Triger Case
An. R dibawa oleh ibunya ke RSKJ dengan keluhan belum bisa bicara.
Ibunya mengatakan pada saat usia 1,5 tahun pasien belum bisa bicara maupun
mengeluarkan kata-kata seperti anak pada umumnya, jika pasien diajak bicara
tidak mau menatap muka lawan bicaranya. Pasien tidak melihat bila dipanggil
oleh ibunya. An.R lebih suka bermain sendiri dengan mainannya, yaitu senang
bermain alat listrik milik kakek pasien dan menonton televisi. Ibunya
mengatakan saat pasien mendapat mainan yang di sukanya pasien hanya fokus
pada main itu saja, tidak memperdulikan lagi lingkungan sekitarnya. An.R juga
tidak suka bermain dengan teman-teman seumurannya. Saat pasien berada di
tempat yang ramai, pasien selalu meminta pulang dan ingin bermain sesuai
keinginannya. Ketika pasien tidak dituruti keinginannya An. R akan menarik
tangan ibunya, jika tidak dipenuhi pasien akan menangis dan baru bisa diam jika
diberikan apa yang pasien inginkan. Pasien selalu melakukan gerakan berulang
dan selalu mengibaskan tangan kanannya. Hal-hal lain yang sering dilakukan
An.R ialah memainkan lidah dengan tangannya dan An. R suka memasukkan
barang kedalam mulut selayaknya tahap tumbuh kembang anak usia 1-2 tahun.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua
disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog,
dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli
terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial).
Tujuan terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan
meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam
penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan dilakukan
manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan dapat
tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan autisme.
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non
medikamentosa dan medika mentosa.
a. Non medikamentosa
1) Terapi edukasi
2) Terapi perilaku
3) Terapi wicara
4) Terapi okupasi/fisik
5) Sensori integrasi
6) AIT (Auditory Integration Training)
7) Intervensi keluarga
b. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang
tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau
terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan
medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini dan
sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational,
perilaku dan sosial.
1) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen
terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi
dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis reseptor
beta sebagai alternatif.
Neuroleptik
a) Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat
menurunkan agresifitas dan agitasi.
b) Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat
menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan
stereotipik.
c) Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam
hubungan sosial, atensi dan absesif.
d) Agonis reseptor alfa adrenergik
e) Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas
dan hiperaktifitas. Beta adrenergik blocker
f) Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang
disertai dengan agitasi dan anxietas.
2) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi
perilaku stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap
perubahan hal-hal rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
3) Jika inatensi menjadi target terapi Methylphenidat (Ritalin,
Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi
destruksibilitas.
4) Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat
mengatasi keluhan ini.
5) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan
pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan
logam berat yang terjadi akibat ketidak mampuan anak-anak ini
untuk membuang racun dari dalam tubuhnya. Intervensi biomedis
dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua gangguan
metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat- obatan maupun
pengaturan diet.(Pérez et al. 2017)
6. Patofisiologi
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang.
Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu
mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-
fungsi vital dalam tubuh. Penelitian post-mortem menunjukkan adanya
abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan
orang dewasa penyandang autisme yang berbeda-beda pula. Pada beberapa
bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa substansia grisea yang
walaupun volumenya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih
sedikit neuron. Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya
pada anak dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu
sebagai neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal di sel-sel
saraf. Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50% mempunyai kadar
serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan norepinefrine (NE), dopamin
(DA), dan 5-HT juga mengalami gangguan.(Pérez et al. 2017)
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 5 tahun
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Serawai
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : Jl xxxxxxxxxxxxxx
No. RM : xxxxxxxxxxxxxxxxx
Tanggal Pemeriksaan : 12 Desember 2019
b. IDENTITAS IBU
Nama : Ny. NS
Umur : 38 Tahun
Alamat : Jl. Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
c. RIWAYAT KESEHATAN
1) Keluhan Utama
Belum bisa bicara
2) Riwayat gangguan sekarang
An. R dibawa ibunya ke RSKJ dengan keluhan belum bisa
bicara. Ibunya mengatakan pada saat usia 1,5 tahun pasien belum
bisa bicara maupun mengeluarkan kata-kata seperti anak pada
umunya, jika pasien diajak bicara tidak mau menatap muka lawan
bicaranya. Pasien tidak melihat bila dipanggil oleh ibunya. An.R
lebih suka bermain sendiri dengan mainannya, yaitu senang
bermain alat listrik milik kakek pasien dan menonton televisi.
