Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang yang biasanya disertai

dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot ruptur, tendon,

kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar

dari yang dapat diabsorbsinya (Lukman, 2009).

Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu

sendiri, dan juga jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah

fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi

apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak

melibatkan seluruh ketebalan tulang (M.Clevo Rendy dan Margareth,

2012).

Fraktur adalah rusaknya kontinunitas tulang yang disebabkan

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh

tulang (Rosyidi, 2018). Fraktur adalah terputusnya kontinutitas tulang,

fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. Sedangkan menurut Wahid (2013) fraktur adalah

terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang

ditentukan jenis dan luasnya trauma.

Menurut Helmi (2012) fraktur adalah patah tulang atau hilangnya

kontinuitas tulang, tulang rawan baik secara komplit atau hanya sebagian

yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan sudut, keadaan

tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi lengkap atau sebagian. Sedangkan menurut

Brunner & Sunddarth (2010) Fraktur adalah gangguan komplit atau tak

komplit pada kontinuitas struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan

jenis atau keluasnnya, fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan

yang lebih besar dari yang dapat diserapnya.

1. Tipe fraktur menurut (Helmi, 2012)

a. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma fraktur sbagai berikut:

1) Fraktur tranversal

Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dana merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Trauma oblik

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma langsung

(angulasi).

3) Fraktur kompresi

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang


mendorong ke arah permukaan lain.

4) Fraktur avulsi

Fraktur yang disebabkan trauma tarikan atau traksi otot pada

insersinya pada tulang.

b. Berdasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif

Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan Fraktur segmental. Fraktur dimana garis patah

lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.

2) Fraktur multiple

Fraktur dimana garis patahan lebih dari satu tapi tidak pada

tulang yang sama

Gambar 1.1 Tipe fraktur (sumber :www.Orthopaedic.com)

2. Proses Penyembuhan Tulang menurut Wahid (2013)

a. Inflamasi

Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon

apabila ada cidera di bagian tubuh yang lain. Terjadi perdarahan


pada jaringan yang cidera dan pembentukan hematom pada pada

lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena

terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi

oleh makfofag (sel darah putih besar) yang akan memebersihkan

daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,

pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung selama

beberapa hari.

b. Poliferasi sel

Dalam waktu 5 hari, hematom akan mengalami organisasi.

Terbentuk benang–benang fibrin pada darah dan membentuk

jaringan untuk revaskularisasi serta invasi fibrobalas, dan

osteoblas. Fibroblas dan osteoblas akan menghasilkan kolagen dan

proteoglikan sebagai matriks kolagen pada pertahanan tulang,

terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan,dari periosteum

tampak pertumbuhan melingkar. Kallus tulang rawan tersebut

dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah

tulang,namun gerakan yang berlebih dapat merusak struktur kallus.

Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan potensial

elektrinegative.

c. Pembentukan kallus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh

mencapai sisi lain sampai celah terbungkus. Fragmen patahan

tulang dihubungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan


tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk

menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan

jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 – 4 minggu

agar fragmen tulang bergabung dalam tulang rawan atau jaringan

fibrous. Secara klinis, fragmen tulang tidak dapat digerakkan.

Pembentukan kallus akan mengalami penulangan dalam 2–3

minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.

Mineral terus – menerus ditimbun sampai tulang benar – benar

telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus tertap bersifat

elektromagnetik. Pada patah tulang orang dewasa, penanganan

membutuhkan waktu selama 3–4 bulan.

d. Konsolidasi

Dengan aktivitas osteoblast dan osteoklast yang terus menerus,

tulang yang Immature (woven bone) diubah menjadi mature.

Keadaan tulang itu menjadi lebih kuat, sehingga osteoklast dapat

menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti oleh

osteoblast yang akan mengisi celah diantara fragmen–fragmen

dengan tulang yang baru. Proses ini akan beralan perlahan-lahan

selama beberapa bulan sebelum ulang cukup kuat untuk menerima

beban.

e. Remodeling

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat

dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu


berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan

dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan

terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran

semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk

semulanya, terutama pada anak–anak. Pada keadaan ini tulang telah

sembuh secara klinis dan radiologi (Wahid, 2013).

Gambar 1.2 Proses penyembuhan tulang

Sumber : www.Orthopaedic.com )

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi

a. Menurut Catherine (2009), proses terjadinya masalah pada multiple

fracture yaitu:

1) Jatuh

2) Cidera remuk

3) Kecelakaan kendaraan bermotor

4) Cidera olah raga

5) Berkelahi

6) Stress berulang
7) Kekerasan Langsung

Kekerasan secara langsung menyebabkan tulang pada patah pada

titik terjadinya kekerasan atau kekuatan yang tiba-tiba dan yang

dapat berupa pukulan, penghancuran, penekukan, penarikan

berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah

pada tempat yang terkena dan jaringan lunaknnya juga masuk.

