Anda di halaman 1dari 79

MAKALAH

MATA KULIAH KEPERAWATAN ONKOLOGI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PERSYARAFAN :
GLIOMA

Dosen Pembimbing : Lailatun Ni’mah, Ns., M.Kep


Kelompok 5 :

Dwi Adven Erina Putri 131711133025


Dwi Arta Anjani 131711133027
Fadhila Setiyasari 131711133045
Lusyana Maylanie 131711133047
Ni Putu Bella Syahira 131711133063
Safitri Ariyanti 131711133064
Farah Dwita Angelina 131711133141
Dinda Yuniarti 131711133143

PROGAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Sistem Persyarafan : Glioama”. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Onkologi kelas A-1 2017 Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga.
Maksud dan Tujuan Penulisan makalah ini adalah memberikan pengetahuan yang
lebih kepada para pembaca mengenai asuhan keperawatan pada sistem persyarafan pasien
dengan diagnosa Glioma.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Surabaya, 9 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii

BAB IPENDAHULUAN ...........................................................................................................1

1.1 Latar belakang .............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................................4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................5

2.1 Anatomi Fisiologi ...................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Definisi ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Etiologi ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.4 Klasifikasi .................................................................. Error! Bookmark not defined.

2.5 Manifestasi Klinis...................................................... Error! Bookmark not defined.

2.6 Patofisiologi............................................................... Error! Bookmark not defined.

2.7 WOC .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................. Error! Bookmark not defined.

2.9 Penatalaksanaan ......................................................... Error! Bookmark not defined.

2.10 Komplikasi ................................................................ Error! Bookmark not defined.

2.11 Askep Teori ............................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN .................................... Error! Bookmark not defined.

3.1 Kasus .............................................................................. Error! Bookmark not defined.

3.2 Pengkajian ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB IVPENUTUP ..................................................................................................................61

iii
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................................61

4.2 Saran ...............................................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................62

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Otak adalah sumber kehidupan. Segala aktivitas kehidupan,


hingga yang sekecil-kecilnya, hanya bisa terjadi melalui
mekanisme yang diatur oleh otak. Dalam waktu yang bersamaan
otak harus menjalankan beribu-ribu aktivitas sekaligus. Tumor otak
merupakan sebuah lesi yang terletak pada kongenital yang
menempati ruang dalam tengkotak. Tumor-tumor selalu bertumbuh
sebagai sebuah massa yang berbentuk bola tetapi juga dapat
tumbuh menyebar, masuk kedalam jaringan neoplasma terjadi
akibat dari komprensi dan infiltrasi jaringan.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau
pertumbuhan sel abnormal secara sangant cepat pada daerah
central nervus system (CNS). Sel ini akan terus berkembang
mendesak jaringan otak yang ada disekitarnya, mengakibatkan
gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan
peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan adanya
nyeri kepala, nausea, vomitus, dan papil edema. Penyebab dari
tumor otak belum diketahui secara pasti. Namun ada bukti yang
menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk
beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor
herediter, kongenital, viris, toxin, dan defisiensi immunologi, ada
juga yang menyatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat
sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya
enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap
saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi
sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang
menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat
bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor
yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat

1
ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan
frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat
belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak
dekade , sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia
40-65 tahun.
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan
adalah usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis
tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain : pembedahan,
radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk
membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor
otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari
pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
Kekerapan glioma batang otak 10 sampai 20% dari semua
tumor primer pada sistem saraf pusat dan biasanya terdiagnosa
pada usia muda. Glioma batang otak merupakan tumor yang sangat
heterogen baik secara manifestasi klinis dan secara bentuk
patologiknya. Pada penanganan perioperatif perlu dipertimbangkan
berdasarkan dari cara pengangkatan tumornya, pemakaian steroid
perioperatif (methylprednisolone), perencanaan ventilasi mekanik
hingga pemulihan ventilasi dan refleks batuk normal, pemasangan
gastrostomi pada pasien dengan gangguan menelan, asuhan
keperawatan yang baik dan fisioterapi. Pada cedera batang otak
pascaoperasi, sebagian besar bersifat reversibel jika teknik bedah
yang dilakukan telah tepat. Terdapat beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi setelah dilakukan operasi pengangkatan tumor,
diantaranya akan menyebabkan penggunaan ventilasi mekanik
yang memanjang dan perlunya untuk dilakukan trakeostomi.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini


yaitu :
1. Apa definisi dari tumor otak?

2
2. Bagaimana etiologi dari tumor otak?
3. Bagaimana klasifikasi dari tumor otak?
4. Apa manifestasi klinis dari tumor otak?
5. Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?
6. Bagaimana woc (web of caution) dari tumor otak?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita tumor otak?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?
9. Apa saja komplikasi dari tumor otak?
10. Bagaimana askep teoeri yang digunakan pada tumor otak?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan penelitian ini,


yaitu :
1. Tujuan umum
a. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen mata
kuliah keperawatan
b. Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan tumor otak.
c. membantu mahasiswa dalam pembuatan penelitian dan
membantu meningkatkan cara Tujuan pembuatan
penelitians yang lebih berkualitas.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami defenisi, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan, terhadap tumor otak
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan
asuhan keperawatan.

3
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian dalam pembuatan penelitian ini yaitu:
1. Dapat memberikan edukasi kepada teman sejawat dalm
fakultas keperawatan mengenai tumor otak
2. Dapat menambah wawasan bagi masyarakat umum mengenai
bagaimana penanganan pertama bagi pasien tumor otak

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
2.1.1 Definisi Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls
saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi
tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2006). Sistem atau susunan saraf
merupakan salah satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi
merupakan bagian yang paling kompleks. Susunan saraf manusia
mempunyai arus informasi yang cepat dengan kecepatan pemrosesan
yang tinggi dan tergantung pada aktivitas listrik (impuls saraf)
(Bahrudin, 2013). Alur informasi pada sistem saraf dapat dipecah secara
skematis menjadi tiga tahap. Suatu stimulus eksternal atau internal
yang mengenai organ -organ sensorik akan menginduksi pembentukan
impuls yang berjalan ke arah susunan saraf pusat (SSP) (impuls
afferent), terjadi proses pengolahan yang komplek pada SSP (proses
pengolahan informasi) dan sebagai hasil pengolahan, SSP membentuk
impuls yang berjalan ke arah perifer (impuls efferent) dan
mempengaruhi respons motorik terhadap stimulus (Bahrudin,2013).
2.1.2 Susunan Sistem Saraf
Susunan sistem saraf terbagi secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat
(otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial dan spinal)
dan secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik (Bahrudin,
2013).
1. Sistem Saraf Pusat
Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula
spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas
tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson
sebagai penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta
dikelilingi oleh sel glia yang menunjang secara mekanik dan metabolik
(Bahrudin, 2013).
A.

5
6
Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012).Otak besar merupakan
pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan
tersebut terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan
temporal. Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang
terdiri dari talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).
Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu metensefalon
dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang otak (pons)
dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan menjadi medulla
oblongata (Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari
hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.3 Bagian-bagian Otak (Nugroho, 2013)


Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub
araknoid disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi
ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan
interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi
kanal sentral medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai
bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan medula spinalis, juga
berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat buangan antara darah
dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

7
B. Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang
pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua
lapis yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam
berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar
mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan
saraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar
impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks
(Khafinuddin, 2012).
2. Sistem Saraf Tepi
Susunan saraf tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh . SST
tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari dan ke SSP
(Bahrudin, 2013). Berdasarkan fungsinya SST terbagi menjadi 2 bagian
yaitu:
A. Sistem Saraf Somatik (SSS)
Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal.Proses pada saraf somatik dipengaruhi oleh kesadaran.
1. Saraf kranial
12 pasang saraf kranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa dari saraf tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik,
tetapi sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik.
Kedua belas saraf tersebut dijelaskan pada (Gambar 2.5)

2. Saraf spinal
Ada 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks
dorsal (posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf
gabungan motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui
neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal

8
(Gambar 2.6) diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna
vertebra tempat munculnya saraf tersebut.

Gambar 2.5 Distribusi Saraf Kranial (Anonim)

Gambar 2.6 Saraf Spinalis (31 pasang) beserta nama dan letaknya
(Bahrudin, 2013).
B. Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem saraf otonom mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari. Jaringan dan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom
adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri atas sistem
saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Fungsi dari kedua
sistem saraf ini adalah saling berbalikan..
SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu:

9
1. Divisi sensori (afferent) yaitu susunan saraf tepi dimulai dari
receptor pada kulit atau otot (effector) ke dalam pleksus, radiks, dan
seterusnya kesusunan saraf pusat. Jadi besifat ascendens.
2. Divisi motorik (efferent) yang menghubungkan impuls dari SSP ke
effector (Muscle and Glands) yang bersifat desendens untuk
menjawab impuls yang diterima dari reseptor di kulit dan otot dari
lingkungan sekitar (Bahrudin, 2013).
2.1.3 Sel-sel pada Sistem Saraf
Sistem saraf pada manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel
saraf dan sel glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan
impuls dari panca indera menuju otak yang selanjutnya oleh otak akan
dikirim ke otot. Sedangkan sel glial berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada
neuron (Feriyawati, 2006).
1. Sel Saraf (Neuron)
Sel saraf (neuron) bertanggung jawab untuk proses transfer
informasi pada sistem saraf (Bahrudin, 2013). Sel saraf berfungsi untuk
menghantarkan impuls.Setiap satu neuron terdiri dari tiga bagian utama
yaitu badan sel (soma), dendrit dan akson (Feriyawati, 2006).
Badan sel (soma) memiliki satu atau beberapa tonjolan (Feriyawati,
2006). Soma berfungsi untuk mengendalikan metabolisme keseluruhan
dari neuron (Nugroho, 2013). Badan sel (soma) mengandung organel
yang bertanggung jawab untuk memproduksi energi dan biosintesis
molekul organik, seperti enzim-enzim. Pada badan sel terdapat nukleus,
daerah disekeliling nukleus disebut perikarion. Badan sel biasanya
memiliki beberapa cabang dendrit (Bahrudin, 2013). Dendrit adalah
serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang serta merupakan
perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
menghantarkan rangsangan ke badan sel (Khafinudin, 2012). Khas dendrit
adalah sangat bercabang dan masing-masing cabang membawa proses
yang disebut dendritic spines (Bahrudin, 2013). Akson adalah tonjolan
tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel
(Feryawati, 2006). Di dalam akson terdapat benang-benang halus disebut

10
neurofibril dan dibungkus oleh beberpa lapis selaput mielin yang
banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat
jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel
Schwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat
menyediakan makanan dan membantu pembentukan neurit. Bagian
neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin yang disebut nodus
ranvier (Khafinudin, 2012).Pada SSP, neuron menerima informasi dari
neuron dan primer di dendritic spines, yang mana ditunjukkan dalam 80-
90% dari total neuron area permukaan. Badan sel dihubungkan dengan
sel yang lain melalui akson yang ujung satu dengan yang lain
membentuk sinaps. Pada masing-masing sinap terjadi komunikasi
neuron dengan sel yang lain (Bahrudin, 2013).

