Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Definisi
Abses otak / abses serebri adalah proses infeksi dengan pernanahan
yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai
macam variasi bakteri, fungi dan protozoa atau Abses otak adalah suatu
proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi
dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses
pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75%
dan cerebellum 25% ( Muttaqin. 2016)

B. Etiologi
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu
bakteri, jamur dan parasit.Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus
aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus,
Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh
Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau
fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya
adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan
Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus
sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung
bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab
abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan
spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica,
suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses otak secara hematogen
(Hakim Adril Arsyad. 2015)
C. Klasifikasi
Stadium serebritis dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)
1. Stadium serebritis lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)
2. Stadium pembentukan kapsul dini/ EARLY CAPSULA
FORMATION (hari ke 10-14) 
3. Stadium pembentukan kapsul lambat/ LATE CAPSULA
FORMATION (setelah hari ke 14) (Hakim Adril Arsyad. 2015)

D. Manifestasi klinis
1. Gejala Infeksi pada umumnya : Demam, malaise, muntah nyeri kepala
2. Terjadi peningkatan tekanan intracranial : nyeri kepala hebat, muntah-
muntah, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan funduskopi tampak
adanya papil edema
3. Kejang – kejang
4. Gejala fokal yang terlihat pada abses otak Lobus Frontalis mengantuk,
tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan, Gangguan
intelegensi, kadang-kadang kejang
5. Temporalis tidak mampu menyebut objek; tidak mampu membaca,
menulis atau, mengerti kata-kata; hemianopia.
6. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang
fokal, hemianopia homonim, disfasia, akalkulia, agrafia. Serebelum
sakit kepala suboksipital, leher kaku, gangguan koordinasi, nistagmus,
tremor intensional ( Muttaqin. 2016)

E. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema.
Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau
dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka
infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari
fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang
jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi.
Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu.Abses otak bersifat soliter atau
multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung
bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah
sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia.
Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi
abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat
trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang
ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi
sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur
lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga
abses otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi
radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai
udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai
bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi
nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga
abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang
nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan
dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan
meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan
meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis,
amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat
menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan
serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
( Muttaqin. 2016)

PATYWAY

( Muttaqin. 2016)
F. Penatalaksanaan
a. Medik
1. Menghilangkan proses infeksi, effek massa dan oedema terhadap
otak
2. Pemberian Antibiotik yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8
minggu untuk mengecilkan abses dan 10 minggu untuk
menghilangkan effek massa dari abses otak.
3. Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan
peradangan edema serebri
4. Obat-obatan antikonvulsan dapat diberikan untuk mencegah
terjadinya kejang (Hakim Adril Arsyad. 2015)
b. Keperawatan
Penatalaksaan Umum
1. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
2. Terapi peningktan TIK
3. Support fungsi tanda vital
4. Fisioterapi
5. Pembedahan
6. Pengobatan
Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
Glococorticosteroid: Dexamethasone Anticonvulsants: Oilantin
(Hakim Adril Arsyad. 2015)

G. Pengkajian fokus
1. Pemantauan nilai Glasgow Coma Scale/ GCS
2. Foto rontgen untuk mencari kemungkinan fokus infeksi foto tengkorak
untuk mencari tanda-tanda TIK juga mencari sumber infeksi
3. USG
4. Angiografi, menentukan lokalisasi abses
5. EEG. Memperlihat tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
6. CT Scan
7. MRI
8. Laboratorium :
9. Jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %)
10. LED meningkat ; 45 mm/jam (75-90%)
11. Pemeriksaan CSS/ Lumbal punksi tidak boleh dilakukan, karena dapat
menyebabkan herniasi otak secara cepat ( Muttaqin. 2016)

Pengkajian Keperawatan
1. Biodata :
Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, jamsostek
2. Riwayat Penyakit :
a. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran
dan mengalami kejang serta muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise,
penurunan penglihatan, kelemahan ekstermitas, peninggian tekanan
intrakranial serta gejala neurologik fokal .
c. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi
telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru
(bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung ( endokarditis ),
organ pelvis, gigi dan kulit.
d. Riwayat penyakit keluarga : apakah dalam keluarga ada atau tidak
yang mempunyai penyakit infeksi paru – paru, jantung, AIDS
(Wikinson, Judith M. 2014)