8) Kekeran Tidak Langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan tulang patah ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kecelakaan atau kekerasan, dan

biasanya yang patah adalah bagian yang lemah jalur hantaman

vector kekerasan (Asikin, M, 2016)

2. Faktor Predisposisi

a. Traumatic

b. Patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan /penyakit yang

menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan

bawaan) dan terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan (Arif,

2015).

c. Stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada

daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang sekali

ditemukan pada anggota gerak atas (Arif, 2015).


3. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh ,namun cukup memiliki kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan, setelah terjadi fraktur, periosteum dan

pembuluh darah ,serta saraf dalam korteks, sumsum tulang ,dan jaringan

lunak yang membungkus tulang menjadi rusak. Akibatnya terjadilah

perdarahan dan membentuk hematoma dirongga medulla tulang. Jaringan

tulang akan langsung berdekatan ke bagian tulang yang patah (Asikin,

2016).

Ketika tulang patah, pembuluh darah di bagian korteks, sumsum

tulang dan jaringan lunak didekatkan (otot) cidera. Kerusakan pembuluh

darah ini merupakan keadaan yang memerlukan pembedahan segera sebab

dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi

menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila

di tekan atau di gerakan dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat yang

mengakibatkan syok neurogenik.

Sedangkan kerusakan pasa system persyarafan akan menimbulkan

kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada

fraktur, juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah

cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat

patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut,jaringan lunak juga

biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat

setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan

peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan

sisa-sisa sel mati di mulai. Ditempat patah terdapat fibrin hematoma

fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentuk sel-sel baru.

Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang

disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel–sel tulang baru

mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati (Wahid, 2013).

4. Manifestasi Klinik

Penyebab dari Fraktur antara lain menurut (Herdman, 2015) :

a. Deformitas

Deformitas adalah kelainan dan trauma pada system musculoskeletal

yang bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstermitas atau

batang tubuh. Pembengkakan dan perdarahan local dapat

menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat

menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau

angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki

deformitas yang nyata.

b. Daya Tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan terjadi seperti:

1) Rotasi pembentukan tulang

2) Penekanan Tulang
c. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

d. Ecchymosis (Perubahan warna kulit/memar)

e. Spasme otot, spasme involunter dekat fraktur

f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dari kerusakan struktir didaerah yang berdekatan.

g. Syok hipovolemik. Syok Hipovolemik merupakan kondisi medis atau

bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat berakhir pada

kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang

tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling

sering syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang

cepat.

h. Krepitasi (Helmi, 2012)

Krepitasi adalah rasa gemeretak yang dimbul pada sendi yang sakit

atau fragmen tulang yang bergeser (soeroso, 2006).

5. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut (Catherine, 2009). Pemeriksaan penunjang fraktur antara lain :

a. FotoRontgen

1) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

2) Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan

sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.


b. Artelogram bila ada kerusakan vaskuler

c. Hitung darah lengkap Hematokrit, hemoglobin mungkin terjadi

(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi

fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP

adalah kompensasi normal setelah fraktur.

d. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah

transfusi multiple atau trauma hati.

e. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray).Selain foto polos x-ray (plane x-

ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur

yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur

saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebra yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena rudapaksa.

4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang

yang rusak
6. Komplikasi

Komplikasi menurut (Padila, 2012) dari fraktur antara lain:

a. Dini

1) Compartement syndrome

Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,

tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini

disebabkan oleh odem atau perdarahan yang menekan otot, saraf

dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti

gips, dan pembebatan yang terlalu kuat. Tekanan

intracompartement dapat diukur langsung dengan cara whitesides,

penanganan: dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan

fascioterapi.

2) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedik, infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

3) Avaskulernekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.


4) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur (Padila, 2012)

b. Lanjut

1) Malunion: biasanya terjadi pada fraktur yang komunitif

2) Delayed union: terutama terjadi pada fraktur terbuka yang diikuti

dengan infeksi atau pada fraktur yang

3) Communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan operasi bonegraft alih

tulang spongiosa.

4) Non union: disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang

tibia disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan

melakukan bone grafting menurut cara papineau.

5) Kekakuan sendi: Hal ini disebabkan karena pemakaian gips yang

terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari-jari biasanya terjadi

hambatan gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisiotherapi (Padila,

2012).

