Anda di halaman 1dari 16

Asuahan Keperawatan pada Pasien dengan

ABSES OTAK
BAB I KONSEP MEDIS 1.1. Definisi Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25% ( Elizabeth J,2009). Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). (Harsono, 1996) Abses otak merupakan komplikasi yang dikaitkan dengan beberapa bentuk meningitis. Abses otak adalah komplikasi yang meningkat pada pasien yang system imunnya disupresi baik karena terapi atau

penyakit (Smaltzer, 2002).

1.2. Etiologi Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu: 1. Bakteri Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha

hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila

infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth J,2009). 2. Jamur Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. 3. Parasit Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen. 4. Komplikasi dari infeksi lain Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.(Barbara C, 1996)

Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) : a. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahan b. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi). c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.

1.3. Klasifikasi 1.4. Patofisiologi Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara :

1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal, penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak melalui tulang atau pembuluh darah. 2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiectasis, empyema, pada endocarditis dan pericarditis. 3. Komplikasi dari meningitis purulenta. Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim.Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya tromboemboli.Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel.Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan

kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu : 1. stadium serebritis dini 2. stadium serebritis lanjut 3. stadium pembentukan kapsul dini 4. stadium pembentukan kapsul lanjut. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen

1.5. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. ( Elizabeth J,2009).

Lokasi Lobus frontalis

Tanda dan Gejala 1. Kulit kepala lunak/lembut 2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal 3. Letargi, apatis, disorientasi 4. Hemiparesis /paralisis 5. Kontralateral 6. Demam tinggi 7. Kejang

Sumber Infeksi Sinus paranasal

Lobus temporal

1. Dispagia 2. Gangguan lapang pandang 3. Distonia 4. Paralisis saraf III dan IV 5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum 1. Ataxia ipsilateral 2. Nystagmus 3. Dystonia 4. Kaku kuduk positif 5. Nyeri kepala pada suboccipital 6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

Infeksi pada telinga tengah

1.6. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:

1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative. 2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran. 3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan
ventrikel terjadi perubahan ukuran.

4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen. 5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein
meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK). (Barbara C, 1996)

1.7. Penatalksanaan 1. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein. 2. Terapi peningktan TIK 3. Support fungsi tanda vital 4. Fisioterapi 5. Pembedahan 6. Pengobatan a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole. b. Glococorticosteroid: Dexamethasone c. Anticonvulsants: Oilantin.

1.8. Komplikasi Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:

1. Gangguan mental 2. Paralisis, 3. Kejang 4. Defisit neurologis fokal 5. Hidrosephalus

6. Herniasi 7. Sepsis 8. Penurunan Kesadaran

BAB II KONSEP KEPERAWATAN 2.1. Pengkajian Pengkajian neurologis anak-anak harus berdasarkan tingkat

perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif. a. Anamnesis i. Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya. ii. Riwayat kesehatan 1. Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran, cara berjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan. 2. Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktorfaktor resiko gangguan neurologik. iii. Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang), konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes) iv. Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat. v. Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.

b. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum 2. Tanda-Tanda Vital 3. Tingkat Kesadaran Gejala : Kesadaran penuh, bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma. 4. Pola Kesehatan a. Aktivitas / Istirahat : Gejala : malaise Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter. b. Sirkulasi Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis Tanda : TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor). c. Eliminasi Tanda : adanya inkontensia atau retensi d. Nutrisi Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut ) Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering. e. Higiene Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut). f. Neurosensori Gejala ; Sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan

penglihatan Tanda ; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan

memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal. g. Nyeri /kenyamanan Gejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan; leher / punggung kaku.

Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh. h. Pernapasan Gejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru.

Tanda ; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah. i. Keamanan Gejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala. Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau parese

2.2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu: i. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK). ii. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental. iii. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik. iv. Hipertermia berhubungan dengan infeksi. v. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

No. Dx. 1.

Diagnosa Keperawatan Perubahan jaringan berhubungan proses

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

perfusi Kriteria hasil: serebral a) Mempertahankan tingkat

1. Monitor status neurologi setiap 1. Tanda dari iritasi meningeal 2 jam: tingkat refleks, kesadaran, kemampuan terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan TIK. 2. Perubahan tekanan nadi dan tanda vital dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK. peningkatan

dengan kesadaran dan orientasi Tanda vital dalam batas normal Tidak terjadi defisit neurologi.

pupil,

peradangan, b) tekanan c)

motorik, nyeri kepala, kaku kuduk. 2. Monitor

peningkatan

intra kranial (TIK).

temperatur setiap 2 jam.

