Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT PPOM PADA LANSIA

DI SUSUN
OLEH :
KELOMPOK VI

1. DESSY PURWANINGSIH U LAGUNA C01418030


2. FIRANTI NUR DJAFAR
3. RESTIVERA BOTUTIHE C01418138
4. SARIF S. GUBALI
5. VEGITA D. IMRAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH GORONTALO

T.H 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanyalah bagi Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya
kepada penyusun sehingga mampu menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah gerontik yang
berjudul “Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)” ini dengan baik.

Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penyusun menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang
menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk sempurnanya makalah ini, sehingga
dapat melengkapi khasanah ilmu pengetahuan yang senantiasa berkembang dengan cepat.

Gorontalo, 24 Desember 2021

Kelompok VI

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Tujuan.....................................................................................................2
1.3 Manfaat...................................................................................................2
BAB II TINJAUN PUSTAKA
2.1 Definisi.................................................................................................3
2.2 Klasifikasi PPOM.................................................................................4
2.3 Faktor Resiko…...................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis.................................................................................5
2.5 Komplikasi............................................................................................5
2.6 Patofisiologi.........................................................................................6
2.7 Patway.................................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................9
2.9 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................10
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan................................................11
2.11 Diagnosa Keperawatan....................................................................13
2.12 Intervensi Keperawatan…...............................................................14
2.13 Implementasi Keperawatan.............................................................17
2.14 Evaluasi Keperawatan....................................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................19
B. Saran...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronchitis kronis
atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang diikuti
oleh hiperaktivitas jalan napas dan kadangkala parsial reversible, sekalipun
empisema dan bronchitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit
khusus, sebagian besar pasien PPOM mempunyai tanda dan gejala kedua
penyakit tersebut sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOM dan Asma
sekarang menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat lebih dari
90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya.

Rata-rata kematian akibat PPOM meningkat cepat, terutama pada laki-laki usia
lanjut. Angka penderita PPOM diIndonesia sangat tinggi.

Banyak penderita PPOM dating kedokter saat penyakit itu sudah lanjut. Padahal
sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan efektif untuk menentukan
PPOM. Menurut Dr. Suradi penyakit PPOM diIndonesia menepati urutan ke 5
sebagai penyakit yang menyebabkan kematian. Sementara data dari organisasai
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit
ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian “pada dekade
mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga, dan kondisi ini tanpa disadari
angka kematian akibat PPOM ini semakin meningkat.

Oleh karena itu penyakit PPOM haruslah mendapat pengobatan yang baik dan
terutama perawatan yang komprehensif semenjak serangan sampai dengan
perawatan dirumah sakit. Dan yang lebih penting adalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan Pendidikan pada pasien dan keluarga tentang
perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOM dirumah. Hal
ini diperlukan perawat yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.

1
1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian PPOM

2. Mengetahui etiologic dan manifestasi klinis PPOM

3. Memahami klasifikasi PPOM

4. Mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan PPOM

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
khusunya mahasiswa keperawatan mengetahui dan memahami tentang Penyakit
Paru Obtruksi Menahun.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
PPOM adalah penyakit paru obstruksi menahun /PPOK (Penyakit paru
obstruksi kronik) yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun yang
berbahaya (Robbins,2010).

Menurut Anthonisen (2004) istilah PPOK mencakup tiga patologi spesifik yaitu
bronkhitis kronik, penyakit saluran napas perifer dan emfisema. Definisi PPOM
menurut American Thoracic Society (ATS) adalah suatu gangguan dengan
karakteristik adanya obstruksi dari jalan napas karena bronkitis kronik atau
emfisema; obstruksi jalan napas umumnya progresif dan dapat disertai hiper-
reaksi dan mungkin kembali normal sebagian.

2.2 KLASIFIKASI PPOM

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronikadalah


sebagai beriksut:

1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurangnya 3
bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-
turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di
luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner &
Suddart, 2002)
a) Emfisema Centriolobular merupakan tipe yang sering muncul,
menghasilkan kerusakan bronkiolus, biasanya pada region paru

3
atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya
kantung alveolar tetap bersisa.

b) Emfisema Panlobular merusak ruang udara pada paru bagian


bawah. Hal ini disebut centriacinar emfisema, timbul sangat
sering pada seorang perokok.

c) Emfisema Paraseptal merusak alveoli pada lobus bagian bawah


yang mengakibatkan isloasi dari blebs sepanjang perifer paru.
Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax
spontan. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan
infeksi pulmoner.