Gambar 2.8 Struktur Neuron (Anonim)


2. Sel penyokong atau Neuroglia (Sel Glial)
Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat (Nugroho, 2013), selain itu juga berfungsi
mengisolasi neuron, menyediakan kerangka yang mendukung jaringan,
membantu memelihara lingkungan interseluler, dan bertindak sebagai
fagosit. Jaringan pada tubuh mengandung kira-kira 1 milyar neuroglia,
atau sel glia, yang secara kasar dapat diperkirakan 5 kali dari jumlah
neuron (Feriyawati, 2006).
Sel glia lebih kecil dari neuron dan keduanya mempertahankan
kemapuan untuk membelah, kemampuan tersebut hilang pada banyak
neuron. Secara bersama-sama, neuroglia bertanggung jawab secara
kasar pada setengah dari volume sistem saraf. Terdapat perbedaan

11
organisasi yang penting antara jaringan sistem saraf pusat dan sitem saraf
tepi, terutama disebabkan oleh perbedaaan pada
a. Macam-macam Sel Glia
Ada empat macam sel glia yang memiliki fungsi berbeda yaitu
(Feriyawati, 2006):
Astrosit/ Astroglia: berfungsi sebagai “sel pemberi makan” bagi sel
saraf
Oligodendrosit/ Oligodendrolia: sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan mielin dalam susunan saraf pusat. Sel ini mempunyai
lapisan dengan substansi lemak mengelilingi penonjolan atau
sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung mielin. Mielin pada
susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann. Sel ini membentuk
mielin maupun neurolemma saraf tepi. Mielin menghalangi ion
natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan hampir
sempurna. Serabut saraf ada yang bermielin ada yang tidak. Transmisi
impuls saraf disepanjang serabut bermielin lebih cepat daripada serabut
yang tak bermielin, karena impuls berjalan dengan cara meloncat dari
nodus ke nodus yang lain disepanjang selubung mielin (Feriyawati,
2006). Peran dari mielin ini sangatlah penting, oleh sebab itu pada
beberapa orang yang selubung mielinnya mengalami peradangan
ataupun kerusakan seperti pada pasien GBS maka akan kehilangan
kemampuan untuk mengontrol otot-ototnya sehingga terjadi
kelumpuhan pada otot-otot tersebut. Perbedaan struktur dari selubung
mielin normal dengan selubung mielin pada pasien GBS dapat dilihat
pada gambar berikut:

12
Gambar 2.9 Selubung mielin normal dan selubung mielin pada GBS
(Tandel et al., 2016)
Mikroglia: sel glia yang mempunyai sifat fagosit dalam
menghilangkan sel-sel otak yang mati, bakteri dan lain-lain. Sel jenis
ini ditemukan diseluruh SSP dan dianggap penting dalam proses melawan
infeksi.
Sel ependimal: sel glia yang berperan dalam produksi
cairancerebrospinal.

Gambar 2.10 Bagian neuron dan neuroglia (Anonim)


b. Neuroglia pada Sistem Saraf Tepi (SST)
Neuron pada sistem saraf tepi biasanya berkumpul jadi satu
dan disebut ganglia (tunggal: ganglion). Akson juga bergabung menjadi
satu dan membentuk sistem saraf tepi.Seluruh neuron dan akson disekat
atau diselubungi oleh sel glia. Sel glia yang berperan terdiri dari sel satelit
dan sel Schwann.
- Sel Satelit
Badan neuron pada ganglia perifer diselubungi oleh sel satelit. Sel
satelit berfungsi untuk regulasi nutrisi dan produk buangan antara
neuron body dan cairan ektraseluler. Sel tersebut juga berfungsi untuk
mengisolasi neuron dari rangsangan lain yang tidak disajikan di sinap.
- Sel Schwann

13
Setiap akson pada saraf tepi, baik yang terbungkus dengan mielin
maupun tidak, diselubungi oleh sel Schwann atau neorolemmosit.
Plasmalemma dari akson disebut axolemma; pembungkus sitoplasma
superfisial yang dihasilkan oleh sel Schwann disebut neurilemma
(Bahrudin, 2013).
Dalam penyampaian impuls dari reseptor sampai ke efektor
perifer caranya berbeda-beda. Sistem saraf somatik (SSS) mencakup
semua neuron motorik somatik yang meng-inervasi otot, badan sel
motorik neuron ini terletak dalam SSP, dan akson-akson dari SSS meluas
sampai ke sinapsis neuromuskuler yang mengendalikan otot rangka.
Sebagaian besar kegiatan SSS secara sadar dikendalikan. Sedangkan
sistem saraf otonom mencakup semua motorik neuron viseral yang
menginervasi efektor perifer selain otot rangka. Ada dua kelompok neuron
motorik viseral, satu kelompok memiliki sel tubuh di dalam SSP dan yang
lainnya memiliki sel tubuh di ganglia perifer (Bahrudin, 2013).
Neuron dalam SSP dan neuron di ganglia perifer berfungsi
mengontrol efektor di perifer. Neuron di ganglia perifer dan di SSP
mengontrolnya segala bergiliran. Akson yang memanjang dari SSP ke
ganglion disebut serat preganglionik. Akson yang menghubungkan sel
ganglion dengan efektor perifer dikenal sebagai serat postganglionik.
Susunan ini jelas membedakan sistem (motorik visceral) otonom dari
sistem motorik somatik. Sistem motorik somatik dan sitem motorik
visceral memiliki sedikit kendali kesadaran atas kegiatan SSO. Interneuron
terletak diantara neuron sensori dan motorik. Interneuron terletak
sepenuhnya didalam otak dan sumsum tulang belakang. Mereka lebih
banyak daripada semua gabungan neuron lain, baik dalam jumlah dan
jenis. Interneuron bertanggung jawab untuk menganalisis input sensoris
dan koordinasi motorik output. Interneuron dapat diklasifikasikan
sebagai rangsang atau penghambat berdasarkan efek pada membran post
sinaps neuron (Bahrudin, 2013).
2.1.4 Regenerasi Neuron

14
Sel saraf sulit sekali untuk melakukan regenarasi setelah
mengalami kerusakan. Dalam sel body (inti sel/ sel tubuh), bagian
kromatofilik menghilang dan nukleus keluar dari pusat sel. Jika
neuron berfungsi normal kembali, sel tersebut pelan-pelan akan kembali
pada keadaan normal. Jika suplai oksigen atau nutrisi dihambat, seperti
yang selalu terjadi pada stroke atau trauma mekanik mengenai neuron,
seperti yang selalu pada kerusakan medula spinalis atau perifer, neuron
tidak akan mengalami perbaikan kecuali sirkulasi baik atau tekanan turun
dalam waktu beberapa menit atau jam. Jika keadaan stress ini terjadi
terus menerus, neuron yang mengalami kerusakan akan benar-benar
mengalami kerusakan permanen (Bahrudin, 2013).
Pada SST, sel Schwann berperan dalam memperbaiki neuron yang
rusak. Proses ini dinamakan degenaration wallerian, bagian distal akson
yang semakin memburuk dan migrasi makrofag pada sel tersebut
untuk proses fagositosis sel mati tersebut. Sel Schwann di area yang
putus membentuk jaringan padat memanjang yang menyambung pada
bagian akson yang sebenarnya. Selain itu, sel Schwann juga mengelurkan
growth factor untuk merangsang pertumbuhan kembali akson. Jika
akson telah putus, akson yang baru akan mulai muncul dari bagian
proksimal bagian yang putus dalam beberapa jam. Pada sebagian
kerusakan yang biasa pada proksimal akson yang rusak akan mati dan
menyusut beberapa sentimeter sehingga tunas muncul lambat sekitar
beberapa minggu. Ketika neuron terus mengalami perbaikan, akson
tersebut akan tumbuh kesisi yang mengalami kerusakan dan sel
Schwann membungkus disekitarnya (Bahrudin, 2013). Jika akson terus
tumbuh di daerah perifer sepanjang saluran sel Schwann, ini akan
secepatnya mengembalikan hubungan antar sinapnya. Jika tidak tumbuh
lagi atau menyimpang, fungsi normalnya tidak akan kembali. Akson yang
tumbuh mencapai tujuannya, jika bagian distal dan proksimal bagian yang
rusak bertemu.

