Anda di halaman 1dari 49

Sindrom Nefrotik

DEFINISI
• Sindrom nefrotik merupakan penyebab tersering
yang ditemukan pada penyakit ginjal.
• Sindrom nefrotik (SN) → sindrom klinik yang
mempunyai banyak penyebab → ditandai
permeabilitas membran glomerulus yang
meningkat dengan manifestasi proteinuri masif
(>40mg/m2/jam); yang menyebabkan
hipoalbuminemia (albumin serum <3,0g/dL); dan
biasanya disertai edema dan hiperkolesterolemia
(>250 mg/dL).
• Sindrom nefrotik (SN)
Sindrom penyakit ginjal, ditandai :
- Edema
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
- Proteinuria yang masif
Epidemiologi
• Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit
ginjal anak yang paling sering ditemukan → hampir
50% mulai sakit saat usia 1-4 tahun & 75%
mempunyai onset sebelum usia 10 tahun.
• laki-laki : perempuan = 2 : 1
• kebanyakan umur 2 - 6 tahun (60%)
• Indonesia : 6 kasus/100.000 anak usia <14 th / tahun
(Alatas, 2002)
• Amerika, Inggris : 2-7 kasus / 100.000 anak usia <18
th / tahun.
Sindroma Nefrotik
Primary (87%) Secondary (13%)

Idiopathic Non idipathic

Minimal lession (85%) Non minimal lession

Steroid responsive (90-95%)

Relapses (60-80%)

Frequent relapses/steroid dependent (60%)

problems Haycook GB, Clinical Pediatric Nephrology, 2003


• Edema
Sindrom • Albumin plasma <2,5 mg%
Nefrotik • Proteinuria masif >40 mg/m2/jam
• Protein : rasio kreatinin >200 mg/ mmol

Frequent • relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama


setelah respons awal atau ≥ 4 x dalam
relapses periode 1 tahun

• relaps 2 x berurutan pada saat dosis


Dependent steroid diturunkan (alternating) atau
steroid dalam 14 hari setelah pengobatan
dihentikan
Etiologi
• Sebab pasti belum jelas
• Diduga sebagai suatu penyakit autoimun (reaksi
antigen-antibodi) → akibat kelainan fungsi limfosit
(asal dari thymus) → glomerulus rusak.
• Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
- diturunkan → resesif autosomal / karena reaksi
maternofetal.
- resisten terhadap semua pengobatan.
- Gejalanya : edema pada masa neonatus
- Prognosis : buruk → biasanya penderita meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupan.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
 Malaria kuartana atau parasit lain
 Penyakit kolagen seperti lupus eritomatosus diseminata, purpura
anafilaktoid
 Glomerulonefritis akut / glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis.
 Bahan kimia → trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan
lebah, racun otak, air raksa
 Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk,
membagi dalam 4 golongan, yaitu :
 Kelinan minimal
- mikroskop biasa : glomerulus normal
- mikroskop elektron : foot processus sel epitel terpadu.
- cara imunofluoresensi : tidak terdapat Ig G / imunoglobulin beta-1C pada
dinding kapiler glomerulus.
- banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
- Prognosis lebih baik dbandingkan dengan golongan lain.

Nefropati membranosa
- glomerulus : penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi
sel.
- tidak sering ditemukan pada anak
- prognosis kurang baik.
Glomerulonefritis proliferatif

a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus


- proliferasi sel mesangial & infiltrasi sel polimorfonukleus.
- pembengkakan sitoplasma endotel → kapiler tersumbat
- ditemukan pada :-nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif
-pada sindrom nefrotik
- prognosis : jarang baik → kadang-kadang terdapat penyembuhan
setelah pengobatan yang lama.

b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)


- proliferasi sel mensangial tersebar & penebalan batang lobular.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
- proliferasi sel mesangial & proliferasi sel epitel simpai (kapsular) &
viseral.
- prognosis : buruk.

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
- proliferasi sel mesangial & penempatan fibrin yang menyerupai
membrana basalis di mesangium.
- Titer globulin beta-1C / beta-1A rendah.

e. Lain-lain
- misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
- Sklerosis glomerulus mencolok.
- Hanya mengenai beberapa glomerulus
- Mikoskop cahaya :
- dalam glomerulus ada daerah yang padat (khas)
- kapiler kolaps
- matriks mesangial bertambah
- endapan hialin di mesangial/ lumen kapiler.

