Anda di halaman 1dari 32

CORONA PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU KRONIK

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Minggu Ketiga Departemen Keperawatan
Gadar dan Kritis Profesi Ners FIK Unmuh Ponorogo

Disusun oleh :
Pita Arifatun Siam 19650101
Cornellia Mirandika 19650126
Andri Nanda 19650106
Wahyu Trijoko 19650111

PRODI PROFESI NERSFAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
JL.Budi Utomo No. 10 Telp (0352) 487 662 Ponorogo Fax. (0352) 461796

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 5
BAB II PPOK ................................................................................................................... 6
A. Definisi .................................................................................................................. 6
B. Klasifikasi .............................................................................................................. 6
C. Etiologi................................................................................................................... 7
D. Patofisiologi ........................................................................................................... 8
E. Manifestasi Klinis .................................................................................................. 9
F. Penatalaksanaan.................................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 13
H. Komplikasi........................................................................................................... 14
I. Pathway ................................................................................................................. 15
BAB III CORONA VIRUS ............................................................................................. 16
A. Definisi ................................................................................................................ 16
B. Karakteristik......................................................................................................... 16
C. Manifestasi Klinis ................................................................................................ 16
D. Patofisiologi ......................................................................................................... 17
BAB IV PENATALAKSANAAN .................................................................................. 21
A. Anamnesa ............................................................................................................ 21
B. Definisi Kasus ...................................................................................................... 21
C. Prinsip Utama Tatalaksana .................................................................................. 24
D. Pencegahan .......................................................................................................... 26
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 29
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 29
B. Saran .................................................................................................................... 29

2
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 31

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia misterius
yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari,pasien dengan kasus tersebut
berjumlah 44 pasien dan terus bertambahhingga saat ini berjumlah ribuan kasus.Pada
awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan
satu pasar seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat
dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksicoronavirus, jenis beta
coronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV).Pada tanggal
11 Februari 2020, World Health Organization memberi nama virus baru tersebut
Severa acute respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama
penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Pada mulanya ransmisi
virus ini belum dapat ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah
kasus terus bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas
medis terinfeksi oleh salahsatu pasien.4 Salah satu pasien tersebut dicurigai kasus
“super spreader”. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi COVID-19 inidapat
menular dari manusia ke manusia.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai
dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible dan bersifat progresif (American Lung Association,2010). Indikator
diagnosis PPOK adalah penderita diatas usia 40 tahun, dengan sesak napas yang
progresif, memburuk dengan aktivitas, persisten, batuk kronik, produksi sputum
kronik. Biasanya terdapat riwayat pejanan rokok, asap atau gas berbahaya didalam
lingkungan kerja atau rumah. Orang yang sudah memiliki penyakit kronis mempunyai
daya tahan tubuh yang tidak optimal sehingga sangat rentan terhadap serangan
COVID-19. Pasien COVID-19 dengan penyakit kronis bisa memiliki gejala yang lebih
berat dan paling parah berakhir pada kematian.

4
Pasien dengan COPD akan mengalami kerusakan difusi alvelolar yaitu kerusakan
pada dinding kantung udara di paru-paru yang membantu oksigen masuk ke dalam sel
darah merah. Dalam paru-paru yang sehat, oksigen di dalam kantung udara (alveolus)
bergerak ke pembuluh darah kecil (kapiler). Pada gilirannya pembuluh kecil ini akan
mengirimkan oksigen ke sel darah merah. Proses evolusi membuat dinding alveolus
menipis sehingga mempermudah pengiriman oksigen ke sel darah merah.Virus corona
merusak dinding sel dan selaput alveolus serta pembuluh kapiler. Puing-puing yang
menumpuk oleh semua kerusakan itu melapisi dinding alveolus mirip seperti cat yang
menutupi dinding. (Cleveland Clinic,2020). Kerusakan kapiler juga menyebabkan
mereka membocorkan protein plasma sehingga menambah ketebalan dinding. Semakin
tebal dinding semakin sulit untuk mentransfer oksigen, sesak napas yang dihasilkan
akan memperparah penyakit hingga bisa berdampak kematian.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana gambaran mengenai konsep masalah corona pada pasien dengan
penyakit paru kronik?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan baik secara teori maupun penatalaksanaan tenaga medis
terutama perawat agar lebih profesional dalam menangani masalah corona pada
pasien dengan penyakit paru kronik
2. Tujuan Khusus
1. Mampu memahami definisi dari penyakit VSD

