Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS AKUT

OLEH:

NI KOMANG DINI KESUMA PUTRI (P07120215035)


I GST AYU REGITA PRAMESTI C (P07120215036)
I GEDE PERI ARISTA (P07120215037)
IDA AYU MADE UTARI (P07120215039)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS AKUT
A. Pengertian
Gagal nafas adalah suatu sindrom dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan
pertukaran gas yaitu oksigenasi dan pengeluaran karbondioksida. Gagal napas dapat terjadi
secara akut atau kronis
Gagal nafas kronik adalah yaitu terjadi dalam beberapa hari atau lebih, yang ditandai
dengan perubahan gas darah dan pH; namun penurunan pHtidak terlalu rendah, karena sudah
ada kompensasi dari ginjal (meningkatnya [bicarbonat]). Namun dampak dari gagal nafas
kronis akibat hipoksemia khronis seperti polycythemia, cor-pulmonale, clubbing finger
kadangkala nampak. Demikian juga dampak hiperkarbia khronis berupa asidosis yang
khronis. Sedangkan gagal napas akut adalah yaitu terjadi dalam waktu beberapa menit atau
jam, yang ditandai dengan perubahan gas darah dan penurunan pH ( < 7,3 ) karena kompensasi
ginjal masih belum sempurna. Kegagalan pernafasan akut secara numerik didefinisikan bila
PaO2 ≤ 50 sampai 60 mmHg atau dengan kadar CO2 ≥ 50 mmHg dalam keadaan istirahat
B. Klasifikasi
Sesuai patofisiologinya gagal nafas dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu
hipoksemik atau kegagalan oksigenasi dan hiperkapnik atau kegagalan ventilasi.
1. Kegagalan Oksigenasi (Gagal Nafas Tipe I/Hipoksemik)
Gagal nafas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai
dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal nafas tipe I ini terjadi
pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner.
Mekanisme terjadinya hipoksemia terutama terjadi akibat :
a. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian
paru yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya
adalah posisi (terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli
paru, displasia bronkopulmonal.
b. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membran alveolar atau
pembentukan cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya
adalah edema paru, ARDS, pneumonia interstitial.
c. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru-paru yang tidak
pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malvormasi arterio-vena paru,
malvormasi adenomatoid kongenital.
Penderita dengan gagal nafas tipe hipoksik dapat dibagi ke dalam: gangguan
pulmoner non spesifik akut (ARDS), penyakit paru spesifik akut, dan penyakit paru
progresif kronik:
a. Gangguan pulmoner non spesifik akut
Kelainan ini sering disebut ARDS (acute respiratory distress syndrome).
Beberapa nama lain yang dipergunakan yaitu shock lung, wet lung, white lung
syndrome. ARDS dapat terjadi pada penderita dengan penyakit paru atau paru yang
normal. Paling sering terjadi mengikuti pneumonia, trauma, aspirasi cairan
lambung, overload cairan, syok, pintasan kardiopulmoner, overdosis narkotik,
inhalasi asap beracun atau kelebihan oksigen.
Berbagai penyebab dari ARDS :
1) Syok karena berbagai sebab
2) Infeksi: sepsis gram negative, pneumonia viral, pneumonia bacterial.
3) Trauma : emboli lemak, cedera kepala, kontusio paru.
4) Aspirasi cairan : cairan lambung, tenggelam, cairan hidrokarbon
5) Overdosis obat : heroin, metadon, propoxyphene, barbiturat.
6) Inhalasi toksin, oksigen dengan konsentrasi, asap, bahan kimia korosif (NO2,
Cl2, NH3, Fosgen)
7) Kelainan hematologik : koagulasi intravaskuler, transfusi masif, post
cardiopulmonary by pass
8) Gangguan metabolik : pankreatitis, uremia
9) Peningkatan intrakranial, eklampsia
Letak kelainan pada sindrom ini adalah pada membran alveolar kapiler,