3. Pemeriksaan fisik 
a. Keadaan umum pasien :
apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis, TTV; TD, N,
RR, S.(Suhu badan mengalami peningkatan 38-41°C)
b. Kepala :
bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan
rambut, ada lesi/tidak, ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah
mengalami cidera kepala
c. Kulit :
Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan
ada/tidak, adanya lesi/tidak, oedema/tidak.
d. Penglihatan :
Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd
cahaya ada/tidak, kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak,
sclera ada ikterik/tidak, ketajaman penglihatan normal/tidak, (pupil
terlihat unisokor tanda adanya peningkatan TIK, oedema pupil,
terdapat fotophobia )
e. Penciuman :
Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan
ada/tidak, ada polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris
kemungkinan ada peradangan.
f. Pendengaran :
Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak),
peradangan (ada/tidak), fungsi pendengaran(baik/tidak), ada
serumen/tidak, ada cairan purulent /tidak.
g. Mulut :
Bibir (Warnanya pucat/ cyanosis/ merah, kering/ tidak, pecah, gigi
(Bersih/tidak), gusi (ada berdarah/ peradangan/ tidak),
tonsil( radang/tidak), lidah (tremor/tidak, kotor/tidak), fungsi
pengecapan (baik/tidak), mucosa mulut (warnanya), ada
stomatitis/tidak.
h. Leher :
Benjolan/ massa (ada/tidak), ada kekakuan/ tidak, ada nyeri tekan/
tidak, pergerakan leher (ROM), bisa bergerak fleksi/ tidak, rotasi/
tidak, lateral fleksi/ tidak, hoperekstension/ tidak, tenggorokan
ovula (Simetris/ tidak), keddudukan tracea (noemal/tidak),
gangguan bicara/ tidak.
i. Dada :
Bentuk(simetris/tidak),bentuk dan pergerakan dinding dada
(simetris/tidak),ada bunyi/irama pernapasan
seperti:teratur/tidak,ada cheynes stokes/tidak,ada irama
kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak, ronchi/tidak,
pleural friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada/tidak,
ada/tidak bunyi jantung seperti:
- BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan trikuspidalis,
- BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis,Bising
jantung/Murmur
f. Abdomen :
Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada
epigastrik/tidak,ada peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri
tekan pada daerah suprapubik/tidak,ada oedem/tidak
g. Genetalia :
Ada radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus
menstruasi teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
h. Ekstremitas atas/bawah :
Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises ada/tidak,
tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda
infeksi(ada/tidak),ada kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat
penurunan dalam gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak
ada koordinasi dengan otak, gangguan keseimbangan otot)
i. kegiatan keagamaan secara rutin dan taat (Wikinson, Judith M.
2014)
H. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d proses peradangan,
peningkatan intra kranial (TIK)
2. Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh. 
3. Nyeri akut b.d Agen cidera biologis
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
Ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.
.
G. Perencanaan keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d proses peradangan,
peningkatan intra kranial (TIK)
Intervensi Rasional
o Monitoring status neurologi: tingkat kesadaran, Tanda dari iritasi meningeal terkadi akibat
pupil, reflex, kemampuan motoric, nyeri peradangan dan mengakibatkan
kepala, kaku kuduk peningkatan TIK
 Monitor TTV Perubahan tekanan nadi dan bradikardia
indikasi herniasi otsak dan peningkatan
TIK
O Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan Menghindari peningkatan TIK
peningkatan TIK: batuk,mengedan, muntah,
menahan nafas.

o Berikan wakyu istirahat yang cukup dan Menghindari peningkatan TIK


kurangi stimulus lingkungan
o Tinggikan posisi kepala 30-40 ° pertahankan Menfasilitasi kelancaran aliran darah vena
kepala pada psosisi neutral, hindari fleksi leher
O Kolaborasi dalam pemberuan obat diuretic, Mengurai edema serebral, memenuhi
osmotic, steroid, oksigen, antibiotik kebutuhan oksigenasi, meghilangkan
faktor penyebab
2. Hypertermi b/d. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
Intervensi Rasional
Kaji saat timbulnya demam. Untuk mengidentifikasi pola demam
pasien.
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, Tanda vital merupakan acuan untuk
pernafasan) setiap 2 jam. mengetahui keadaan umum pasien.

Anjurkan pasien untuk banyak minum (2.500 – Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
3.000 ml/24 jam.) penguapan tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
Berikan kompres hangat. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan
penguapan yang mempercepat penurunan
suhu tubuh.
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan Pakaian tipis membantu percepatan
pakaian yang teba penguapan tubuh.

3. Nyeri akut bd. proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi, iritasi selaput
dan jaringan otak.

Intervensi Rasionalisasi
Buat lingkungan ruangan yang aman dan Mengurangi reaksi terhadap rangsangan
nyaman eksternal, dan menganjurkan agar klien
dapat beristirahat.
Berikan kompres dingin pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak
Pantau skala nyeri Untuk memonitor proses penyakit
Lakukan manajemen nyeri dengan metode Memutuskan stimulasi sensasi nyeri
distraksi dan nafas dalam

Lakukan gerak aktif dan pasif secara hati-hati Membantu relaksasi otot yang mengalami
ketegangan dan menurunkan nyeri

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd.


ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.

Intervensi Rasionalisasi
Observasi turgor kulit Mengetahui status gizi klien

Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang nafsu makan

Observasi intake dan output Mengetahui kebutuhan dan keseimbangan


nutrisi
Observasi posisi dan keberhasilan sonde Untuk menghindari terjadinya infeksi dan
iritasi
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, Menentukan kemampuan klien dalam reflek
dan adanya secret menelan dan mencegah terjadinya aspirasi

Auskultasi bising usus Menentukan respon pemberian makanan dan


mengevaluasi kerusakan SSP
Timbang berat badan secara berkala Mengevaluasi efektifitas pemberian asupan
makanan
Posisikan kepala lebih tinggi pada waktu Menurunkan risiko regurgitasi dan aspirasi
makan dan sesudah makan

Letakkan makanan pada daerah mulut yang Menstimulasi sensorik pengindraan dan
tidak terganggu mencetuskan usaha untuk menelan
Berikan makanan dengan perlahan pada Klien dapat berkonsentrasi pada waktu
lingkungan yang tenang makan tanpa adanya gangguan dari luar.

Beri makanan setengah cair dan sedikit lunak Makanan lunak/cair mudah untuk di
kendalikan dalam mulut
Anjurkan klien menggunakan sedotan Mencegah tersedak dan menguatkan otot
wajah dan kemampuan untuk menelan
DAFTAR PUSTAKA

Adril Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4.
Desember 2015; http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591

Arif Muttaqin, 2016, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Judith M. Wilkinson, 2014, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC


http://subetesokoni.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-dengan.html
Kamaluddin, M. Totong, Abses Otak,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak8
9.htm
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN DIAGNOSA ABSES
SEREBRI DI BANGSAL MELATI 4 RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Individu Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Wiwi Kustio Priliana., A.Kep.,S.Pd.,MPH

Disusun oleh :
Sholikah Handayani
2820173178

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019

Anda mungkin juga menyukai