5
BAB II
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

A. DEFINISI

Penyakit paru-paru obstruktif kronis ( chronic obstructive pulmonary diseases-


COPD ) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah : Bronkhitis Kronis, Emfisema Paru-Paru, dan Asma
Bronkhial. Sering juga penyakit ini disebut dengan ‘chronic airflow limitation (CAL)’
dan chronic obstructive lung diseases (COLD) (American Lung Association,2010).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi PPOK Berdasarkan Nilai FEV1 dan Gejala Menurut (Seiebeling dkk, 2011)

Tingkat Nila FEV1 dan Gejala

FEV1/FVC < 70% FEV1 ≥ 80% dan umumnya, tapi tidak selalu, ada
I
gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien
Ringan
biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%; 50%< FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
FEV1/FVC < 70%; 30%< FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien
III
mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau
Berat
serangan penyakit.

6
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 <
IV
30%, tapi pasien mengalami kegagalan pernafasan atau gagal jantung
Sangat Berat
kanan atau cor pulmonale . Pada tahap ini, kualitas hidup sangat
terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.

Keterangan :
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEVdan FVC
FEV1 ((Forced Expiratory Volume in 1 s) adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan
secara paksa dalam satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV1 pada pasien dapat
diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan.
FVC (Forced Vital Capacity).adalah volume maksimum total udara yang pasien dapat
hembuskan secara paksa setelah inspirasi penuh

C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa faktor lingkungan dan endogen termasuk faktor genetik yang berperan
dalam berkembangnya penyakit paru obstruktif kronis. Defisiensi enzim alfa 1 antitripsin
merupakan faktor predisposisi untuk berkembangnya PPOK secara dini. Alfa 1 antitripsin
merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati, berfungsi dalam melindungi
paru-paru dari kerusakan.Enzim ini berfungsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari
rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu sistem kerja
enzim tersebut yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan. Defisiensi enzim ini
menyebabkan emfisema pada usia muda yaitu pada mereka yang tidak merokok, onsetnya
sekitar usia 53 tahun manakala bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun (Sethi,2010)
Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok akan
meningkatkan resiko untuk menderita Penyakit paru obstruktif kronis disertai dengan
penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu, hiperaktivitas dari bronkus dapat
terjadi akibat dari peradangan pada saluran napas yang dapat diamati pada bronkitis kronis
yang berhubungan dengan merokok. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya ‘remodelling’
pada saluran napas yang memperparahkan lagi obstruksi pada saluran napas pada penderita
penyakit paru obstruktif kronis (Sethi,2010)
Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai resiko tambahan
akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien mengalami asma
kronis yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Faktor resiko lainnya yang berimplikasi

7
klinis termasuk selain hiperresponsif bronchial, bayi berat lahir rendah, gangguan
pertumbuhan paru pada janin, dan status sosioekonomi rendah (Sethi,2010)

D. PATOFISIOLOGI
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok
atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor
kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan
neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease
sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi
predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat
reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat
meningkatkan penghancuran antiprotease. (Ikawati, Z., 2011)
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi
mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada
epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis,
proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif
kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease
menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas
recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada
saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten
pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk
PPOK. (Ikawati, Z., 2011)
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi
dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi
untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang
dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya
proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat (Ikawati, Z., 2011).