kerusakan pada membran alveolar kapiler, kerusakan pada membran ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pengambilan oksigen dengan akibatnya
terjadinya hipoksemia. Kelainan terutama berupa peningkatan permeabilitas
membran tersebut sehingga terjadi kebocoran cairan yang mula-mula mengisi
jaringan interstitial antara endotelium kapiler dan epithelium alveolar, kemudian
proses berlanjut dengan pengisian cairan di ruang alveoli.
Patofisiologi ARDS dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu: 1) pada tahap
ini mulai terjadi kerusakan membran alveolar kapiler yang menimbulkan
kebocoran cairan di jaringan interstitial, 2) karena kebocoran cairan berlanjut, paru
menjadi lebih kaku dan compliance (kelenturan) paru menurun, penurunan ini
akan mengakibatkan terjadi penurunan ventilasi dan perbandingan ventilasi-
perfusi menurun sehingga terjadilah hipoksemia arterial, 3) akhirnya masuk dan
mengisi ruang alveoli, ventilasi sama sekali tidak terjadi, perbandingan ventilasi-
perfusi menjadi nol, maka terjadilah shunt atau pintasan, lebih banyak ruang
alveoli yang terisi, lebih berat pintasan intrapulmoner yang terjadi, dan tekanan
oksigen arterial menjadi semakin menurun, 4) terjadi penutupan ruang jalan napas
terminalis dengan akibat terjadi atelektasis, penurunan volume paru dan akan
memperberat penurunan tekanan oksigen arterial. Tekanan CO2 arterial tetap
rendah disebabkan karena terjadi kompensasi berupa takipnea
b. Penyakit paru spesifik akut
Termasuk dalam penyakit ini adalah pneumonia, edema paru dan
atelektasis. Gangguan fisiologis utama pada penyakit ini adalah pengisian alveoli
(alveolar filling) dengan akibat perbadingan V/Q menjadi nol. Pada pneumonia
alveoli terisi material peradangan, sedangkan pada edema terisi cairan transudat,
dan pada kasus atelektasis tidak terjadinya ventilasi di unit respirasi distal karena
terjadinya kolaps jalan nafas.
c. Penyakit paru progresif kronik
Kelainan yang termasuk dalam kategori ini adalah fibrosis interstitial
dan karsinoma limfangitik. Keduanya jarang didapatkan pada anak-anak.
2. Kegagalan Ventilasi (Gagal Nafas Tipe II/Hiperkapnik)
Gagal nafas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada
umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2
(peningkatan PaCO2 atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal
dan penurunan PaO2 atau hipoksemia.
Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan
ekstrapulmoner. Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat
disebabkan karena 1) penekanan dorongan pernapasan sentral atau 2) gangguan pada
respon ventilasi.
Penyakit-penyakit atau kedaan penyebab kegagalan ventilasi :
a. Ekstrapulmoner
1) Overdosis sedatif atau opiate
2) Stroke serebrovaskular
3) Koma
4) Hipotiroid
5) Kerusakan primer pusat nafas
6) Trauma dada (flail chest)
7) Cedera medula spinalis
8) Miastenia gravis
9) Poliomyelitis
10) Amiotropik lateral sclerosis
11) Penyakit guillain barre
12) Sklerosis multiple
13) Paralisis diafragma
14) Distrofi muskuler
15) Gangguan keseimbangan elektrolit (k,ca,mg,po4)
16) Neurotoksin (botulisme, difteria, tetanus)
17) Obesitas
18) Distensi abdominal
19) Deformitas dinding dada
20) Nyeri dada yang hebat
21) Efusi pleura
22) Obstruksi trakea
23) Epiglotitis
24) Hipertrofi tonsiler dan adenoid
25) Peripheral sleep apnea
b. Pulmoner
1) Asma bronkial
2) Ppok
3) Fibrosis kistik
4) Penyakit paru interstitisl
5) Atelectasis
6) Konsolidasi
7) Fibrosis
8) Edema paru
Menurut Price (2005) gagal nafas terbagi menjadi dua :
 Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya
normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
 Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara)