- Mikroskop elektron :
- terdapat perpaduan podosit dan kelainan mesangial.
- progesivitas sklerosis fokal ditandai dengan terkenanya lebih
banyak glomerulus dan segmen glomerulus yang lebih besar
(sampai menjadi difus)
- Tubulus : menunjukkan kelainan proteinuria berat termasuk butir-
butir lipid hialin dan silinder.
- stadium lanjut : ditemukan sel busa interstisial yaitu atrofi
tubular dan fibrosis interstisial.

-Kelainan segmental : ada kolaps kapiler dengan membran basal


yang berkelok-kelok, pertambahan matriks mesangial dan
deposit pada elektron di mesangial dan subepitel.

- Imunofluoresensi : pada hialin segmental → endapan imunoglobulin


→ terutama IgM dan C3, kadang juga IgG, C1q dan
fibrin

- Sering disertai atrofi tubulus.


- Progosis : buruk.
Patofisiologi
1. Proteinuria
disebabkan:
- permeabilitas dinding kapiler glomerulus ↑
- sebab belum jelas diketahui.
- keadaan normal →membran basalis & sel epitel bermuatan
negatif → dapat menghambat perjalanan molekul bermuatan
positif
- Pada sindrom nefrotik → ditemukan obliteransi /fusi foot
processes (pedikel) → sehingga terjadi kerusakan polianion yang
bermuatan negatif yang dalam keadaan normal merupakan
filter/barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif
- perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glumerulus terhadap serum protein.
2. Hipoalbuminuria
• Jumh lbumin → ditentukan oleh masukan dari sintesis hepar
&pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi renal &
gastrointestinal.
• anak dengan SN → terdapat hubungan terbalik antara laju sekresi
protein urin dan derajat hipoalbuminemia.
• disebabkan oleh proteinuria masif akibat penurunan tekanan
onkotik plasma
• untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin
• Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan
menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat menyebabkan keadaan
laju katabolisme absolut yang normal, albumin plasma yang rendah
tampaknya disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam
urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin (terutama
disebabkan karena meningkatnya degradasi di dalam tubulus renal)
yang melampaui daya sintesis hati.
3. Kelainan Metabolisme Lipid
• Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak
(kolesterol,trigliserida) dan lipoprotein serum ↑.
• Hipoproteinemia menstimulus sintesis protein dalam hati,
termasuk lipoprotein lipase.
• Lipoprotein lipase → enzim utama yang berguna mengambil
lipid dari plasma.
• Lipoprotein lipase serum ↓ → katabolisme lipid ↓ →
hiperlipidemia / hiperkolesterolemia.
4. Edema
• Teori klasik :
- underfilled theory → ↓tekanan onkotik intravaskular →
cairan merembes ke ruang interstisial → dengan
↑permealiblitas kapiler glomerulus → albumin keluar →
albuminuria dan hipoalbuminemia.
- Hipoalbuminemia → ↓ tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular → ↑cairan transudat melewati dinding kapiler
dari ruang intravaskular ke ruang interstial → edema.
• Terbentuknys edema menurut teori underfilled :
Kelaianan glomerulusa

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma↓

Volume plasma ↑

Retensi Na renal sekunder ↑

Edema
- teori overfilled : ↑ volume plasma dengan tertekannya
aktivitas renin plasma & kadar aldosteron.
- Menurut teori ini : retensi natrium renal & air → karena
mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada
stimulasi sistemik perifer.
- Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler.
- Pembentukan edema → akibat overfilling cairan ke dalam
ruang interstiasial.
- Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron
menurun seukunder terhadap hipervolemia.
• Terjadinya edema menurut teori overfilled :
Kelainan glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria


Hipoalbuminuria
Volume plasma ↑

Edema
Manifestasi Klinis
• edema : umumnya terlihat pada kedua kelopak mata → lambat laun
edema menjadi menyeluruh → pinggang, perut dan tungkai bawah
sehingga penyakit yang sebenarnya menjadi tambah nyata.