8
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Dipsneu
Dipsneu sering menjadi alasan utama pasien PPOK mencari bantuan tenaga kesehatan.
Dipsneu digambarkan sebagai usaha bernafas yang meningkat, berat, kelaparan udara atau
gasping. Sesak nafas pada PPOK bersifat persisten dan progresif. Awalnya sesak nafas
hanya dirasakan ketika beraktifitas seperti berjalan, berlari dan naik tangga yang dapat di
hindari, tetapi ketika fungsi paru memburuk, sesak nafas menjadi lebih progresif dan
mereka tidak dapat melakukan aktifitas sebagaimana orang lain dengan usia yang sama
dapat melakukannya.
2. Batuk
Batuk kronis menjadi gejala pertama dari pasien PPOK, setelah merokok atau terpapar
oleh polutan lingkungan . Pada awalnya batuk hanya sebentar kemudian lama kelamaan
hadir sepanjang hari.
3. Pink Puffers
Pink puffers adalah timbulnya dipsneu tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang
berarti. Biasanya dipsneu timbul antara usia 30-40 tahun dan semakin lama semakin berat.
Pada penyakit yang sudah lanjut pasien akan kehabisan nafas sehingga tidak lagi dapat
makan dan tubuhnya bertambah kurus. Selanjutnya akan terjadi gangguan keseimbangan
ventilasi dan perfusi minimal, sehingga dengan hiperventilasi, pasien pink puffers dapat
mempertahankan gas dalam darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai tahap
lanjut.
4. Blue Blaters
Pada tahap lanjut PPOK pasien akan mengalami blue blaters yaitu kondisi batuk produktif
dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun-
tahun sebelum tampak gangguan fungsi paru. Awitan penyakit biasanya dimulai dari usia
20-30 tahun yang akan diikuti munculnya dipsneu pada saat melakukan aktifitas fisik.
Tampak gejala berkurangnya nafas sehingga mengalami hioventilasi menjadi hipoksia dan
hiperkapnia. Hipoksia kronis ini akan merangsang ginjal untuk eritropoietin meningkatkan
produksi sel darah merah sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar Hb dapat mencapai
20 g/ 100 ml atau lebih dan sianosis mudah tampak karena homoglobin yang terduksi
mudah mencapai kadar 5 g/ 100 ml, walaupun hanya sebagian kecil dari hemoglobin yang
tereduksi. Blue blaters adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, dimana pasien gemuk
sianosis, terdapat oedema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.

9
5. Produksi Sputum
Pasien PPOK umumnya disertai batuk produktif. Batuk kronis dan pembentukan sputum
mukoid atau muko purulen selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
2 tahun berturut-turut merupakan gejala klinis dari bronkitis kronis.
6. Wheezing dan sesak dada
Wheezing dan sesak dada adalah gejala yan spesifik dan bervariasi dari satu pasien dengan
asien yang lain. Gejala ini dijumpai pada PPOK ringan yang lebih spesifik keada asma
atau pada PPOK berat atau sangat berat. Percabangan trakeobronkial melebar dan
memanjang selama selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari
bronkiolus yang sempit (mengalami oedema dan berisi mukus), yang dalam kondisi
normal akan berkontraksi sampai pada tingkat tertentu pada saat ekspirasi. Udara
terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan sehingga terjadi hiperinflasi
progresif paru. Sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar akan timbul mengi
ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma. Sedangkan sesak dada adalah
kondisi yang buruk sebagai kontraksi isometrik otot-otot interkostal.
7. Perubahan Bentuk Dada
Pada pasien PPOK dengan stadium lanjut akan ditemukan tanda-tanda hiperinflasi paru
seperti barrel chest dimana diafragma terletak lebih rendah dan bergerak tidak lancar,
kifosis, diameter antero-posterior bertambah, jarak tulang rawan krikotiroid dengan
lekukan suprasternal kurang dari 3 jari, iga lebih horizontal dan sudut subkostal
bertambah.

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaatpada 20-40%kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien
dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1
sebesar 1,5 L.
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang
signifikan pada pasien dengan penyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan potensi jalan nafas.

10
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari PPOK adalah :
a. Mempertahankan patensi jalan nafas.
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan.
3. Algoritme penanganan PPOK
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan non reversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas: penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
penatalaksanaan
enatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
a) Algoritma penatalaksanaan pada keadaan stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :
 Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan
nunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
 Dahak jernih tidak berwarna dan tidak ada penggunaan
penggunaan bronkodilator tambahan
 Aktivitas terbatas tidak disertai sesak

11
b) Algoritme penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti
polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.
Gejala eksaserbasi :
 Sesak bertambah
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
 Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
 Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
 Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline.

12
Algoritma terapi pada eksaserbasi akut

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Faal paru
1) Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
a) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
b) VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
c) Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
b. Uji bronkodilator
a) Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
b) Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
c) Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
c. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit

13
d. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Ruang retrosternal melebar
d) Diafragma mendatar
e) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
a) Normal
b) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
e. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
f. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1
pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat
kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
g. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
a) Gagal napas kronik stabil
b) Gagal napas akut pada gagal napas kronik

H. KOMPLIKASI (American Lung Association,2010).


1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik.
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik.
2. Infeksi berulang (80 %)  Infeksi S. Pneumonia, H. Influenza.
3. Kor pulmonal.