7. Penatalaksanaan Medis

Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi

imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan

rehabilitasi. Terdapat beberapa penanganan fraktur yaitu (Brunner &

Suddarth, 2010)
a. Rekognasi

Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai

neurovascular ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui

kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera

harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih

parah.

Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai

petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan

bidai segera dan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus

dilakukan pada cidera tulang belakang bagian servikal, di mana

contusio dan laserasio pada wajah dan kulit kepala menunjukkan

perlunya evaluasi radiografik, yang dapat memperlihatkan fraktur

tulang belakang bagian servikal dan/atau dislokasi, serta kemungkinan

diperlukannya pembedahan untuk menstabilkan nya.

b. Traksi

Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang

fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:

1) Skin Traksi

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan

menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan

bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang

cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).


2) Skeletal traksi

Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang

cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan

memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.

c. Reduksi

Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2

yaitu:

1) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan

fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.Reduksi

tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode

tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang

mendasarinya tetap sama. Intra fiksasi ini berupa intra medullary

nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus

disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk

melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan,

mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan

dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah

kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus,

reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang

ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan

manipulasi dan traksi manual.


2) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)

Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi

eksternal atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya

dilakukan pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur

fragmented.

Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke

dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian

luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan

eksternal fiksasi adalah frakturterbuka pada tulang kering yang

memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga

dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang

paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya

tibia batang.

d. Imobilisasi Fraktur

Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi,

atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan. . Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan,

gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksternal.

Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang

berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur (Wahid,

2013).
8. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur dibagi menjadi beberapa kelompok ,yaitu (Chairuddin,

2007)

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan )

1) Fraktur tertutup

a) Fraktur tertutup (close). Bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar,disebut juga fraktur bersih karena

kulit masih utuh tanpa komplikasi.(Chairuddin, 2007)

Fraktur tertutup. Jika kulit yang menutupi tulang masih lunak

(utuh). Klasifikasi fraktur tertutup berdasarkan keadaan

jaringan lunak disekitar trauma. (Asikin, M,2016).

Tabel 1.1

Tingkat Deskripsi
Tingkat 0 Fraktur dapat dengan sedikit atau tanpa

cedera jaringan lunak sekitar


Tingkat 1 Fraktur dengan abrasi dangkal atau

memar kulit dan jaringan subkutan


Tingkat 2 Fraktur yang lebih dengan kontusio

jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan
Tingkat 3 Cidera berat dengan kerusakan jaringan

lunak yang nyata dan ancaman sindrom

kompartemen.
2) Fraktur terbuka

Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:

a) Derajat 1

i) Luka Kurang dari 1cm

ii) Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka

remuk (Mutaqin, 2013)

iii) Kontaminas minimal

b) Derajat II

i) Laserasi >2

ii) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse

iii) Fraktur kominutif sedang

iv) Kontaminasi sedang

c) Derajat III

i) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi

struktur kulit ,otot,dan neurovaskuler serta kontaminasi

derajat tinggi (Nurarif, 2015)


b. Berdasarkan Komplit atau ketidak komplit fraktur

1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang

tulang atau kedua korteks tulang.

2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a) Hairline Fracture/stress fracture adalah salah atu jenis fraktur

tidak lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan oleh “stress yang

tidak biasa atau berulang- ulang” dan juga karena berat badan

terus menerus pada pergelangan kaki atau pada kaki. Hal ini

berbeda dengan jenis patah tulang yang lain, yang biasanya

ditandai dengan tanda yang jelas. Hal ini dapat digambarkan

dengan garis sangat kecil atau retak pada tulang, ini biasanya

terjadi di tibia, metatarsal (tulang kaki), dan walau tidak umum

kadang bisa terjadi pada tulang femur. Hairline Fracture/stress

fracture umum terjadi pada cedera olahraga, dan kebanyakan

kasus berhubungan dengan olahraga.

b) Buckle atau Torus Fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya

c) Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah

1) Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung


2) Fraktur oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.

3) Fraktur spiral: fraktur yang arah garis patahnya membentuk spiral

4) Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5) Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot yang insersinya pada tulang.

d. Bedasarkan jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif: fraktur diaman garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan

3) Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang

yang juga disebut lokasi fragmen, terbagiaatas:

a) Dislokasi ad longitudinnam cum contractionum(Pergeseran

searah sumbu danoverlapping)

b) Dislokasi ad axim (Pergeseran yang membentuk sudut)


c) Dislokasi ad latus (Pergeseran diamana kedua fragmen saling

menjauh)

f. Berdasarkan posisi fraktur

1) 1/3proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal (Pearce,2009)

a) Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang

b) Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan karena proses

patologis tulang.

