PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Sekretaris : Soleha
Peraturan :
2
2.2 Skenario Kasus
Tn.JK, 55 tahun, datang ke UGD dengan keluhan sesak napas makin berat sejak 2 hari
yang lalu. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas
seperti naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat. Sejak 1 bulan
terakhir, Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk tidak ada. Perut
terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10
tahun terakhir, namun tidak berobat secar teratur. Riwayat keluarga yang menderita
tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak ada.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu, sianosis (-)
BB 80 kg, TB 168 cm
Jantung
Abdomen : Hrpar teraba 2 cm di bawah arcus costae, tumpul, rata. Tidak nyeri ;
shifting dullness (-)
3
Hipertensi : Tingginya tekanan darah arteri secara
persisten.
Dispneu : Gangguan / kesulitan bernapas.
Orthopneu : Dispneu yang merea pada posisi tegak.
Gallops : Adanya bunyi S3 dan S4 yang menimbulkan
irama yang menyerupai derap kuda.
Ronchi Suara napas tambahan bernada rendah
sehingga bersifat sonor, terjadi pada
saluran pernapasan besar disebabkan
karena udara melewati penyempitan dapat
terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi.
Wheezing : Jenis bunyi kontinu seperti bersiul atau
suatu bunyi bernada tinggi abnormal yang
disebabkan oleh obstruksi parsial pada
saluran napas.
Sianosis : Diskolorasi, kebiruan dari kulit dan mebran
mukosa akibat konsentrasi Hb tereduksi >
dalam darah.
Shifting dullness : Perubahan resonansi suatu bunyi pada suatu
ruangan apabila kita gerakkan objek
bunyinya.
Linea axillaris : Garis liner yang melalui regio axilla
Struma : Pembesaran kelenjar tiroid
Perut terasa penuh : Tidak ada ruangan untuk pengisian tambahan
pada perut.
Cepat kenyang : Kesanggupan / kemampuan perut untuk terisi
hanya sedikit dari biasanya.
4
2. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas
seperti naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
3. Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat.
4. Sejak 1 bulan terakhir, Tn. JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk
tidak ada.
5. Perut terasa penuh dan cepat kenyang setelah makan.
6. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir, namun tidak berobat secar
teratur. Riwayat keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak
ada.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu,
sianosis (-) BB 80 kg, TB 168 cm
Tanda Vital : TD 150/90 mmHg, RR 28x/menit, Nadi 120x/menit, reguler,
Suhu 36,8° C
Leher : JVP 5+0 cm H2O, struma (-)
Jantung
5
Jawab:
Anatomi Jantung
Perikardium parietalis
Perikardium viseralis,
6
Jantung memiliki 4 katup yaitu:
1. Katup atrioventrikuler
Katup atrioventrikuler terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang
terletak diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun
katup (trikuspid). Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri mempunyai dua buah daun katup (mitral). Memungkinkan darah
mengalir dari atrium ke ventrikel pada fase diastolik dan mencegah aliran
balik pada fase sistolik.
2. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari katup aorta dan katup pulmonal. Katup
Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan. Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua
katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3 buah daun katup yang
simetris. Daya katup ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing
ventrikel ke arteri selama sistolik dan mencegah aliran balik pada waktu
diastolik. Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing ventrikel
berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi dari tekanan didalam
pembuluh darah arteri.
7
Jantung mendapat vaskularisasi dari arteria coronaria dextra dan
sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri
coronaria dan percabangan utama terdapat dipermukaan jantung, terrletak di
dalam jaringan ikat subepicardial.
Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan
ke depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra. Arteri ini berjalan
turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare dextra. Cabang –
cabangnya:
9
(Snell, 2006)
Fisiologi Jantung
10
mitral. Selanjutnya melalui katup aorta ventrikel kiri memompakan darah
tersebut ke aorta secara sistemik.
(Sherwood, 2012)
11
jaringan ini berfungsi sebagai insulator terhadap hantaran listrik pontensial
aksi antara atrium dan ventrikel. Dari bundle His impuls diteruskan ke
ventrikel kiri dan kanan melalui cabang-cabang berkas kiri dan kanan.
Selanjutnya, impuls diteruskan dengan cepat oleh serat purkinje ke semua
serat otot masing-masing ventrikel. Dan terjadilah kontraksi kedua ventrikel.
(Sherwood, 2012)
3. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri atas periode relaksasi yang disebut diastolik,
yaitu periode pengisian darah ke dalam ruang jantung, kemudian diikuti oleh
periode kontraksi yang disebut sistolik, yaitu masa kontraksi untuk
mengeluarkan darah dari ruang jantung. Dalam keadaan normal, selama masa
diastolik, pengisian ventrikel akan meningkatkan volume masing-masing
ventrikel menjadi kira-kira 110-120 ml. Volume ini dikenal dengan sebutan
volume akhir diastolik. Sedangkan, selama sistolik darah yang dipompakan
dari ventrikel kiri ke dalam aorta berjumlah kira-kira 70 ml, begitu pula dari
ventrikel kanan ke dalam truncus pulmonalis.
Jumlah darah yang dipompakan masing-masing ventrikel selama masa
sistolik ini disebut volume sekuncup. Sedangkan, sisa volume darah yang
tertinggal di dalam masing-masing ventrikel pada akhir masa sistolik disebut
volume akhir sistolik yang berjumah kira-kira 40-50 ml.
(Sherwood, 2012)
4. Bunyi Jantung
Bunyi jantung pertama adalah kontraksi ventrikel yang menyebabkan
aliran darah berbalik secara tiba-tiba. Aliran darah yang berbalik ini
menumbuk katup A-V sehingga katup A-V menonjol ke atrium. Kemudian
korda tendinea mendadak menarik daun katup sehingga penonjolan daun
katup A-V tersebut terhenti dengan tiba-tiba. Daya elastisitas daun katup yang
kaku menyebabkan darah berbalik arah dengan cepat ke arah ventrikel dan
bertumbukan pula dengan dinding ventrikel. Semua peristiwa diatas,
menyebabkan darah, dinding ventrikel, dan daun katup bergetar (bervibrasi),
serta menyebabkan vibrasi turbulensi pada darah. Vibrasi ini kemudian
menjalar ke jaringan dinding dada di sekitarnya sehingga dapat didengar
melalui stetoskop ditempat tersebut sebagai bunyi jantung.
12
Bunyi jantung kedua adalah akibat penutupan katup semilunar (katup
aorta dan katup pulmonal) secara tiba-tiba. Begitu katup semilunar tertutup
,daun-daun katup ini akan menonjol kearah ventrikel karena dorongan darah
yang berbalik arah. Regangan elastis daun katup menyebabkan darah berbalik
lagi kearah arteri sehingga menimbulkan vibrasi yang bergaung akibat gerakan
darah yang berjalan bolak-balik antara dinding arteri dan daun katup,dan
antara daun katup dan dinding ventrikel. Vibrasi ini kemudian menjalar di
sepanjang dinding arteri pulmonalis dan aorta. Sewaktu vibrasi dari pembuluh
darah atau ventrikel mencapai dinding yang dapat berbunyi (sounding wall),
seperti dinding dada, timbullah bunyi yang dapat didengar ditempat tersebut.
Durasi masing-masing bunyi jantung adalah kira-kira 0,10 detik;
tepatnya 0,14 detik untuk bunyi jantung pertama,dan 0,11 detik untuk bunyi
jantung kedua. Alasan mengapa bunyi jantung kedua lebih singkat durasinya
dibanding bunyi jantung pertama adalah karena katup semilunar lebih kaku
dibanding katup A-V sehingga vibrasi pada katup semilunar berlangsung
dalam waktu yang lebih singkat dibanding katup A-V. Rentang frekuensi yang
dapat didengar, mulai dari frekuensi yang paling rendah yang dapat dideteksi
oleh telinga sampai kira-kira 500 cyle/detik. Ketika digunakan peralatan
elektronik khusus untuk merekam bunyi jantung ini, tampak proporsi terlebar
dari rekaman tersebut berada di bawah rentang frekuensi yang dapat
didengar,yaitu yang terendah kira-kira 3 sampai 4 cyle/detik dan puncaknya
pada kira-kira 20 cyle/detik. Karena itu,sebagian bunyi jantung yang tidak
dapat didengar dengan stetoskop dapat terekam secara elektronik pada
fonokardiogram.