15
Ketika sebuah saraf perifer mengalami kerusakan seluruhnya,
relatif hanya beberapa akson yang akan sukses mengembalikan hubungan
sinap yang normal, sehingga fungsi saraf akan selamanya rusak.
Regenerasi yang terbatas disebabkan karena:
1. Banyak akson yang terdegenarasi
2. Astrosit menghasilkan jaringan parut sehingga mencegah
pertumbuhan akson di daerah yang rusak
3. Astrosit melepaskan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan
kembali akson GBS merupakan bagian atau salah satu dari penyakit
neuromuskular, penyakit ini jarang dijumpai. Gangguan neuromuskular
memiliki spektrum gejala dan tanda yang cukup khas. Mulai dari
kesemutan diujung jari, kelumpuhan ekstremitas, hingga kegagalan
saluran pernafasan yang dapat mengancam nyawa. Oleh karenanya,
mengenali penyakit ini sejak awal sangatlah penting. Penyakit
neuromuskular sifat kelumpuhannya adalah lower motor neuron
(LMN). Maka dari itu yang pertama kali diperkirakan bila mencurigai
pasien dengan penyakit neuromuskular adalah memastikan bahwa
kelainan pada pasien tersebut bukan upper motor neuron (UMN).

2.2 Definisi
Glioma merupakan tumor otak primer yang paling banyak terjadi serta
merupakan sekelompok neoplasma yang heterogen dengan jenis histologi dan
derajat keganasan yang beragam (Perry & Wesseling, 2016).Glioblastoma
adalah sebuah tumor sistem saraf pusat yang terbentuk dari sel glial jaringan
otak dan sumsum tulang belakang.Glioblastoma biasanya terjadi pada orang
dewasa dan mempengaruhi otak dari pada sumsum tulang belakang.
Glioblastoma multiforma (GBM) adalah tumor otak yang kadang-kadang
disebut astrositoma derajat tinggi atau kelas IV, yang tumbuh dengan cepat,
menyerang jaringan di dekatnya, dan mengandung sel-sel yang sangat
ganas.Pertumbuhan cepatjenis tumorsistem saraf pusatyang
membentukdariglial(pendukung) jaringan otak dansumsum tulang belakang
danmemilikisel yang terlihatsangat berbeda darisel normal.

16
Glioma dianggap berasal dari sel glia atau stem cell yang dalam
perkembangannya tetap memiliki karakteristik glia setelah transformasi
neoplastic. Glioma merupakan salah satu jenis tumor otak primer di samping
tumor neuronal dan tumor otak lainnya yang tumbuh dari sel-sel glial (Weller
et al., 2015).Dari banyak tumor primer yang terjadi di sistem saraf pusat,
glioma merupakan keganasan yang paling luas dan paling sering terjadi
(Ostrom et al., 2013).
2.3 Etiologi
[Sari, Dwi Kartika] Penyebab dari glioma belum dapat diketahui secara
pasti, walaupun genetik dan faktor lingkungan dapat berperan dalam
perkembangannya. Cedera kepala mungkin menjadi predisposisi untuk
timbulnya glioblastoma. 2 Sebagai tumor yang berkembang cepat dan
progfre-sif, GBM akan menimbulkan berbagai gejala seperti gejala
neurologis, kognitif dan gangguan psikiatri. Faktor resiko meliputi :
1. Faktor Genetik
Faktor keturunan memainkan peran yang kecil dalam penyebab
brain tumor.Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah
keluarga yang menderita brain tumor.Beberapa penyakit warisan
seperti tuberous sclerosis, neurofibriomatosis tipe I, Turcot
syndrome dan Li-Fraumeni cancer syndrome, dapat mempengaruhi
pasien menjadi penderita glioma.
2. Faktor Lingkungan
Prior cranial irradiation adalah satu-satunya yang beresiko
menyebabkan neoplasma intrakranial.Orang yang terpapar radiasi
memiliki resiko lebih tinggi terkena gliobastoma. Radiasi paling
umum disebabkan oleh medan elektromagnetik dari saluran listrik
dan radiasi frekuensi radio dari oven microwave. Radiasi juga dapat
disebabkan oleh bom atom atau nuklir.
3. Karakteristik Gaya Hidup
Brain tumor tidak berhubungan dengan gaya hidup seperti
merokok, minuman beralkohol atau penggunaan ponsel.
2.4 Klasifikasi

17
Klasifikasi Tumor Otak
1. Berdasarkan jenis tumor

 Jinak
a. Acoustic neuroma : Tumor jinak yang tumbuh pada saraf
keseimbangan atau saraf penghubung telinga dengan otak.
b. Meningioma : Tumor yang terbentuk di meninges, yaitu
selaput pelindung otak dan tulang belakang.
c. Pituitary adenoma : Tumor yang berada di kelenjar hipofisis,
yang menyebabkan kelenjar hipofisis memproduksi terlalu
banyak hormone atau terlalu sedikit yang mempengaruhi
fungsi tubuh.
d. Astrocytoma (grade I) : Tumor glioma paling umum yang
terbentuk dari astrosit.

 Malignant
a. Astrocytoma (grade 2,3,4) : Tumor glioma paling umum
yang terbentuk dari astrosit.
b. Oligodendroglioma : Tumor langkah yang berkembang di
otak dikarenakan sel-sel yang terletak di jaringan ikat
mengelilingi sel-sel saraf.
c. Apendymoma : Suatu tumor central nervous system (CNS)
yang terdiri atas sel-sel glial yang mempunyai diferensiasi
sepanjang garis ependyma.
2. Berdasarkan lokasi
 Tumor intradural
Ekstramedular
a. Cleurofibroma
b. Meningioma : Tumor yang terbentuk di meninges, yaitu
selaput pelindung otak dan tulang belakang.

Intramedular

18
a. Apendymoma : Suatu tumor central nervous system (CNS)
yang terdiri atas sel-sel glial yang mempunyai diferensiasi
sepanjang garis ependyma.
b. Astrocytoma : Tumor glioma paling umum yang terbentuk
dari astrosit.
c. Oligodendroglioma : Tumor langkah yang berkembang di
otak dikarenakan sel-sel yang terletak di jaringan ikat
mengelilingi sel-sel saraf.
d. Hemangioblastoma : Tumor pada system saraf pusat yang
berasal dari system vascular.
 Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara,
prostat, tiroid, paru – paru, ginjal dan lambung.
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan grading dan tipe
histologik.1
1. WHO grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas
pasca reseksi cukup baik. Tingkat I berarti sel-sel kanker terlihat
hampir normal. Kanker ini tumbuh lambat. Paling orang dengan
glioma kelas I hidup lama.

2. WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah,


namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat
progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi. Tingkat II berarti
sel-sel kanker terlihat agak abnormal. Kanker ini tumbuh perlahan tapi
bisa menyerang jaringan normal. Terkadang, mereka kembali setelah
perawatan sebagai glioma tingkat tinggi.

3. WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan


infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia. Tingkat III berarti sel-sel
kanker tidak terlihat seperti sel normal. Sel kanker ini cepat meningkat
jumlahnya. Glioma kelas III disebut kanker anaplastik.

19
4. WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post
operasi. Tingkat IV berarti sel-sel kanker tidak seperti itu sel normal.
Kanker ini tumbuh sangat cepat

Klasifikasi Tumor menurut WHO


World Health Organization (WHO) Brain Tumor Grades

Characteristics
Grade Tumor Types

 Least malignant
(benign)
 Pilocytic astrocytoma
 Possibly curable via
 Craniopharyngioma
WHO surgery alone
 Gangliocytoma
Grade I  Non-infiltrative
 Ganglioglioma
 Long-term survival
nnLow  Slow growing
Grade
 Relatively slow
growing  "Diffuse" Astrocytoma
WHO  Somewhat infiltrative  Pineocytoma
Grade II  May recur as higher  Pure oligodendroglioma
grade

 Malignant  Anaplastic astrocytoma


WHO  Infiltrative  Anaplastic ependymoma
Grade  Tend to recur as higher  Anaplastic
High
III grade oligodendroglioma
Grade

WHO  Most malignant  Gliobastoma multiforme


Grade  Raid growth, (GBM)

20
Characteristics
Grade Tumor Types

IV aggressive  Pineoblastoma
 Widely infiltrative  Medulloblastoma
 Rapid recurrence  Ependymoblastoma
 Necrosis prone

Klasifikasi astrositoma secara umum dan yang paling banyak dipakai,


menurut World Health Organization dibagi didalam beberapa tipe dan grade
(Lopes, 1993) tergantung seberapa cepat pertumbuhan dan kemungkinan
menyebar ke jaringan otak terdekat :
1. Astrositoma Pilositik (Grade I)
Tumor ini biasa terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.Pada tahap
ini, tumor umumnnya menyerang serebelum, otak besar, jalur saraf optic,
dan batang otak.
2. Astrositoma Difusa (Grade II)
Tumbuh lambat, namun menyebar ke jaringan sekitarnya dan belum
memiliki batas yang jelas.Beberapa dapat berlanjut ke tahap
berikutnya.Kebanyakan terjadi pada dewasa muda.
3. Astrositoma Anaplastik (Grade III)
Sering disebut sebagai astrositoma maligna.Tumbuh dengan cepat dan
menyebar ke jaringan sekitarnya.Sel-sel tumornya terlihat berbeda
dibanding dengan sel-sel yang normal.Biasanya terdapat pada
hemispheric, dienchepalis, optic, brain stem, cerebellar.