14
I. PATHWAY
Pencetus

Asthma, Bronkhitis kronis, Emfisema) Rokok dan polusi

PPOK Inflamasi

Perubahan anatomis parenkim Paru sputum meningkat

Pembesaran alveoli Batuk

Hiperatropi kelanjar mukosa MK: Bersihan jalan nafas tdk


efektif

Penyempitan saluran udara secara periodik MK: Gg.pertukaran


gas

Ekspansi paru menurun

Suplay O2 tidak adekuat Kompensasi tubuh untuk Infeksi


keseluruh tubuh memenuhi kebutuhan O2
dengan meningkatkan frekuensi Leukosit meningkat
Hipoksia pernapasan
Imun menurun
Sesak Kontraksi otot
Kuman patogen dan endogen
pernapasanPenggunaaan energi
MK: Pola napas tidak difagosit makrofag
untuk
efektif
pernapasan meningkat Anoreksia
MK:Intoleransi
aktivitas MK: Gg nutrisi

15
BAB III
CORONA VIRUS

A. DEFINISI
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan
karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
delta coronavirus dan gamma coronaviru. (Huang C etc, 2019)

B. KARAKTERISTIK
Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,sering
pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m.5 Semua virus ordo Nidovirales
memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus positif RNAserta memiliki genom RNA
sangat panjang. Struktur coronavirusmembentuk struktur seperti kubus dengan
protein S berlokasi dipermukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah
satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untukpenulisan gen.
Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknyavirus kedalam sel host
(interaksi protein S dengan reseptornya di selinang). (Wang,2020)
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektifdapat diinaktifkan
oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipiddengan suhu 56℃ selama 30 menit,
eter, alkohol, asam perioksiasetat,detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan
kloroform. Klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus.(Korsman,2012)

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang munculberupa gejala yang
tidak spesifik. Gejala utama tetap munculseperti demam, batuk, dapat disertai
dengan nyeri tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot.
Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu,
pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif ringan.
Pada kondisi ini pasientidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi,
sepsis ataunapas pendek. (WHO, 2019-nCoV)

16
b. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada
tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai
dengan batuk atau susah bernapasatau tampak sesak disertai napas cepat atau
takipneu tanpa adanya tanda pneumonia berat. (WHO, 2019-nCoV)
c. Pneumonia berat
Pada pasien dewasa
● Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas
●Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit), distress
pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar. (WHO, 2019-
nCoV)
Pada pasien anak-anak:
● Gejala: batuk atau tampak sesak, ditambah satu diantarakondisi berikut:
- Sianosis central atau SpO2 <90%
-Distress napas berat (retraksi dada berat)
-Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi
atau penurunan kesadaran; atau kejang)
Dalam menentukan pneumonia berat ini diagnosis dilakukan dengan diagnosis
klinis, yang mungkin didapatkan hasil penunjang yang tidak menunjukkan
komplikasi. (WHO, 2019-nCoV)
d. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Onset: baru atau perburukan gejala respirasi dalam 1 minggu setelah diketahui
kondisi klinis. Derajat ringan beratnya ARDS berdasarkan kondisi hipoksemia.
Hipoksemia didefinisikan tekanan oksigen arteri (PaO₂) dibagi fraksi oksigen
inspirasi (FIO₂) kurang dari< 300 mmHg. (WHO, 2019-nCoV)
Pemeriksaan penunjang yang penting yaitu pencitraan toraks seperti foto toraks,
CT Scan toraks atau USG paru. Pada pemeriksaan pencitraan dapat ditemukan:
opasitas bilateral, tidak menjelaskan oleh karena efusi, lobar atau kolaps paru
atau nodul. Sumber dari edema tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh gagal
jantung atau kelebihan cairan, dibutuhkan pemeriksaan objektif lain seperti
ekokardiografi untuk mengeksklusi penyebab hidrostatik penyebab edema jika
tidak ada faktor risiko. Penting dilakukan analisis gas darah untuk melihat
tekanan oksigen darah dalam menentukan tingkat keparahan ARDS serta terapi.
e. Sepsis

17
Sepsis merupakan suatu kondisi respons disregulasi tubuh terhadap suspek
infeksi atau infeksi yang terbukti dengan disertaidisfungsi organ. Tanda disfungsi
organ perubahan status mental,susah bernapas atau frekuensi napas cepat,
saturasi oksigen rendah, keluaran urin berkurang, frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, akral dingin atau tekanan darah rendah, kulit mottling atau terdapat
bukti laboratorium koagulopati, trombositopenia, asidosis, tinggi laktat atau
hiperbilirubinemia. (WHO, 2019-nCoV)
f. Syok Septik
Definisi syok septik yaitu hipotensi persisten setelah resusitasi volume adekuat
sehingga diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP ≥ 65 mmHg dan
serum laktat > 2 mmol/L.(WHO, 2019-nCoV)

D. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi dihewan.
Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya
menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan dari
hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak
sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. (Korsman SNJ,2012)
Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yangbiasa ditemukan
untuk Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk
kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory
syndrome (MERS). Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked palm
civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka sebagai
host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah
sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host
alamiahnya. (Korsman SNJ, 2012) Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke
manusia dan dari manusiake manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet,
rute feses danoral. (Wang Z,2020)
Berdasarkan penemuan, terdapat tujuh tipe Coronavirus yangdapat menginfeksi
manusia saat ini yaitu dua alpha coronavirus (229Edan NL63) dan empat beta
coronavirus, yakni OC43, HKU1, Middle East respiratory syndrome-associated
coronavirus (MERS-CoV), dan severe acute respiratory syndrome-associated
coronavirus (SARSCoV). Yang ketujuh adalah Coronavirus tipe baru yang menjadi

18
penyebab kejadian luar biasa di Wuhan, yakni Novel Coronavirus 2019 (2019-
nCoV). Isolat 229E dan OC43 ditemukan sekitar 50 tahun yanglalu. NL63 dan
HKU1 diidentifikasi mengikuti kejadian luar biasa SARS. NL63 dikaitkan dengan
penyakit akut laringotrakeitis (croup). (Wang Z,2020)
Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala
klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat seperti SARS atau
MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Infeksi Coronavirus
biasanya sering terjadi pada musim dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan
faktor iklim dan pergerakan atau perpindahan populasi yang cenderung banyak
perjalanan atau perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus
yang lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi.(Wang Z,2020)
Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Coronavirus jenis baru dapat terjadi
pada pasien immuno compromis danpopulasi normal, bergantung paparan jumlah
virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat
menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-
orangdengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya,
penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus
menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap virus ini lagi sehingga
dapat terjadi re-infeksi.(Wang Z,2020)
Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya.Virus tidak bisa
hidup tanpa sel host. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host diperantarai
oleh Protein Syang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama dalam
menginfeksi spesies host-nya serta penentu tropisnya. Pada studi SARS-CoV protein
Sberikatan dengan reseptor di sel host yaitu enzim ACE-2 (angiotensin converting
enzyme 2). ACE-2 dapat ditemukan pada mukosa oral dannasal, nasofaring, paru,
lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, ginjal,
otak, sel epitel alveolar paru, selenterosit usus halus, sel endotel arteri vena, dan sel
otot polos.(Wang Z,2020)
Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.
Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan
perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis
virus. Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas ataskemudian
bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu
menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari

19
saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel
gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit
sekitar 3-7 hari.(Wang Z,2020)

20
BAB IV
PENATALAKSANAAN
CORONA PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU KRONIK

A. ANAMNESA
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada parenkim
paru yang disebabkan oleh Severe acuterespiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak
berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).(WHO, 2019-nCoV)
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu
dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama
pada usia geriatri atau padamereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan
lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa
kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (SevereAcute
Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut
dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari
terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam tidak
mengeksklusikan infeksi virus. (PDPI,2020)

B. DEFINISI KASUS
a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥38C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immuno compromised presentasi kemungkinan
atipikal) DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
● Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit* dalam 14 hari sebelum timbul gejala

21
● Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui
penyebab/etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian
atau tempat tinggal. (Pedoman kesiapsiagaan menghadapi infeksi Novel
Coronavirus(2019-nCoV),2020)
ATAU
2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai
berat dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-
19, ATAU
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah ter
identifikasi), ATAU
c. Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit*
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu
≥380C) atau riwayat demam. (Pedoman kesiapsiagaan menghadapi
infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV),2020)
*Keterangan: saat ini ada 12 negara yang dikategorikan terjangkit yaitu
Tiongkok, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Amerika
Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, Spanyol dan Thailand; tetapi tetap
mengikuti perkembangan negara yang terjangkit menurut WHO dan
Litbangkes Kemenkes RI. (Pedoman kesiapsiagaan menghadapi infeksi
Novel Coronavirus (2019-nCoV),2020)
b. Orang dalam Pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa
pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat
paparan diantaranya:
● Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19

22
●Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan
pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
● Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular
sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit
(sesuai dengan perkembangan penyakit. (Pedoman kesiapsiagaan
menghadapi infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV),2020)
c. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi
inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus. (Pedoman
kesiapsiagaan menghadapi infeksi Novel Coronavirus (2019-nCoV),2020)
d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.