Ibunya mengatakan saat pasien mendapat mainan yang di sukanya
pasien hanya fokus pada main itu saja, tidak memperdulikan lagi
lingkungan sekitarnya. An.R juga tidak suka bermain dengan teman-
teman seumurannya. Saat pasien berada di tempat yang ramai,
pasien selalu meminta pulang dan ingin bermain sesuai
keinginannya. Ketika pasien tidak dituruti keinginannya An.R akan
menarik tangan ibunya, jika tidak dipenuhi pasien akan menangis
dan baru bisa diam jika diberikan apa yang pasien inginkan. Pasien
selalu melakukan gerakan berulang dan selalu mengibaskan tangan
kanannya. Hal-hal lain yang sering dilakukan ialah oleh An.R ialah
memainkan lidah dengan tangannya dan An.R suka memasukkan
barang kedalam mulut selayaknya tahap tumbuh kembang anak
usia 1-2 tahun.
3) Riwayat Gangguan Sebelumnya
Ibu pasien mengatakan tidak ada gangguan sebelumya.
4) Riwayat Kehidupan Pribadi
a) Riwayat Pranatal dan Perinatal
(1) Pasien merupakan anak yang diharapkan, buah pernikahan
dari ayah dan ibunya. Tidak ada niat ingin digugurkan.
(2) Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu rajin memeriksakan kandungan
ke Bidan, Menurut Ibu nafsu makan baik, pada trimester
pertama sempat mengalami mual muntah yang berat, Ibu
pasien rajin meminum vitamin penambah darah yang
diberikan bidan.
(3) Riwayat Persalinan: Usia gestasi 38 minggu, lahir spontan,
langsung menangis, BBL:2800g, PBL: 40cm
b) Riwayat Masa Kanak Awal ( Usia 1-3 tahun)
BB pada usia 1 tahun hanya 3kg. Riwayat mulai duduk,
tengkurap, merangkak dan tumbuh gigi.
c) Riwayat masa kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Ibu pasien menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan
anaknya terhambat.
d) Riwayat kehidupan keluarga
Di keluarga pasien tidak terdapat keluarga yang memiliki
keluhan serupa dengan pasien.
e) Riwayat kehidupan sekarang
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien
tinggal ibu dan adiknya. Pasien lebih sering dirumah, namun
apabila keluarga berencana jalan-jalan pasien selalu
diikutsertakan.
f) Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya : Sulit
dievaluasi.
d. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 12 Desember 2019, hasil
pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien saat dilakukan
pemeriksaan di ruang poli RSKJ.
1) Deskripsi Umum :
a) Penampilan umum :
Tampak gelisah, tidak kooperatif, kontak mata inadekuat.
b) Kesadaran : Komposmentis
c) Perilaku dan aktivitas psikomotor : Baik, aktivitas psikomotor
pasien cenderung melakukan gerakan berulang.
d) Pembicaraan : delayed speech. Pasien hanya bisa berbicara
sebatas mama.
e) Sikap terhadap pemeriksa : Tidak kooperatif, kontak mata
inadekuat
2) Keadaan afektif (mood), perasaan, dan empati : Sulit di evaluasi
3) Gangguan persepsi : sulit di evaluasi
4) Proses berfikir : sulit di evaluasi
5) Fungsi intelektual :
a) Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : sulit
Dievalusi
b) Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : Sulit di evaluasi
c) Daya ingat : pasien dapat mengingat dengan baik.
d) Daya konsentrasi dan perhatian : sulit dievalusi
e) Pikiran abstrak : sulit dievalusi
f) Bakat kreatif : sulit dievalusi
g) Kemampuan menolong diri sendiri : Pasien dapat menolong diri
sendiri.
6) Pengendalian impuls : sulit dievalusi
7) Daya nilai dan tilikan : Sulit di evaluasi
8) Taraf dapat dipercaya : sulit dievalusi
e. PEMERIKSAAN FISIK
1) Status Generalis
- N : 120x/ menit
- P : 22x/ menit
- S : 36,80C axillar
Antropometri
- TB: 92 cm
- BB: 7 kg
2) Status Internus
- Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut
- Mata Edema palpebra tidak ada,sklera ikterik (-/-), konjungtiva
palpebra anemis (-/)
- Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada sekret.
- Telinga Simetris,bentuk dalam batas normal, menggantung,
deformitas (-),sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
- Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah tersebar
merata, mukosa lidah merah Leher Dalam batas normal, tiroid
tidak membesar
- Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri dan
kanan
- Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara nafas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki
(-/)
- Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
- Ektremitas Akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2’
3) Status Neurologis :
a) Saraf kranial : dalam batas normal
b) Refleks fisiologis : dalam batas normal
c) Refleks Patologis : (-)
d) Sensibilitas : dalam batas normal
e) Fungsi vegetatif : dalam batas normal
2. Analisa Data
DO:
- An. R dibawa oleh ibunya ke RSKJ dengan
keluhan belum bisa bicara
- Pasien sering melakukan gerakan berulang
dan terus menerus yaitu mengibaskan
tangan kanannya. Kebiasaan lain yang
sering dia lakukan adalah memainkan
lidah dengan tangannya dan masih suka
memasukkan barang kedalam mulut
selayaknya tahap tumbuh kembang anak
usia 1-2 tahun
- Penampilan umum : Tampak gelisah, tidak
kooperatif, kontak mata inadekuat.