4. Gliobastoma multiforme (Grade IV)


Pada tahap ini tumor sudah menyebar dan berkembang agresif.Sel-
selnya sangat berbeda dari yang normal. Tumor ini merupakan salah satu
tumor otak primer dengan prognosis yang sangat buruk.
2.5 Manifestasi Klinis

21
Sebagai tumor yang berkembang cepat dan progfresif, GBM akan
menimbulkan berbagai gejala seperti gejala neurologis, kognitif dan
gangguan psikiatri. Manifestasi klinis pasien dengan GBM biasanya singkat,
kurang dari 3 bulan di lebih 50% kasus. Presentasi yang paling umum dari
pasien GBM adalah defisit neurologis progresif lambat, biasanya kelemahan
motorik. Pasien dengan GBM memiliki gejala awal seperti nyeri kepala,
vertigo, muntah proyektil, defisit neurologis fokal, dan kejang. Kecemasan,
depresi, mania, psikosis, kognitif atau perubahan kepribadian dapat
berkembang selama perjalanan penyakit dan bermanifestasi sebagai psikotik.
Namun, gejala yang paling umum dialami oleh pasien adalah nyeri kepala.
(Baiq Hulhizatil Amni,2018)

22
2.6 Patofisiologi
Tumor otak diperkirakan muncul ketika gen tertentu pada kromosom sel
rusak dan tidak lagi berfungsi dengan baik. Gen-gen ini biasanya mengatur
laju di mana sel membelah (jika itu membelah sama sekali) dan memperbaiki
gen yang memperbaiki cacat gen lain, serta gen yang seharusnya
menyebabkan sel hancur sendiri jika kerusakannya tidak dapat diperbaiki.
Dalam beberapa kasus, seseorang dapat dilahirkan dengan cacat parsial dalam
satu atau lebih gen ini. Faktor lingkungan kemudian dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut. Dalam kasus lain, kerusakan lingkungan pada gen
mungkin menjadi satu-satunya penyebab. Tidak diketahui mengapa beberapa
orang di "lingkungan" mengembangkan tumor otak, sementara yang lain
tidak.
Setelah sel membelah dengan cepat dan mekanisme internal untuk
memeriksa pertumbuhannya rusak, sel akhirnya bisa tumbuh menjadi tumor.
Garis pertahanan lain mungkin sistem kekebalan tubuh, yang secara optimal
akan mendeteksi sel abnormal dan membunuhnya. Tumor dapat
menghasilkan zat yang menghalangi sistem kekebalan tubuh dari mengenali
sel-sel tumor abnormal dan akhirnya mengalahkan semua pencegah internal
dan eksternal untuk pertumbuhannya.
Tumor yang tumbuh cepat mungkin membutuhkan lebih banyak oksigen
dan nutrisi daripada yang dapat disediakan oleh pasokan darah lokal yang
ditujukan untuk jaringan normal.Tumor dapat menghasilkan zat yang disebut
faktor angiogenesis yang mendorong pertumbuhan pembuluh
darah.Pembuluh baru yang tumbuh meningkatkan pasokan nutrisi ke tumor,
dan, akhirnya, tumor menjadi tergantung pada pembuluh baru ini.Penelitian
sedang dilakukan di bidang ini, tetapi penelitian yang lebih luas diperlukan
untuk menerjemahkan pengetahuan ini menjadi terapi potensial (America
Assosiation of Neurogical Surgeon).
Glioblastoma multiforme (GBM) muncul dari sel glial, atau sel
prekursor, dalam sistem saraf pusat.Umumnya terjadi pada white matter
subkortikal dari hemispher cerebri pada regio corticotemporal cerebri.GBM
sangat kompleks karena mutasi genetik yang terjadi.Pengaruh vascular

23
endothelial growth factor (VEGF) sangat pentingdari semua mutasi.VEGF
terlibat dalam angiogenesis, proses pembentukanpembuluh darah baru. Pada
GBM, VEGF ligan dan reseptor yang ada dalamkonsentrasi yang sangat
tinggi dibandingkan dengan tumor low-grade dan bahkanjaringan otak
normal. Hasil peningkatan permeabilitas pembuluh darah,kerenggangan
endotel, dan penetrasi memungkinkan untuk pertumbuhan cepattumor.
Astrositoma tumbuh dari sel-sel stem neuroepitelial di daerah germinal
seperti subventricular zone pada saat embrional atau setelah dewasa.
Perkembangan sel-sel tumor ini dipengaruhi oleh aktivasi beberapa onkogen
dan inaktivasi gen supresi tumor. Aktivasi onkogen dapat berupa amplifikasi
dan ekspresi berlebih, sedangkan inaktivasi gen supresi tumor terjadi akibat
mutasi, kehilangan atau delesi. Onkogen yang berperan seperti epidermal
growth factor receptor (EGFR) dan platelet-derived growth factor (PDGF),
sedangkan gen supresi tumor yang berperan adalah p53. Astrositoma
anaplastik dapat tumbuh dari astrositoma difus (grade II) atau de novo, serta
mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi glioblastoma.8
Astrositoma anaplastik dapat berlanjut menjadi glioblastoma. Umumnya,
perkembangan dari low grade menjadi high grade berhubungan dengan
inaktivasi tumor suppressor genes dan losses of heterozigosity (LOH)
tertentu.1 Mutasi TP53 yang mengkode p53, ekspresi berlebih Platelet-
derived growth factor/receptor (PDGF/R), hilangnya gen supresi tumor
astrositoma anaplastik di kromosom 19 dan 11, amplifikasi gen EGFR
(epidermal growth factor receptor), dan ekspresi gen VEGF (vascular
endothelial growth factor) berakibat perkembangan menjadi glioblastoma.
Glioblastoma dapat tumbuh secara de novo dari sisa sel-sel glia embrional
atau sel punca (glioblastoma primer) dan transformasi maligna dari
astrositoma lower grade atau astrositoma anaplastik (glioblastoma
sekunder).Kedua subtipe ini memiliki perbedaan dalam hal perubahan genetik
dan gambaran klinis. Glioblastoma primer terutama terjadi pada usia tua
dengan riwayat gejala klinis singkat dari beberapa minggu hingga beberapa
bulan, pada subtipe ini lebih sering terjadi ekspresi berlebih atau amplifikasi
gen EGFR dan mutasi gen INK4aARF. Sedangkan glioblastoma sekunder

24
mengenai dewasa muda dengan riwayat klinis yang lebih panjang dari
beberapa bulan hingga beberapa tahun, subtipe ini sering terjadi mutasi gen
p53.Istilah glioblastoma primer dan sekunder pertama kali digunakan oleh
Scherer pada tahun 1940.Glioblastoma primer berkembang cepat dengan
riwayat klinis yang singkat umumnya kurang dari 3 bulan tanpa lesi prekursor
ganas yang nyata sebelumnya.Glioblastoma primer terjadi pada pasien lebih
tua, sekitar 62 tahun.Glioblastoma sekunder berkembang dari astrositoma
difus atau astrositoma anaplastik. Glioblastoma sekunder lebih jarang terjadi,
hanya kurang dari 10% dari seluruh glioma dan khususnya menyerang pasien
dengan usia yang lebih muda, sekitar 45 tahun. Waktu perkembangan dari
astrositoma difus menjadi glioblastoma bervariasi antara kurang dari 1 tahun
sampai lebih dari 10 tahun. (Erna Kristiani,2018)
Mutasi Genetik Glioblastoma multiforme (GBM)
Mutasi Implikasi dalam Glioblastoma
multiforme (GBM)
Kehilangan heterozigositas pada Berhubungan dengan pendeknya masa
kromosom arm 10q hidup
Hilangnya P53 Menurunnya pertahanan tubuh terhadap
tumor
EGFR Mengontrol proliferation
VEGF Mengontrol pembentukan pembuluh
darah
MDM2 Menurunnya pertahanan tubuh terhadap
tumor
Amplifikasi MGMT Enzim yang memperbaiki DNA
EGFR (epidermal growth factor receptor); GBM ( glioblastoma
multiforme);MDM2 (Murine double minute); MGMT ( Methylguanine
methyltransferase); VEGF ( vascular endothelial growth factor).

25
Faktor genetik, Usia Lingkungan, Radiasi
2.7 WOC Sindrom turcot, multiple Paparan zat
endocrine, mutasi karsinogenik, terpapar
kromosom p53,dsb radiasi dalam jumlah
Riwayat kanker besar, dsb

Pertumbuhan sel
Metastase kanker
otak abnormal

Tumor otak

Mengganggu fungsi Masa dalam otak


spesifik bagian otak bertambah
tempat tumor Obstruksi sirkulasi
Penekanan jaringan otak cairan serebrospinal
terhadap sirkulasi darah & O2 dari ventrikel lateral
Timbul manifestasi ke sub arachnoid
klinik/gejala lokal
sesuai fokal tumor Penurunan suplay O2 ke
jaringan otak akibat Hidrochepalus
obstruksi sirkulasi otak

Hipoksia cerebral Kerusakan pembuluh


darah otak

Kompensasi Penurunan kapasitas Akumulasi CO2


Perpindahan cairan
takipnea intrakranial D.0066 di cerebral
intravaskuler ke
(CO2 reseptor
jaringan serebral
vasodilatasi)
Pola nafas tidak
efektif D.0005 Kompensasi (butuh waktu ↑ volume
berhari-hari sampai berbulan- intrakranial
bulan) dengan cara :
1. ↓ volume darah intracranial Hipovolemi
↑ TIK D0022
2. ↓ volume cairan cerebrospinal
3. ↓ kandungan cairan intra sel
4. mengurangi sel-sel parenkim

Penurunan kapasitas
Kompensasi kurang cepat Nyeri kepala intrakranial D.0066

Kompresi Statis vena cerebral Bergesernya ginus medialis


batang otak labis temporal ke inferion
Obstruksi sistem cerebral melalui insisura tentorial
Iritasi pusat Obstruksi drainage vena
vagal di medula retina Herniasi cerebral
oblongata
Papil edema
Muntah
proyektil Peningkatan
Kompresi saraf optikus resiko.kematian
(N. III/IV)
Resiko gangguan
keseimbangan cairan Gangguan penglihatan Ansietas D.0080
dan elektrolit D.0036/
D.0037
Perubahan persepsi
Visual D.0085

