Oleh
FILDZAH HAZIRAH
NO.BP 1841312003
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES SEREBRI
a. Organisme aerobik:
a) Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus
b) Gram negatif : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus,
Pseudomonas
b. Organisme anaerobik :B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp,
Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.
c. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia
d. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, Amoeba
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi
telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan
maxillaries). Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen
dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase,
pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit
jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi
putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak juga dapat terjadi karena
penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran
darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis,
atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus
pada kepala atau trauma pasca operasi.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Dari 20-37% penyebab
abses otak tidak diketahui. Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara
retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus
frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak
superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat
juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis.
Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau
temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus
temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus
frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus
temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena
kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan
tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
7) Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun
komplikasinya adalah:
8) WOC
Terlampir
9) Pemeriksaan Fisisik Sistem Persyarafan
Pemeriksan fisik sehubungan dengan sistem persarafan untuk mendeteksi
gangguan fungsi persarafan. Dengan cara inspeksi, palpasi dan perkusi
menggunakan refleks hammer. Pemeriksaan pada sistem persarafan secara
menyeluruh meliputi : status mental, komunikasi dan bahasa, pengkajian
saraf kranial, respon motorik, respon sensorik dan tanda-tanda vital. Secara
umum dalam pemeriksaan fisik klien gangguan sistem persarafan, dilakukan
pemeriksaan :
a. Status Mental
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah. Berikan point 1 untuk
masing-masing jawaban yang benar
Registration (memori)
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda
tersebut masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang
coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan.
Berikan point 1 untuk masing-masing jawaban benar
Perhatian dan perhitungan
Tanyakan angka mulai angka 100 dengan menghitung mundur. Contoh
angka 100 selalu dikurangi 7. berhenti setelah langkah ke 5.
Untuk orang coba yang tidak bisa menghitung dapat menggunakan kata
yang dieja. Contoh kata JANDA, huruf ke 5, ke 4, ke 3 dst. berikan skor
1 unuk masing-masing jawaban benar
Daya ingat (recall)
Sebutkan tiga benda kemudian suruh Orang coba mengulangi nama
benda tersebut. Nilai 1 untuk masing-masing jawaban benar
Bahasa :
1) Memberikan nama
Tunjukkan benda (pensil dan jam tangan) pada Orang coba, dan
tanyakan nama benda tersebut (2 point)
2) Pengulangan kata
Ucapkan sebuah kalimat kemudian Suruh Orang coba mengulang
kalimat tersebut. Contoh ‘saya akan pergi nonton di bioskop’ (skor 1)
3) Tiga perintah berurutan
Berikan Orang coba selembar kertas yang berisi 3 perintah yang
berurutan dan ikuti perintah tersebut seperti contoh. Ambil pensil itu
dengan tangan kananmu, lalu pindahkan ke tangan kirimu kemudian
letakkan kembali dimeja. (skor tiga)
4) Membaca
Sediakan kertas yang berisi kalimat perintah contoh. (tutup matamu).
Suruh Orang coba membaca dan melakukan perintah tersebut (skor 1)
5) Menulis
Suruh Orang coba menulis sebuah kalimat pada kertas kosong (skor 1)
6) Mengkopi(menyalin)
Gambarlah suatu objek kemudian suruh orang coba meniru gambar
tersebut (nilai 1)
Skor maksimun pada test ini adalah 30, sedangkan rata-rata normal dengan
nilai 27.
1) Afasia motorik, karena lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan
pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta
dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.
2) Afasia sensorik / perseptif, karena lesi pada area Wernicke, ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual
tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-kata dan
menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-
apa.
3) Disatria, gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi
pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN
bilateral bersifat berat.
Tingkat Kesadaran
1) Alert : Composmentis / kesadaran penuh
Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli
individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.
2) Lethargic : Kesadaran
Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan
bicara.
Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien
dapat berespon dengan cepat.
Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
3) Obtuned
Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan
respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat
membingungkan.
4) Stuporus
Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.
Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
5) Koma
Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal,
tanda vital mungkin tidak stabil
Respon Scoring
1. Membuka Mata = Eye open (E)
Spontan membuka mata 4
Terhadap suara membuka mata 3
Terhadap nyeri membuka mata 2
Tidak ada respon 1
2. Motorik = Motoric response (M)
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba) 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur 3
dekortikasi
Ekstensi abnormal/postur deserebrasi 2
Tidak ada respon 1
3. Verbal = Verbal response (V)
Berorientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata respon tidak tepat 3
Respon suara tidak bermakna 2
Tidak ada respon 1
b. Saraf kranial :
1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda
yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan
sebagainya.
Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua
baris di koran, ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien
dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil
kena sinar.
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya
deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak
mata atas dan bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan
mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya
sentuhan.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
5. Test nervus VII (Facialis)
Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salivasi
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien
untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara
pemeriksa berusaha membukanya
6. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula,
palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah
simetris dan tertarik keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx
dengan tong spatel, akan terlihat klien seperti menelan.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan ----
test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat
dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
c. Fungsi sensorik :
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum
pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan
sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis
Pen / pensil, untuk graphesthesia.
d. Sistem Motorik
Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji.
Klien secara aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh
sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan diraba.
Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s
(memiliki nilai 0 – 5)
1 = gerakan kontraksi.
Aktifitas refleks :
2 = normal ( ++ )
Endokodit fungsi neurologi : tdk Evaluasi edema dan denyut nadi perifer
pernafasan - Klien mengatakan mual jika tidak mampu berkomunikasi secara efektif
Melindungi area nyeri Mendorong pasien untuk memonitor nyerinya dan ikut
Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO
Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah.
(Ed.8). Jakarta: EGC
Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf “PERDOSSI”.
Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.