Gambar 1.3 Macam-macam fraktur


C. Diagnosa keperawatan

Menurut (Herdman 2015 dalam Kamitsuru 2015-2017). Diagnosa yang

mungkin muncul pada pasien fraktur antara lain:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (trauma)

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal

3. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

4. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gangguan

musculoskeletal

D. Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (trauma )

Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau

di gambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International

Association for the study of pain ) awitan yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau

di prediksi dan berlangsung <3 bulan.

Tujuan: pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang dengan

menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas,

tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan

relaksasi & aktivitas trapeutik sesuai indikasi buat situasi individual.


Tabel 1.1 Intervensi dan Rasional Keperawatan Diagnosa 1

No INTERVENSI
RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Kaji nyeri secara komprehensif 1. lokasi, karakteristik , durasi,
frekuensi, kualitas, faktor
partisipasi dan skala nyeri adalah
data dasar yang digunakan dalam
merumuskan intervensi yang tepat

Beri posisi yang nyaman 2. Untuk membuat pasien lebih rileks


2. kepada pasien dengan posisi semi fowler

3. Teknik nafas dalam merupakan


3. Ajarkan penggunaan teknik teknik non farmakologi untuk
manajemen nyeri (latihan napas mengurangi tingkat nyeri
dlm, imajinasi visual, aktivitas
dipersional)

4. Merupakan tindakan dependent


perawat, dimana analgesik
4. Kolaborasi pemberian analgetik berfungsi untuk memblok
sesuai indikasi. stimulus nyeri

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

muskuloskeletal
Definisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih

ekstermitas secara mandiri dan terarah

Tujuan: Pasien bisa menaikkan/mempertahankan mobilitas pada tataran

amat cukup tinggi yang mungkin bisa mempertahankan posisi

fungsional menaikkan kekuatan/fungsi yang sakit &

mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik yang

memampukan melakukan aktivitas.


Tabel 1.2 Intervensi dan Rasional Keperawatan
Diagnosa 2
No INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Kaji kemampuan mobilitas fisik
1. dan 1. Mengidentifikasi masalah
kekuatan otot pasien untuk mempermudah
intervensi

Bantu latihan rentang gerak pasif


2. aktif 2. Meningkatkan/
pada ekstremitas yg sakit maupun
yang mempertahankan kekuatan dan
sehat sesuai keadaan pasien. ketahanan otot Menaikkan
kemandirian pasien dalam
perawatan diri sesuai keadann
keterbatasan pasien.

Bantu & dorong perawatan


3. diri 3. Untuk melindungi pasien dari
(kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan kuman dan meningkatkan rasa
pasien. nyaman

4. Sebagai sumber untuk


Kolaborasi pelaksanaan
4. fisioterapi mengembangkan perencanaan
sesuai indikasi dan
mempertahankan/meningkatka
n mobilitas pasien
3. Risiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif

Definisi: mengalami resiko terserang organisme patologik.

Tujuan: tidak akan terjadi infeksi

Tabel 1.3 Intervensi dan Rasional Keperawatan Diagnosa 3


No INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Observasi gejala-gejala vital & gejala- 1. Deteksi dini untuk
gejala peradangan lokal pada luka. menentukan tindakan
. selanjutnya

2. Lakukan perawatan terhadap prosedur 2. Mencegah masuknya


inpasif seperti infus ,kateter,drainase mikroorganisme
luka

3. Ajarkan pasien untuk mrnjaga 3. Agar pasien dapat


kebersihan diri termotivasi untuk menjaga
personal hygiene

5. Pantau tanda-tanda vital 5. Mengidentifikasi tanda-


tanda terutama bila suhu

tubuh meningkat
4. Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gangguan

muskuloskeletal. Definisi: hambatan kemampuan untuk melakukan

atau menyelesaikan mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.

Tujuan: pasien mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari–hari

(ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi

secara mandiri atau dengan alat bantu.

Tabel 1.4 Intervensi dan Rasional Keperawatan Diagnosa 4


No INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1 Mandikan pasien setiap hari sampai 1. Agar badan menjadi segar
. pasien mampu melaksanakan sendiri melancarkan peredaran darah
serta cuci rambut pasien dan meningkatkan kesehatan

Memotivasi kemandirian
2. pasien 2. Untuk mengetahui
tingkat kemampuan Pasien

Motivasi pasien/keluarga mendorong


3. melakukan mandi 3. Agar pasien Dapat
termotivasi untuk Menjaga
personal hygiene

4. Berikan edukasi kepada pasien dan 4. Pasien merasa Nyaman


keluarga tentang pentingnya dengan tenun yang bersih
kebersihan diri Serta mencegah terjadinya
Bersihkan dan atur posisi serta tempat infeksi
tidur pasien

Anda mungkin juga menyukai