26
Tumor cerebellum Tumor di enchepalon Tumor korteks Tumor cerebrum /
(otak tengah) motorik telenchepalon (cerebral
Gangguan fungsi hemisphere)
cerebellum (atur sikap Perubahan
badan / aktifitas oto dan - Thalamus (penghubung Hipotalamus suplai darah Iobus temporalis Iobus frontalis Iobus oksipital
keseimbangan) sensasi somatic, lihat, - mengatur - Pusat pendengaran (sebagai motor (visual center,
dengar dari organ ke temperatur Nekrosis (membedakan korteks, pemantau visual speech
kortek serebri) - mengaturtur jar.otak suara) gerak bicara, center, atur
Pusing, ataxia,
- Berperan dalam integrasi cairan dan - Pusat bicara aktivitas mental, kemampuan)
otot tidak
sensoris interprestais elektrolit (mengerti aktivitas jari
terkoordinasi Perubahan
secara kasar (visual, - Tidur/ terbangun/ bagaimana tangan)
kepekaan
auditory, tektil, terjaga mengucapkan Gangguan
Resiko cidera neuron Nyeri
temperatur, pain dan tas - Intake makanan huruf & visual,
D.0136 sensation) - Emosi mendengarkannya Gangguan hemiomapia, kepala
Gangguan
- Kontrol endokrin/ - Pusat memori kepribadian, homonimus
hantaran
Gangguan sensori respon seksual - Pusat organ vital perubahan status kontralateral
listrik otak emosional & nyeri akut
& emosi
tingkah laku & D.0077/D.0078
Resiko cidera D.036 - Resiko Kejang Perubahan
termoregulasi tidak disintegritasi
Gangguan - Gangguan persepsi
efektif D.0148 perilaku mental
fs.penghubung komunikasi verbal sensori visual
- Ketidakseimbangan Resiko cidera kurang merawat
tingkat kewaspadaan D.0119 D.0085
cairan & elektrolit D.0136 diri
kesadaran - Perubahan
D.0036/D.0037 persepsi sensori,
- Resiko defisit paenglihatan
Impuls dari atas ke nutrisi D.0032 D.0085 Defisit perawatan
cortex cerebri Epitalamus (halusinasi) diri D.0109
terganggu
Gangguan fungsi
Penurunan ↑ aktifitas pusat affectory Iobus parentalis
akfititas (penciuman) (sebagai penerima &
pembeda impuls
Terjaga terus/
Tertidur sensori : nyeri
tidak bisa
Perubahan sentuhan, suhu
tidur
persepsi
sensori
Resiko cidera
Gangguan pola tidur penciuman
D.0136
D.0055 D.0085
15
2.7 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Penurunan Tekanan intrakranial
Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan neuroemergency akibat
peningkatan tekanan intrakrani-al. Hal ini terutama diakibatkan oleh efek desak ruang dari
edema peritumoral atau edema difus, selain oleh ukuran massa yang besar atau
ventrikulomegali karena obstruksi oleh massa tersebut. Pemberian kortikosteroid sangat
efektif untuk mengurangi edema serebri dan memperbaiki gejala yang disebabkan oleh edema
serebri, yang efeknya sudah dapat terlihat dalam 24-36 jam
b. Pembedahan
Bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan in- trakranial,
mengurangi kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada
umumnya direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang operabel.Kanker
otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan bedah kecuali apabila
tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik
operasi meliputi membuka sebagian tulang tengkorak dan sela- put otak pada lokasi tumor.
Tumor diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli patologi
anatomi untuk diperiksa jenis tumor.Biopsi stereotaktik dapat dikerjakan pada lesi yang letak
dalam. Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target dengan komputer
dan secara tiga dimensi (3Dscanning).
Pada glioma derajat rendah dilakukan reseksi tumor secara maksimal dengan tujuan
utama perbaikan gejala klinis. Pada pasien dengan total reseksi dan subtotal reseksi tanpa
gejala yang mengganggu, maka cukup dilakukan follow up MRI setiap 3-6 bulan selama 5
tahun dan selanjutnya setiap tahun.Bila operasi tetap menimbulkan gejala yang tidak dapat
dikontrol dengan obat simtomatik, maka radioterapi dan kemoterapi merupakan pilihan
selanjutnya.
Pada glioma derajat tinggi maka operasi dilanjutkan dengan radioterapi
dankemoterapi.Pilihan teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah anestesi umum untuk
sebagian besar kasus, atau sedasi dalam dikombinasikan dengan blok kulit kepala untuk
kraniotomi awake (sesuaiindikasi).
c. Radioterapi
Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker otak.Radioterapi
diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai adjuvant pascaoperasi, atau pada
kasus rekuren yang sebelumnya telah dilakukan tindakan operasi.Pada dasarnya teknik
radioterapi yang dipakai adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga
digunakan untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery / radiotherapy, danIMRT.

- Low-Grade Gliomas (Grade I danII)

31
Volume tumor ditentukan dengan menggunakan imejing pre dan post-operasi,
menggunakan MRI (T2 dan FLAIR) untuk gross tumor volume (GTV).
- High-Grade Gliomas (Grade III danIV)
Volume tumor ditentukan menggunakan imejing pre dan post-operasi,
menggunakan MRI (T1 dan FLAIR/T2) untuk gross tumor volume (GTV).
d. Kemoterapi
Sekitar seperempat pasien mengalami peningkatan harapan hidup signifikan setelah
pemberian kemoterapi adjuvant.Dalam meta-analisisnya, Stewart et.al menyimpulkan
kemoterapi meningkatkan survival rate satu tahun pada 6 sampai 10 persen kasus (Nagasawa
et al., 2012).Kemoterapi yang paling banyak digunakan saat ini adalah temozolamide.
Temozolamide merupakan kemoterapi oral yang digunkan pada penderita yang baru pertama
kali didiagnosis dengan GBM.
e. Tatalaksana Nyeri
Pada tumor otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.Berdasarkan
patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan nyeri kanker pada umumnya.Nyeri
kepala akibat kanker otak bisa disebabkan akibat traksi langsung tumor terhadap reseptor nyeri
di sekitarnya. Oleh karena itu dapat diberikan parasetamol dengan do- sis 20mg/berat badan
perkali dengan dosis maksimal 4000 mg/hari, baik secara oral maupun intravena sesuai dengan
beratnya nyeri. Jika komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka golongan
antikonvulsan menjadi pilihan utama, seperti gabapentin 100- 1200mg/hari,
maksimal3600mg/hari.
2.8 Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini merupakan pemeriksaan penunjuang diantaranya :


a. Pemeriksaan Laboratorium
Terutama untuk melihat keadaan umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yang
akan dijalani ( pembedahan, radiasi maupun kemoterapi ). Meliputi :
- Pemeriksaan darah lengkap
- Pemeriksaan Hemostasis
- LDH
- Pemeriksaan fungsi hati, ginjal, gula darah
- Serologi hepatitis B dan C
- Pemeriksaan Elektrolit lengkap
- Pemeriksaan radiologis
b. CT Scan

32
Berfungsi untuk melihat adanya tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis
dan sangat baik untuk melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang
tengkorak
c. MRI
Melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor
infratentorial, namun mempu-nyai keterbatasan dalam hal menilai
kalsifikasi.Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk
menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga baik
digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan diagnosis banding,
demikian juga pemeriksaan.
d. Pemeriksaan positron emission tomography (PET)
Dapat berguna pascaterapi untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan
jaringan nekrosis akibatradiasi.
e. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dapat dilakukan pemeriksaan sitologi dan flowcytome- tryuntuk menegakkan diagnosis
limfoma pada susunan saraf pusat atau kecurigaan metastasis leptomeningeal atau
penyebaran kraniospinal, seperti ependimoma.
2.9 Komplikasi
a. Herniasi
b. Peningkatan Tekanan Darah
c. Kejang
d. Defisit Neurologis
e. Peningkatan Tekanan Intra Kranial ( TIK )
f. Perubahan Fungsi Pernafasan
g. Perubahan Kesadaran
2.10 Askep Teori
1. Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Keluhan utama:
b) Riwayat penyakit saat ini:

33
c) Riwayat penyakit dahulu:
d) Riwayat penyakit keluarga:
e) Pengkajian psiko-sosio-spiritual:
c. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-
tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone).
1) Pernafasan B1 (breath)
a) Bentuk dada :
b) Pola napas :
c) Suara napas :
d) Sesak napas :
e) Batuk :
f) Retraksi otot bantu napas ;
g) Alat bantu pernapasan :
2) Kardiovaskular B2 (blood)
a) Irama jantung :
b) Nyeri dada :
c) Bunyi jantung ;
d) Akral :
e) Nadi :
f) Tekanan darah Meningkat
3) Persyarafan B3 (brain)
a) Penglihatan (mata) :
b) Pendengaran (telinga):
c) Penciuman (hidung) :
d) Pengecapan (lidah) :
 Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
 Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.