Penyebaran wabah virus corona semakin masif dengan jumlah korban terus
bertambah dengan cepat. Penderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi,
asma, TBC, serta penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akibat merokok paling
berbahaya jika terkena dampak dari infeksi virus corona baru atau COVID-19.
Orang yang sudah memiliki penyakit kronis mempunyai daya tahan tubuh yang
tidak optimal sehingga sangat rentan terhadap serangan COVID-19. Pasien
COVID-19 dengan penyakit kronis bisa memiliki gejala yang lebih berat dan
paling parah berakhir pada kematian (Komite Ahli Tuberkulosis 2020)
Pasien denganCOPD akan mengalami kerusakan difusi alvelolar yaitu
kerusakan pada dinding kantung udara di paru-paru yang membantu oksigen
masuk ke dalam sel darah merah. Dalam paru-paru yang sehat, oksigen di dalam
kantung udara (alveolus) bergerak ke pembuluh darah kecil (kapiler). Pada
gilirannya pembuluh kecil ini akan mengirimkan oksigen ke sel darah merah.
Proses evolusi membuat dinding alveolus menipis sehingga mempermudah
pengiriman oksigen ke sel darah merah.Virus corona merusak dinding sel dan

23
selaput alveolus serta pembuluh kapiler. Puing-puing yang menumpuk oleh semua
kerusakan itu melapisi dinding alveolus mirip seperti cat yang menutupi dinding.
Kerusakan kapiler juga menyebabkan mereka membocorkan protein plasma
sehingga menambah ketebalan dinding.Semakin tebal dinding semakin sulit untuk
mentransfer oksigen, sesak napas yang dihasilkan akan memperparah penyakit
hingga bisa berdampak kematian.
(Prof John Wilson, ahli pernapasan dari Royal Australasian College of
Physicians 2020) mengatakan, saat pasien Covid-19 mengalami batuk dan demam,
itu merupakan akibat dari infeksi saluran napas yang mencapai cabang pernapasan.
Infeksi ini akan mengiritasi jalan napas jika tidak segera tertangani yang bahkan
setitik debu bisa merangsang batuk. Infeksi yang terus menyebar hingga alveolus
(kantung udara) maka akan berakhir pneumonia. Paru-paru tidak mampu
mendapatkan oksigen yang cukup untuk aliran darah, sehingga mengurangi
kemampuan tubuh untuk mengambil oksigen dan menyingkirkan karbon dioksida.
Itulah penyebab kematian umum pada penderita Covid-19 berat.

C. PRINSIP UTAMA TATALAKSANA


Deteksi dini dan pemilahan pasien yang berkaitan dengan infeksi COVID-19
harus dilakukan dari mulai pasien datang ke Rumah Sakit.Triase merupakan garda
terdepan dan titik awal bersentuhan denganRumah Sakit sehingga penting dalam
deteksi dini dan penangkapan kasus. Selain itu, Pengendalian Pencegahan Infeksi
(PPI) merupakan bagian vital terintegrasi dalam managemen klinis dan harus
diterapkan dari mulai triase dan selama perawatan pasien.(WHO,2020)
Pada saat pasien pertama kali teridentifikasi, isolasi pasien dirumah atau isolasi
rumah sakit untuk kasus yang ringan.Pada kasusyang ringan mungkin tidak perlu
perawatan di rumah sakit, kecuali adakemungkinan perburukan cepat. Semua pasien
yang dipulangkan diinstruksikan untuk kembali ke rumah jika sakit memberat
ataumemburuk.(WHO,2020)
Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip-
prinsip yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah kontak

24
langsung dengan pasien (darah, cairan tubuh, sekret termasuk sekret pernapasan,
dan kulit tidak intak), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam, managemen
limbah medis, pembersihan dan desinfektan peralatan di RS serta pembersihan
lingkungan RS. Pembersihan dan desinfektan berdasarkan karakteristik
Coronavirus yaitu sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan
oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama30
menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat dan kloroform. Klorheksidin tidak efektif
dalam menonaktifkan virus, buat jarak pada proses triase, pisahkan pasien COVID-
19, Batasi jumlah staff pada setiap sift, Utamakan respirators dan AIIRs untuk
aerosol-generating procedure.

