Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu hal penting untuk mencapai derajat kesehatan adalah
dengan memperlihatkan kesehatan wanita, terutama kesehatan reproduksi
karena hal tersebut berdampak luas, menyangkut berbagai aspek
kehidupan, serta merupakan parameter kemampuan negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan
reproduksi wanita berpengaruh besat dan berperan penting terhadap
kelanjutan generasi penerus suatu negara (Manuaba, 2009).
Kesehatan reproduksi adalah kesehjateraan fisik, mental dan sosial
yang utuh dan bukan tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala
hal yang berhubungan dengan sistem repoduksi dan fungsinya serta
proses-prosesnya. Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah
kesehjateraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubingan dengan
sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya (Nugroho, 2012).
Salah satu penyakit reproduksi adalah mioma uteri. Mioma uteri
merupakan suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yag berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibrimioma
uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid. Mioma uteri ini merupakan
neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genetalia wanita,
terutama wanita sesudah produktif atau menepouse (Aspiani, 2017).
Menurut WHO kejadian mioma uteri sekitar 20% sampai 30% dari
seluruh wanita didunia dan terus mengalami peningkatan. Mioma uteri
ditemukan 30% sampai 50% pada perempuan usia subur (Robbins, 2007).
Menurut Wise penelitiannya di Amerika serikat periode 1997-2007
melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit
hitam dengan prevalensi 26,5%.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20-35% dari seluruh
wanita di dunia (Ekine dkk, 2015). Biasanya penyakit ini ditemukan secara
tidak sengaka pada pemeriksaan rutin atau saat sedang melakukan medical
check up tahunan. Berdasarkan penelitian Word Health Organitation
(WHO) penyebab angka kematian ibu karena mioma uteri pada tahun
2013 sebanyak 22 (1,95%) kasus dan tahun 2014 sebanyak 21 (2,04%)
kasus (Depkes RI, 2014).
Di Indonesia sendiri angka keadian mioma uteri antara 20-25%
pada waita berusia di atas 35 tahun. Angka kejadian mioma uteri di
Indonesia ditemukan 11,70% pada semua penderita kasus ginekologi yang
dirawat di rumah sakit, dari data beberapa kabupaten yang tersedia, kasus
mioma uteri pada tahun 2013 sebanyak 582 kasus dengan 320 kaus rawat
jalan dan 262 rawat inap. Kasus mioma uteri meningkat pada tahun 2014
yaitu sebanyak 701 kaus dengan 529 kaus rawat jalan dan 172 kaus rawat
inap (Depkes RI, 2015).
Menurut data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Senopati
Bantul selama dua tahun terakhir kasus mioma uteri mengalami
peningktan yaitu sebanyak 359 kaus pada tahun 2013 yng terdiri dari 25
kasus rawat inap dan 334 kaus rawat jalan. Kasus uteri bertambah menjadi
389 kasus pada tahun 2014 yang terdiri dari 24 kasus rawat inap dan 365
kasus rawat jalan.sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala.
Oleh sebab itu, kebanyaan penderita tidak menyadari adanya kelainan
pada uterusnya. Hanya 10-20% yang membutuhkan penanganan. Gejala
yang paling sering dilaporkan yaitu nyeri haid atau kram parah atau sangat
parah (29%), pendarahan berat atau berkepanjangan (29%), bekuan selama
mentruasi (26%), kelelahan (25%), dan perut tidak nyaman (24%).
Mioma uteri diduga merupakan penyakit multifaktorial. Mioma
mulai dari benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar pada
myometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progesif dibawah
pengaruh hormon estogeron terhadap sel-sel yang ada di otot rahim.
Mioma menimbulkan gejala berupa perdarahan abnormal, rasa nyeri dan
rasa adanya tekanan didaerah sekitar panggul yang dapat menciptakan rasa
sakit hingga menjalar ke punggung (Manuaba, 2009). Perdarahan
abnormal merupakan gejala yang paling sering di alami oleh wanita
penderita mioma uteri. Perdarahan bida diakibatkan karena perbesaran
mioma sehingga menekan organ disekitarnya seperti tertekannya kandung
kemih, usus besar, pelebaran pembuluh darah dan gangguan ginjal karena
akibat perbesaran dan penekanan mioma uteri terhadap saluran kemih.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus
BAB II
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menampungnya, sehingga dapat disebut juga
dengan leiomyoma fibriomioma atau fibroid (Sarwono, 2009).
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot
uterus dan jaringan ikat yang menampungnya, sehingga dalam
kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomyoma, ataupun
fibroid (Winkjosastro, 2009).
Mioma uteri adalah tumor jinak pada otot rahim, disertai
jaringan ikat sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikat
dan otot rahimnya yang dominan (Manuaba, 2010).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous.
Biasanya juga disebut fibromioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine
fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering
ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah
produktif (menepouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita
usia produktif tetapi kerudakan reproduksi dapat berdampak karena
mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan,
persalinan oremature dan malpresentasi (Aspiani, 2017).