C. Etiologi
Penyebab gagal napas dapat digolongkan sesuai kelainan primernya dan komponen
sistem pernapasan yaitu:
1. Gangguan sistem saraf pusat (SSP)
a. Berbagai gangguan farmakologi, struktur dan metabolik pada SSP dapat
mendepresi dorongan untuk bernapas
b. Hal ini dapat menyebabkan gagal napas hipoksemi atau hiperkapni yang akut
maupun kronis
c. Contohnya adalah tumor atau kelainan pembuluh darah di otak, overdosis narkotik
atau sedatif, gangguan metabolik seperti miksedema atau alkalosis metabolik
kronis
2. Gangguan sistem saraf perifer, otot pernapasan dan dinding dada
a. Gangguan pada kelompok ini adalah ketidakmampuan untuk menjaga tingkat
ventilasi per menit sesuai dengan produksi CO2
b. Dapat meyebabkan hipoksemi dan hiperkapni
c. Contohnya sindrom Guillan-Barre, distropi otot, miastenia gravis, kiposkoliosis
berat dan obesitas
3. Abnormalitas jalan napas
a. Obstruksi jalan napas yang berat adlah penyebab umum hiperkapni akut dan kronis
b. Contonhnya epiglotitis, tumor yang menenai trakea, penyakit paru obstruktif
kronis, asma dan kistik fibrosis
4. Abnormalitas alveoli
a. penyakit yang ditandai oleh hipoksemi walaupun kompliksi hiperkapni dapat
terjadi
b. contohnya adalah edema pulmoner kardiogenik dan nonkardiogenik, pneumonia
aspirasi, perdarahan paru yang massif
c. gangguan ini berhubungan dengan shunt intrapulmoner dan peningkatan kerja
pernapasan
5. Penyebab umum gagal napas tipe I (hipoksemi)
a. Emfisema dan bronkitis kronis (PPOK)
b. Pneumonia
c. Edema pulmoner
d. Asma
e. Pneumothorak
f. Emboli paru
g. Hipertensi arteri pulmoner
h. Pneumokoniosis
i. Penyakit paru granuloma
j. Penyakit jantung kongenital sianosis
k. Bronkiekstasi
l. Sindrom distres pernapasan akut
m. Sindrom emboli lemak
n. Kiposkoliosis
o. Obesitas
6. Penyebab umum gagal napas tipe II (hiperkapni)
a. Emfisema dan bronkitis kronis (PPOK)
b. Asma yang berat
c. Overdosis obat
d. Keracunan
e. Miastenia gravis
f. Polineuropati
g. Kelainan otot primer
h. Porphiria
i. Kordotomi servikal
j. Trauma kepala dan servikal
k. Hipoventilasi alveolar primer
l. Sindrom hipoventilasi pada obesitas
m. Edema pulmoner
n. Sindrom distres pernapasan akut
o. Miksedema
p. Tetanus
D. Tanda Dan Gejala
1. Tanda-tanda hypoksemia/hypoksia
a. Disorientasi, bingung, gelisah, apatis, atau kesadaran menurun
b. Takipnoe
c. Nafas pendek dan dangkal / dipsnoe
d. Takikardi, vasokonstriksi, tensi meningkat
2. Tanda-tanda hyperkapnoe
a. Sakit kepala akibat vasodilatasi serebral
b. Depresi mental, miosis, keringat dingin, kulit / sklera / konjungtiva memerah.
c. Takikardi
d. Aritmia
E. Pohon Masalah/Patofisiologi

Gagal nafas akut dapat disebabkan karena hipoventilasi, gangguan difusi, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q Mismatch). Menurut patofisiologinya gagal
nafas akut di bedakan menjadi 2 bentuk yaitu, hipoksemik atau kegagalan oksigenasi dan
hiperkapnik atau kegagalan ventilasi.
Gagal nafas akut hipoksemia disebabkan karena hipoventilasi, gangguan difusi, dan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q Mismatch). Letak kelainan pada sindrom ini
adalah pada membran alveolar kapiler, kerusakan pada membran alveolar kapiler, ini akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pengambilan oksigen dengan akibatnya terjadinya
hipoksemia. Kelainan terutama berupa peningkatan permeabilitas membran tersebut sehingga
terjadi kebocoran cairan yang mula-mula mengisi jaringan interstitial antara endotelium
kapiler dan epithelium alveolar, kemudian proses berlanjut dengan pengisian cairan di ruang
alveoli, karena kebocoran cairan berlanjut, paru menjadi lebih kaku dan compliance
(kelenturan) paru menurun, penurunan ini akan mengakibatkan terjadi penurunan ventilasi
dan perbandingan ventilasi-perfusi menurun sehingga terjadilah hipoksemia arterial (proses
gangguan difusi), Akhirnya masuk dan mengisi ruang alveoli, ventilasi sama sekali tidak
terjadi, perbandingan ventilasi-perfusi menjadi nol, maka terjadilah shunt atau pintasan, lebih
banyak ruang alveoli yang terisi, lebih berat pintasan intrapulmoner yang terjadi, dan tekanan
oksigen arterial menjadi semakin menurun ,(proses ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
V/Q Mismatch), Terjadi penutupan ruang jalan napas terminalis dengan akibat terjadi
atelektasis, penurunan volume paru dan akan memperberat penurunan tekanan oksigen
arterial. Tekanan CO2 arterial tetap rendah disebabkan karena terjadi kompensasi berupa
takipnea. (proses hipoventilasi mengakibatkan terjadinya hipoksemia).
Dengan tanda dan gejala gejala hipoksemia merupakan akibat langsung dari hipoksia
jaringan. Tanda dan gejala yang sering dicari untuk menentukan adanya hipoksemia
seringkali baru timbul setelah PaO2 mencapai 40 sampai 50 mmHg. Jaringan yang sangat
peka terhadap penurunan oksigen diantaranya adalah otak, jantung, dan paru-paru. Tanda dan
gejala yang paling menonjol adalah gejala neurologis, berupa sakit kepala, kekacauan mental,
gangguan dalam penilaian, bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi dan gelisah yang
dapat berlanjut menjadi delirium dan menjadi tidak sadar. Respons kardiovaskular yang mula-
mula tehadap hipoksemia adalah takikardi dan peningkatan curah jantung serta tekanan darah.
Jika hipoksia menetap, bradikardi, hipotensi, penurunan curah jantung dan aritmia dapat
terjadi. Hipoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah paru-paru. Efek
metabolik dari hipoksia jaringan metabolisme anaerobik yang mengakibatkan asidosis
metabolic.
sedangkan gagal nafas akut hiperkapnik disebabkan karena hipoventilasi. Kegagalan
ventilasi biasanya disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmoner.
Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan extrapulmoner dapat disebabkan karena 1)
penekanan dorongan pernapasan sentral atau 2) gangguan pada respon ventilasi. Gagal nafas
tipe hiperkapnia adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2, pada umumnya
disebabkan oleh kegagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2
atau hiperkapnea) disertai dengan penurunan pH yang abnormal. Gagal nafas hiperkapnia
terutama disebabkan oleh hipoventilasi elveolar. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2
meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila “minut ventilation”
berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan
kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada
pertukaran gas (dead space)
Hiperkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan PaCO2
merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanismenya terutama melalui turunnya PH
cairan cerebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2. Karena CO2 berdifusi
secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun secara cepat dan hebat karena
hiperkapnia akut. (Purwato dkk, 2009). Hiperkapnea menyebabkan konstriksi pada pembuluh
darah paru-paru, sehingga dapat memperberat hipertensi arteri pulmonalis. Jika retensi CO2
sangat berat, maka dapat terjadi penurunan kontraktilitas miokardium, vasodilatasi sistemik,
gagal jantung, dan hipotensi. Hiperkapnea menyebabkan asidosis respiratorik yang sering
bercampur dengan asidosis metabolik jika terjadi hiposia. Campuran ini dapat mengakibatkan
penurunan yang serius dari pH darah. Respon kompensasi ginjal terhadap asidosis respiratorik
adalah reabsorpsi bikarbonat untuk mempertahankan pH darah tetap normal.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Gas Darah Arteri : Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan
adanya asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah
klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang
sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan
terhadap klien.
_ pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
_ paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
_ pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
_ BE di bawah -2 atau di atas +2
- Saturasi O2 kurang dari 90 %
2. Radiologi : Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan
banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru : Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada
tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83% prediksi.
Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1
normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini
menunjukkan ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG) : Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang
ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta
jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering
dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum : Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika
perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-
garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu
dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang
mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB
paru atau adanya keganasan paru. (Said. 2011)
G. Penatalaksanaan Medis
Gagal napas akut merupakan salah satu kegawat daruratan. Untuk itu, penanganannya
tidak bisa dilakukan pada area perawatan umum (general care area) di rumah sakit. Perawatan
dilakukan di Intensive Care Unit (ICU), dimana segala perlengkapan yang diperlukan untuk
menangani gagal napas tersedia. Tujuan penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut
adalah: membuat oksigenasi arteri adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta
menghilangkan underlying disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.
Prioritas dalam penanganan gagal nafas berbeda-beda tergantung dari etiologinya,
tetapi tujuan primer penanganan adalah sama pada semua pasien, yaitu menangani sebab
gagal nafas dan bersamaan dengan itu memastikan ada ventilasi yang memadai dan jalan nafas
yang bebas. (Hall, 2008)
1. Perbaiki jalan napas (Air Way)
Terutama pada obstruksi jalan napas bagian atas, dengan hipereksistensi kepala
mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila masih belum
menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke depan (triple airway
maneuver) atau dengan menggunakan manuver head tilt-chin lift), biasanya berhasil
untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas. Sambil menunggu dan
mempersiapkan pengobatan spesifik, maka diidentifikasi apakah ada obstruksi oleh
benda asing, edema laring atau spasme bronkus, dan lain-lain. Mungkin juga
diperlukan alat pembantu seperti pipa orofaring, pipa nasofaring atau pipa trakea.
2. Terapi oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan
PaO2 sampai normal. Pada terapi oksigen, besarnya oksigen yang diberikan tergantung
dari mekanisme hipoksemia, tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen
yang diperlukan, potensi efek samping oksigen, dan ventilasi semenit pasien. Cara
pemberian oksigen dibagi menjadi dua yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi.
Pemberian terapi oksigen harus memenuhi kriteria 4 tepat 1 waspada yaitu tepat
indikasi, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan wasapada
terhadap efek samping. (Ulaynah, Ana. 2010)
Alat Oksigen Arus Rendah Kateter nasal 1-6 L/menit
Konsentrasi : 24%-44%
Kanula nasal 1-6 L/menit
Konsentrasi : 24%-44%
Sungkup muka sederhana 6-8 L/menit
Konsentrasi : 40-60%
Sungkup dengan kantong 8-12 L/menit
rebreathing Konsentrasi : 60-80 %
Sungkup dengan kantong no- 8-12 L/menit
reabrithing Konsentrasi :99%
Alat Oksigen Arus Tinggi Sungkup muka dengan venturi Warna dan flows (L/menit)
FiO2(%)
1. Biru : 2:24
2. Putih : 4: 28
3. Orange : 6:31
4. Kuning : 8:35
5. Merah : 10: 40
6. Hijau : 15 : 60
Bag and mask/ resuscitator 12-15 L/menit
manual Konsentrasi : 74-100%
3. Ventilasi Bantu
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan napas dapat
dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut ke hidung (mouth to nose).
Apabila kesadaran pasien masih cukup baik, dapat dilakukan bantuan ventilasi
menggunakan ventilator, seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB (Intermittent
Positive Pressure Breathing), yaitu pasien bernapas spontan melalui mouth piece atau
sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator. Setiap kali pasien melakukan
inspirasi maka tekanan negative yang ditimbulkan akan menggerakkan ventilator dan
memberikan bantuan napas sebanyak sesuai yang diatur.
4. Ventilasi Kendali
Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan ventilator.
Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Biasanya diperlukan obat-
obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak dan
parnapasan pasien dapat mengikuti irama ventilator.
5. Terapi farmakologi
a. Bronkodilator.
Mempengaruhi langsung pada kontraksi otot polos bronkus. Merupakan
terapi utama untuk pnyakit paru obstruktif atau pada penyakit dengan peningkatan
resistensi jalan napas seperti edema paru, ARDS, atau pneumonia.
b. Agonis B adrenergik / simpatomimetik
Memilik efek agonis terhadap reseptor beta drenergik pada otot polos
bronkus sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi. golongan ini memiliki efek
samping antara lain tremor, takikardia, palpitasi, aritmia, dan hipokalemia. Lebih
efektif digunakan dalam bentuk inhalasi sehinga dosis yang lebih besar dan efek
kerjanya lebih lama.
c. Antikolinergik
Respon bronkodilator terhadap obat antikolinergik tergantung pada derajat
tonus parasimpatis intrisik. Obat-obatan ini kurang berperan pada asma, dimana
obstruksi jalan nafas berkaitan dengan inflamasi, dibandingkan dengan bronkitis
kronik dimana tonus parasimpatis lebih berperan. Pada gagal nafas, antikolinergik
harus diberikan bersamaan dengan agonis beta adrenergik. Contoh dari
antikolinergik adalah Ipatropium Bromida, tersedia dalam bentuk MDI (metered
dose-inhaler) atau solusio untuk nebulisasi. Efek samping jarang terjadi seperti
takikardia, palpitasi, dan retensi urine.
d. Teofilin
Mekanisme kerja melalui inhibisi kerja fosfodieterase pada AMP siklik,
translokasi kalsium, antagonis adenosin, dan stimulasi reseptor beta-adrenergik,
dan aktifitas anti-inflamasi. Efek samping meliputi takikardia, mual, dan muntah.
Komplikasi terparah antara lain aritmia jantung, hipokalemia, perubahan status
mental, dan kejang.
e. Kortikosteroid (Gwinnutt, C. 2011)
6. Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada underlying disease, sehingga pengobatan
untuk masing-masing penyakit akan berlainan.
Tindakan terapi untuk memulihkan kondisi pasien gagal napas:
a. Penghisapan paru untuk mengeluarkan sekret agar tidak menghambat saluran
napas.
b. Postural drainage, juga untuk mengeluarkan sekret.
c. Latihan napas, jika kondisi pasien sudah membaik