Terapi dan monitoring


1. Isolasi pada semua kasus
Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang.
Pasien bed-rest dan hindari perpindahan ruangan atau pasien. (WHO,2020)
2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI). (WHO,2020)
3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit (WHO,2020)
4. Suplementasi oksigen (WHO,2020)
5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat (WHO,2020)
Pasien dengan distress napas yang gagal dengan terapi standar oksigen
termasuk gagal napas hipoksemia berat. Pasien masih menunjukkan usaha
napas yang berat walaupun sudah diberikan oksigen dengan masker dengan
reservoir (kecepatan aliran 10-15 liter/menit).
6. Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok. Pasien dengan
chronic obstructive harus diperhatikan dalam terapicairannya, karena jika
pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi distress napas,
monitoring keseimbangan cairan dan elektrolit. (WHO,2020)
7. Pemberian antibiotik empiris (WHO,2020)

25
Walaupun pasien dicurigai terinfeksi virus COVID-19, namun
direkomendasikan pemberian antimikroba empiris yang tepatdalam 1 jam
identifikasi sepsis. Antibiotik empiris harus berdasarkan diagnosis klinis,
epidemiologi lokal, data resistensi dan panduan tatalaksana.
8. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan lainnya
jika memang diperlukan.
9. Observasi ketat
Kondisi pasien perlu diobservasi ketat terkait tanda-tanda perburukan
klinis, kegagalan respirasi progresif yang cepat, dansepsis sehingga
penanganan intervensi suportif dapat dilakukandengan cepat.(WHO,2020)
10. Pahami komorbid pasien
Kondisi komorbid pasien harus dipahami dalam tata laksana kondisi kritis
dan menentukan prognosis. Selama tata laksana intensif, tentukan terapi
kronik mana yang perlu dilanjutkan danmana yang harus dihentikan
sementara. Jangan lupakan keluarga pasien harus selalu diinformasikan,
memberi dukungan, informed consent serta informasi prognosis.

D. PENCEGAHAN
Cara penyebaran beberapa virus atau patogen dapat melaluikontak dekat,
lingkungan atau benda yang terkontaminasi virus, droplet saluran napas, dan
partikel airborne. Droplet merupakan partikel berisiair dengan diameter >5um.
Droplet dapat melewati sampai jarak tertentu(biasanya 1 meter) ke permukaan
mukosa yang rentan. Partikel dropletcukup besar sehingga tidak akan bertahan atau
mengendap di udaradalam waktu yang lama. Produksi droplet dari saluran napas
diantaranyabatuk, bersin atau berbicara serta tindakan invasif prosedur respirasi
seperti aspirasi sputum atau bronkoskopi, insersi tuba trakea. Partikel airborne
merupakan partikel dengan diameter yang kurang dari 5um yang dapat menyebar
dalam jarak jauh dan masih infeksius. Patogen airborne dapat menyebar melalui
kontak. Kontak langsung merupakan transmisi pathogen secara langsung dengan

26
kulit atau membran mukosa,darah atau cairan darah yang masuk ke tubuh melalui
membrane mukosa atau kulit yang rusak.Oleh karena itu, kita dapat melakukan
pencegahan transmisi virus.

Prinsip pencegahan dan strategi pengendalian secara umum


Cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah dengan menghidari terpapar virus
penyebab. Lakukan tindakan-tindakan pencegahan penularan dalam praktik
kehidupan sehari-hari. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada
masyarakat :
o Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 detik.
o Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya mengandung alcohol
60 %, jika air dan sabun tidak tersedia. (WHO,2020)
o Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci.
(WHO,2020)
o Sebisa mungkin hidari kontak dengan orang yang sedang sakit.(WHO,2020)
o Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saatanda sakit
atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan banyak beraktifitas di
luar. (WHO,2020)
o Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue.
o Buang tissue pada tempat yang telah ditentukan. (WHO,2020)
o Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda yang
sering disentuh. (WHO,2020)
o Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan
penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19.
Akan tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan
lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-
usaha pencegahan lainnya. (WHO,2020)
o Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu, karena
selain dapat menambah beban secara ekonomi, penggunaan masker yang salah

27
dapat mengurangi keefektivitasannya dan dapat membuat orang awam
mengabaikan pentingnya usaha pencegahan lain yang sama pentingnya seperti
hygiene tangan dan perilaku hidup sehat. (WHO,2020)

