DEFINISI
• Sindrom nefrotik merupakan penyebab tersering
yang ditemukan pada penyakit ginjal.
• Sindrom nefrotik (SN) → sindrom klinik yang
mempunyai banyak penyebab → ditandai
permeabilitas membran glomerulus yang
meningkat dengan manifestasi proteinuri masif
(>40mg/m2/jam); yang menyebabkan
hipoalbuminemia (albumin serum <3,0g/dL); dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia
(>250 mg/dL).
• Sindrom nefrotik (SN)
Sindrom penyakit ginjal, ditandai :
- Edema
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
- Proteinuria yang masif
Epidemiologi
• Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit
ginjal anak yang paling sering ditemukan → hampir
50% mulai sakit saat usia 1-4 tahun & 75%
mempunyai onset sebelum usia 10 tahun.
• laki-laki : perempuan = 2 : 1
• kebanyakan umur 2 - 6 tahun (60%)
• Indonesia : 6 kasus/100.000 anak usia <14 th / tahun
(Alatas, 2002)
• Amerika, Inggris : 2-7 kasus / 100.000 anak usia <18
th / tahun.
Sindroma Nefrotik
Primary (87%) Secondary (13%)
Relapses (60-80%)
Nefropati membranosa
- glomerulus : penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
sel.
- tidak sering ditemukan pada anak
- prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
- proliferasi sel mesangial & penempatan fibrin yang menyerupai
membrana basalis di mesangium.
- Titer globulin beta-1C / beta-1A rendah.
e. Lain-lain
- misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
- Sklerosis glomerulus mencolok.
- Hanya mengenai beberapa glomerulus
- Mikoskop cahaya :
- dalam glomerulus ada daerah yang padat (khas)
- kapiler kolaps
- matriks mesangial bertambah
- endapan hialin di mesangial/ lumen kapiler.
- Mikroskop elektron :
- terdapat perpaduan podosit dan kelainan mesangial.
- progesivitas sklerosis fokal ditandai dengan terkenanya lebih
banyak glomerulus dan segmen glomerulus yang lebih besar
(sampai menjadi difus)
- Tubulus : menunjukkan kelainan proteinuria berat termasuk butir-
butir lipid hialin dan silinder.
- stadium lanjut : ditemukan sel busa interstisial yaitu atrofi
tubular dan fibrosis interstisial.
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma ↑
Edema
- teori overfilled : ↑ volume plasma dengan tertekannya
aktivitas renin plasma & kadar aldosteron.
- Menurut teori ini : retensi natrium renal & air → karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer.
- Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler.
- Pembentukan edema → akibat overfilling cairan ke dalam
ruang interstiasial.
- Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron
menurun seukunder terhadap hipervolemia.
• Terjadinya edema menurut teori overfilled :
Kelainan glomerulus
Edema
Manifestasi Klinis
• edema : umumnya terlihat pada kedua kelopak mata → lambat laun
edema menjadi menyeluruh → pinggang, perut dan tungkai bawah
sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah nyata.
• proteinuria masif
• Hipoalbuminemia
• Hiperkolesterolemia / hiperlipidemia
Pemeriksaan Fisis
• Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan :
• edema di kedua kelopak mata, tungkai
• adanya asites dan edema skrotum/labia
• Hipertensi (kadang-kadang)
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis : biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih
• Protein urin kuantitatif : dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
• Pemeriksaan darah :
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
• Kadar komplemen C3 (Kadar komplemen C3 yang rendah merupakan
petunjuk lesi selain SNKM sehingga terindikasi untuk pemeriksaan biopsi
ginjal sebelum pemberian terapi steroid)
• bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah dengan
komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
• Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada 25% SNKM namun tidak
dapat memprediksi respons terhadap steroid.
• Pemeriksaan USG ginjal seringkali berguna dan biopsi ginjal dilakukan
sesuai indikasi
Diagnosis
• anamnesis :
- bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh
- jumlah urin yang berkurang
- urin berwarna kemerahan
• pemeriksaan fisis :
- edema di kedua kelopak mata, tungkai
- adanya asites dan edema skrotum/labia
- hipertensi
• pemeriksaan penunjang:
-urinalisis : proteinuria masif (3+ sampai 4+) (> 40 mg/m2 LPB/jam atau
50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstik ≥ 2+) , dapat disertai hematuria (>20 eritrosit/LPB).
antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik lebih dari 1-
2minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat → diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia.
• Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)
Respon -
Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam
Respon -
Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena
KORTIKOSTEROID
o Pengobatan pada SN idiopatik,kecuali bila ada kontraindikasi
o Jenis steroid adalah prednison atau prednisolon
• TERAPI INSIAL
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80
mg/hari) dosis terbagi → untuk menginduksi remisi.
* Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan).
* Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.
* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama → dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
PENGOBATAN SN RELAPS
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)
dosis terbagi dalam 4mgg → dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari)
2. Levamisol
• Pemakaian terbatas karena efek masih diragukan.
• Efek samping : mual dan muntah.
• Dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari selama 4-12 bulan.
3. Pengobatan dengan sitostatik
• siklofosfamid 2-3 mg/kgBB dosis tunggal P.O/IV
• CPA IV diberikan dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB dilarutkan dengan
NaCl 0,9% 250 ml diberikan selama 2 jam, pemberian sebanyak 7 dosis
dengan interval 1 bulan (durasi pemberian 6 bulan).
• Efek toksisitas pada gonad bila dosis total kumulatif ≥ 200-300 mg/kgBB.
• Pemberian oral selama 3 bulan dengan dosis total 180 mg/kgBB masih
aman untuk anak.
• ES : mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.
• Oleh karena itu, dilakukan pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu
hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 2-3 kali seminggu.
4. Siklosporin
• SN yang tidak responsive terhadap steroid atau sitostatik
• 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB)
3. HIPERLIPIDEMIA
• Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak.
• Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan
normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.
• Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).
4. HIPOKALSEMIA
• Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia; kebocoran
metabolit vitamin D2.
• Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) → dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-
500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).
• Bila terjadi tetani → kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb/IV
5. HIPOVOLEMIA
• Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut.
• Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-
20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb
atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit)
• Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan
furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
• Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.
• Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah
persentil 90.
INDIKASI BIOPSI GINJAL
• Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:
1. Pada presentasi awal
• Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
• Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
• Hipertensi menetap
• Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
• Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
• a. SN resisten steroid
• b. Sebelum memulai terapi siklospori
Komplikasi
• Komplikasi utama SN adalah infeksi.
• Hipovolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan diuretik.
• Hilangnya faktor koagulasi, antitrombin dan plasminogen dapat
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dengan resiko tromboemboli
(TE).
• Pemberian warfarin, lovenox, aspirin dosis rendah atau dipiridamol
dapat meminimalkan risiko pembentukan trombus pada pasien SN
yang memiliki riwayat TE atau berisiko tinggi untuk terjadi TE.
• Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan risiko peningkatan
arterosklerotik.
Prognosis
Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi.
Hampir 80% anak dengan SNKM mengalami relaps → didefinisikan sebagai proteinuria masif
yang menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
Proteinuria transien (kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan tidak termasuk
relaps.
Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps.
Pasien yang sensitif steroid berisiko rendah mengalami gagal ginjal kronik.
Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis fokal segmental) mulanya memberikan respons
terhadap terapi steroid, namun kemudian menjadi resisten.
Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal.
Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi GSFS berkisar 30%.
Buruk untuk nefrotik sindrom kongenital, pada dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena
gagal ginjal
Baik untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus karena kebanyakan anak respon
tehadap terapi steroid
Kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi
ekstra renal.
Daftar Pustaka
1. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric Nephrology. Edisi 5, hal 575 - 86, 2004.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial, edisi 6. Singapura : Elsevier, 2011: 658-659, 660.
3. Albar H. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Pada Anak Dalam Sari Pediatri, Juni,
2006; 18(1): 60–8.
4. Makalah Sindrom Nefrotik pada Anak [internet] . Tersedia di URL:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-rachmiinsa-5118-2-bab2.pdf .
5. Ngastiyah. Sindrom Nefrotik dalam buku Perawatan Anak Sakit. Jakarta, 1997 : 304-310.
6. Trihono PP; Alatas H; Tambunan T; Pardede OS. KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM
NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK, Ed.2. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2008: 1, 2-3, 3-20.
7. Wirya W.IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer
pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.
8. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line][(20) :screen] Tersedia di : URL.http/www
emedicine.com/PED/topic1564,htm.2009.
9. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2002. hal 832-834
10. Wirya IGN W, Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak, Ed 2.
Jakarta :Balai penerbit FKUI, 2010 :383-388, 389-390.
11. Sunaryanto A. 2009 Responsi Kasus Sindrom Nefrotik [internet]. Tersedia
di : www.artikelkedokteran.com › Artikel Kedokteran
12.Makalah Sindrom Nefrotik [internet]. 2008 Tersedia di : http://dr-
medical.blogspot.com/2008/12/sindrom-nefrotik.html
13. Handayani I, Rusli B, HardjoenoIndonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory : . GAMBARAN KADAR KOLESTEROL, ALBUMIN
DAN SEDIMEN URIN PENDERITA ANAK SINDROMA NEFROTIK . Vol 13, No
2, Maret 2007: 49-52
14.Praba AP, Wahyudi AP, Lestari PA. Sindrom Nefrotik. [interet].
2005.Tersedia di : http://id.scribd.com/doc/79412497/Sindrom-Nefrotik-
Barry-Anton-Puri
15. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children. Identification of
patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to
prednisone. J Pediatr 1981;98:561-64
TERIMA KASIH