3. Kurangi aktivitas yang dapat 3. Menghindari peningktan TIK. menimbulkan TIK: batuk, peningkatan 4. Mengurangi peningkatan TIK. mengedan, 5. Memfasilitasi aliran darah vena. kelancaran

muntah, menahan napas.

4. Berikan waktu istirahat yang 6. Mengurangi edema serebral, cukup dan kurangi stimulus lingkungan. 5. Tinggikan posisi kepala 30memenuhi oksigenasi, kebutuhan menghilangkan

faktor penyebab.

40opertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher. 6. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid,

oksigen, antibiotik. 2. Resiko injuri: jatuh Kriteria hasil: berhubungan dengan a) aktivitas Mempertahankan tingkat 1. Kaji status neurologi setiap 2 1. Menentukan keadaan pasien jam. dan resiko kejang.

kejang, kesadaran dan orientasi. Kejang tidak terjadi. Injuri tidak terjadi.

2. Pertahankan keamanan pasien 2. Mengurangi resiko injuri dan seperti penghalang kesiapan oksigen. 3. Catat aktivitas kejang dan penggunaan tempat suction, tidur, mencegah pernapasan. intervensi obstruksi

penurunan kesadaran b) dan status mental. c)

spatel, 3. Merencanakan

lebih lanjut dan mengurangi kejang. respon post

tinggal bersama pasien selama 4. Mengetahui kejang. kejang.

4. Kaji status neurologik dan 5. Setelah kejang kemungkinan tanda vital setelah kejang. 5. Orientasikan pasien pasien disorientasi. ke 6. Mengurangi resiko kejang/

lingkungan. 6. Kolaborasi dalal pemberian

menghentikan kejang.

obat anti kejang.

3.

Kerusakan fisik dengan umum, neurologik.

mobilitas Kriteria hasil: Pasien

1. Kaji kemampuan mobilisasi. dapat 2. Alih posisi pasien setiap 2 jam.

1. Hemiparese mungkin dapat terjadi. 2. Menghindari kerusakan kulit.

berhubungan a)

kelemahan mempertahankan mobilisasinya defisit secara optimal. b) c) d) ntegritas kulit utuh. Tidak terjadi atropi. Tidak terjadi kontraktur.

3. Lakukan mesage bagian tubuh 3. Melancarkan aliran darah dan yang tertekan. 4. Lakukan ROM pasive. 5. Monitor konstipasi. tromboemboli, mencegah dekubitus. 4. Menghindari kontraktur dan atropi. 5. Komplikasi imobilitas. yang penting

6. Konsul pada ahli fisioterapi 6. Perencanaan jika diperlukan. lebih lanjut.

4.

Hipertermia berhubungan infeksi.

Kriteria Hasil: 5o C. b. Tanda vital normal. c. Turgor kulit baik. d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.

1. Monitor suhu setiap 2 jam.

1. Mengetahui suhu tubuh. 2. Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan dan nadi, tekanan

dengan a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 2. Monitor tanda vital. 3. Monitor tanda-tanda dehidrasi. 4. Berikan obat anti pieksia. 5. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari. 6. Lakukan kompres dingin dan hangat.

pernapasan darah. 3. Tubuh cairan

dapat melalui

kehilangan kulit dan

penguapan. 4. Mengurangi suhu tubuh. 5. Mencegah dehidrasi. 6. Mengurangi suhu tubuh

melalui proses konduksi. 5. Ketidakseimbangan cairan Kriteria Hasil : 1. Ukur tanda vital setiap 4 jam. hasil pemeriksaan terutama 1. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan tanda-tanda peningkatan nadi. 2. Mengetahui perbaikan atau ketidakseimbangan cairan Suhu tubuh normal 36,5 2. Monitor

berhubungan a)

dengan intake tidak 37, 5o C. adekuat, cairan. kehilangan b) c) d) Tanda vital normal. Turgor kulit baik. Pengeluaran urine tidak

laboraturium elektrrolit. 3. Observasi dehidrasi.

pekat, elektrolit dalam batas 4. Catat intake dan output cairan.

normal.

5. Berikan minuman dalam porsi sedikit tapi sering. 6. Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal. 7. Kolaborasi dalam pembeian cairan intravena. 8. Pertahankan dan

dan elektrolit. 3. Mencegah secara dini terjadi dehidrasi. 4. Mengetahui cairan. 5. Mengurangi distensi gaster. keseimbangan

monitor 6. Penningkatan mengakibatkan

temperatur pengeluaran

tekanan vena setral.

cairan lewat kulit bertambah. 7. Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi. 8. Tekanan vena sentral untuk mengetahui cairan. keseimbangan

Anda mungkin juga menyukai