• Timbulnya edema pada anak dengan SN bersifat perlahan-lahan, tanpa


menyebut jenis kelainan glomerulusnya.
• Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan pada kulit secara
spontan dengan keluarnya cairan → edema pada semua jaringan →
menimbulkan asites, pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi
pleura.
• Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit SN
• Diare sering dialami pada keadaan edema yang masif → tidak berkaitan
dengan infeksi → diduga penyebabnya : edema submukosa di mukosa
usus.
• Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik → mungkin
disebabkan sintesis albumin yang meningkat / edema atau keduanya
• Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan lainnya → bila komplikasi ini
tidak ada → kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui.
• Akut abdomen / peritonitis → disebabkan karena edema dinding perut
atau pembengkakan hati → kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah
kuadran atas kanan abdomen.
• Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang
diduga sebagai akibatnya.
• Anoreksia & hilangnya protein di dalam urin → malnutrisi berat yang
kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif steroid dan persisten.
• malaise
• hipertensi (25%)
• hipotensi dapat terjadi pada keadaan hipoalbunemia dan hipovolemia
• diare (akibat edema intestinal)
• distres pernapasan (akibat edema pulmonal atau efusi pleura)
Gejala Klinis
• Edema

• proteinuria masif
• Hipoalbuminemia
• Hiperkolesterolemia / hiperlipidemia
Pemeriksaan Fisis
• Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan :
• edema di kedua kelopak mata, tungkai
• adanya asites dan edema skrotum/labia
• Hipertensi (kadang-kadang)
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis : biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih
• Protein urin kuantitatif : dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
• Pemeriksaan darah :
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
• Kadar komplemen C3 (Kadar komplemen C3 yang rendah merupakan
petunjuk lesi selain SNKM sehingga terindikasi untuk pemeriksaan biopsi
ginjal sebelum pemberian terapi steroid)
• bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah dengan
komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA
• Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada 25% SNKM namun tidak
dapat memprediksi respons terhadap steroid.
• Pemeriksaan USG ginjal seringkali berguna dan biopsi ginjal dilakukan
sesuai indikasi
Diagnosis

• Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

• anamnesis :
- bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh
- jumlah urin yang berkurang
- urin berwarna kemerahan
• pemeriksaan fisis :
- edema di kedua kelopak mata, tungkai
- adanya asites dan edema skrotum/labia
- hipertensi
• pemeriksaan penunjang:

-urinalisis : proteinuria masif (3+ sampai 4+) (> 40 mg/m2 LPB/jam atau
50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg
atau dipstik ≥ 2+) , dapat disertai hematuria (>20 eritrosit/LPB).

- pemeriksaan darah : - hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl)


- hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL)
- LED meningkat
- globulin normal/sedikit meninggi (rasio
albumin : globulin terbalik)
- Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
PENATALAKSANAAN
 Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali : sebaiknya dirawat di
rumah sakit → dengan tujuan : -untuk mempercepat pemeriksaan
dan evaluasi pengaturan diit
-penanggulangan edema
-memulai pengobatan steroid
-edukasi orangtua.
 Umum :
* Tirah baring sampai edema sedikit
* Cairan dan diet : - cairan dibatasi sesuai kebutuhan
- makanan mengandung protein tinggi (1,5-
2g/kgbb/hari)
- makanan rendah garam (1-2 g/hari)
*cegah infeksi
* Teliti kemungkinan menderita TB
- uji Mantoux : ~Bila + : profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid
~Bila ditemukan tuberkulosis : diberikan obat

antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik lebih dari 1-
2minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat → diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia.
• Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :
Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari
Respon -
Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam
Respon -
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)
Respon -
Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari
Respon -
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam

Respon -
Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena
 KORTIKOSTEROID
o Pengobatan pada SN idiopatik,kecuali bila ada kontraindikasi
o Jenis steroid adalah prednison atau prednisolon
• TERAPI INSIAL
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80
mg/hari) dosis terbagi → untuk menginduksi remisi.
* Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan).
* Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu.
* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama → dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan
pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
 PENGOBATAN SN RELAPS
* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/hari)
dosis terbagi dalam 4mgg → dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating
(selang sehari)