- aktivitas psikomotor pasien cenderung
melakukan gerakan berulang
- Pasien hanya bisa berbicara sebatas mama.
DS : Gangguan Hambatan
- Ibu pasien mengatakan saat pasien Interaksi Sosial Perkembangan
mendapat mainan yang di sukanya dia
hanya fokus pada mainannya saja, dia
tidak menghiraukan lingkungan
sekitarnya. Pasien juga tidak mau bermain
dengan teman-teman seumunya.
- Saat berada ditempat ramai, pasien
meminta pulang dan ingin bermain sesuai
keinginannya.
DO :
- Sikap terhadap pemeriksa :
Tidak kooperatif, kontak mata inadekuat
3. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan Gangguan neuromuskuler
2. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan Hambatan Perkembangan
4. Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
O
1 Hambatan NOC NIC
komunikasi verbal · Anxiety self control 1. Gunakan penerjemah, jika diperlukan 1. Agar komunikasi dapat
berhubungan · Coping 2. Beri satu kalimat simple setiap tersampaikan dengan
dengan Gangguan · Sensory function: hearing & vision bertemu, jika diperlukan jelas dan benar
neuromuskuler · Fear sef control 3. Konsultasikan dengan dokter 2. Dengan memberikan
kebutuhan terapi bicara kalimat simple dapat
Kriteria Hasil : 4. Dengarkan dengan penuh perhatian melatih komunikasi
1. Komunikasi:penerimaan, 5. Berdiri didepan pasien ketika pasien
intrepretasi dan ekspresi pesan berbicara 3. Agar kebutuhan terapi
lisan, tulisan, dan non verbal 6. Gunakan kartu baca, kertas, pensil, pasien dapat terpenuhi
meningkat bahasa tubuh, gambar, daftar 4. Untuk memberikan rasa
2. Komunikasi ekspresif (kesulitan kosakata bahasa asing, computer, saling percaya, sehingga
berbicara) : ekspresi pesan dan lain-lain untuk memfasilitasi komunikasi dapat
verbal dan atau non verbal yang komunikasi dua arah yang optimal berjalan dengan baik
bermakna (METODE PECS (PICTURE EXCHANGE 5. Kontak mata
3. Komunikasi reseptif (kesutitan COMMUNICATION SYSTEM) mengekspresikan minat
mendengar) : penerimaan yang murni terhadap dan
komunikasi dan intrepretasi hormat kepada seseorang
pesan verbal dan/atau non (lawan bicara)
verbal 6. Agar komunikasi dua arah
4. Gerakan Terkoordinasi : mampu dapat berjalan dengan
mengkoordinasi gerakan dalam optimal
menggunakan isyarat
5. Pengolahan informasi : klien
mampu untuk memperoleh,
mengatur, dan menggunakan
informasi
6. Mampu mengontrol respon
ketakutan dan kecemasan
terhadap ketidakmampuan
berbicara
7. Mampu memanajemen
kemampuan fisik yang di miliki
8. Mampu mengkomunikasikan
kebutuhan dengan lingkungan
sosial
Herdma T, Heather dan Shigemi Kamitsu (Eds 2018). NANDA 1 Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC
Raga, Adolfus D. Dkk. 2017. Pengaruh PECS (Picture Exchange Communication System)
Terhadap Perkembangan Interaksi Sosisial Anak Austis. Nursing News, Vol.2 (3)
Sianipar, Jojor Jennifer, M Tanzil Furqon, and Putra Pandu Adikara. 2017. “Identifikasi
Diagnosis Gangguan Autisme Pada Anak Menggunakan Metode Modified K-
Nearest Neighbor ( MKNN ).” 1(9): 825–31.
Siwi, Aisti Rahayu Kharisma, and Nisa Rachmah Nur Anganti. 2017. “Strategi Pengajaran
Interaksi Sosial Pada Anak Autis.” Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi 2(2): 184–92.
Taryadi dan Ichwan Kurniawan. 2017. Pemebelajaran Anka Autis Dengan Metode Picture
Exchange Communication System (PECS) Berbasis Multimedia Augmented Reality.
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed), Vol, p. 29, 2017.