H. Pengkajian Keperawatan (Primer dan Sekunder)


FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Identitas Pasien :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Agama :
Tanggal Masuk RS :
Alasan Masuk :
Initial survey:

A (alertness) :

V (verbal) :

P (pain) :

U (unserpons) :

Taging : P1 P2 P3 P4 P5

SURVEY PRIMER dan RESUSITASI

A. AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL

1. Keadaan jalan nafas

Tingkat kesadaran :
Pernafasan :
Upaya bernafas :
Benda asing di jalan nafas :

Bunyi nafas :

Hembusan nafas :

2. Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
3. Intervensi / Implementasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
4. Evaluasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

B. BREATHING
1. Fungsi pernafasan
Jenis Pernafasan :
Frekwensi Pernafasan :
Retraksi Otot bantu nafas :
Kelainan dinding thoraks : (simetris, perlukaan, jejas trauma)
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
Bunyi nafas :
Hembusan nafas :

2. Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

3. Intervensi / Implementasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

4. Evaluasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

C. CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi

Tingkat kesadaran :
Perdarahan (internal/eksternal) :
Kapilari Refill :

Nadi radial/carotis
Akral perifer

2. Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

3. Intervensi / Implementasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

4. Evaluasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
D. DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis:

GCS : E….V…M….. : ……..


Reflex fisiologis :
Reflex patologis :

5. Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

6. Intervensi / Implementasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

7. Evaluasi
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER

1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
b. RKS
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
c. RKK
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)

a. Kepala
Kulit kepala :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut dan gigi :
Wajah :

b. Leher

c. Dada/ thoraks
Paru-paru :
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Jantung
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

d. Abdomen
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :

e. Pelvis
Inspeksi :
Palpasi :

f. Perineum dan rektum :

g. Genitalia :

h. Ekstremitas
Status sirkulasi :
Keadaan injury :

i. Neurologis :
Fungsi sensorik :

Fungsi motorik :
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi Laboratorium Darah Pemeriksaan Lain Terapi Medis

Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi
nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien tampak
takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
Perlu diperhatikan juga apakah klien berubah menjadi sensitif dan cepat marah (iritability),
tanpak binggung (confusion), atau mengantuk (somnolen). Yang tak kalah penting ialah
kemampuan orientasi klien terhadap tempat dan waktu. Hal ini perlu diperhatikan karena
gangguan funngsi paru akut dan berat sering direfeksikan dalam bentuk perubahan status
mental. Selain itu, gangguan keadaan sering pula dihubungkan dengan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidemia karena gas beracun. Selain itu kaji riwayat penyakit masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, lingkungan serta habits/ kebiasaan.
Pemeriksaan Fisik
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernafasan.
b. Bunyi nafas krekles ronki dan mengi.
2. Breating
a. Distress pernafasan : pernafasan cupping hidung, takipneu/bradipneu retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernafasan.
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaphoresis, sianosis.
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardi.
b. Sakit kepala.
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk.
d. Papiledema.
e. Penurunan haluan urine.
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut nadi,
frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
1. B1 (Breathing)
Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan. Keadaan
normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup besar. Jika
seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat
pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit
atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan metabolic
seperti diabetes militus.
Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang menjadi
penyebab utama gagal nafas.
Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup-
sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan pleura,
efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau
emfisemaparu.

Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan ronki
serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang ada.
2. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
3. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan
pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda
awal dari syok.
5. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
6. B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon
kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli
atau kebagian utama paru
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
secret/mucus, keterbatasan gerakan dada, nyeri, kelemahan dan kelelahan.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, penurunan ekspansi paru,
pengesetan ventilator yang tidak tepat.
J. RENCANA KEPERAWATAN

Gangguan pertukaran gas NOC LABEL NIC LABEL


Airway Management
Batasan Karakteristik : o Respiratory Status : Gas
o Pasang mayo bila perlu
exchange
o Diaforesia o Lakukan fisioterapi dada jika
o Respiratory Status :
o Dyspnea perlu
ventilation
o Gangguan penglihatan o Keluarkan sekret dengan
o Vital Sign Status
o Gas darah arteri abnormal batuk atau suction
Setelah diberikan asuhan
o Gelisah o Auskultasi suara nafas, catat
keperawatan selama ….x….
o Hiperkapnia adanya suara tambahan
diharapkan gangguan pertukaran
o Hipoksemia o Lakukan suction pada mayo
gas teratasi
o Hipoksia o Berika bronkodilator bial
Kriteria Hasil :
o Iritabilitas perlu
o Mendemonstrasikan
o Konfus o Berikan pelembab udara
peningkatan ventilasi dan
o Napas cuping hidung o Atur intake cairan untuk
oksigenasi yang adekuat
o Penurunan karbondiosida mengoptimalkan
o Memelihara kebersihan paru
o Pola pernapasan abnormal keseimbangan.
paru dan bebas dari tanda tanda
(misal., kecepatan, irama, o Monitor respirasi dan status
distress pernafasan
kedalam) O2
o Mendemonstrasikan batuk
o Sakit kepala saat bangun
efektif dan suara nafas yang
o Sianosis NOC LABEL >> Respiratory
bersih, tidak ada sianosis dan
o Somnolen Monitoring
dyspneu (mampu
o Takikardia o Monitor rata – rata,
mengeluarkan sputum, mampu
o Warna kulit abnormal (missal., kedalaman, irama dan usaha
bernafas dengan mudah, tidak
pucat, kehitaman) respirasi
ada pursed lips)
Faktor Yang Berhubungan : o Catat pergerakan dada,amati
o Tanda tanda vital dalam rentang
kesimetrisan, penggunaan
o Ketidakseimbangan ventilasi normal
otot tambahan, retraksi otot
perfusi o SaO2 dalam batas normal
supraclavicular dan
intercostals
o Perubahan membrane alveolar- o Monitor suara nafas, seperti
kapiler dengkur
o Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes
o Catat lokasi trakea
o Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan
paradoksis)
o Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
o Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
o auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

Ketidakefektifan Bersihan Jalan NOC LABEL NIC LABEL


Napas Status Pernafasan : Ventilasi
Stabilisasi dan membuka jalan
Status Pernafasan : Kepatenan
Batasan karakteristik: napas:
Jalan Napas
o Batuk yang tidak efektif Setelah diberikan o Posisikan pasien dan kepala
o Dispnea asuhan sesuai dengan kebutuhan
o Gelisah keperawatan o Suction mulut dan orofaring
o Kesulitan verbalisasi selama ….x... jam, o Monitor adanya sesak napas,
o Mata terbuka lebar klien mampu mengorok saat tube
o Ortopenea menunjukan oro/nasofaring terpasang
o Penurunan bunyi napas kepatenan jalan pada tempatnya
o Perubahan frekuensi napas napas o Bantu pemasangan tube
o Perubahan pola napas Kriteria Hasil endotrakeal dengan
o Sianosis mengumpulkan peralatan
o Frekuensi Pernafasan
o Sputum dalam jumlah yang intubasi dan peralatan darurat
o Irama pernafasan
berlebihan yang dibutuhkan, atur posisi
o Kedalaman inspirasi
o Suara napas tambahan pasien, berikan pengobatan
o Hasil rontgen dada
o Tidak ada batuk sesuai resep, dan monitor
o Penggunaan otot bantu nafas
pasien akan adanya
o Suara nafas tambahan
Faktor yang berhubungan: komplikasi saat pemasangan
o Retraksi dinding dada
o Jelaskan pada pasien dan
Lingkungan o Pernfasan dengan bibir
keluarga tentang prosedur
o Perokok mengerucut
intubasi
o Perokok pasif o Pengembangan dinding dada
o Berikan oksigen 100%
o Terpajan asap tidak simetris
selama 3-5 menit sesuai yang
dibutuhkan

