstensor kwadrisep.
menjulang dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini membentuk
krista tibia.
c. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit dan
Fibula/ tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah
d. Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari tibia,
e. Batangnya ramping terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyakn kaitan
C. Etiologi Fraktur
1. Kekerasan langsung
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
dan penarikan.
D. Patofisiologi Fraktur
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, bisanya disebabkan oleh
trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka dan tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas
yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini
progresif dari kulit, otot dan sirkulasi vaseral. Karena ada cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai
meningkatkan tahanan pembuluh perifer hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit
Subtansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh darah.
Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit mengatur
pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah di dalam
sistem vena sistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak pada
tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigen tidak adekuat tidak mendapat substrat
esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi
pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka membran sel tidak
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran
darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di
tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melakukan aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuah fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
E. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur komplit
Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
2. Fraktur inkomplit
Adalah fraktur yang garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang.
3. Greenstick fracture
Adalah jenis fraktur yang mengenai satu korteks dimana korteks tulangnya
sebagian masih utuh juga periosteum, akan segera sembuh dan segera mengalami
remodelling ke bentuk normal. Bisa dikatakan fraktur ini adalah fraktur yang di
mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi yang lainnya membengkok.
Adalah Garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada perubahan
bentuk tulang.
F. Manifestasui Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi
G. Pemeriksaan Penunjang
menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple)
H. Penatalaksanaan
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi( Brunner & Suddarth, 2002).
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung
dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spesame otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi ekstern meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam
dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan
3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
fraktur.
I. Komplikasi Fraktur
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
2. Delayed Union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
dalam suatu ruangan yang disebabkan oleh pendarahan masif pada suatu tempat.
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embolisme syndrome, tetesan lemak masuk ke dalam pembluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur yang meningkat pada laki-laki usia 20-
yang imobilisasi dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidakmampuan
8. Infeksi, sistem pertahan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan . Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
iskemia.
10. Refleks symphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
Lakukan intubasi
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.
Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena
pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi
sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,
gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,
serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan) lakukan
palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai
keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya
respon nyeri
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada
keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan
kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk
adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah
kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas
yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG
(Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala
mungkin tidak akan nampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi
berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila
diperlukan (Tim YAGD 118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik (pelvis
menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam
keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam, lesi, edema,
atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok dubur harus dilakukan
sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti akan kemungkinan adanya darah dari
lumen rectum, prostat letak tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan
tonus musculo sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan
adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina dicatat,
karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada tampon yang penuh
memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus dilakuakn tes kehamilan pada semua
wanita usia subur. Permasalahan yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra
pada wanita, walaupun jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury.
Bila terjadi, kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin
(pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10 sampai 12
kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan tempat. Pasien dengan
keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit atau terbakar dengan buang air kecil,
frekuensi, hematuria, kencing berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk
analisis.(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,
jangan dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam,
lesi, gerakan, dan sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat
s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular. Perlukaan berat
pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat
menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat
disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian lain mungkin
menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat
didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila
belum dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi
syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam
keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan
ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita
mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan
penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan
pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet,
luka, hematoma, ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada
kolumna vertebra periksa adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik. Peubahan dalam status
neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan
oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai
terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk
melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih
dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis.
Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran perlukaan
intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis, harus
diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf
(Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching, parese,
hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam
mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan
respon sensori
B. DiagnosaKeperawatanFraktur
TINJAUAN KASUS
1. Identitas Pasien
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, suara nafas tabahan tidak ada, tidak
b. Breathing
tidak ada.
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure
Ada kelainan bentuk, luka lecet ditelinga bagian kiri, patah dilengan
5. Intervensi Keperawatan
Manajemen syok
a. Monitor tanda-tanda vital, tekanan darah, status mental, dan output urin
d. Monitor EGK
h. Berikan cairan IV
j. Berikan dukungan emosi pada pasien dan keluarga, dorong harapan yang
realistis.
Perawatan luka
f. Bersihkan luka dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun
dengan tepat
dengan cepat.
dengan tepat.
6. Implementasi dan Evaluasi
P:
- Intervensi dihentika
pelekat. O:
c. Mengukur luas luka yang sesuai - Open fraktur et. Tibia distra (± 5
(pemasangan spalak). P:
kebutuhan.
menempatkan ketergantungan
7. Secondary Survey
Ny. J (78 thn) masuk IGD RSUP. Dr. M.Djamil Padang pada tanggal
28 januari 2018, jam 10.30 WIB dengan fraktur post kecelakaan. Menurut
keluarga saat itu Ny. J sedang menyebrang di jalan raya, dan tiba-tiba Ny. J
ditabrak sepeda motor, klien terjatuh dan mengalami luka pada kaki, tangan,
b. Keluhan utama
kaki dan tangan, skala nyeri (5). Ny. J meringis dan merintih kesakitan.
c. Pemerksaan AMPLE
obatan
obatan.
1. Kepala
2. Wajah
3. Mata
Pupil 3mm/3mm.
4. Hidung
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), luka (-)
5. Mulut
Inspeksi : Simetris
6. Telinga
Palpasi : Ada luka lecet dibagian telinga kiri, nyeri tekan (+), serumen
(-)
7. Leher
Inspeksi : Simetris
8. Thorax
Auskultasi : Vesikuler
9. Jantung
Auskultasi : Sonor
10. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Peruksi : Tympani
11. Ekstermitas
a) Ekstermitas atas : Patah tulang 1/3 tengah sinistra,
e. Diagnosa Keperawatan
analgesik bagi
pasien dilakukan
dengan pemantauan
yang ketat.
d. Gunakan strategi
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
dan sampaikan
penerimaan pasien
terhadap nyeri
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup pasien
f. Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
da antisipasi dari
ketidaknyamanan
akibat prosedur.
g. Kendalikan
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
terhadap
ketidaknyamanan.
farmakologi
(relaksasi, terapi
a. Monitor tekanan
dan status
pernafasan dengan
tepat.
b. Monitor dan
gejala hipotermia
dan hipertermia.
paru
d. Monitor pula
pernafasan abnormal
e. Monitor warna kulit,
suhu, dan
kelembaban.
f. Identifikasi
kemungkinan
penyebab perubahan
tanda-tanda vital
Implementasi Evaluasi
faktor pencetus. O:
da antisipasi dari
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang pasien Ny. J (78 thn) masuk RSUP M. Djamil Padang pad tanggal
28 Januari 2018 jam 10.30 WIB dengan keluhan post kecelakaan lalu lintas.
kejadian saat itu Ny. J sedang menyebrag dijalan dan tiba-tiba ada motor yang
menabrak, lalu Ny. J terjatuh dan terluka dibagian telinga, tangan kiri dan kaki
kanan, perdarahan ada (±5 cc). Muntah (-), kejang (-), dengan vital sign : N = 102
x/i, RR = 23 x/i, TD = 111/55 mmHg, S = 36,8 oC, Rhonki -/-, Whezing -/-, suara
nafas tambahan(-), Akral teraba dingin, CRT > 2 detik, GCS 14 (E4V5M5),
dilakukan pad tanggal 28 januari 2018, dikarenakan pasien pulang paksa maka
B. Saran
c. Bagi Pengetahuan
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.