B. ETIOLOGI
Menurut Aspiani ezv cada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada waktu wanita usia
produktif dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun.
Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum
mendapat haid).
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari
pada jaringan myometrium normal.
3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri.
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwa daging sapi, daging stengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri.
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi
ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek
esterogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respond dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesterone, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan
1 (satu) kali atau 2(dua) kali.

Faktor terbentunya tumor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor terjadinya reflikasi pada saat sel-sel
yng mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika
yang diturunkan dari orang tua. Kesalah ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak seta merta semua anak gadisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetic harus mejadi sel kanker. Secra internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10%-15%
kanker, disebakan oleh faktor internal dan 85%, disebakan oleh
faktor eksternal (Aspiani, 2017).

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makan, radiasi dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahankan pada makanan ataupun bahan kimia yang bersala
dari polusi. Bahan kimia yang ditambahakn dalam makanan seperti
pengawet menjadi senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang nidup dalam makanan juga daoat menyebabkan racun,
misalnya adlatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat
hubungannya dengan kanker hati. Makin serung tubuh terserang
virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker.
Prosesnya detofikasi yang dilkukan oleh tubuh, dalam prosesnya
dseting menghasilkan senyawa yang lebih berbahya bagi tubuh,
yaitu senyawa yang bersifat radukal atau korsinogenik. Zat
korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.

C. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian penyakit ini ditemukan secara kebutulan pada saat
pemeriksaan panggul rutin. Gejala yang timbul tergantung pada lokasi
dan besarnya tumor, yang paling sering ditemukan adalah :
a. Perdarahan abnormal
1. Hipermenorea perdarahan banyak saat mentruasi, karena
meluasnya permukaan endometrium dalam proses mentruasi
2. Gangguan kontraksi otot uterus rahim
3. Perdarahan berkepanjangan, akibat perdarahan penderita dapat
mengeluh anemis karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah,
dan mudah terjadi infeksi
b. Penekanan rahim yang membesar
Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi :
1. Terasa berat di abdomen bagian bawah
2. Sukar miksi atau defekasi
3. Terasa nyeri karena tertekannya urat saraf
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses
salaing mempengaruhi :
1. Kelahimilan dapat mengalami keguguran
2. Persalinan prematuritas
3. Gangguan saat persalinan
4. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infertilitas
(Manuaba, 2010).

D. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
myometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
myometrium medesak menyusun semacam psedokapsula atau sampai
semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdat satu mioma
akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang
tumbuh intramural dalam korps uteri maka korps ini tampak bulat dan
konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat
menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih
jratas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspian, 2017).
Secara maksropis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu
putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan
memperlihatakan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin
hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus,
dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma massif
yang jauh lebih bewsar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenan
didalam myometrium, sememtara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa).
Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ
disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan
kemudian membeskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma
“parasitik”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan focus
nekrosis iskemik disertai daerah peradaran dan perlunakan kistik dan
setekah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalai
kalsifikasi (Robbins, 2007).
E. PATWAY
( Aspiani, 2017)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

G. KOMPLIKASI

H. PENATALASANAAN MEDIK
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

B. Diagnosa Keperawatan

C. Perencanaan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai