Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Cardiocerebrovaskular adalah blok kesepuluh pada semester III dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario D yang
memaparkan kasus Tn. JK, umur 55 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas
semakin berat sejak 2 hari yang lalu. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh
sesak napas bila beraktivitas seperti naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan
berkurang bila beristirahat. Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah
beristirahat. Sejak 1 bulan terakhir, Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak
ada, batuk tidak ada. Perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan. Dia memiliki
riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir, namun tidak berobat secar teratur. Riwayat
keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak ada.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Dimyati Burhanuddin, M.Sc

Moderator : Puja Arga Marandika

Notulis : Agung Prasetio

Sekretaris : Soleha

Waktu : Senin, 11Januari 2016

Pukul 08.00 - 10.30 Wib

Rabu, 13 Januari 2016

Pukul 08.00 – 10.30 Wib

Peraturan :

1. Menonaktifkan ponsel atau dalam keadaan diam.

2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.

3. Tidak boleh makan pada saat diskusi tutorial berlangsung.

2
2.2 Skenario Kasus
Tn.JK, 55 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas makin berat sejak 2 hari
yang lalu. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas
seperti naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat. Sejak 1 bulan
terakhir, Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk tidak ada. Perut
terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10
tahun terakhir, namun tidak berobat secar teratur. Riwayat keluarga yang menderita
tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak ada.

Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu, sianosis (-)
BB 80 kg, TB 168 cm

Tanda Vital : TD 150/90 mmHg, RR 28x/menit, Nadi 120x/menit, reguler, Suhu


36,8° C

Leher : JVP 5+0 cm H2O, struma (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS VI linea axilaris anterior kiri


Palpasi : iktus kordis terabar ICS VI linea axilaris anterior kiri
Perkusi : Batas jantung kiri: ICS VI linea axilaris anterior kiri,
batas jantung kanan : linea parasentralis dekstra ICS
VI, batas atas ICS II linea parasentralis sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, murmur sistolik grade III di area katup
mitral, gallops (+)
Pulmo : ronchi basah sedang (+/+) di basal paru, wheezing ekspirasi (+/+)

Abdomen : Hrpar teraba 2 cm di bawah arcus costae, tumpul, rata. Tidak nyeri ;
shifting dullness (-)

Ekstremitas : fitting edema (+/+)

2.3 Klasifikasi Istilah

3
Hipertensi : Tingginya tekanan darah arteri secara
persisten.
Dispneu : Gangguan / kesulitan bernapas.
Orthopneu : Dispneu yang merea pada posisi tegak.
Gallops : Adanya bunyi S3 dan S4 yang menimbulkan
irama yang menyerupai derap kuda.
Ronchi Suara napas tambahan bernada rendah
sehingga bersifat sonor, terjadi pada
saluran pernapasan besar disebabkan
karena udara melewati penyempitan dapat
terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi.
Wheezing : Jenis bunyi kontinu seperti bersiul atau
suatu bunyi bernada tinggi abnormal yang
disebabkan oleh obstruksi parsial pada
saluran napas.
Sianosis : Diskolorasi, kebiruan dari kulit dan mebran
mukosa akibat konsentrasi Hb tereduksi >
dalam darah.
Shifting dullness : Perubahan resonansi suatu bunyi pada suatu
ruangan apabila kita gerakkan objek
bunyinya.
Linea axillaris : Garis liner yang melalui regio axilla
Struma : Pembesaran kelenjar tiroid
Perut terasa penuh : Tidak ada ruangan untuk pengisian tambahan
pada perut.
Cepat kenyang : Kesanggupan / kemampuan perut untuk terisi
hanya sedikit dari biasanya.

2.4 Identifikasi Masalah


1. Tn.JK, 55 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas makin berat sejak 2 hari
yang lalu.

4
2. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas
seperti naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
3. Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat.
4. Sejak 1 bulan terakhir, Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk
tidak ada.
5. Perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan.
6. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir, namun tidak berobat secar
teratur. Riwayat keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak
ada.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu,
sianosis (-) BB 80 kg, TB 168 cm
Tanda Vital : TD 150/90 mmHg, RR 28x/menit, Nadi 120x/menit, reguler,
Suhu 36,8° C
Leher : JVP 5+0 cm H2O, struma (-)
Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS VI linea axilaris anterior kiri


Palpasi : iktus kordis terabar ICS VI linea axilaris anterior kiri
Perkusi : Batas jantung kiri: ICS VI linea axilaris anterior kiri,
batas jantung kanan : linea parasentralis dekstra ICS
VI, batas atas ICS II linea parasentralis sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, murmur sistolik grade III di area katup
mitral, gallops (+)
Pulmo : ronchi basah sedang (+/+) di basal paru, wheezing ekspirasi (+/+)
Abdomen : Hrpar teraba 2 cm di bawah arcus costae, tumpul, rata. Tidak nyeri ;
shifting dullness (-)
Ekstremitas : fitting edema (+/+)

2.5 Analisis Masalah


1. Tn.JK, 55 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas makin berat sejak 2 hari
yang lalu.
a. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ yang terlibat pada kasus?

5
Jawab:
Anatomi Jantung

Jantung terletak didalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraxs)


diantara kedua paru. Selaput yang melapisi jantung disebut perikardium yang
terdiri atas 2 lapisan yaitu:

 Perikardium parietalis
 Perikardium viseralis,

Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan perikardium sebagai


pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan akibat gerak jantung saat memompa.

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu:

 Lapisan luar disebut epikardium atau perikardium


 Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut miokardium
 Lapisan dalam disebut endokardium

6
Jantung memiliki 4 katup yaitu:

1. Katup atrioventrikuler
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang
terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun
katup (trikuspid). Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (mitral). Memungkinkan darah
mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastolik dan mencegah aliran
balik pada fase sistolik.
2. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari katup aorta dan katup pulmonal. Katup
Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua
katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang
simetris. Daya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
ventrikel ke arteri selama sistolik dan mencegah aliran balik pada waktu
diastolik. Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel
berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam
pembuluh darah arteri. 

7
Jantung mendapat vaskularisasi dari arteria coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri
coronaria dan percabangan utama terdapat dipermukaan jantung, terrletak di
dalam jaringan ikat subepicardial.

Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan
ke depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan
turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare dextra. Cabang –
cabangnya:

 Ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior konus pulmonalis


(infundibulum ventrikulare dextra) dan bagian atas dinding anterior
ventrikel dextra.
 Ramus ventriculare anteriores, mendarahi facies anterior ventrikel dextra.
Ramus marginalis dextra adalah cabang yang terbesar dan berjalan
sepanjang pinggir bawah facies kostalis untuk mencapai apex cordis.
 Ramus ventrikulare posterior mendarahi facies diaphragmatica ventrikulus
dextra.
 Ramus Interventrikulare posterior (desendens), berjalan menuju apex pada
sulcus interventrikulare posterior. Memberikan cabang- cabang ke
ventrikel dextra dan sinistra termasuk dinding inferiornya. Memberikan
percabangan untuk bagian posterior septum ventrikulare tetapi tidak untuk
bagian apex yang menerima pendarahan dari ramus inventrikulus anterior
8
arteria coronaria sinistra. Sebuah cabang yang besar mendarahi nodus
atrioventrikularis.
 Ramus atrialis, beberapa cabang mendarahi permukaan anterior dan lateral
atrium dextra. Atria nodus sinuatrialis mendarahi nodus dan atrium dextra
dan sinistra.

Arteria coronaria sinistra lebih besar dibandingkan dengan arteria


coronaria dextra, mendarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar
atrium sinistra, ventrikel sinistra dan septum ventrikular. Arteri ini berasal dari
posterior kiri sinus aorta ascendens dan berjalan ke depan di antara truncus
pulmonalis dan aurikula sinistra. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus
atrioventrikularis dan bercabang dua menjadi ramus interventrikular anterior
dan ramus circumflexus.

 Ramus interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah di


dalam sulcus interventrikularis anterior menuju apex kordis. Pada
kebanyakan orang pembuluh ini kemudian berjalan di sekitar apex cordis
untuk masuk ke sulcus interventrikular posterior dan beranastosis dengan
cabang – cabang terminal arteria coronaria dextra.
 Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di
dalam sulcus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang yang
terbesar mendarahi batas kiri ventrikel sinistra dan turun sampai apex
kordis.

9
(Snell, 2006)

Fisiologi Jantung

1. Jantung sebagai pompa


Organ jantung berfungsi sebagai pompa yang mengalirkan darah
keseluruh tubuh. Jantung merupakan dua buah pompa yang menempel
menjadi satu, yang dimana jantung kiri yang memompa darah yang akan
CO2 yang berasal dari vena cava superior yang membawa darah balik dari
ekstremitas atas dan kepala kemudian vena cava inferior yang membawa
darah balik dari tubuh serta ekstremitas bawah. Darah akan masuk
kedalam atrium kanan kemudian dipompa ke ventrikel kanan melalui
katup trikuspid selanjutnya ventrikel kanan melalui katup pulmonal
memompa darah tersebut ke dalam truncus pulmonalis yang bercabang
dua menjari arteri pulmonalis kanan yang masuk ke paru-paru kanan dan
pulmonalis kiri yang masuk ke paru-paru kiri. Di paru-paru CO2 yang
banyak dikeluarkan dan diganti dengan O2. Darah yang kaya O2 ini
kemudian dikembalikan ke jantung melalui vena pulmonalis masuk ke
atrium kiri kemudian dipompakan kedalam ventrikel kiri melalui katup

10
mitral. Selanjutnya melalui katup aorta ventrikel kiri memompakan darah
tersebut ke aorta secara sistemik.

(Sherwood, 2012)

2. Sistem Konduksi Jantung


Sel-sel otot jantung berkembang menjadi sel-sel yang bersifat
otoritmik yang mempunyai dua fungsi utama yaitu; (1) sebagai pemacu
(pacemaker) kontraksi atau denyutan yang berirama bagi keseluruhan otot
jantung, dan (2) sebagai sistem konduksi yaitu sistem yang menghantarkan
impuls dari pacemaker keseluruh otot jantung.
Dengan susunan konduksi yang sedemikian rupa otot jantung dapat
berkontraksi secara terkoordinasi sehingga mampu berfungsi sebagai pompa
yang efektif. Sistem konduksi jantung tersebut dimulai dari nodus sinus (S-A
node), tempat awal tercetusnya impuls jantung. Kemudian dihantarkan
keseluruh serat otot atrium dan ke nodus A-V ,disinilah terjadi kontraksi kedua
atrium. Dari nodus A-V, impuls dihantarkan melalui bundle His ke ventrikel.
Bundle His merupakan satu-satunya hubungan antara atrium dan ventrikel,

11
jaringan ini berfungsi sebagai insulator terhadap hantaran listrik pontensial
aksi antara atrium dan ventrikel. Dari bundle His impuls diteruskan ke
ventrikel kiri dan kanan melalui cabang-cabang berkas kiri dan kanan.
Selanjutnya, impuls diteruskan dengan cepat oleh serat purkinje ke semua
serat otot masing-masing ventrikel. Dan terjadilah kontraksi kedua ventrikel.
(Sherwood, 2012)

3. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri atas periode relaksasi yang disebut diastolik,
yaitu periode pengisian darah ke dalam ruang jantung, kemudian diikuti oleh
periode kontraksi yang disebut sistolik, yaitu masa kontraksi untuk
mengeluarkan darah dari ruang jantung. Dalam keadaan normal, selama masa
diastolik, pengisian ventrikel akan meningkatkan volume masing-masing
ventrikel menjadi kira-kira 110-120 ml. Volume ini dikenal dengan sebutan
volume akhir diastolik. Sedangkan, selama sistolik darah yang dipompakan
dari ventrikel kiri ke dalam aorta berjumlah kira-kira 70 ml, begitu pula dari
ventrikel kanan ke dalam truncus pulmonalis.
Jumlah darah yang dipompakan masing-masing ventrikel selama masa
sistolik ini disebut volume sekuncup. Sedangkan, sisa volume darah yang
tertinggal di dalam masing-masing ventrikel pada akhir masa sistolik disebut
volume akhir sistolik yang berjumah kira-kira 40-50 ml.
(Sherwood, 2012)
4. Bunyi Jantung
Bunyi jantung pertama adalah kontraksi ventrikel yang menyebabkan
aliran darah berbalik secara tiba-tiba. Aliran darah yang berbalik ini
menumbuk katup A-V sehingga katup A-V menonjol ke atrium. Kemudian
korda tendinea mendadak menarik daun katup sehingga penonjolan daun
katup A-V tersebut terhenti dengan tiba-tiba. Daya elastisitas daun katup yang
kaku menyebabkan darah berbalik arah dengan cepat ke arah ventrikel dan
bertumbukan pula dengan dinding ventrikel. Semua peristiwa diatas,
menyebabkan darah, dinding ventrikel, dan daun katup bergetar (bervibrasi),
serta menyebabkan vibrasi turbulensi pada darah. Vibrasi ini kemudian
menjalar ke jaringan dinding dada di sekitarnya sehingga dapat didengar
melalui stetoskop ditempat tersebut sebagai bunyi jantung.

12
Bunyi jantung kedua adalah akibat penutupan katup semilunar (katup
aorta dan katup pulmonal) secara tiba-tiba. Begitu katup semilunar tertutup
,daun-daun katup ini akan menonjol kearah ventrikel karena dorongan darah
yang berbalik arah. Regangan elastis daun katup menyebabkan darah berbalik
lagi kearah arteri sehingga menimbulkan vibrasi yang bergaung akibat gerakan
darah yang berjalan bolak-balik antara dinding arteri dan daun katup,dan
antara daun katup dan dinding ventrikel. Vibrasi ini kemudian menjalar di
sepanjang dinding arteri pulmonalis dan aorta. Sewaktu vibrasi dari pembuluh
darah atau ventrikel mencapai dinding yang dapat berbunyi (sounding wall),
seperti dinding dada, timbullah bunyi yang dapat didengar ditempat tersebut.
Durasi masing-masing bunyi jantung adalah kira-kira 0,10 detik;
tepatnya 0,14 detik untuk bunyi jantung pertama,dan 0,11 detik untuk bunyi
jantung kedua. Alasan mengapa bunyi jantung kedua lebih singkat durasinya
dibanding bunyi jantung pertama adalah karena katup semilunar lebih kaku
dibanding katup A-V sehingga vibrasi pada katup semilunar berlangsung
dalam waktu yang lebih singkat dibanding katup A-V. Rentang frekuensi yang
dapat didengar, mulai dari frekuensi yang paling rendah yang dapat dideteksi
oleh telinga sampai kira-kira 500 cyle/detik. Ketika digunakan peralatan
elektronik khusus untuk merekam bunyi jantung ini, tampak proporsi terlebar
dari rekaman tersebut berada di bawah rentang frekuensi yang dapat
didengar,yaitu yang terendah kira-kira 3 sampai 4 cyle/detik dan puncaknya
pada kira-kira 20 cyle/detik. Karena itu,sebagian bunyi jantung yang tidak
dapat didengar dengan stetoskop dapat terekam secara elektronik pada
fonokardiogram.
Bunyi jantung kedua secara normal mempunyai frekuensi yang lebih
tinggi isbanding bunyi jantung pertama; alasannya adalah sebagai berikut: (2)
derajat kekakuan katup semilunar lebih besar isbanding katup A-V dan (2)
koefisien elastisitas yang menjadi penyebab timbulnya vibrasi ,pada arteri
(yang menimbulkan bunyi jantung kedua) lebih besar isbanding pada ruang
ventrikel (yang menimbulkan bunyi jantung pertama).
(Sherwood, 2012)

13
b. Gangguan pada sistem apa yang menyebabkan sesak napas?
Jawab:
1. Penyebab jantung
a) Akut
 Iskemia atau infark miokard
 Regurgitasi mitral akibat ruptur korda
 Terjadinya AF pada penyakit katup mitral atau aorta
b) Kronis
 Disfungsi ventrikel kiri
 Penyakit katup mitral atau aorta
 Miksoma atrium
2. Penyebab non-jantung
a) Akut
 Emboli akut
 Pneumotoraks
 Asma
 Sindrom Hiperventilasi
b) Kronis
 Penyakit paru obstruktif atau restriktif
 Hipertensi pulmonal
 Kelainan dinding dada
 Anemia
 Kegemukan dan kurang fit

(Huon dkk, 2005)

Etiologi sesak napas yaitu:

 Sistem kardiovaskuler: gagal jantung


 Sistem pernapasan: penyakit paru obstruktif kronik, penyakit parenkim
paru, hipertensi pulmonal, kifoskoliosis berat, efusi pleura

(Djojodibroto. 2007)

14
c. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan sesak napas?
Jawab:

- Usia
Semakin bertambah usia maka akan semakin meningkatkan kejadian
sesak nafas, karena telah terjadi proses degenerative yang
mengakibatkan penurunan fungsi fisiologis tubuh. Tidak ada
perbedaan dalam jenis kelamin. Sekitar 3 – 20 per 1000 orang pada
populasi meningkat seiring bertambahnya usia, dan tidak ada referensi
yang menyatakan bahwa laki – laki maupun perempuan lebih sering
mengalami keluhan sesak nafas.
(Sudoyo, 2009)

- Jenis Kelamin
Untuk jenis kelamin, pada kasus ini semua jenis kelamin dapat
mengalami kelainan pada kasus ini. Sedangkan pada usia lanjut,terjadi
penurunan berbagai fungsi organ dalam tubuh. Seperti terjadinya
proses degenerative pada arteri,sehingga arteri akan mengalami
vasokontriksi dan dapat memperberat keadaan aterosklerosis dan juga
wanita yang sudah menoupouse lebih rentan dari pada wanita muda ,
dikarenakan pengaruh dari hormone estrogen yang melindungi.
(Sudoyo, 2009)

d. Apa klasifiksasi sesak napas menurut NYHA (New York Heart Association)?
Jawab:
Klasifikasi sesuai tingkat aktivitas fisik yang dapat menimbulkan
gejala oleh New York Heart Association (NYHA) yaitu:

Derajat 1 : Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa dispnea


selama aktivitas normal.
Derajat 2 : Penyakit jantung ringan dengan dispnea
ringan/sedang dalam aktivitas normal.
Derajat 3 : Dispnea berat pada aktivitas biasa.
Derajat 4 : Setiap aktivitas menyebabkan dispnea atau gejala-
gejala pada waktu istirahat.

15
(Sudoyo, 2009)

2. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas seperti
naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
a. Apa makna sesak napas pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat?
Jawab:
Pada Tn.JK terjadi sesak napas sesak napas saat beraktivitas (seperti naik
tangga dan berjalan sejauh ±300 m) maknanya yaitu bahwa saat melakukan
aktivitas berat , kongesti pulmoner dengan adanya akumulasi dari cairan intertisial
atau intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary, yang akan
menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak napas kasus
penyakit jantung. Namun berkurang bila istirahat menandakan bahwa jantungnya
masih bisa berkompensasi bila dengan melakukan istirahat (tidak sedang
beraktivitas) sehingga tidak menimbulkan sesak napas.

(Sudoyo, 2009)

3. Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat.
a. Apa makna sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat?
Jawab:
Sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat bermakna bahwa sesak
napas yang dialami Tn.JK sudah memasuki derajat 3, dimana pada waktu
beristirahat pun timbul sesak.
Pada kasus Tn.JK ini terjadi hipertensi yang kronis (sudah 10 tahun) sehingga
kerja jantung menurun , sehingga memaksa berbagai mekanisme kompensasi
terjadi, termasuk sistem saraf adrenergic, sistem RAA, dan sistem sitokin. Dalam
jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler ke derajat
homeostatik yang normal. Namun, seiring dengan waktu aktivasi sistem
kompensasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ dalam
ventrikel, disertai dengan remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan
pada akhirnya dekompensasi cordis.

Karena adanya decompensasi cordis, akibat dari peningkatan derajat


dilatasi akan menunjukan tegangan pada dinding rongga yang bersangkutan
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard yang lemah. Miokard

16
yang lemah tidak mampu lagi memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh sehingga kompensasi akan tetap berjalan, karena cardiac output tetap turun,
sehingga tetap mengaktifkan mekanisme Frank-Starling, aktifasi saraf simpatis
dan RAA, hal tersebut tidak terlalu berguna karena jantung sudah mengalami
kegagalan, bahkan semakin membuat kerja jantung meningkat Maka terjadi
edema paru akibat transudasi cairan ke interstisial paru dan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru yang akhirnya menyebabkan proses ventilasi
terganggu. Hal inilah yang menyebabkan sesak nafas tidak menghilang meski
sudah beristirahat.

(Khalilullah, 2011)
(Silbernagl, 2006)

b. Bagaimana mekanisme terjadinya sesak napas?


Jawab:
Berikut mekanisme terjadinya sesak napas pada kasus Tn.JK:
Hipertensi yang sudah lama → resistensi vaskular → kerja jantung ↑ → penebalan
otot jantung → hipertropi ventrikel kiri → gangguan relaksasi ventrikel → fungsi
diastolik terganggu (EDP ↑) → ↓ kontraktilitas jantung → jantung tidak dapat
memompa darah → dekompensasi cordis sinistra → ventrikel kiri tidak mampu
mengosongkan volume darah dari paru-paru → darah menumpuk/terbendung di
vena pulmonalis → ↑ tekanan vena pulmonalis → cairan terdorong ke parenkim
paru → penimbunan cairan di alveoli → edema paru → sesak nafas
(Price, 2005)

c. Mengapa sesak napas semakin berat dalam dua hari terkahir?


Jawab:
Karena adanya decompensasi cordis, akibat dari peningkatan derajat
dilatasi akan menunjukan tegangan pada dinding rongga yang bersangkutan
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada miokard yang lemah.
Miokard yang lemah tidak mampu lagi memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh sehingga kompensasi akan tetap berjalan, karena
cardiac output tetap turun, sehingga tetap mengaktifkan mekanisme Frank-
Starling, aktifasi saraf simpatis dan RAA, hal tersebut tidak terlalu berguna
karena jantung sudah mengalami kegagalan, bahkan semakin membuat kerja
jantung meningkat Maka terjadi stagnant aliran darah dan peningkatan tekanan

17
hidrostatik dalam kapiler paru yang akhirnya menyebabkan proses ventilasi
terganggu. Hal inilah yang menyebabkan sesak nafas tidak menghilang meski
sudah beristirahat.
(Sudoyo, 2009)

d. Bagaimana perbedaan sirkulasi peredaran darah pulmonal dan sistemik?


Jawab:
1. Berdasarkan Fungsi
a. Sirkulasi Sistemik
 Suplai zat nutrisi dan oksigen ke seluruh jaringan
 Transpor sis metabolisme jaringan
 Transpor darah ke ginjal untuk dicuci dan direabsorbsi
 Transpor zat nutrisi yang diabsorbsi dari sistem pencernaan
 Regulasi cairan dalam suhu tubuh
b. Sirkulasi Pulmonal
 Perpindahan oksigen dari udara menuju ke sel-sel tubuh dan
keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel-sel menuju udara
bebas
1) Pernapasan eksternal (difusi O2 dan CO2 melalui
membran kapiler alveolus)
2) Pernapasan internal (proses transfer O2 dan CO2 antara
kapiler dan sel tubuh).
2. Berdasarkan Aliran Darah

18
 Sirkulasi Sistemik
Darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra masuk ke
aorta kemudian ke seluruh tubuh – kembali melalui Vv.cava –
bermuara di atrium dextra.
 Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel dextra melalui truncus pulmonalis menuju
pulmo – kembali melalui Vv.Pulmonalis – bermuara di atrium
sinistra.
(Aaronson, Philip I. 2008)

4. Sejak 1 bulan terakhir, Tn.JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk
tidak ada.
a. Mengapa harus tidur dengan menggunakan 3 bantal?
Jawab:

Pada penderita decompensatio cordis akan terjadi ortopnea (sesak


napas ketika berbaring telentang) disebabkan karena redistribusi aliran darah
dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-paru sehingga memerlukan
bantuan dengan tegak duduk atau menggunakan beberapa bantal saat tidur
untuk mengurangi keluhan ortopnea tersebut.
Orthopnea yaitu sesak ketika terlentang dan berkurang dengan
meninggikan kepala. Ini terjadi karena terjadi penumpukan aliran balik yang
menyebabkan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Derajat orthopnea
dapat dinilai dengan banyaknya bantal yang digunakan oleh penderita.
Orthopnea merupakan dispneu dalam posisi berbaring biasanya merupakan
manifestasi akhir dari gagal jantung. Terjadi karena redistribusi cairan dari
abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan
diafragma. Pasien dengan orthopnea harus meninggikan kepalanya dengan
beberapa bantal pada malam hari dan sering kali terbangun karena sesak nafas
atau batuk jika bantalnya hilang atau tejatuh. Sensasi sesak nafas biasanya
dapat hilang dengan duduk tegak, karena posisi ini mengurangi aliran balik
vena dan tekanan kapiler paru dan banyak pasien melaporkan bahwa sesak
nafasnya berkurang jika mereka duduk di depan jendela terbuka. Bila gagal

19
jantung bertambah berat orthopnea dapat menjadi begitu berat sehingga pasien
tidak dapat berbaring sama sekali dan pasien harus tidur dalam posisi duduk.

(Price, 2005)

b. Apa makna tidak ada demam dan batuk?


