PENDAHULUAN
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas
dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam
prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai
dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi
diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut
agar diagnosis dapat cepat dan akurat.
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF
Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada
tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis
tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3%
limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada
mediastinumanterior 67% kasus, mediastinum medial 29% dan mediastinum
posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak
ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell
tumor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A) DEFINISI
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum
yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan
arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan
ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Karena rongga mediastinum tidak
dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di
sekitarnya dan dapat menganjam jiwa.
Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor
atau jenis histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg :
B) ETIOLOGI
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor
ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Limfoma, timoma
dan teratoma adalah jenis yang paling sering ditemukan. Etilogi dari tumor
mediastinum belum diketahui namun pada teratoma sekitar 20% dari tumor sel
germinal nonseminomatous memiliki sindrom Klinefelter, dan tumor
berkembang 10 tahun lebih awal daripada mereka yang tidak.
C) EPIDEMIOLOGI
Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur
penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi
di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang
dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis
limfoma atau timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970 – 1990 telah
dilakukan operasi tumor mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis
teratoma 44 kasus (32,1%), timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%).
Dari 103 penderita tumor mediastinum, timoma ditemukan pada 57,1% kasus,
tumor sel germinal 30%, limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masing-masing
4,2%.3 Bacha dkk4 dari Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien
tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik,
17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation
induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif
dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219
pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit
keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%,
timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%. Berdasarkan
gender ditemukan perbedaan yang bermakna, yaitu 94% tumor sel germinal
adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin perempuan, sedangkan jenis
tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan umur, penderita
limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur dekade ke-5, tumor saraf
pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan pada umur dekade ke-2
sampai ke-4.5 Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien tumor mediastinum
didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang datang dengan
keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis terbanyak
timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma 24/124
(19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus
mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplet atau respons
terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.6 Marshal
menganalisis 24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan
tahun 2000 – 2001, mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan
(70,8% dan 29,2%) dengan jenis terbanyak adalah timoma , 50% dari 24
penderita.7 Timoma merupakan kasus terbanyak di mediastinum anterior,
sedangkan limfoma dan tumor saraf biasanya pada mediastinum medial dan
posterior.
D) PATOFISIOLOGI
Bagan yang menunjukkan skema sederhana dasar molecular kanker
Ekspansi kloklonal
Mutasi
tamba
han
(progr
Heterogeni
esi)
tas
Neoplasma ganas
Klasifikasi neoplasma menurut sifat biologisnya:
Jinak Ganas
Diferensiasi baik Difereinsiasi jelek=anaplastik
Identik dengan jaringan asal Tidak identik dengan jaringan asal
Tumbuh lambat Tumbuh cepat
Mitosis normal Mitosis abnormal
Tumbuh ekspansif Tumbuh ekspansif dan infiltratif
Berkapsul Tidak berkapsul
Metastasis (-) Metastasis (+)
Tidak langsung menyebabkan Langsung menyebabkan kematian
kematian
Neoplasma jinak terdiri atas sel berdiferensiasi baik yang sangat mirip
dengan padanannya yang normal. lipoma terdiri dari sel lemak matur yang
dipenuhi oleh vakuol lemak di dalam sitoplasmanya, dan kondroma terbentuk
dari sel tulang rawan normal, merupakan bukti terjadinya difererensi
morfologik dan fungsional. Ada tumor jinak yang berdiferensiasi baik, mitosis
sangat jarang ditemukan dan konfigurasinya normal.
Neoplasma ganas ditandai dengan diferensiasi yang beragam dari sel
parenkim, dari yang berdiferensiasi baik sampai sama sekali tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas terdiri dari sel tidak berdiferensiasi
dikatakan bersifat anaplastik. Tidak adanya diferensiasi, atau anaplasia,
dianggap sebagai tanda utama keganasan.
E) GEJALA KLINIS
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada
saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul
bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya
penekanan struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan
gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum.
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala
pada waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara
56 dan 65 % pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita
dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu
presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin,
sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik.
Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai
kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas. Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien
asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek
mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur
mediastinum. Gejala sistemik bisa non spesifik atau bisa membentuk
kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
- Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
- Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
- Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
- Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
- Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan
berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang
disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala
disebabkan oleh kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur
mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding
dada atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor
mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan
oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.
Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti
dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu
stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala
obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus
brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom
Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala
ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus
frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa
walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang
berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga
menyebabkan simtomatologi serupa.