3. Asma

Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensivitas


cabang-cabang bronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran napas secara periodic akibat
bronkopasme.

2.3 FAKTOR RESIKO


Secara umum resiko terjadinya PPOM terkait dengan jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya serta berbagai faktor dalam
individu itu sendiri :
1. Asap Rokok
Asap rokok merupakan salah satu penyebab utama, kebiasaan merokok
merupakan faktor resiko utama dalam terjadinya PPOM. Asap
mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir daninflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi
lendirdan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan
lebih banyaklendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat
menjadi menyempit dan tersumbat.
2. Paparan Pekerjaan
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara dapat
diakibatkan oleh paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan

4
pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan
emas, dan debu kapas tekstil telah diketahui sebagai faktor risiko
obstruksi aliran udara kronis.

3. Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-
orang yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan
mereka yang 5 tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan
meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan. Pada wanita bukan
perokok di banyak negara berkembang, adanya polusi udara di dalam
ruangan yang biasanya dihubungkan dengan memasak, telah dikatakan
sebagai kontributor yang potensial.
4. Usia
Semakin bertambah usia, semakian besar risiko menderita PPOM.
Padapasien yang didiagnosa PPOM sebelum usia 40 tahun, kemungkinan
besar diamenderita gangguan genetik berupa defisiensi-antitripsin.
5. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOM daripada wanita, mungkin
initerkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada
kecendrunganpeningkatan prevalensi PPOM pada wanita karena
meningkatnya jumlah wanitayang merokok.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

a. Batuk yang sangat produktif


b. Sesak napas
c. Ekspirasi yang memanjang
d. Penggunaan otot bantu pernapasan
e. Suara napas melemah

2.5 KOMPLIKASI

1) Acute Respiratory failure (ARF)

5
Terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh saat tidur.
2) Cor Pulmonal/ dekompensasi ventrikel kanan
Merupakan pembesaran vertikel kanan yang disebabkan oleh over
loading akibat dari penyakit pulmo. Terjadi mekanisme kompensasi
sekunder bagi paru-paru yang rusak bagi penderita PPOM.
3) Pneumothoraks
Merupakan akumulasi udara rongga pleura.
4) Giant Bullae
Kelainan yang timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru
sehingga alveoli menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran
gas menjadi benar-benar efektif.

2.6 PATOFIOLOGI

Patofisiologi penyebab PPOK menurut Price et al, (2003) dan Stanley


et al., 2007). Adanya proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru. Keadaan ini juga menyebabkan berkurangnya elastisitas
jaringan paru dan dinding dada sehingga terjadi penurunan kekuatan
kontraksi otot pernafasan dan menyebabkan sulit bernafas. Kandungan
asap rokok dapat merangsang terjadinya peradangan kronik paru paru.
Mediator peradangan dapat merusak struktur penunjang di paru-paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara
akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps. (Grece et al,
2011).
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yaitu
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk
digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan
aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga

6
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi
ventilasi paru. Faktor risiko merokok dan polusi udara menyebabkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis akan terjadi
obstruksi pada bronkiolus terminalis yang mengalami obstruksi pada
awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat
inspirasi akan banyak terjebak dalam alveolus pada saat ekspirasi
sehingga terjadi penumpukan udara (air trapping). Kondisi inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Price et al,
2003).

7
1. PATWAY

Faktor
predisposisi

Edema, spasme
bronkus, peningkatan
secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus
awal fase ekspirasi
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Udara terperangkap
dalam alveolus

Suplai O2 jaringan PaO2 rendah Sesak napas,


rendah PaCO2 tinggi napas pendek

Gangguan
Gangguan pertukaran gas
metabolisme jaringan
Hipoksemia

Metabolisme
anaerob
Insufisiensi/ga gal
napas Pola
Produksi ATP menurun
Gagal jantung kanan napas tidak efektif

Defisit energi

Lelah, lemah Risiko


perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intoleransi
aktivitas Kurang
Gangguan perawatan diri
pola tidur

8
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada faseakut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksilebih
awal.
Penatalaksanaan PPOM pada usia lanjut adalah sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikanmerokok,
menghindari polusi udara.
2. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksiantimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuaidengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
3. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
denganaliran lambat 1-2 liter/menit.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator.
Penggunaankortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme)
masih controversial.
5. Tindakan rehabilitasi yang meliputi :
a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif
c) Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkankesegaran jasmani.
d) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderitadengan penyakit yang dideritanya.