Obstruksi jalan napas o Auskultasi dada setelah


intubasi
o Adanya jalan napas buatan
o Observasi kesimetrisan
o Benda asing dalam jalan napas
pergerakan dinding dada
o Eksudat dalam alveoli
o Monitor status pernapasan
o Hyperplasia pada dinding
sesuai kebutuhan
bronkus
NIC Label >> Pengisapan
o Mukus berlebihan
lendir pada jalan napas:
o Penyakit paru obstruksi kronis
o Sekresi yang tertahan o Tentukan perlunya suction

o Spasme jalan napas mulut/trakea

Fisiologis o Auskultasi suara napas


sebelum dan setelah tindakan
o Asma
suction
o Disfungsi neuromuscular
o Infeksi o Instruksikan kepada pasien
o Jalan napas alergik untuk menarik napas dalam
sebelum dilakukan suction
nasotracheal dan gunakan
oksigen sesuai kebutuhan
o Gunakan alat steril setiap
tindakan suction trakea
o Monitor adanya nyeri
o Monitor status oksigenasi
pasien
o Lakukan fisioterapi dada
minimal 2 jam setelah makan
o Monitor status respirasi dan
kardiologi
o Gunakan bantal untuk
menopang posisi pasien
o Anjurkan untuk batuk selama
dan setelah tindakan
o Monitor jumlah dan
karakteristik sputum
o Sedot sputum
Ketidakefektifan pola napas NOC LABEL NIC LABEL

Faktor yang berhubungan : Status pernafasan : ventilasi Bantuan ventilasi

o Ansietas Setelah diberikan asuhan o Pertahankan kepatenan jalan


o Cedera medulla spinalis keperawatan selama ….x…. nafas
o Derformitas diding dada diharapkan pola napas dapat o Posisikan pasien untuk
o Deformitas tulang kembali adekuat mengurangi dyspnea
o Disfungsi neuromuscular o Posisikan untuk memfasilitasi
Kriteria Hasil : pencocokan ventilasi atau
o Frekuensi pernafasan perfusi dengan tepat
o Irama pernafasan o Bantu dalam hal perubahan
o Kedalaman inspirasi posisi dengan sering dan tepat
o Suara perkusi nafas o Posisikan meminimalkan
o Kapasitas vital upaya bernapas (misalnya,
o Hasil rontgen dada mengangkat kepala tempat
o Volume tidal tidur, dan memberikan over
o Pengenbangan dinding dada bed table bagi pasien untuk
tidak simetris bersandar
o Gangguan suara saat auskultasi o Anjurkan pernapasan lambat
o Gangguan ekspirasi yang dalam, berbalik, dan
batuk.
o Bantu dengan menggunakan
dorongan spirometer, yang
sesuai
o Auskultasi suara nafas, catat
area-area penurunan atau
tidak adanya ventilasi, dan
adanya suara tambahan
o Monitor kelelahan otot
pernafasan
o Mulai dan pertahankan
oksigen tambahan seperti
yang ditentukan
o Kelola pemberian obat nyeri
yang tepat untuk mencegah
hipoventilasi
o Monitor pernafasan dan status
oksigenasi
o Ajarkan teknik pernafasan
dengan mengerucutkan bibir
dengan tepat
o Ajarkan teknik pernapasan
dengan tepat
NIC Label >> Terapi oksigen:

o Bersihkan mulut, hidung, dan


sekresi trakea dengan tepat
o Batasi (aktivitas) merokok
o Pertahanan kepatenan jalan
napas
o Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui system
humidifier
o Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
o Monitor aliran oksigen
o Monitor posisi perangkat
(alat) pemberian oksigen
o Monitor efektifitas terapi
oksigen
o Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi oksigen
o Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen dan
kejadian atelektasis
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru W. Sudoyo (ed.) .
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam. Singapore:
Elsevier.
Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru.. Dalam : Arthur C. Guyton dan John E. Hall
(ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.
Gwinnutt, C. 2011. Catatan Kuliah : Anestesi Klinis Edisi 3. Jakarta : EGC.
Latief, A. Said. 2011. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif,
Jakarta: FK UI.
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification
(NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam.
Singapore: Elsevier
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi Pernapasan. Dalam Patofisiologi edisi 4. EGC

Anda mungkin juga menyukai