Jawab:
Tnj.JK tidak demam dan batuk menandakan bahwa pada kasus ini keluhan
yang dialami olehnya karena adanya gangguan kardiovaskuler, bukan karena
infeksi (seperti bronkitis).
Dimana Tn.JK ini mengalami hipertensi yang sudah lama sehingga terjadi
resistensi vaskular dan peningkatan kerja jantung , hal ini menyebabkan
penebalan otot jantung sehingga hipertropi ventrikel kiri yang menimbulkan
gangguan relaksasi ventrikel. Keadaan ini membuat fungsi diastolik terganggu
(EDP ↑) sehingga terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan dampaknya jantung
tidak dapat memompa darah . Untuk mengatasi hal ini, maka beberapa mekanisme
kompensasi dilakukan. Namun seiring dengan waktu aktivasi sistem kompensasi
yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan kerusakan organ dalam
ventrikel, disertai remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan pada
akhirnya dekompensasi cordis sinistra sehingga ventrikel kiri tidak mampu
mengosongkan volume darah dari paru-paru menyebabkan darah
menumpuk/terbendung di vena pulmonalis, yang memicu terjadinya peningkatan
tekanan vena pulmonalis sehingga cairan terdorong ke parenkim paru dan terjadi
penimbunan cairan di alveoli → edema paru → sesak nafas.
(Price, 2005)

5. Perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan.


a. Mengapa pada Tn.Jk perut terasa penuh dan cepat kenyang?
Jawab:
Tn.JK mengeluh perutnya terasa penuh dan cepat kenyang disebabkan
dampak akibat terjadinya mekasnisme di bawah ini:

20
Mekanisme cepat kenyang dan perut terasa penuh:

Edema paru Aliran darah


tekanan ventrikel
balik ke
membuatdarah
ventrikel
menuju atrium
dextra
dextra
Pembesaran hepar
Menuju vena
akibat kongesti
di hepar
cairan
. tekanan atrium
dextra, darah keluar
Hepar menekan melalui vena cava
Rongga di lambung
lambung
menjadi sempit

Perut terasa penuh dan


cepat kenyang

6. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir, namun tidak berobat secara
teratur. Riwayat keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak
ada.
a. Apa klasifikasi hipertensi?
Jawab:
Berikut ini klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 dan WHO

21
(Kumar, et al, 2007).

b. Apa makna Tn.JK tidak berobat secara teratur dengan riwayat hipertensi?
Jawab:
Makna Tn.JK mengalami hipertensi namun tidak berobat secara teratur adalah
dimana pada pasien ini hipertensinya semakin parah karena kelalaian berobat
sehingga mengalami krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu tanda
klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya, krisis
hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat
antihipertensi. Sehingga pada kasus Tn.JK ini akhirnya menyebabkan terjadinya
kegagalan jantung sebagai akibat dari hipertensi yang sudah lama (10 tahun)
ditambah lagi berobat secara tidak teratur.
(Lily l.Rilantono,2012)

22
c. Bagaimana mekanisme hipertensi?
Jawab:
Mekanisme HTN jika dilihat dari volume ekstrasel yang
meningkat

Volume cairan
volume tekanan
ekstrasel
darah pengisian sirkulasi
rata-rata

aliran balik darah


TEKANAN curah jantung
DARAH
vena menuju
jantung

......>> bertujuan untuk


meningkatkan tahanan perifer,
Autoregulasi aliran darah meningkat pembuluh
darah konstriksi.

resistensi perifer
total

Mekanisme HTN jika dilihat dari sistem RAA

Sekresi Renin Aktivasi zat zat


angiotensin oleh ginjal angiotensinogen Angiotensin I

 ACE

Retensi garam dan H2O Retensi garam dan Angiotensin


oleh ginjal H2O oleh ginjal II

Vasokonstriksi
TEKANAN DARAH

(Guyton, 2007)

23
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang
ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik
yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi
perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume
darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total
terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf
dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara
pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan
vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat).

Resistensi pembuluh juga memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran


darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal
lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi saraf (sistem adrenergik α- dan β-),
mungkin penting. Ginjal berperan penting dalam pengendalian tekanan darah,
melalui sistem renin-angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan
homeostasis natrium. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan
volume darah (stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium
dalam tubulus distal). Ginjal juga mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau
antihipertensiyang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime
darah berkurang, laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) turun
sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga
natrium ditahan dan volume darah meningkat (Kumar, et al, 2007).
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi
esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi
esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Penurunan
ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal
dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat
menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan darah yang
lebih banyak natriumuntuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan.
Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state
(“penyetelan ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan
peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa

24
pengaruh vasokonstrikt if (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di
dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab
primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang
dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingku ngan
mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres,
kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam
jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi .

(Kumar, et al, 2007).

d. Apa hubungan riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan keadaan
sekarang?
Jawab:

Hipertensi yang lama sejak 10 tahun yang lalu mengacu pada peningkatan
tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah ke
ventrikel kiri ke aorta, lalu terjadi peningkatan EDP ventrikel kiri(preload) dan
tekanan vena pulmonalis karena darah kembali dalam sirkulasi pulmonal
(kongesti pulmonal) keadaan ini menyebabkan jantung berdilatasi dan
peningkatan tekanan kapiler pulmonal memacu terjadinya akumulasi cairan pada
jaringan interstisial paru. Peningkatan darah dan cairan dalam paru membuat paru
menjadi berat sehingga menyebabkan dispnea.
(Aaronson, 2008)

e. Apa komplikasi hipertensi?


Jawab:
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
 Otak : stroke
 Jantung : aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
 Mata : kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
 Paru-paru : edema paru
 Ginjal : penyakit ginjal kronik
 Sistemik : penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

25
(Price, 2005)

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung


maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan
tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation,
dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan
sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor-β (TGF-β).
1) Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan
oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.Ensefalopati juga dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.
Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang intertisium
di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-neuron di
sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.
2) Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada
akhirnya dapat menjadi infark.
Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang
terus menerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan

26
pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan
berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat
pada tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
3) Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian
ginjal. Kerusakan membrane glomerulus juga akan menyebabkan protein
keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari
tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi
pada hipertensi kronik.
4) Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi
tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat
ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang
tinggi adalah iskemik optic neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat
aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita hypertensive retinopathy
pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi
kebutaan pada stadium akhir.
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi
maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss.
(Price, 2005)

f. Apa makna riwayat keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tinggi dan
sakit jantung tidak ada?
Jawab:

27
“Riwayat keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tingga dan sakit
jantung “ bermakna bahwa penyakit hipertensi yang diderita Tn.JK bukan karena
faktor genetik (tidak diturunkan dari riwayat keluarga). Namun bisa disebabkan
oleh faktor lainnya seperti gaya hidup dan lingkungan.
Hipertensi dapat disebabkan oleh mutasi dari satu gen yang diturunkan
berdasarkan hukum Mendel. Gen-gen yang berpengaruh pada patomekanisme
hipertensi antara lain adalah gen yang meregulasi substansi presso seperti
angiotensin II, gen yang meregulasi reaktivitas otot polos vaskular, dan gen yang
meregulasi renal sodium load.
(Price, 2005)
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu, sianosis
(-) BB 80 kg, TB 168 cm
Tanda Vital : TD 150/90 mmHg, RR 28x/menit, Nadi 120x/menit, reguler, Suhu
36,8° C
Leher : JVP 5+0 cm H2O, struma (-)
Jantung

Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS VI linea axilaris anterior kiri


Palpasi : iktus kordis terabar ICS VI linea axilaris anterior kiri
Perkusi : Batas jantung kiri: ICS VI linea axilaris anterior kiri,
batas jantung kanan : linea parasentralis dekstra ICS
VI, batas atas ICS II linea parasentralis sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, murmur sistolik grade III di area katup
mitral, gallops (+)
Pulmo : ronchi basah sedang (+/+) di basal paru, wheezing ekspirasi (+/+)
Abdomen : Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae, tumpul, rata. Tidak nyeri ;
shifting dullness (-)
Ekstremitas : fitting edema (+/+)

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormal hasil


pemeriksaan fisik?
Jawab:

Pemeriksaan Keadaan pada Keadaan Interpretasi

28
Fisik kasus Normal
Tanda vital TD 150/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
RR 28 x/menit 18-24 x/menit Takipneu
Nadi 120x/menit 60-100 x/menit Takikardi
Temp 36,8 °C 36-37 ° C Normal
Leher JVP 5 + 0 cm H2O JVP 5 -2 cm Normal
H2O sampai JVP
5 + 0 cm H2O
Jantung Inspeksi: iktus Abnormal
kordis terlihat ICS
VI linea axilaris
anterior kiri.
Palpasi: iktus Abnormal
kordis teraba ICS
VI linea axilaris
anterior kiri.
Perkusi: batas Abnormal
jantung kiri: ICS VI
linea axilaris
anterior kiri, batas
jantung kanan :
linea parsternalis
dekstra ICS VI,
batas atas ICS II
linea parasternalis
sinistra.
Auskultasi: HR Abnormal
120x/menit, mur-
mur sistolik grade
III di area katup
mitral, gallops (+)

29
Pulmo Ronci basah Tidak ada ronchi Abnormal ->
sedang (+/+) di dan wheezing Ronchi basah
basal paru, sedang : adanya
Wheezing ekspirasi suara
(+/+) gelembung kecil
yang pecah.
Wheezing
eksipirasi:
Ada suara
pernapasan
frekuensi tinggi
nyaring yang
terdengar di
akhir ekspirasi.

Abdomen Hepar teraba 2 cm Abnormal


di bawah arcus (Hepatomegali)
costae, tumpul, rata,
tidak nyeri,
Shifting dullness (-)
Ekstremitas Pitting edema (+/+) Abnormal:
Ada akumulasi
cairan di
ekstraseluler (di
jaringan ikat)
pada
ekstremitas.
(Hadisaputro, 2009)

30
b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik jantung ?
Jawab:

Pemeriksaan fisik: Inspeksi: iktus kordis Interpretasi :


Jantung terlihat ICS VI linea Ada pembesaran jantung
axilaris anterior kiri. (dimana pembesaran
jantung ictus cordis bisa
sampai pada linea
axillaris anterior). Karena
bila dalam keadaan
normal, ictus cordis akan
berada di ICS V pada
linea medio clavikularis
sinistra selebar 1 cm saja.
Palpasi: iktus kordis Interpretasi:
teraba ICS VI linea Adanya hipertropi
axilaris anterior kiri. ventrikel kiri (pada
hipertensi yang lama).
Karena normalnya, pada
palpasi dirasakan
lebarnya ictus ordis yang
normal tidak lebih dari 1
cm.
Perkusi: batas jantung Interpretasi:
kiri: ICS VI linea axilaris Batas jantung melebar ,
anterior kiri, batas dimana masih terdengar
jantung kanan : linea bunyi pekak jantung
parsternalis dekstra ICS sampai ke ICS VI line
VI, batas atas ICS II linea axillaris anterior kiri.
parasternalis sinistra.
Auskultasi: HR Interpretasi:
120x/menit, mur-mur HR 120x/menit :
sistolik grade III di area Takikardi
katup mitral, gallops (+) Mur-mur sistolik grade

31
III di area katup
mitral : adanya
fibrasi/getaran yang
terjadi di dalam jantung
yang diakibatkan oleh
bertambahnyaarus
turbulensi darah, terjadi
pada fase sistolik derajat
ke III, tempatnya di area
katup mitral.

Gallop (+) : timbul


akibat adanya getaran
derasnya pengisian
diastolik dari atrium kiri
ke ventrikel kiri yang
sudah membesar, darah
jatah ke ruang lebar
kemudian timbul getaran.

c. Bagaimana patofisiologi kelainan pemeriksaan fisik jantung?


Jawab:
 HR 120x/menit: takikardi
Hipertensi → kerja jantung menurun → dekom pada jantung kiri → hipertrofi
ventrikel kiri → penurunan cardiac output → perangsangan saraf simpatis →
peningkatan HR (kompensasi tubuh) →takikardi
(Price, 2005)
 Murmur sistolik (+) pada katup mitral: insufiensi katup mitral
Hipertensi → beban ventrikel meningkat → otot jantung mensintesis
sarkomer-sarkomer aktin dan miosin → hipertrofi ventrikel kiri → katup
mitral tidak dapat menutup dengan sempurna → insufiensi katup mitral →
murmur sistolik (+) pada katup mitral
(Price, 2005)

32
 Gallop (+): penutupan katup atrioventrikular tidak serentak.
Hipertensi → beban ventrikel meningkat → otot jantung mensintesis
sarkomer-sarkomer aktin dan miosin → hipertrofi ventrikel kiri → konduksi
dari SA nodes ke AV node menuju sel-sel purkinje berlangsung lebih lama
pada ventrikel kiri yang hipertrofi → penutupan katup tidak serentak → gallop
(+)
(Price, 2005)
 Hipertrofi Ventrikel kiri
Hipertensi → beban ventrikel meningkat → otot jantung mensintesis
sarkomer -sarkomer aktin dan miosin → hipertrofi ventrikel kiri
(Price, 2005)

8. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,3 g/dl, ureum 45 mg/dl, creatinine 1,2 mg/dl, Natrium135 mEq/L, dan Kalium
5 mEq/L, total cholesterol 250 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 40 mg/dl, trigliserida 205
mg/dl
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus?
Jawab:

Pemerikasaan
Keadaan pada
Laboratoriu Keadaan Normal Interpretasi
Kasus
m
Laki – laki: 13 – 18 g/dl
Hemoglobin 12,3 g/dl Normal
Perempuan: 12 – 16 g/dl
Ureum 45 mg/dl 20 – 40 mg/dl Abnormal
Creatinine 1,2 mg/dl 0.6 – 1.3 mg/dl Normal
Natrium 135 mEq/L 135 – 145 mEq/L Normal
Kalium 3, 5 mEq/L 3,5 – 5,2 mEq/L Normal
Cholesterol
250 mg/dl 160 – 200 mg/dl Abnormal
total
LDL 170 mg/dl <130 – 159 mg/dl Abnormal
HDL 40 mg/dl Dewasa: 30 – 70 mg/dl Normal
Dewasa yang diharapkan:
Trigliserida 205 mg/dl Laki – laki: 40 – 160 mg/dl Abnormal
Perempuan: 35 – 135 mg/dl

(Hadisaputro, 2009)

33
b.Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Jawab:

Makanan dari luar → mengalami proses pencernaan di dalam usus → asam


lemak bebas, trigliserida, fosfolipid, dan kolesterol → diserap dalam kilomikron
→ sisa pemecahan beresar menuju hati → kemudian menjadi kolesterol →
bersama trigliserida dan apoprotein → menjadi Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) → kemudian dipecah oleh enzim lipoprotein → menjadi Intermediate
Density Lipoprotein (IDL) → kemudian menjadi Low Density Lipoprotein (LDL)
→ LDL dioksidasi → kolesterol menumpuk diluar LDL → hiperkolesterolemia
→ dislipidemia
(Price, 2005)

9. Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiografi: sinus rhythm, HR 120x/menit, aksis ke kiri, terdapat gambaran
LV Strain (+)
Chest-X-ray: CTR > 50%, Kerley A Line (+), Sefalisasi (+), Shoe Shape appearance
(+)
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang?
Jawab:

Pemeriksaan Keadaan pada kasus Keadaan Interpretasi


Penunjang Normal
Electrocardiografi sinus rhythm, Normal
HR 120x/menit, 60-100x/menit Takikardi
aksis ke kiri, Abnormal
terdapat gambaran LV Abnormal
Strain (+) (Hipertrofi
ventrikel kiri)
Chest-X-ray CTR > 50% Abnormal
(Kardiomegali)
Kerley A Line (+), Abnormal
Sefalisasi (+), Abnormal

34
Shoe Shape Abnormal
appearance (+) (Hipertrofi
kedua
ventrikel)
(Hadisaputro, 2009)
10. Bagaimana mekanisme abnormal hasil pemeriksaan penunjang?
Jawab:
 Gambaran left ventrikel hipertropi
Hipertensi → ↑ tekanan afterload jantung → ventrikel sinistra gagal
mengkompensaasi TD ↑ → terganggunya relaksasi ventrikel kiri → lumen
ventrikel kiri dilatasi → Cardiac Output ↓ → ↑ tahanan pembuluh perifer →
fungsi sistolik ventrikel kiri ↓ → mengaktivasi sistem neurohormonal →
penebalan dinding konsentrik jantung → petambahan massa pada ventrikel
sinistra → memicu respon sel miosit → hipertrofi serat otot dan dilatasi kardio
(left ventrikel hipertropi)
(Kumar, 2012)
 HR 120x/menit
Hipertensi → kerja jantung menurun → dekom pada jantung kiri → hipertrofi
ventrikel kiri → penurunan cardiac output → perangsangan saraf simpatis →
peningkatan HR (kompensasi tubuh)
(Price, 2005)
 CTR > 50%

Terjadi kardiomegali, biasanya ditemukan pada hipertropi ventrikel kiri,


CAD, dan gagal jantung kiri.
CTR : [ ( L+R ) : TD ] x 100%
CTR > 50% = kardiomegali.

35
CTR >50% terjadi karena adanya hipertrofi ventrikel kiri akibat
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer dan ↑ beban ventrikel kiri.
(Sudoyo, 2009)

11. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ini?


Jawab:
 Melakukan anamnesis
Tn.Jk mengeluh sesak napas bila beraktivitas, namun akhir-akhir ini saaat
istirahat pun terasa sesak. Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal, demam tidak ada,
batuk tidak ada. Perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan. Dia juga
mengalami hipertensi ,namun tidak berobat secar teratur. Riwayat keluarga yang
menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak ada.

 Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu, BB 80 kg, TB 168 cm


(obesitas)

a. Tekanan darah sistolik dan diastolik


1) 150/90 mmHg
b. Tekanan nadi : 120x/menit, reguler (Sinus tachycardia)
c. Respiratori rate : 28x/menit (takipnea)
d. Pemeriksaan Jantung terdapat:

Inspeksi : iktus kordis terlihat ICS VI linea axilaris anterior kiri


Palpasi : iktus kordis terabar ICS VI linea axilaris anterior kiri
Perkusi : Batas jantung kiri: ICS VI linea axilaris anterior kiri,
batas jantung kanan : linea parasentralis dekstra ICS
VI, batas atas ICS II linea parasentralis sinistra
Auskultasi : HR 120x/menit, murmur sistolik grade III di area katup
mitral, gallops (+)
e. Pemeriksaan Pulmo terdapat : ronchi basah sedang (+/+) di
basal paru, wheezing ekspirasi (+/+)
f. Abdomen terdapat : Hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae,
tumpul, rata. Tidak nyeri ; shifting dullness (-)

36
g. Ekstremitas : fitting edema (+/+)

12. Apa diagnosis banding pada kasus ini?


Jawab:
Berikut ini diagnosis banding pada kasus ini:

Penyakit Kardiovaskular
GEJALA HHD Infark Kelainan Infeksi (endokarditis,
dekompensasi miokardium katup miokarditis, perikarditis)
(Gagal jantung jantung
kiri)
Sesak napas + + + +
Paroxismal + + + -
Nocturnal
Dyspnea
Terdengar + - + +
S3 & S4
Tidak + + +/- -
Demam
(Isselbacher, 2010)

13. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?


Jawab:
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain, yaitu:
Echocardiografi
Echocardiography merupakan alat diagnostik di bidang kardiovaskular
dengan prinsip dasar gelombang suara frekuensi tinggi. Dengan transmisi
gelombang suara, diharapkan terjadi pemantulan gelombang yang akan
memberikan kontur yang sesuai dengan jaringan yang memantulkan transmisi
gelombang. Sehingga dengan alat ini akan diperoleh kontur dinding jantung,
katup-katup jantung, ruang-ruang jantung serta selaput pembungkus jantung.
Pencitraan akan tergambar dalam bentuk satu dimensi (m-mode) dua (2-D)
bahkan tiga dimensi (3-D) atau empat (4-D).
(Ghanie, 2006)
14. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?