* Jika proteinuria ≥ 2+ tanpa edema dan terbukti infeksi : beri antibiotiK 5- 7


hari
* proteinuria ≥ 2+ dengan edema : beri pengobatan steroid

 PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID


Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :
1. Pemberian steroid jangka panjang
* Dicoba dahulu pemberian steroid jangka panjang dosis penuh, setelah
mencapai remisi, diberi steroid selang sehari dengan dosis diturunkan perlahan
0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps antara 0,1-
0,5 mg/kgBB (threshold) dapat diteruskan selama 12 bulan.
*Bila masih relaps pada dosis > 0,5 mg/kgBB, < 1 mg/kgBB tanpa efek samping
yang berat, bisa dikombinasi dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB selang sehari
selama 4-12 bulan atau langsung beri CPA.
Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:
• 1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb, selang sehari atau
• 2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:
a. Efek samping steroid yang berat
b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain hipovolemia trombosis,
dan sepsiS
→ diberikan siklofosfamid (CPA) 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu.

2. Levamisol
• Pemakaian terbatas karena efek masih diragukan.
• Efek samping : mual dan muntah.
• Dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari selama 4-12 bulan.
3. Pengobatan dengan sitostatik
• siklofosfamid 2-3 mg/kgBB dosis tunggal P.O/IV
• CPA IV diberikan dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB dilarutkan dengan
NaCl 0,9% 250 ml diberikan selama 2 jam, pemberian sebanyak 7 dosis
dengan interval 1 bulan (durasi pemberian 6 bulan).
• Efek toksisitas pada gonad bila dosis total kumulatif ≥ 200-300 mg/kgBB.
• Pemberian oral selama 3 bulan dengan dosis total 180 mg/kgBB masih
aman untuk anak.
• ES : mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik,
azospermia, dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan.
• Oleh karena itu, dilakukan pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu
hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 2-3 kali seminggu.
4. Siklosporin
• SN yang tidak responsive terhadap steroid atau sitostatik
• 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB)

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


• Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan MMF.
• MMF dosis 800 – 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan
dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan.
• Efek samping: nyeri abdomen, diare, leukopenia.
PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID

• Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan kontraindikasi steroid :


seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin,
infeksi berat → sitostatik CPA oral/iv.
• Siklofosfamid 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal/PO, maupun iv.
• CPA oral diberikan selama 8 minggu.
• CPA dosis 500 – 750 mg/m2 LPB dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9% diberikan selama 2 jam secara IV, sebanyak 7 dosis dengan interval 1
bulan,
• total durasi pemberian CPA intravena → 6 bulan
Pengobatan SN Resisten Steroid
• Siklosporin dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien
dan remisi parsial pada 13%.
• Efek samping : hipertensi, hiperkalemi, bersifat nefrotoksik
• Perlu pemantauan kadar CyA dalam serum (dipertahankan antara 150-250
nanogram/mL), kreatinin darah berkala, biopsy ginjal setiap 2 tahun.
• Resisten terhadap kortikosteroid, sitostatik dan siklosporin : pemberian
kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria.
• Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
• Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
• Tujuan pemberian ACE inhibitor ini adalah untuk menghambat terjadinya
gagal ginjal terminal.
TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK :
1. INFEKSI
 Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi → antibiotik.
 Infeksi yang terutama → selulitis dan peritonitis primer.
 Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram
negatif dan Streptococcus pneumoniae)→ penisilin parenteral dikombinasi
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson→10-
14 hari.
 Infeksi lain → pnemonia dan ISPA karena virus.
 Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien
varisela.
 Bila terjadi kontak → profilaksis : imunoglobulin varicella-zoster dalam
waktu kurang dari 96 jam.
 suntikan dosis tunggal imunoglobulin 400mg/kgbb/IV.
 Bila sudah terjadi infeksi : asiklovir 1500 mg/m2/hari/IV dibagi 3 dosis atau
asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 – 10
hari,
 pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.
2. TROMBOSIS
• Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan pemeriksaan fisis
&radiologis → diberikan heparin / SC → dilanjutkan dengan warfarin
selama 6 bulan atau lebih.
• Pencegahan tromboemboli → aspirin dosis rendah → tidak dianjurkan.