Bunyi jantung kedua secara normal mempunyai frekuensi yang lebih
tinggi isbanding bunyi jantung pertama; alasannya adalah sebagai berikut: (2)
derajat kekakuan katup semilunar lebih besar isbanding katup A-V dan (2)
koefisien elastisitas yang menjadi penyebab timbulnya vibrasi ,pada arteri
(yang menimbulkan bunyi jantung kedua) lebih besar isbanding pada ruang
ventrikel (yang menimbulkan bunyi jantung pertama).
(Sherwood, 2012)
13
b. Gangguan pada sistem apa yang menyebabkan sesak napas?
Jawab:
1. Penyebab jantung
a) Akut
Iskemia atau infark miokard
Regurgitasi mitral akibat ruptur korda
Terjadinya AF pada penyakit katup mitral atau aorta
b) Kronis
Disfungsi ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Miksoma atrium
2. Penyebab non-jantung
a) Akut
Emboli akut
Pneumotoraks
Asma
Sindrom Hiperventilasi
b) Kronis
Penyakit paru obstruktif atau restriktif
Hipertensi pulmonal
Kelainan dinding dada
Anemia
Kegemukan dan kurang fit
(Djojodibroto. 2007)
14
c. Apa hubungan jenis kelamin dan usia dengan keluhan sesak napas?
Jawab:
- Usia
Semakin bertambah usia maka akan semakin meningkatkan kejadian
sesak nafas, karena telah terjadi proses degenerative yang
mengakibatkan penurunan fungsi fisiologis tubuh. Tidak ada
perbedaan dalam jenis kelamin. Sekitar 3 – 20 per 1000 orang pada
populasi meningkat seiring bertambahnya usia, dan tidak ada referensi
yang menyatakan bahwa laki – laki maupun perempuan lebih sering
mengalami keluhan sesak nafas.
(Sudoyo, 2009)
- Jenis Kelamin
Untuk jenis kelamin, pada kasus ini semua jenis kelamin dapat
mengalami kelainan pada kasus ini. Sedangkan pada usia lanjut,terjadi
penurunan berbagai fungsi organ dalam tubuh. Seperti terjadinya
proses degenerative pada arteri,sehingga arteri akan mengalami
vasokontriksi dan dapat memperberat keadaan aterosklerosis dan juga
wanita yang sudah menoupouse lebih rentan dari pada wanita muda ,
dikarenakan pengaruh dari hormone estrogen yang melindungi.
(Sudoyo, 2009)
d. Apa klasifiksasi sesak napas menurut NYHA (New York Heart Association)?
Jawab:
Klasifikasi sesuai tingkat aktivitas fisik yang dapat menimbulkan
gejala oleh New York Heart Association (NYHA) yaitu:
15
(Sudoyo, 2009)
2. Empat bulan sebelumnya, Tn.JK sudah mengeluh sesak napas bila beraktivitas seperti
naik tangga atau berjalan sejauh ±300 meter dan berkurang bila beristirahat.
a. Apa makna sesak napas pada saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat?
Jawab:
Pada Tn.JK terjadi sesak napas sesak napas saat beraktivitas (seperti naik
tangga dan berjalan sejauh ±300 m) maknanya yaitu bahwa saat melakukan
aktivitas berat , kongesti pulmoner dengan adanya akumulasi dari cairan intertisial
atau intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary, yang akan
menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak napas kasus
penyakit jantung. Namun berkurang bila istirahat menandakan bahwa jantungnya
masih bisa berkompensasi bila dengan melakukan istirahat (tidak sedang
beraktivitas) sehingga tidak menimbulkan sesak napas.
(Sudoyo, 2009)
3. Dalam 2 hari terakhir sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat.
a. Apa makna sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat?
Jawab:
Sesak napas tidak hilang meski sudah beristirahat bermakna bahwa sesak
napas yang dialami Tn.JK sudah memasuki derajat 3, dimana pada waktu
beristirahat pun timbul sesak.
Pada kasus Tn.JK ini terjadi hipertensi yang kronis (sudah 10 tahun) sehingga
kerja jantung menurun , sehingga memaksa berbagai mekanisme kompensasi
terjadi, termasuk sistem saraf adrenergic, sistem RAA, dan sistem sitokin. Dalam
jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler ke derajat
homeostatik yang normal. Namun, seiring dengan waktu aktivasi sistem
kompensasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ dalam
ventrikel, disertai dengan remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan
pada akhirnya dekompensasi cordis.
16
yang lemah tidak mampu lagi memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan
tubuh sehingga kompensasi akan tetap berjalan, karena cardiac output tetap turun,
sehingga tetap mengaktifkan mekanisme Frank-Starling, aktifasi saraf simpatis
dan RAA, hal tersebut tidak terlalu berguna karena jantung sudah mengalami
kegagalan, bahkan semakin membuat kerja jantung meningkat Maka terjadi
edema paru akibat transudasi cairan ke interstisial paru dan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru yang akhirnya menyebabkan proses ventilasi
terganggu. Hal inilah yang menyebabkan sesak nafas tidak menghilang meski
sudah beristirahat.
(Khalilullah, 2011)
(Silbernagl, 2006)
17
hidrostatik dalam kapiler paru yang akhirnya menyebabkan proses ventilasi
terganggu. Hal inilah yang menyebabkan sesak nafas tidak menghilang meski
sudah beristirahat.
(Sudoyo, 2009)
18
Sirkulasi Sistemik
Darah dari atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra masuk ke
aorta kemudian ke seluruh tubuh – kembali melalui Vv.cava –
bermuara di atrium dextra.
Sirkulasi Pulmonal
Darah dari ventrikel dextra melalui truncus pulmonalis menuju
pulmo – kembali melalui Vv.Pulmonalis – bermuara di atrium
sinistra.
(Aaronson, Philip I. 2008)
4. Sejak 1 bulan terakhir, Tn.JK tidur menggunakan 3 bantal. Demam tidak ada, batuk
tidak ada.
a. Mengapa harus tidur dengan menggunakan 3 bantal?
Jawab:
19
jantung bertambah berat orthopnea dapat menjadi begitu berat sehingga pasien
tidak dapat berbaring sama sekali dan pasien harus tidur dalam posisi duduk.
(Price, 2005)
20
Mekanisme cepat kenyang dan perut terasa penuh:
6. Dia memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir, namun tidak berobat secara
teratur. Riwayat keluarga yang menderita tekanan darah tinggi dan sakit jantung tidak
ada.
a. Apa klasifikasi hipertensi?
Jawab:
Berikut ini klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 dan WHO
21
(Kumar, et al, 2007).
b. Apa makna Tn.JK tidak berobat secara teratur dengan riwayat hipertensi?
Jawab:
Makna Tn.JK mengalami hipertensi namun tidak berobat secara teratur adalah
dimana pada pasien ini hipertensinya semakin parah karena kelalaian berobat
sehingga mengalami krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu tanda
klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya, krisis
hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat
antihipertensi. Sehingga pada kasus Tn.JK ini akhirnya menyebabkan terjadinya
kegagalan jantung sebagai akibat dari hipertensi yang sudah lama (10 tahun)
ditambah lagi berobat secara tidak teratur.
(Lily l.Rilantono,2012)
22
c. Bagaimana mekanisme hipertensi?
Jawab:
Mekanisme HTN jika dilihat dari volume ekstrasel yang
meningkat
Volume cairan
volume tekanan
ekstrasel
darah pengisian sirkulasi
rata-rata
resistensi perifer
total
ACE
Vasokonstriksi
TEKANAN DARAH
(Guyton, 2007)
23
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang
ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik
yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi
perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume
darah sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total
terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf
dan hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara
pengaruh vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan
vasodilator (termasuk kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat).
24
pengaruh vasokonstrikt if (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di
dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab
primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang
dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingku ngan
mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres,
kegemukan, merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam
jumlah besar dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi .
d. Apa hubungan riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dengan keadaan
sekarang?
Jawab:
Hipertensi yang lama sejak 10 tahun yang lalu mengacu pada peningkatan
tekanan darah sistemik yang menaikkan resistensi terhadap pemompaan darah ke
ventrikel kiri ke aorta, lalu terjadi peningkatan EDP ventrikel kiri(preload) dan
tekanan vena pulmonalis karena darah kembali dalam sirkulasi pulmonal
(kongesti pulmonal) keadaan ini menyebabkan jantung berdilatasi dan
peningkatan tekanan kapiler pulmonal memacu terjadinya akumulasi cairan pada
jaringan interstisial paru. Peningkatan darah dan cairan dalam paru membuat paru
menjadi berat sehingga menyebabkan dispnea.
(Aaronson, 2008)
25
(Price, 2005)
26
pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan
berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat
pada tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif.
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
3) Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal,
sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian
ginjal. Kerusakan membrane glomerulus juga akan menyebabkan protein
keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari
tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi
pada hipertensi kronik.
4) Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi
tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat
ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang
tinggi adalah iskemik optic neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat
aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita hypertensive retinopathy
pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi
kebutaan pada stadium akhir.
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi
maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss.
(Price, 2005)
f. Apa makna riwayat keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tinggi dan
sakit jantung tidak ada?
Jawab:
27
“Riwayat keluarga tidak ada yang menderita tekanan darah tingga dan sakit
jantung “ bermakna bahwa penyakit hipertensi yang diderita Tn.JK bukan karena
faktor genetik (tidak diturunkan dari riwayat keluarga). Namun bisa disebabkan
oleh faktor lainnya seperti gaya hidup dan lingkungan.
Hipertensi dapat disebabkan oleh mutasi dari satu gen yang diturunkan
berdasarkan hukum Mendel. Gen-gen yang berpengaruh pada patomekanisme
hipertensi antara lain adalah gen yang meregulasi substansi presso seperti
angiotensin II, gen yang meregulasi reaktivitas otot polos vaskular, dan gen yang
meregulasi renal sodium load.
(Price, 2005)
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, tampak sakit sedang, dispneu, orthopneu, sianosis
(-) BB 80 kg, TB 168 cm
Tanda Vital : TD 150/90 mmHg, RR 28x/menit, Nadi 120x/menit, reguler, Suhu
36,8° C
Leher : JVP 5+0 cm H2O, struma (-)
Jantung
28
Fisik kasus Normal
Tanda vital TD 150/90 mmHg 120/80 mmHg Hipertensi
RR 28 x/menit 18-24 x/menit Takipneu
Nadi 120x/menit 60-100 x/menit Takikardi
Temp 36,8 °C 36-37 ° C Normal
Leher JVP 5 + 0 cm H2O JVP 5 -2 cm Normal
H2O sampai JVP
5 + 0 cm H2O
Jantung Inspeksi: iktus Abnormal
kordis terlihat ICS
VI linea axilaris
anterior kiri.
Palpasi: iktus Abnormal
kordis teraba ICS
VI linea axilaris
anterior kiri.
Perkusi: batas Abnormal
jantung kiri: ICS VI
linea axilaris
anterior kiri, batas
jantung kanan :
linea parsternalis
dekstra ICS VI,
batas atas ICS II
linea parasternalis
sinistra.
Auskultasi: HR Abnormal
120x/menit, mur-
mur sistolik grade
III di area katup
mitral, gallops (+)
29
Pulmo Ronci basah Tidak ada ronchi Abnormal ->
sedang (+/+) di dan wheezing Ronchi basah
basal paru, sedang : adanya
Wheezing ekspirasi suara
(+/+) gelembung kecil
yang pecah.
Wheezing
eksipirasi:
Ada suara
pernapasan
frekuensi tinggi
nyaring yang
terdengar di
akhir ekspirasi.
30
b. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik jantung ?
Jawab:
31
III di area katup
mitral : adanya
fibrasi/getaran yang
terjadi di dalam jantung
yang diakibatkan oleh
bertambahnyaarus
turbulensi darah, terjadi
pada fase sistolik derajat
ke III, tempatnya di area
katup mitral.
32
Gallop (+): penutupan katup atrioventrikular tidak serentak.
Hipertensi → beban ventrikel meningkat → otot jantung mensintesis
sarkomer-sarkomer aktin dan miosin → hipertrofi ventrikel kiri → konduksi
dari SA nodes ke AV node menuju sel-sel purkinje berlangsung lebih lama
pada ventrikel kiri yang hipertrofi → penutupan katup tidak serentak → gallop
(+)
(Price, 2005)
Hipertrofi Ventrikel kiri
Hipertensi → beban ventrikel meningkat → otot jantung mensintesis
sarkomer -sarkomer aktin dan miosin → hipertrofi ventrikel kiri
(Price, 2005)
8. Pemeriksaan Laboratorium
Hb 12,3 g/dl, ureum 45 mg/dl, creatinine 1,2 mg/dl, Natrium135 mEq/L, dan Kalium
5 mEq/L, total cholesterol 250 mg/dl, LDL 170 mg/dl, HDL 40 mg/dl, trigliserida 205
mg/dl
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium pada kasus?
Jawab:
Pemerikasaan
Keadaan pada
Laboratoriu Keadaan Normal Interpretasi
Kasus
m
Laki – laki: 13 – 18 g/dl
Hemoglobin 12,3 g/dl Normal
Perempuan: 12 – 16 g/dl
Ureum 45 mg/dl 20 – 40 mg/dl Abnormal
Creatinine 1,2 mg/dl 0.6 – 1.3 mg/dl Normal
Natrium 135 mEq/L 135 – 145 mEq/L Normal
Kalium 3, 5 mEq/L 3,5 – 5,2 mEq/L Normal
Cholesterol
250 mg/dl 160 – 200 mg/dl Abnormal
total
LDL 170 mg/dl <130 – 159 mg/dl Abnormal
HDL 40 mg/dl Dewasa: 30 – 70 mg/dl Normal
Dewasa yang diharapkan:
Trigliserida 205 mg/dl Laki – laki: 40 – 160 mg/dl Abnormal
Perempuan: 35 – 135 mg/dl
(Hadisaputro, 2009)
33
b.Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
9. Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiografi: sinus rhythm, HR 120x/menit, aksis ke kiri, terdapat gambaran
LV Strain (+)
Chest-X-ray: CTR > 50%, Kerley A Line (+), Sefalisasi (+), Shoe Shape appearance
(+)
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang?
Jawab:
34
Shoe Shape Abnormal
appearance (+) (Hipertrofi
kedua
ventrikel)
(Hadisaputro, 2009)
10. Bagaimana mekanisme abnormal hasil pemeriksaan penunjang?
Jawab:
Gambaran left ventrikel hipertropi
Hipertensi → ↑ tekanan afterload jantung → ventrikel sinistra gagal
mengkompensaasi TD ↑ → terganggunya relaksasi ventrikel kiri → lumen
ventrikel kiri dilatasi → Cardiac Output ↓ → ↑ tahanan pembuluh perifer →
fungsi sistolik ventrikel kiri ↓ → mengaktivasi sistem neurohormonal →
penebalan dinding konsentrik jantung → petambahan massa pada ventrikel
sinistra → memicu respon sel miosit → hipertrofi serat otot dan dilatasi kardio
(left ventrikel hipertropi)
(Kumar, 2012)
HR 120x/menit
Hipertensi → kerja jantung menurun → dekom pada jantung kiri → hipertrofi
ventrikel kiri → penurunan cardiac output → perangsangan saraf simpatis →
peningkatan HR (kompensasi tubuh)
(Price, 2005)
CTR > 50%
35
CTR >50% terjadi karena adanya hipertrofi ventrikel kiri akibat
peningkatan tahanan pembuluh darah perifer dan ↑ beban ventrikel kiri.
(Sudoyo, 2009)
Pemeriksaan fisik
36
g. Ekstremitas : fitting edema (+/+)
Penyakit Kardiovaskular
GEJALA HHD Infark Kelainan Infeksi (endokarditis,
dekompensasi miokardium katup miokarditis, perikarditis)
(Gagal jantung jantung
kiri)
Sesak napas + + + +
Paroxismal + + + -
Nocturnal
Dyspnea
Terdengar + - + +
S3 & S4
Tidak + + +/- -
Demam
(Isselbacher, 2010)
37
Jawab:
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah Congestive Heart Failure (CHF) et
causa Hypertension Heart Diseases (HHD).
2. Terapi farmakologi
Umur dan adanya penyakit merupakan faktor yang akan mempengaruhi
metabolisme dan distribusi obat, sehingga harus dipertimbangkan dalam
memberikan obat antihipertensi. Hendaknya pemberian obat dimulai dengan dosis
kecil dan kemudian ditingkatkan secara perlahan.
Menurut JNC VII pilihan pertama untuk pengobatan pada penderita
hipertensi lanjut usia adalah diuretik atau penyekat beta. Pada HST,
direkomendasikan penggunaan diuretik dan antagonis kalsium. Antagonis kalsium
nikardipin dan diuretik tiazid sama dalam menurunkan angka kejadian
kardiovaskuler.
38
Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi pertimbangan dalam
pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner,
penyekat beta mungkin sangat bermanfaat, namun demikian terbatas
penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/
kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi
jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik, penghambat ACE (Angiotensin
Convening Enzyme) atau kombinasi keduanya merupakan pilihan terbaik.
Obat-obatan yang menyebabkan perubahan tekanan darah postural
(penyekat adrenergik perifer, penyekat alfa dan diuretik dosis tinggi) atau obat-
obatan yang dapat menyebabkan disfungsi kognitif (agonis α 2 sentral) harus
diberikan dengan hati-hati. Karena pada lanjut usia sering ditemukan penyakit lain
dan pemberian lebih dari satu jenis obat, maka perlu diperhatikan adanya interaksi
obat antara antihipertensi dengan obat lainnya. Obat yang potensial memberikan
efek antihipertensi misalnya: obat anti psikotik terutama fenotiazin, antidepresan
khususnya trisiklik, L-dopa, benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang
memberikan efek antagonis antihipertensi adalah: kortikosteroid dan obat
antiinflamasi nonsteroid. Interaksi yang menyebabkan toksisitas adalah:
a. Tiazid: teofilin meningkatkan risiko hipokalemia, Lithium risiko toksisitas
meningkat, karbamazepin risiko hiponatremia menurun
b. Penyekat beta: Verapamil menyebabkan bradikardia, asistole, hipotensi, gagal
jantung; digoksin memperberat bradikardia, obat hipoglikemik oral
meningkatkan efek hipoglikemia, menutupi tanda peringatan hipoglikemia.
39
c. Dosis obat-obat penghambat ACE yang direkomendasikan adalah: kaptopril
6,25-50 mg tiga kali sehari, lisinopril 2,5-40 mg sekali sehari, perindropil 2-8
mg sekali sehari, quinapril 2,5-40 mg sekali sehari, ramipril 1,25-10 mg sekali
sehari.
d. Dosis obat-obat penyakat kanal kalsium yang dianjurkan adalah: amlodipin 5-
10 mg sekali sehari, diltiazem 200 mg sekai sehari, felodipin 5-20 mg sekali
sehari, nikardipin 30 mg dua kali sehari, nifedipin 30-60 mg sekali sehari,
verapamil 120-240 mg dua kali sehari.
40
Tingkat Kemampuan 3B Kasus Gawat Darurat :
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)
19. Apa pandangan islam terhadap kasus ini?
Jawab:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan AL-Qur’an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian.” (Q.S AL-Isra’ ayat 82)
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan bahwa Ia memberi penawar/ obat bagi semua
penyakit dimana salah satunya melalui doa-doa yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
2.6 Kesimpulan
Tn. JK ,55 tahun, mengalami sesak napas disebabkan gagal jantung kongestif (CHF)
karena hypertesion heart diseases (HHD).
(hiperlipidemi)
Hipertrofi ventrikel kiri
Edema paru
DAFTAR PUSTAKA
42
Djojodibroto, Darmanto. 2007. Respirologi Respiratory Medicine. Jakarta: EGC
Ghanie, A. 2006. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gray, Huon H., Dawkins, Keith D., Morgan, John M., Simpson, John A. 2005. Lecture Notes
Kardiologi. Jakarta: Erlangga
Guyton. Arthur.C., Hall. John E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hadisaputro, Soeharyo. 2009. Buku Saku Mengenal Penyakit melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books
Katzung, B. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta: EGC
Khalilullah, Said Alfin. 2011. Mekanisme Gagal Jantung akibat Hipertensi Kronis. Banda
Aceh: Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil
kedokteran Indonesia.
Kumar, Vinay dkk. 2012. Buku Ajar Patolgi Robbins E/7 vol 2. Jakarta: EGC
Panggabean, Marulam M. 2009. Penyakit Jantung Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Roesma, J. 2006. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC
43
Silbernagl. Stefan., Florian. Lang. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta:
EGC
Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Thomas, J dan Monaghan, T. 2012. Buku Saku Oxford: Pemeriksaan Fisik & Keterampilan
Praktis. Jakarta: EGC
Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Essensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
44