28
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada parenkim paru
yang disebabkan oleh Severe acuterespiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-
2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi
(ringan)sampai syok septik (berat).(WHO, 2019-nCoV)
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejalautama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu
dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada
usia geriatri atau pada mereka dengan imuno kompromis. Gejala tambahan lainnya
yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa
kondisidapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Sever eAcute
Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan
riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset dalam 10 hari terakhir serta
perlu perawatan di rumah sakit. saat pasien pertama kali teridentifikasi, isolasi pasien
dirumah atau isolasi rumah sakit untuk kasus yang ringan. Pada kasus yang ringan
mungkin tidak perlu perawatan di rumah sakit, kecuali ada kemungkinan perburukan
cepat. Semua pasien yang dipulangkan diinstruksikan untuk kembali ke rumah jika
sakit memberat atau memburuk. (WHO,2020)
Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan prinsip-prinsip
yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri untukmencegah kontak langsung
dengan pasien (darah, cairan tubuh, sekrettermasuk sekret pernapasan, dan kulit tidak
intak), pencegahan tertusukjarum serta benda tajam, managemen limbah medis,
pembersihan dandesinfektan peralatan di RS serta pembersihan lingkungan RS.
Pembersihan dan desinfektan berdasarkan karakteristik Corona virus yaitu sensitif
terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung
klorin, pelarut lipid dengan suhu 56℃ selama30 menit, eter, alkohol, asam perioksi
asetat dan kloroform.

B. SARAN
Dari penjelasan dan gambaran penyakit, serta penanganan dan pencegahan di atas
di harapkan mampu untuk menambah wawasan baik secara teori maupun

29
penatalaksanaan tenaga medis terutama perawat agar lebih profesional dalam
menangani masalah corona pada pasien dengan penyakit paru kronik

30
DAFTAR PUSTAKA

American Lung Association, 2010, Chronic Obstructive Pulmonary Diseases COPD,


Amerika.
Abdominal cramps may be reduced with antispasm agents such as propantheline,
dicyclomine, or hyoscyamine. However, these drugs should not be used if there is the
possibility of bowel obstruction
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304386X11002659 Recovery of
gold from secondary sources—A review https://www.pikiran-rakyat.com/gaya-
hidup/pr-01351351/begini-kondisi-paru-paru-manusia-saat-pneumonia-dan-terinfeksi-
virus-corona. 2020
Build your business acumen. Benchmark against best practices. Get direct access to top
Cleveland Clinic leadership. Mark your calendar for 2020
https://www.medscape.com/answers/172940-14992/how-are-abdominal-cramps-
reduced-in-crohn-disease
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.Pedoman kesiapsiagaan
menghadapi infeksi Novel Coronavirus(2019-nCoV). Kemenkes RI; Jakarta: 2020
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc.Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirusin Wuhan, China. The Lancet. 24 jan 2020
Ikawati, Z., 2011, Penyakit Sistem Pernapasan dan Terapinya, Bursa Ilmu, Yogyakarta.
Korsman SNJ, van Zyl GU, Nutt L, Andersson MI, Presier W.Viroloy. Chins: Churchill
Livingston Elsevier; 2012
Komite Ahli TB Minta RS Penanganan COVID-19 Dipisahkan dari Pasien Penyakit Lain
https://my.clevelandclinic.org/departments/global-executive-education/events
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Praktik Klinis:Pneumonia 2019-nCoV.
PDPI: Jakarta; 2020
Prof. John Wilson, presiden terpilih dari Royal Australasian College of Physicians dan
seorang dokter pernapasan, mengatakan hampir semua dampak serius dari Covid-19
disertai pneumonia. 2020
Sethi, S, 2010, Infection As A Comorbidity of COPD, European Respiratory Journal, 35
(6).
Seiebeling, L., Puhan, M.A., Muggenstrum, P., and Zoller, M., Riet, G., 2011, COPD
patients – Baseline Data of the Ice Cold, Clinical Epidemiology, Vol 3, hal 273 – 383,
Netherland.
31
Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press.China; 2020.
World Health Organization. Clinical management of severe acuterespiratory infection
when novel coronavirus (2019-nCoV)infection is suspected. interim guidance. [Serial
on The Internet].Cited Jan 30th 2020. Available on:https://www.who.int/publications-
detail/clinical-management-ofsevere-acute-respiratory-infection-when-novel-
coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected.
WHO. Home care for patients with suspected novel coronavirus(nCoV) infection
presenting with mild symptoms and managementof contacts. [serial on the Internet].
Available on:https://www.who.int/publications-detail/home-care-forpatients-with-
suspected-novel-coronavirus-(ncov)-infectionpresenting-with-mild-symptoms-and-
management-of-contacts.(Jan 20th 2020)
https://covesia.com/lifestyle/baca/93342/komite-ahli-tb-minta-rs-penanganan-covid-
19-dipisahkan-dari-pasien-penyakit-lain

32

Anda mungkin juga menyukai