37
Jawab:
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Congestive Heart Failure (CHF) et
causa Hypertension Heart Diseases (HHD).

15. Bagaimana tatalaksana (farmakologi dan non-farmakologi) pada kasus ini?


Jawab:
Berikut ini tatalaksana pada kasus Tn.JK:
Tatalaksana medis untuk pasien dengan Hypertensi Heart Disease (HHD)
dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
a. Penatalaksanaan untuk tekanan darah yang meningkat
b. Pencegahan dan penatalaksanaan dari HHD

1. Modifikasi pola hidup


Mengubah pola hidup/intervensi nonfarmakologis pada penderita
hipertensi lanjut usia, seperti halnya pada semua penderita, sangat menguntungkan
untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa pola hidup yang harus diperbaiki
adalah : menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum
alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam,
mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium
dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak
jenuh dan kolesterol. Intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum
menggunakan obat-obatan.

2. Terapi farmakologi
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi
metabolisme dan distribusi obat, sehingga harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis
kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan.
Menurut JNC VII pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita
hipertensi lanjut usia adalah diuretik atau penyekat beta. Pada HST,
direkomendasikan penggunaan diuretik dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
nikardipin dan diuretik tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian
kardiovaskuler.

38
Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam
pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,
penyekat beta mungkin sangat bermanfaat, namun demikian terbatas
penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/
kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi
jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (Angiotensin
Convening Enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.
Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural
(penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obat-
obatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis α 2 sentral) harus
diberikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain
dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi
obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan
efek antihipertensi misalnya: obat anti psikotik terutama fenotiazin, antidepresan
khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang
memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat
antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah:
a. Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, Lithium risiko toksisitas
meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia menurun
b. Penyekat beta: Verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal
jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral
meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.

Dosis beberapa obat diuretik penyekat beta, penghambat ACE, penyekat


kanal kalsium, dan penyakat alfa yang dianjurkan pada penderita hipertensi pada
lanjut usia adalah sebagai berikut:
a. Dosis obat-obat diuretic (mg/hari) msialnya: bendrofluazid 1,25-2,5 mg/hari,
klortiazid 500-100 mg/hari, klortalidon 25-50 mg/hari, hidroklortiazid 12,5-25
mg/hari, dan indapamid SR 1,5 mg/hari.
b. Dosis obat-oabat penyekat beta yang direkomendasikan adalah: asebutolol 400
mg sekali atau dua kali sehari, atenolol 50 mg sekali sehari, bisoprolol 10-20
mg sekali sehari, celiprolol 200-400 mg sekali sehari, metoprolol 100-2000
mg sekali sehari, oksprenolol 180-120 mg dua kali sehari, dan pindolol 15-45
mg sekali sehari.

39
c. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril
6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8
mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali
sehari.
d. Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-
10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali
sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari,
verapamil 120-240 mg dua kali sehari.

e. Dosis obat-obat penyakat alfa yang dianjurkan adalah: doksazosin 1-16 mg


sekali sehari, dan prazosin 0,5 mg sehari sampai 10 mg dua kali sehari.
(Katzung, 2012)

16. Apa komplikasi pada kasus ini?


Jawab:
Meningginya tekanan darah (TD) berhubungan dengan meningkatnya risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, insufisiensi renal,
dan penyakit vaskuler perifer.
(Sudoyo, 2009)
17. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Jawab:
Prognosis: Dubia ad malam
Resiko komplikasi tergantung seberapa besar Hipertrofi Ventrikel Kiri.
Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi terjadi.
Pengobatan hipertensi, dapat mengurangi kerusakan ventrikel kiri. Beberapa
penelitian telah menunjukkan, bahwa obat-obatan tertentu seperti, ACE-inhibitors,
beta-blockers dan diuretics spinorolakton dapat mengatasi hipertrofi ventrikel kiri dan
memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit
jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit
serius yang memiliki resiko kematian mendadak.

18. Apa Kompetensi Dokter Umum pada kasus ini?


Jawab:
Kompetensi Dokter Umum:

40
Tingkat Kemampuan 3B Kasus Gawat Darurat :
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)
19. Apa pandangan islam terhadap kasus ini?
Jawab:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan AL-Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S AL-Isra’ ayat 82)

Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa Ia memberi penawar/ obat bagi semua
penyakit dimana salah satunya melalui doa-doa yang terkandung di dalam Al-Qur’an.

2.6 Kesimpulan
Tn. JK ,55 tahun, mengalami sesak napas disebabkan gagal jantung kongestif (CHF)
karena hypertesion heart diseases (HHD).

2.7 Kerangka Konsep


Faktor resiko

Hipertensi pada Tn.JK

Faktor resiko Faktor resiko


41
Obesitas Usia (degeneratif)

(hiperlipidemi)
Hipertrofi ventrikel kiri

Kompensasi ventrikel mnurun

Stagnansi aliran darah ke


jantung

Edema paru

Sesak napas Hepatomegali akibat


kongesti cairan

Lambung tertekan dan Perut terasa penuh dan


rongganya menjadi sempit cepat kenyang

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Philip I. dkk. 2008. At A Glance System Cardiovaskular. Jakarta : Erlangga


Arif, Y. 2011. Gagal Jantung. Tersedia di: http://lib.ui.ac.id [Diakses tanggal 30 Desember
2014].

42
Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi Respiratory Medicine. Jakarta: EGC
Ghanie, A. 2006. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gray, Huon H., Dawkins, Keith D., Morgan, John M., Simpson, John A. 2005. Lecture Notes
Kardiologi. Jakarta: Erlangga

Guyton. Arthur.C., Hall. John E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hadisaputro, Soeharyo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books
Katzung, B. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta: EGC

Khalilullah, Said Alfin. 2011. Mekanisme Gagal Jantung akibat Hipertensi Kronis. Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil

kedokteran Indonesia.

Kumar, Vinay dkk. 2012. Buku Ajar Patolgi Robbins E/7 vol 2. Jakarta: EGC
Panggabean, Marulam M. 2009. Penyakit Jantung Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Panggabean, S. 2012. Penyakit Jantung Hipertensi. Tersedia di:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3167/4/Chapter%20II.pdf [Diakses
tanggal 30 Desember 2014]

Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC

Rilantono, Lily.L.2012.Penyakit Kardiovaskuler (PKV).Jakarta : Badan Penerbit FK UI

Roesma, J. 2006. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC

43
Silbernagl. Stefan., Florian. Lang. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC
Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Thomas, J dan Monaghan, T. 2012. Buku Saku Oxford: Pemeriksaan Fisik & Keterampilan
Praktis. Jakarta: EGC

Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Essensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

44

Anda mungkin juga menyukai