F) PENEGAKAN DIAGNOSIS
1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pasien dan evaluasi cermat gejala yang diderita
pasien sering akan membantu dalam melokalisasi tumor dan bisa
menggambarkan kemungkinan diagnosis histologi. Pemeriksaan
fisik pada pasien dengan tumor dan kista mediastinum sering
menunjukkan gambaran positif. Tetapi jarang didapatkan
diagnosis tepat dari informasi anamnesis atau pemeriksaan fisik
saja.
2) Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi
tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus
dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang
pasti.
Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat
mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada
kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma.
Tehnik ini semakin jarang digunakan.
Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan
aneurisma aorta.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada
tumor yang diduga aneurisma.
Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma
dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram.
Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau
penekanan ke esofagus.
Pemeriksaan lain
USG, MRI dan Kedokteran Nuklir. Meski jarang dilakukan,
pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk
beberapa kasus tumor mediastinum.
G) DIAGNOSIS BANDING
Gambar 3. Akalasia
Gambar 4. Aneurisma aorta
H) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah
pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis
sel kanker.
Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum
adalah multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan
bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi
banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan
kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan.
Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu
pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan
spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak
sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah.
Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%.
Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:
Hb > 10 gr%
Leukosit > 4.000/dl
Trombosit > 100.000/dl
Tampilan (performance status) >70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer
maka radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren).
Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi
diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara
siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu
dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan
kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi
terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat
tindakan lainnya.
Tumor Timus
Klasifikasi histologis
Timoma (klasifikasi Muller Hermelink)
· Tipe medular
· Tipe campuran
· Tipe kortikal predominan
· Tipe kortikal
Karsinoma timik
· Derajat rendah (Low grade)
· Derajat tinggi (High grade)
Karsinoma timik dan Oat Cell Carcinoma
Penatalaksanaan Timoma
Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja
Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus
diperhatikan batas-batas tumor seperti terlihat pada
CT sebelum pembedahan
Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi
dan kemoterapi
Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan
radioterapi
Stage IV.B : Kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan
debulking
Penatalaksanaan seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan
kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini.
Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi
akan lebihbaik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada
kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan dengan
kemoterapi sisplatin based.
EVALUASI
Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan
memberikan siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi radiasi
(1000 cGy). Evaluasi untuk respons terapi dilakukan setelah pemberian
2 siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ke-3 atau setelah radiasi
10 fraksi (200 cGy) dengan atau foto toraks. Jika ada respons sebagian
(partial respons atau PR) atau stable disease (SD), kemoterapi dan
radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan dihentikan bila terjadi
progressive disease (PD).
I) PROGNOSIS
Prognosis tumor mediastinum tergantung pada jenis tumor dan tata laksana
yang diberikan. Secara umum, tumor jinak mediastinum memiliki prognosis
yang cukup baik terutama pada pasien tanpa gejala. Prognosis tumor ganas
mediastinum bervariasi tergantung dari hasil diagnostik spesifik, derajat
keparahan penyakit dan faktor komorbid lain pada pasien. Namun umumnya
tumor ganas mediastinum seperti limfoma, tumor germ sel, timoma memberi
respon yang baik terhadap terapi agresif yang meliputi pembedahan,
radioterapi dan kemoterapi.
BAB III
PENUTUP
1. Amin Z. Penyakit mediastinum. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor
Sudoyo AW dkk. Jilid II edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta.2006: 1011-4.
2. Guyton AC and Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 11. Jakarta : EGC
3. Hainsworth JD, Greco FA. Mediastinal germ cell neoplasms. In: Thoracic oncology.
Roth JA, Ruckdeschel JC, Weisenburrger Th. Editors. W.B Saunders company.
Philadelphia.1989.p. 478-89.
4. im kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia,2003.
5. Lau S et al. Computed Tomography of Anterior Mediastinal Masses. Computed
Tomography of Anterio
6. Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Jakarta:ECG
7. Rosenberg JC. Neoplasms of the mediastinum. In: DeVita VT, Hellman S, Rosenberg
JC. Editors.Cancer: principles and practice of oncology. J.B. 4th edition. Lippincortt.
Philadelphia 1993.p.759-74.
8. Pratama S, Syahruddin E, Hudoyo A. Karakteristik Tumor Mediastinum Berdasarkan
Keadaan Klinis, Gambaran CT SCAN dan Petanda Tumor Di Rumah Sakit
Persahabatan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia,2003.
9. Sloane, E. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.
10. Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. penatalaksanaan tumor mediastinum ganas.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta