PENDAHULUAN
Adapun permasalahan yang akan di angkat pada makalah ini adalah apa itu sindroma
gagal nafas dan bagaimana asuhan kebidanannya.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami apa itu sindroma gagal nafas dan mengetahui asuhan kebidanan pada anak
dengan atresia esofagus.
2. Tujuan Khusus
1) Mengetahui definisi
2) Mengetahui etiologi
3) Mengetahui klasifikasi
4) Mengetahui manifestasi
5) Memahami asuhan kebidanan pada
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindroma dimana sistem
respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk
memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO 2 <
60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi yang
terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar paru.
Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang mengindikasikan
adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk memenuhi suplai oksigen untuk proses
metabolisme atau tidak mampu untuk mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan menurut
Susan Martin (1997), gagal napas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal, eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat
disebabkan oleh masalah ventilasi, difusi, atau perfusi.
2.2 Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuskular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal,
fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan
metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf
pernapasan.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark
otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain
bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru, emfisema,
emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema,
dan bronkhiektasis.
2.3 Klasifikasi
Beberapa mekanisme yang menyebabkan hipoksemia dapat bekerja secara sendiri atau
bersama-sama.
Manifestasi klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari
kegagalan pernapasan adalah penggunaan otot bantu napas, takipnea, takikardia, menurunnya
tidal volume, pola napas irreguler atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang
paradoksal. Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung
dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat
ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja jantung yang adekuat. Hipoksia
alveolar (PaO2 < 60 mmHg) dapat menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru dan
meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan,
menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung kanan (cor pulmonale) dan pada
akhirnya gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH
otak yang akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas buffer di
otak meningkat, dan akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak
akibatnya drive tersebut akan menurun.
Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa
gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan
narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan
tekanan intrakranial. Asidemia yang terjadi bila (pH < 7,3) menyebabkan vasokonstriksi
arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia,
hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam
nyawa.
Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia diperburuk oleh adanya gangguan hantaran
oksigen ke jaringan. Hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan oksigen delivery, antara
lain:
Selain itu, tanda dan gejala yang muncul pada gagal napas yaitu aliran udara di mulut dan
hidung tidak dapat dirasakan. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi. Adanya kesulitan inflasi paru
dalam usaha memberikan ventilasi buatan dan terdengar suara napas tambahan gargling,
snoring, wheezing.
2.6 Patofisiologi
2.8 Penatalaksanaan
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk
insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas
artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat
melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan,
memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP . memfasilitasi penyedotan sekret, dan
rute untuk bronkhoskopi.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure )
sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan
memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan
tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan
secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak
serta frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.
Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi
peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya.
4. Agonis beta-adrenergik
Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara
parenteral atau oral.
5. Antikolinergik
Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus
parasimpatis intrinsik.
6. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui
secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
7. Fisioterapi dada dan nutrisi : Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam
tatalaksana menyeluruh gagal nafas.
8. Pemantauan hemodinamik : Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme
jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang
lebih invasif.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta.
Sadguna, Dwija. (2011). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas.
http://www.scribd.com. Diakses tanggal 21 September 2016.
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ). Edisi ke-6. Jakarta:
EGC.
Ulfah, Anna, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang
Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan
Kita.