9
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular Shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
b. Corak paru yang bertambah

2. Pemeriksaan faal paru


Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1,
KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR(maximal
expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3. Analisa Gas Darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi haemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis . Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia.
Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus
bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapatkor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II,III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/Skurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.

10
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan PPOM Pada Lansia
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau factor
lain yang mencetuskan serangan PPOM.
1) Penyakit sekarang
Klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis,
bertempat tinggal atau bekerjadi area dengan polusi udara berat.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat alergi pada keluarga dan riwayat asma pada anak-anak.
Riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi klien.
c. Data Bio-Psiko-Sosial-Spriritual
1) Pola pernapasan
Pernapasan : Biasanya cepat, dapat lambat; fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, napas bibir (emfisema). Penggunaan otot bantu pernapasan, mis.,
meningkatkan bahu, retraksi fosa suprsklafikula, melebarkan hidung.
Bunyi napas : redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut,
atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi, sepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau
tak adanya bunyi napas (asma). Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar
kuku; abu-abu keseluruhan; warna merah (bronchitis konis,”biru
menggembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer”
karena warna kulit normal meskipun petukaran gas tak normal dan frekuensi
pernapasan cepat. Tabuh pada jari-jari (emfisema).
2) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena distress pernapasan


bahkan tidak makan sama sekali.

11
3) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena sesak nafas yang dirasakan.
4) Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan sulitnya bernafas yang
dirasakan lansia.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada lansia dan anggota keluarga.
6) Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham paad lansia.

7) Pola hubungan dan peran


Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit.
8) Pola penanggulangan stress
Biasanya lansia akan nampak cemas.
Pemeriksaan Fisik :
1) Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi,
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu
waktu bernafas), Pernafasan cuping hidung, adanya mengi yang terdengar tanpa
stetosko, bunyi nafas : wheezing, pemanjangan ekspirasi, batuk keras, kering, dan
akhirnya batuk produktif.
2) Sistem kardiovaskuler
Takhikardi, tensi meningkat, pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10
mmHg pada waktu inspirasi), sianosis dehidrasi diaforesis
3) Psikososial
Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panic, gelisah.
Inspeksi
Pada klien dengan PPOM, terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan serta penggunaan otot napas bantu. Pada inspeksi biasanya dapat
terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan, pernapasan abnormal
12
yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, biasa pada PPOM terjadi dipsnu, batuk
produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam yang mengidentifikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil premitus menurun.
perkusi
Pada perkusi terdapat suara normal sampai hipersonor. Sedangkan diagrafma
menurun.
Auskultasi
Sering didapat ada bunyi nafas ronchi dan weezing sesuai tingkat keparahan
obsruksi pada bronchiolus.

2.11 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/
Berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek,
mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder
akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui
sumber informasi.

13
2.12 INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Tindakan :
tidak efektif tindakan keperawatan  Observasi
berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan - Monitor pola napas (frekuensi,
peningkatan produksi masalah bersihan jalan kedalaman, usaha napas)
sputum napas tidak efektif - Monitor bunyi nafas tambah (mis,
dapat teratasi dengan gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kriteria hasil : kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari
15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2 Pola napas tidak Setelah dilakukan  Observasi
efektif berhubungan tindakan keperawatan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman
dengan napas pendek 3 x 24 jam diharapkan dan upaya napas
mucus masalah Pola napas - Monitor pola napas
tidak efektif dapat - Monitor kemampuan batuk efektif
teratasi dengan kriteria - Monitor adanya produksi sputum
hasil :
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
 Terapeutik
- Atur interpval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan

3 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan  Obserpasi


gas berhubungan tindakan keperawatan - Monitor kecepatan aliran oksigen
dengan 3 x 24 jam diharapkan - Monitor posisi alat terapi oksigen
14
ketidaksamaan masalah Gangguan - Monitor aliran oksigen secara periodik
ventilasi perpusi pertukaran gas dan pastikan fraksi yang diberikan
berhubungan dengan cukup
ketidaksamaan - Monitor efektifitas terapi oksigen, jika
ventilasi perpusi perlu
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atalektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
 Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
 Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
 Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
4 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan  Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Identifikasi gangguan fungsi tubuh
ketidak seimbangan 3 x 24 jam diharapkan - Monitor kelelahan fisik dan emosional
antara suplai dengan masalah Intoleransi - Monitor pola dan jam tidur
kebutuhan oksigen aktivitas berhubungan - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
dengan ketidak selama melakukan aktivitas
seimbangan antara
 Terapeutik
suplai dengan
kebutuhan oksigen
- Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
dengan kriteria hasil :
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
tidak dapat berpindah atau berjalan
 Edukasi
- Anjurkan tirah baring
15
- Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

5 Resiko perubahan Setelah dilakukan


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan
kebutuhan tubuh 3 x 24 jam diharapkan
berhubungan dengan masalah Resiko
anoreksia perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan anoreksia
dengan kriteria hasil :
6 Kurang perawatan Setelah dilakukan
diri berhubungan tindakan keperawatan
dengan keletihan 3 x 24 jam diharapkan
sekunder akibat masalah Kurang
peningkatan upaya perawatan diri
pernafasan dan berhubungan dengan
insufisiensi ventilasi keletihan sekunder
dan oksigenasi akibat peningkatan
upaya pernafasan dan
insufisiensi ventilasi
dan oksigenasi dengan
kriteria hasil :
7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan  Observasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kurangnya informasi, 3 x 24 jam diharapkan menerima informasi
tidak mengetahui masalah Kurang - Identifikasi faktor-faktor yang dapat
sumber informasi pengetahuan meningkatkan dan menurunkan motivas
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat
kurangnya informasi  Terapeutik
dengan kriteria hasil : - Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
 Edukasi
- Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat

2.13 Implementasi Keperawatan

16
Menurut Kozier et al., (2010) implementasi keperawatan merupakan sebuah fase
dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui
alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan yang dilakukan
harus sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang
tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi klien, selalui dievaluasi mengenai keefektifan
dan selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas yang dilakukan pada
tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung
alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan
respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013)

2.14 Evaluasi
Menurut Deswani (2011) evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan. Menurut Dinarti dkk (2013)
evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif,
assessment, planing).

BAB III
PENUTUP
17
A. Kesimpulan

1. PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa
waktu. PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema
paru dan Asma.
2. Faktor resiko dari PPOM adalah : Merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi
udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin,
Defisiensi anti oksidan
3. Manifestasi klinik PPOM adalah pada Lansia, antara lain :
Batuk yang sangat produktif, purulent, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalen, Sesak nafas, Hipoksia dan hiperkapnea, Takipnea, Dispnea yang menetap
4. Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi,
Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme,
Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan
oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”.

B. Saran
1. Untuk Lansia
Menghindari faktor resiko :
- Anjurkan klien untuk tidak merokok
- Anjurkan klien untuk cukup istirahat
- Anjurkan klien untuk menghindari alergen
- Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
- Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
2. Untuk keluarga Memberikan dukungan :
- Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
- Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien

- Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif.


18
Setelah memahami mengenai PPOK yang sering terjadi di kalangan pria
dan usia lanjut. Diharapkan dari makalah ini dapat membangkitkan
pengetahuan mahasiswa. Untuk pembaca dan perawat dapat mengambil inti
dari makalah ini sehingga dapat menerapkan dalam dunia Pendidikan
ataupun dalam dunia kerja.

19
DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba Medika
Esther, John D. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Dialih bahasakan oleh Andry Hartono.
Jakarta : EGC
Francis, Caia, 2012. Perawatan Respirasi. Dialih bahasakan oleh Stella Tiana Hasianna. Jakarta
: Erlangga
Indriani, Wijaya, 2010. Buku Pintar Atasi Asma. Yogyakarta
Murwani, Arita, 2011. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi I. Yogyakarta
https://www.academia.edu/34981928/Askep_PPOK_Penyakit_Paru_Obstruktif_Kronik

20
21

Anda mungkin juga menyukai