34
 GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a) Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b) Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c) Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : Tidak ada respon
4) Perkemihan B4 (bladder)
a) Kebersihan : bersih
b) Bentuk alat kelamin : normal

35
c) Uretra : normal
d) Produksi urin: normal
5) Pencernaan B5 (bowel)
a) Nafsu makan : menurun
b) Porsi makan : setengah
c) Mulut : bersih
d) Mukosa : lembap
6) Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a) Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b) Kondisi tubuh: kelelahan
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif
3. Bersih jalan nafas tidak efektif
Diagnosa
No Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Nyeri kronis 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen
Definisi : Definisi : pengalaman nyeri
Pengalaman sensorik atau emosional yang Definisi : mengidentifikasi
sensorik atau berkaitan dengan kerusakan dan mengelolah
emosional yang jaringan aktual atau pengalaman sensorik atau
berkaitan dengan fungsional sengan onset atau emosional yang berkaitan
kerusakan berintensitas ringan hingga dengan kerusakan jaringan
jaringan aktual berat dan konstan(L.08066) atau fungsional dengan
atau fungsional, a. keluhan nyeri onset mendadak atau
dengan onset b. muntah lambat dan berintensitas
mendadak atau c. mual ringan hingga berat dan
lambat dan konstan. (I.08238)
berintensitas Observasi :
ringan sehingga a. Indentifikasi lokasi,
berat dan konstan karakteristik,
,yang berlangsung durasi, frekuensi,
lebih dari 3 bulan kualitas, intensitas

36
(D.0078) nyeri
b. Identifikasi skala
nyeri
c. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
d. Identifikasi
pengaruh nyeri
padakualitas hidup
e. Monitor kebersihan
terapi
komplementer yang
sudah di berikan
f. Monitor efek
samping
senggunakan
analgentik
Teraupetik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
(misalnya TENS,
hipnosis, akupresur,
trapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi,
terbimbing, kopres
hangat atau dingin,
terapi bermain.)
b. Kontrol lingkungan

37
yang
memperhambat rasa
nyeri(misalnya suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitas istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
priode dan pemicu
nyeri
b. jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
d. anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
e. ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
kolabirasi
a. kolaborasi
pemberian
analgesik

38
2. Resiko perfusi 1. perfusi serebral 1. Pencegahan syok
serebral tidak Definisi : keadekuatan Definisi : mengidentifisaki
efektif aliran darah serebral dan menurunkan resiko
Definisi : untuk menunjang fungsi terjadinya ketidak
beresiko otak (L.02014) mampuan tubuh
mengalami a. tingkat kesadaran menyediakan oksigen dan
penurunan b. kognitif nutrien untuk mencukupi
sirkulasi darah ke c. sakit kepala kebutuhan jaringan
otak(D.0017) d. gelisah (I.02068)
e. kecemasan Observasi
f. demam a. Monitor status
g. kesadaran kardiopulmonal
h. nilai rata-rata tekanan (frekuensi dan
darah kekuatan nadi,
i. reflek saraf frekuensi nafas, TD,
MAP)
b. Monitor status
oksigenasi
(oksimetri nadi,
AGD)
c. Monitor status
cairan
d. Monitor tingkat
kesadaran dan
respon pupil
e. Periksa riwayat
alergi
Terapeutik
a. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%

39
b. Persiapkan intubasi
dan dan ventilasi
mekanis, jika perlu
c. Pasang jalur IV,
jika perli
d. Pasang kateter urine
untuk menilai
produksi urine, jika
perlu
e. Lakukan skin test
untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
a. Jelaskan faktor
resiko syok
b. Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
c. Anjurkan laporan
jika menemukan/
merasakan tanda
dan gejala awal
syok
d. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
e. Anjurkan
menghindari
alergen
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian IV, jika
perlu
b. Kolaborasi

40
pemberian trasfusi
darah, jika perlu
c. Kolaborasi
pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
3. 1. Bersih 1. Bersihan jalan nafas 1. Manajemen jalan
jalan nafas Definisi : kemampuan nafas
tidak membersihkan sekret atau Definisi :
efektif obstruksi jalan nafas mengidentifikasikan
Definisi : untuk mempertahankan dan mengelolah selang
ketidak jalan nafas tetap paten endotrakeal (L.01012)
mampuan (L.01001) Obserfasi
memberihkan a. Batuk efektif a. Monitor posisi
sekret atau b. Produksi sputum selang
obstruksi jalan c. Mengi endotrakeal
nafas untuk d. Wheezing (ETT), terutama
mempertahan e. Dispnea sebelah
kan jalan f. Gelisah mengubah
nafas tetap g. Frekuansi nafas posisi
paten h. Pola nafas b. Monitor tekanan
(D.0001) balon ETT
setiap 4-8jam
c. Monitor kulit
area stoma
trakeostomi
(misalnya
kemerahan,
pendarahan)
Teraupetik
a. Kurangi
tekanan balon
secara periodik

41
tiap shift
b. Cegah ETT
terlipat
(kinking)
c. Berikan pre-
oksigenasi
100% selama 30
detik (3-6kali
ventilasi)
sebelum dan
stelah
penghisapan
d. Berikan volume
pre-oksigenasi
(bagging atau
ventilasi
mekanik) 1,5
kali volume
tidal
e. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik
jika di
perlukan(buka
secara
berkala/rutin)
f. Ganti fiksasi
ETT setiap
24jam
g. Ubah posisi
ETTsecara
berganti (

42
kanandan kiri)
setiap 24 jam
h. Lakukan
perawatan
mulut(misalnya
sikat gigi, kasa,
pelembab bibir)
i. Lakukan
prawatan stoma
Edukasi
a. Jelaskan pasien
dan atau
keluarga tujuan
dan prosedur
pemasangan
jalan nafas
buatan
Kolaborasi
a. Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucous plug yang
tidak dapat di
lakukan
penghisapan

43
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Tn. A usia 25 tahun di diagnosa medis mengalami tumor otak. Pasien mengalami
nyeri kepala yang sangat berat hingga mual dan muntah, serta ada riwayat kejang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan RR 30x/menit, TD 140/100 mmHg,
Nadi 100x/menit, S 37,8˚C, CRT 4 detik. Terdengar suara ronchi.Pernapasan klien
tampak tersengal-sengal dan tidak nafsu makan akhir-akhir ini, akral klien teraba
hangat dan warnanya pucat.Berjalan tidak seimbang selama 1 bulan.Terdapat
papiledema, penglihatan kabur. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan
GCS 4,4,5 dan terlihat lemah.

44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Tn. A usia 25 tahun di diagnosa medis mengalami tumor otak. Pasien mengalami
nyeri kepala yang sangat berat hingga mual dan muntah, serta ada riwayat kejang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan RR 30x/menit, TD 140/100 mmHg,
Nadi 100x/menit, S 37,8˚C, CRT 4 detik. Terdengar suara ronchi.Pernapasan klien
tampak tersengal-sengal dan tidak nafsu makan akhir-akhir ini, akral klien teraba
hangat dan warnanya pucat.Berjalan tidak seimbang selama 1 bulan.Terdapat
papiledema, penglihatan kabur. Pasien mengalami penurunan kesadaran dengan
GCS 4,4,5 dan terlihat lemah.

54
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ANALISIS DATA

TANGG
AL DATA ETIOLOGI MASALAH
16 DS:-
Bersihan jalan nafas tidak
September DO: Terdapat secret pada
2019 - Klien tampak sesak jalan napas efektif (D. 0001, Hal. 18,
- Terdengar suara ↓
SDKI)
ronchi
Secret tidak dapat
- RR: 30x/menit
keluar

Bersihan jalan napas
tidak efektif

16 DS: Pembesaran massa Nyeri kronis (D. 0078, Hal.


September - P: pasien mengatakan 74, SDKI)
tumor
2019 nyeri kepala pada
saat beraktivitas ↓
- Q: pasien
Ukuran tengkorak
mengatakan nyerinya
nyeri dalam tetap
- R: pasien

mengatakan nyeri
berat pada kepala PTIK
- T: nyeri kadang-

kadang
DO: Nyeri
- S: skala nyeri 8
- Nadi : 100x/menit
- RR: 30x/menit
- Tekanan darah :
140/100mmHg

40
DS:
16 - Klien mengatakan
September tidak nafsu makan Defisit nutrisi (D. 0019, Hal.
Adanya tumor
2019 - Klien mengeluh mual 56, SDKI)
muntah ↓
DO:
Nyeri kepala
- IMT : 16, 32 Kg/m

Rasa sakit yang
berlebih

Nafsu makan turun

41
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTASKEPERAWATAN
UNIVERSITASAIRLANGGA

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN

TANGGAL: 15 September 2019


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan nafas d.d
ronchi, dyspnea (D. 0001, Hal. 18, SDKI)
2.Nyeri kronis b.d tumor otak d.d mengeluh nyeri selama 5 bulan (D. 0078,
Hal. 74, SDKI)
3.Defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan d.d nafsu makan menurun (D.
0019, Hal. 56, SDKI)

42
RENCANA INTERVENSI

HARI/ DIAGNOSIS KEPERAWATAN


WAKTU INTERVENSI
TANGGAL (Tujuan, Kriteria Hasil)
Senin/16 08.00 WIB Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan 1. Manajemen jalan napas (1.01011, Hal. 186, SIKI)
September 2019
nafas d.d ronchi, dyspnea (D. 0001, Hal. 18, SDKI) Observasi :
a. Bersihan jalan nafas (L. 01001, Hal. 18, SLKI) - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas )
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x 24 jam - Monitor bunyi napas tambahan (ronchi)
bersihan jalan nafas klien meningkat dengan - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
KH: Terapeutik :
- Batuk efektif : meningkat (b) - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head- tilt dan
- Frekuensi nafas : membaik(RR: 18-22x/menit) (5) chin lift
- Pola nafas : membaik/normal: vesikular (5) - Posisikan semi fowler
- Suara napas: normal / vesikuler - Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilator

2. Latihan batuk efektif (I. 01006, Hal. 142, SIKI)

43
Observasi :
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
- Monitor input dan output cairan
Terapeutik :
- Atur posisi semi fowler atau fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mecucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu

44
Senin/16 08.00 WIB Nyeri kronis b.d tumor otak d.d mengeluh nyeri selama 5 bulan 1. Manajemen nyeri (1.08238, Hal. 201, SIKI)
September 2019
(D. 0078, Hal. 74, SDKI) Observasi :
a. Tingkat nyeri (L.08066, Hal. 145, SLKI ) - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam intensitas nyeri
tingkat nyeri klien menurun dengan - Identifikasi skala nyeri
KH: - Identifikasi nyeri non –verbal
- Meringis: menurun (5) - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
- Mual : menurun (5) nyeri
- Muntah: menurun(5) - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Pola napas: membaik(5) - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Tekanan darah: membaik (Tekanan darah : - Monitor efek samping penggunaan analgetik
120/80mmHg)(5) Terapeutik :
- Nafsu makan: membaik(5) - Berikan teknik non farmakologis untuik mengurangi nyeri
b. Kontrol gejala (L. 14127, Hal. 55, SLKI) (teknik imajinasi)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 - Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
jam kemampuan klien mengontrol gejala meningkat dengan - Fasilitasi istirahat dan tidur
KH : - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
- Kemampuan memonitor munculnya gejala secara mandiri : strategi meredakan nyeri
meningkat(5) - Edukasi penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Kemampuan memonitor lama bertahannya gejala; - Jelaskan strategi meredakan nyeri
meningkat (5) - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Kemampuan memonitor keparahan gejala: meningkat (5) - Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

45
- Kemampuan memonitor frekuensi gejala : meningkat(5) - Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
- Kemampuan memonitor variasi gejala : meningkat(5) nyeri
- Kemampuan melakukan tindakan pencegahan: meningkat Kolaborasi:
(5) - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
- Kemampuan melakukan tindakan untuk mengurangi
gejala: meningkat (5) 2. Terapi relaksasi (1.09326, Hal. 436, SIKI)
Observasi :
- Identifikasi penurunan tingkat energi
- Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
- Identifikasi kesdiaan, kemampuan, dan penggunaan teknik
sebelumnya
- Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
- Monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
- Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
- Gunakan pakaian longgar
- Gunakan nada suara yang lembut dengan irama lambta dan
berirama

46
- Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi :
- Jelaskan tujuan, manfaat batasan dan jenis relaksasi yang
tersedia(meditasi)
- Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
- Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih
- Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Senin/16 08.00 WIB Defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan d.d nafsu makan 1. Manajemen nutrisi (1.03119, Hal. 200, SIKI)
September 2019
menurun (D. 0019, Hal. 56, SDKI) Observasi :
a. Status nutrisi (L.03030, Hal. 121, SLKI) - Identifikasi status nutrisi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 - Identifikasi alergi dan intolerasni makanan
jam status nutrisi klien membaik dengan - Identifikasi makanan yang disukai
KH: - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Porsi makanan yang dihabiskan: cukup meningkat (5) - Monitor asupan makan
- Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan - Monitor berat badan
kesehatan : meningkat(5) - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Perasaan cepat kenyang: menurun (5) Terapeutik:
- Frekuensi makan : membaik(5) - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

47
- Nafsu makan: membaik (5) - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
b. Nafsu makan (L.03024, Hal. 68, SLKI) - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
jam diharapkan nafsu makan klien membaik dengan - Berikan suplemen makan, jika perlu
KH: Edukasi:
- Keinginan makan: meningkat (5) - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Asupan makan: meningkat (5) - Ajarkan diet yang diprogramkan
- Asupan cairan: meningkat (5) Kolaborasi:
- Energi untuk makan : meningkat(5) - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
- Stimulus untuk makan: meningkat (5) - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
- IMT : normal (18,5-22) kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

2. Pemberian makanan (1.03125, Hal. 255, SIKI)


Observasi :
- Identifikasi makanan yang diprogramkan
- Identifikasi kemampuan menelan
- Periksa mulut untuk residu pada akhir makan
Terapeutik :
- Lakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum makan
- Sediakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu
makan
- Berikan posisi duduk atau semi fowler pada saat makan

48
- Berikan makanan hangat, jika memungkinkan
- Sediakan sedotan, sesuai kebutuhan
- Berikan makanan sesuai keinginan, jika memungkinkan
- Tawarkan mencium aroma makanan untuk merangsang
nafsu makan
- Cuci muka dan tangan setelah makan
Edukasi :
- Anjurkan orang tua atau keluarga untuk membantu
memberi makan pada pasien
Kolaborasi :
- Kolaborasi analgetik yang adekuat sebelum makan

49
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Implementasi dan respon tiap


Hari/Tgl/Shift No. DK Jam tindakan Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

Senin/16 – 09 – D. 0001 08.15 WIB - Memposisikan pasien semi fowler 13:00 WIB - S:
2019/Pagi - Klien mengatakan sesak sudah
- Melakukan penghisapan lender
08:20 WIB berkurang
kurang dari 15 detik - Klien dapat melakukan batuk
efektif
- Melakukan fisioterapi nafas
08:35 WIB - O :- RR: 22 x/menit
- A : - Masalah belum teratasi
- P :- Intervensi dilanjutkan

Senin/16 – 09 – D. 0001 13.00 WIB - Memposisikan pasien semi fowler 20:00 WIB
2019/Siang 13:05 WIB - S:
- Mengajarkan teknik batuk efektif
- Klien mengatakan sesak sudah
pada pasien berkurang
13:20 WIB - O: - RR: 22x/menit
- Memberikan minuman hangat
- A : Masalah belum teratasi
pada pasien - P : Intervensi dilanjutkan
13:25 WIB
- Melakukan fisioterpi nafas

Senin/16 – 09 – D. 0001 20.00 WIB - Memposisikan pasien semi fowler 07:00 WIB - S:
2019/Sore 20:05 WIB - Klien mengatakan sudah tidak
- Memasang perlak dan bengkok di
sesak
pangkuan pasien - O:
- RR:20x/menit
- Menjelaskan tujuan dan prosedur
20:07 WIB - Suara napas : vesikuler

50
batuk efektif - A: Masalah teratasi
20:10 WIB - P: Intervensi dilanjutkan
- Menganjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan) selama 8
detik
- Menganjurkan mengulangi tarik
20:15 WIB
nafas dalam hingga 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
20:20 WIB
langsung setelah tarik nafas dalam
yang ke-3
20:30 WIB - Membuang sputum pada tempat
sputum

51
Hari/Tgl/ Implementasi dan respon tiap
Shift No. DK Jam tindakan Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

52
Senin/16 – D. 0078 09.00 WIB - Memberikan teknik non 13:00 WIB - S:
09 – - Klien mengatakan nyeri sudah
farmakologis untuik mengurangi
2019/Pagi agak berkurang
nyeri (teknik imajinasi) - Klien mengatakan mual
muntah sudah berkurang
- Mengontrol lingkungan yang
09:15 WIB - O:
memperberat nyeri - Tekanan Darah : 120/90mmHg
- Nadi: 80x/menit
- Memfasilitasi istirahat dan tidur
09:20 WIB - RR: 22x/menit
- Skala nyeri : 7
- A: Masalah belum teratasi
- P: Intervensi dilanjutkan

D. 0078 14.30 WIB 19:00 WIB - S:


- Mempertimbangkan jenis dan sumber
Senin/16 – - Klien mengatakan nyeri
09 – nyeri dalam pemilihan strategi berkurang
2019/Siang - Klien mengatakan sudah tidak
meredakan nyeri
mual muntah
14:40 WIB - Memberikan edukasi penyebab, - O:
- Tekanan Darah : 120/80mmHg
periode dan pemicu nyeri
- Nadi: 70x/menit
14:50 WIB - Menjelaskan strategi meredakan - RR: 22x/menit
- Skala nyeri : 7
nyeri
- A: Masalah belum teratasi
- P : Intervensi dilanjutkan
D. 0078 19.00 WIB 07:00 WIB - S:
- Menganjurkan memonitor nyeri
- Klien mengatakan nyeri
Senin/16 – secara mandiri berkurang

53
Hari/Tgl/ Implementasi dan respon tiap
Shift No. DK Jam tindakan Paraf Jam Evaluasi (SOAP) Paraf

09 – - Menganjurkan menggunakan - Klien mengatakan sudah tidak


2019/Sore 19:05 WIB mual muntah
analgetik secara tepat
- O:
- Mengajarkan teknik non - Tekanan Darah : 120/80mmHg
19:10 WIB - Nadi: 70x/menit
farmakologis untuk mengurangi rasa
- RR: 22x/menit
nyeri - Skala nyeri : 5
- A: Masalah teratasi
- P : Intervensi dilanjutkan

54
Selasa/17 – D. 0078 08.00 WIB - Menyajikan makanan secara menarik 13:00 WIB - S:
09 – - Klien sudah ada keinginan
dan suhu yang sesuai
2019/Pagi untuk makan meskipun
- Menganjurkan posisi duduk, jika sedikit-sedikit
- O :- setiap kali makan habis
mampu
setengah dari piring
- Menyediakan lingkungan yang - A :masalah belum teratasi
- P : intervensi dilanjutkan
menyenangkan selama waktu makan

19:00 WIB - S:
- Melakukan kebersihan tangan dan
D. 0078 12.30 WIB - Klien sudah ada keinginan
Selasa/17 – mulut sebelum makan untuk makan meskipun
09 – sedikit-sedikit
- Menyediakan lingkungan yang
2019/Siang - Klien mengatakan sudah
menyenangkan selama waktu makan tidak mual muntah
- O :- setiap kali makan habis
- Memberikan posisi duduk atau semi
setengah dari piring
fowler pada saat makan - A :masalah belum teratasi
- P : intervensi dilanjutkan
- Memberikan makanan hangat, jika
memungkinkan
- Menganjurkan orang tua atau
keluarga untuk membantu memberi
makan pada pasien

55
- Melakukan kebersihan tangan dan
D. 0078 19.00 WIB 07:00 WIB - S:
mulut sebelum makan - Klien sudah ada keinginan
Selasa/17 – untuk makan meskipun
- Menyediakan lingkungan yang
09 – sedikit-sedikit
2019/Sore menyenangkan selama waktu makan - Klien mengatakan sudah
tidak mual muntah
- Memberikan posisi duduk atau semi
- O :- setiap kali makan habis satu
fowler pada saat makan porsi
- A :masalah teratasi
- Memberikan makanan sesuai
P : intervensi dilanjutkan
keinginan, jika memungkinkan
- Menawarkan mencium aroma
makanan untuk merangsang nafsu
makan
- Mencuci muka dan tangan pasien
setelah makan

56
PERTANYAAN
1. Bagaimana bisa radiasi HP mempengaruhi terjadinya tumor ? ( Fanny
Nayluzzuharo)
2. Klompok menjelaskan salah satu komplikasi glioma adalah herniasi, Apa
itu ? Bagaimana bisa terjadi dan apa saja faktor resiko penyebab herniasi ?
(Halfie Z. G. P)
3. Apakah faktor yg mempengaruhi glioma pada anak? Bagaimana upaya
deteksi dini glioma ? (Faisol Akbar)(L
4. Bagaimana bisa glioma bisa menyebabkan masalah pernafasan ?( Nely
Widya A.)
5. Seperti yang kita tahu, kanker otak memiliki kemungkinan kecil untuk
sembuh. Bagaimana peran perawat dalam memberikan motivasi untuk
keluarga dan pasien ? (Luthfi Nur W.)

JAWABAN
1. Beberapa penelitian yang telah dilakukan dibeberapa negara, seperti yang
telah dilakukan pada University of Arizona, menyatakan bahwa ponsel
sering dianggap bisa menyebabkan tumor otak karena diyakini bisa
mengantarkan gelombang elektromagnetik, walaupun sejujurnya hingga
sekarang belum ada bukti yang pasti. Tetapi berdasarkan penelitian terbaru
menyebutkan bahwa ponsel yang kita gunakan sehari-hari ternyata
memiliki radiasi yang cukup mematikan dalam jangka panjang jika kita
tidak berhati-hati dalammenggunakannya. Suatu penelitian yang pada saat
ini sedang dilakukan di Universitas Lund (Swedia) menunjukkan bahwa
radiasi yang dipancarkan oleh ponsel dapat mempengaruhi fungsi enzim
dan protein. Penelitian lain menunjukkan bahwa potensi gangguan
kesehatan yang timbul akibat paparan radiasi elektromagnetik dapat terjadi
pada berbagai sistem tubuh, antara lain :
1. Sistem darah,
2. Sistem reproduksi,
3. Sistem saraf,
4. Sistem kardiovaskular,
5. Sistemendokrin,

57
6. Psikologis,
7. Hipersensitivitas
Sumber :
Idayati, R. 2011. Pengaruh Radiasi Handphone Terhadap Kesehatan. Jurnal
Kedokteran. 11(2) [Internet]. [diunduh 2019 sep 06]. Tersedia pada
http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3521
2. Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana
jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena peningkatan
tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak). Herniasi dapat
disebabkan oleh sejumlah faktor yang menyebabkan efek massa dan
meningkatkan tekanan intrakranial (TIK): ini termasuk cedera otak
traumatis , stroke , atau tumor otak. Karena herniasi memberikan tekanan
yang ekstrim pada bagian-bagian otak dan dengan demikian memotong
pasokan darah ke berbagai bagian otak, sering kali fatal.
Dalam hal ini, herniasi merupakan salah satu komplikasi yang disebabkan
oleh glioma dikarenakan adanya massa sel tumor yang terus berkembang
akan semakin membesar dan bisa menyebabkan terjadinya pembengkakan
yang kemudian akan menekan jaringan-jaringan disekitarnya (perubahan
struktur dan fungsi jaringan) yang kemudian disebut herniasi.
Faktor Resiko :
1. Cedera kepala.
2. Perdarahan di otak.
3. Stroke.
4. Tumor otak.
5. Abses (kumpulan nanah) di otak, akibat infeksi bakteri atau jamur.
6. Hidrosefalus (penumpukan cairan dalam otak).
7. Prosedur bedah otak.
8. Kelainan pada struktur otak yang disebut malformasi Chiari.
9. Penyakit pembuluh darah, seperti aneurisma otak.
Sumber :

https://www.academia.edu/32379824/HERNIASI-OTAK

58
3. Faktor penyebab glioma pada anak
Upaya deteksi dini glioma :
Berdasarkan sumber yang kelompok baca, kami tidak menemukan upaya
khusus untuk dilakukan deteksi dini dalam pencegahan glioma.Namun,
seperti yang kita ketahui bahwa pencegahan dini yang bisa dilakukan oleh
masing-masing individu yaitu dengan memperhatikan tanda dan gejala
yang dirasakan.Apabila sudah mulai dirasakan tanda dan gejala yang tidak
normal, lebih baik segera dilarikan ke dokter atau layanan kesehatan untuk
selanjutnya dilakukan pemeriksaan, baik berupa pemeriksaan fisik maupun
sekaligus pemeriksaan penunjang.
Tanda dan gejala glioma beberapa diantaranya yaitu :
1. Nyeri kepala
2. Vertigo
3. Muntah proyektil
4. Defisit neurologis fokal
5. Kejang

Sumber :

http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKOtak.pdf

4. Menurut kelompok kami perubahan sistem pernapasan adalah suatu


komplikasi yang sudah terjadi pada pasien glioma. Keadaan itu bisa
terjadi dikarenakan adanya massa dalam otak yang bertambah sehingga
terjadi penekanan jaringan otak terhadap sirkulasi darah & O2, sehingga
terjadi penurunan suplay O2 ke jaringan otak akibat obstruksi sirkulasi
otak yang menyebabkan hipoksia cerebral yang menimbulkan kompensasi
takipnea yang menyebabkan pola napas tidak efektif.
5. Peran perawat dalam memberikan motivasi pada keluarga maupun pasien
Menurut kelompok kami dapat dilakukan dengan :
a) Pendekatan Psikologis
Hal ini merupakan salah satu hal utama yang harus bisa dilakukan
oleh seorang perawat.Dengan menerapkan komunikasi terapeutik

59
yang baik dan benar, kita dapat meyampaikan dengan baik kepada
keluarga maupun pasien mengenai penyakit yang sedang dialami.
Peran kuat dari keluarga akan mampu menjadi salah satu support
system terbaik bagi kesembuhan pasien.
b) Pendekatan spiritual
Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mendorong atau
memotivasi pasien agar tidak mengalami depresi yaitu dengan
memberi saran kepada pasien untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dikehendaki.
Dengan demikian, diharapkan pasien akan lebih tenang dan tidak
mengalami kejadian yang tidak diharapkan.

60
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Glioma merupakan tumor otak primer yang paling banyak
terjadi serta merupakan sekelompok neoplasma yang heterogen
dengan jenis histologi dan derajat keganasan yang beragam (Perry &
Wesseling, 2016). Glioblastoma adalah sebuah tumor sistem saraf
pusat yang terbentuk dari sel glial jaringan otak dan sumsum tulang
belakang. Glioblastoma biasanya terjadi pada orang dewasa dan
mempengaruhi otak dari pada sumsum tulang belakang.
Tumor otak bisa mengenai segala usia. Tapi umumnya pada
usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun
atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insiden pada laki-
laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan
tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Tumor otak atau
tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space
occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentorial maupun infratentorial, mencakup
tumor-tumor primer pada korteks, meningen, vaskuler, kelenjar
hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor
metastasis dari bagian tubuh lainnya.

4.2 Saran
Diharapkan perawat dapat menerapkan pengetahuan
mereka tentang penyakit tumot otak ini untuk diterapkan di tempat
mereka bekerja. Dan juga diharapkan pula perawat dapat
menerapkan konsep asuhan keperawatan pada pasien tumor otak
dengan semaksimal mungkin. Dengan tujuan agar pasien–pasien
pengidap penyakit tumor otak ini dapat segera sembuh dan dapat
menjalankan aktivitasnya kembali seperti saat sebelum sakit.

61
DAFTAR PUSTAKA

Muchlis purba, I. 2014.“Analisis Asuhan Keperawatan Masyarakat Perkotaan


pada Tn.A dengan Tumor Otak Post Kraniotomi di Lantai V Bedah RSPAD
Gatot Soebroto”.FIK.Universitas Indonesia. Karya Ilmiah Akhir. Jakarta.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/195708071982112-
WIENDARTUN/BRAIN_CANCER.pdf (diakses pada tanggal 4 September
2019 pukul 14.05 WIB)
Amni, Baiq Hulhizatil dan Ilsa Hunaifi. 2016. Glioblastoma Multiforme dengan
Manifestasi
Klinis Gangguan Psikiatri. Jurnal Kedokteran Unram 7 (1) : (15-17).
http://jku.unram.ac.id/article/download/167/118/ (diakses pada tanggal 4
September 2019, pukul 20.13 WIB)
Laura J. Hanisch. 2016. Brain Cancer Gliomas. Washington : CCN (The
NationalComprehensive Cancer Network).
Halimi, Radian dan Bisri, Tatang. 2013. Pemanjangan Ventilasi Mekanik di
Intensive Care Unit (ICU) pada Pasien dengan Tumor Glioma Batang Otak
yang menjalani Kraniotomi Pengangkatan Tumor. JNI 2013;2(3): 162–65.
http://inasnacc.org/images/Artikel/volume2no3okt2013/5RadianAhmadHa
limi.pdf (diakses pada tanggal 8 September 2019).
Ran Xu, F. S. e. a. 2016. Molecular and Clinical Effect of Notch Inhibition in
Glioma Patients: A Phase 0/1 Trial. Clinical Cancer Research [Internet].
[diunduh 2019 sep 06]. Tersedia pada
https://clincancerres.aacrjournals.org/content/clincanres/22/19/4786.full.p
df
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Aman, Renindra Ananda, dkk. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
“Tumor Otak” Komite Penanggulangan Kanker Nasional
PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

62
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

63

Anda mungkin juga menyukai