3. HIPERLIPIDEMIA
• Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup
dengan pengurangan diit lemak.
• Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan berat badan
normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah lemak jenuh.
• Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin).
4. HIPOKALSEMIA
• Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: penggunaan steroid jangka
panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia; kebocoran
metabolit vitamin D2.
• Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) → dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-
500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).
• Bila terjadi tetani → kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5 mL/kgbb/IV

5. HIPOVOLEMIA
• Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut.
• Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15-
20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb
atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit)
• Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan
furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
6. HIPERTENSI
• Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
penyakit SN akibat toksisitas steroid.
• Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin
converting enzyme), ARB (angiotensin receptor blocker) calcium channel
blockers, atau antagonis β adrenergik, sampai tekanan darah di bawah
persentil 90.
INDIKASI BIOPSI GINJAL
• Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:
1. Pada presentasi awal
• Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
• Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
• Hipertensi menetap
• Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
• Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
• a. SN resisten steroid
• b. Sebelum memulai terapi siklospori
Komplikasi
• Komplikasi utama SN adalah infeksi.
• Hipovolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan diuretik.
• Hilangnya faktor koagulasi, antitrombin dan plasminogen dapat
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dengan resiko tromboemboli
(TE).
• Pemberian warfarin, lovenox, aspirin dosis rendah atau dipiridamol
dapat meminimalkan risiko pembentukan trombus pada pasien SN
yang memiliki riwayat TE atau berisiko tinggi untuk terjadi TE.
• Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan risiko peningkatan
arterosklerotik.
Prognosis
 Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi.
 Hampir 80% anak dengan SNKM mengalami relaps → didefinisikan sebagai proteinuria masif
yang menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
 Proteinuria transien (kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan tidak termasuk
relaps.
 Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps.
 Pasien yang sensitif steroid berisiko rendah mengalami gagal ginjal kronik.
 Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis fokal segmental) mulanya memberikan respons
terhadap terapi steroid, namun kemudian menjadi resisten.
 Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal.
 Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi GSFS berkisar 30%.
 Buruk untuk nefrotik sindrom kongenital, pada dalam 2-18 bulan akan terjadi kematian karena
gagal ginjal
 Baik untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus karena kebanyakan anak respon
tehadap terapi steroid
 Kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi
ekstra renal.
Daftar Pustaka
1. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric Nephrology. Edisi 5, hal 575 - 86, 2004.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, et al. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial, edisi 6. Singapura : Elsevier, 2011: 658-659, 660.
3. Albar H. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Pada Anak Dalam Sari Pediatri, Juni,
2006; 18(1): 60–8.
4. Makalah Sindrom Nefrotik pada Anak [internet] . Tersedia di URL:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-rachmiinsa-5118-2-bab2.pdf .
5. Ngastiyah. Sindrom Nefrotik dalam buku Perawatan Anak Sakit. Jakarta, 1997 : 304-310.
6. Trihono PP; Alatas H; Tambunan T; Pardede OS. KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM
NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK, Ed.2. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2008: 1, 2-3, 3-20.
7. Wirya W.IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer
pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.
8. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line][(20) :screen] Tersedia di : URL.http/www
emedicine.com/PED/topic1564,htm.2009.
9. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2002. hal 832-834
10. Wirya IGN W, Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak, Ed 2.
Jakarta :Balai penerbit FKUI, 2010 :383-388, 389-390.
11. Sunaryanto A. 2009 Responsi Kasus Sindrom Nefrotik [internet]. Tersedia
di : www.artikelkedokteran.com › Artikel Kedokteran
12.Makalah Sindrom Nefrotik [internet]. 2008 Tersedia di : http://dr-
medical.blogspot.com/2008/12/sindrom-nefrotik.html
13. Handayani I, Rusli B, HardjoenoIndonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory : . GAMBARAN KADAR KOLESTEROL, ALBUMIN
DAN SEDIMEN URIN PENDERITA ANAK SINDROMA NEFROTIK . Vol 13, No
2, Maret 2007: 49-52
14.Praba AP, Wahyudi AP, Lestari PA. Sindrom Nefrotik. [interet].
2005.Tersedia di : http://id.scribd.com/doc/79412497/Sindrom-Nefrotik-
Barry-Anton-Puri
15. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children. Identification of
patients with minimal change nephrotic syndrome from initial response to
prednisone. J Pediatr 1981;98:561-64
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai