Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY FAILURE

A. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi
atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam
mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia)
(Brunner & Sudarth, 2010).
Gagal Nafas adalah Ketidakmampuan sistem pernapasan untuk
mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel
– sel tubuh sesuai dengan kebutuhan tubuh normal. (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Interna Publishing/November 2009)
Gagal Nafas adalah Masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya
merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem pernapasan.keadaan
ini semakin sering ditemukan sebagai komplikasi dari trauma akut,
septikemia, atau syok. (Buku Patofisiologi Konsep klinis Proses – proses
Penyakit, Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson/2006)

B. Etiologi
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan
merupakan kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebab utamanya
adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran
napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar.
Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun
obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien
tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut, dan tumor
pada trakhea.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera
spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan
gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai
dengan depresi saraf pernapasan.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik, obat anastesi, trauma, infark otak,
hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding
dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan
minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering
terjadi pada distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan
obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas
hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS,
fibrosis paru, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan
masif pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi
a. Kelainan di luar paru-paru
1) Penekanan pusat pernapasan
a) Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b) Trauma atau infark selebral
c) Poliomyelitis bulbar
d) Ensefalitis
2) Kelainan neuromuscular
a) Trauma medulaspinalis servikalis
b) Sklerosis amiotropik lateral
c) Miastenia gravis
d) Distrofi otot
3) Kelainan Pleura dan Dinding Dada
a) Cedera dada (fraktur iga multiple)
b) Pneumotoraks tension
c) Efusi leura
d) Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
e) Obesitas
b. Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1) Kelainan Obstruksi Difus
a) Emfisema, Bronchitis Kronis
b) Asma, Status asmatikus
c) Fibrosis kistik
2) Kelainan Restriktif Difus
a) Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica,
debu batu barah)
b) Sarkoidosis
c) Scleroderma
d) Edema paru-paru
e) Kardiogenik
f) Nonkardiogenik (ARDS)
g) Atelektasis
h) Pneumoni yang terkonsolidasi
3) Kelainan Vaskuler Paru-Paru
a) Emboli paru-paru
C. Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas
vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja
pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal
nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal
secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.
Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang
memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami
kerusakan yang ireversibel.
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang
dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
Mekanisme gagal nafas menggambarkan ketidak mampuan tubuh
untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai
oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup
atau membuang karbon dioksida. Pada gagal nafas terjadi peningkatan
tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50mmHg,
tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-
duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda.
Peningkatan PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila
sudah mencapai kadar ekstrim (>90 mmHg). Diatas kadar tersebut,
hiperkapnia dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan henti nafas.
Untuk pasien dengan kadar PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih
berbahaya adalah gagal napas baik akut maupun kronis. Hipoksemia akut,
terutama bila disertai curah jantung yang rendah, sering berhubungan dengan
hipoksia jaringan dan risiko henti jantung. Hipoventilasi ditandai oleh laju
pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40
mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai
80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaCO2 akan turun kira – kira dengan
jumlah yang sama dengan peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang
menunjukkan pertanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen
mendekati normal.
Disfusingsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien bila pasien
yang mempunyai penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal
melalui peningkatan ventilasi. Anak yang mengalami gangguan padanan
ventilasi atau pirau biasanya dapat mempertahankan PaCO2 normal pada saat
penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan saja.
Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak bisa
lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya karena
kelelahan otot.
Gambar 1
Pathway
D. Manisfestasi Klinis
1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
2) Adanya retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)
b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis
(PO2 menurun)

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien
mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada
klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan
ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi
kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien.
a. Hipoksemia :
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
2. Pemeriksaan Rongent Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat
terlihat perpindahan letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks
dan fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya
hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab
paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83%
prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah
dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih
besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai
dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,
serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan
aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu
lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai
ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan
disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan
keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink
frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang
mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering
merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
F. Penatalaksanaan
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-
obatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas.
Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari
mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous
Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal
napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada
saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner
dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara
bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta
frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan
inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru
obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak
ditemukan pada penyakit paru lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak
diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel
inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana
menyeluruh gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung
tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan
hemodinamik yang lebih invasif.

G. Komplikasi
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang
memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya
kurang dari normal).
5. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
6. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
7. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).

H. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/
bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
d. Pemeriksaan fisik
1) System pernafasaan
a) Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
b) Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernafasaan tertinggal
c) Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
d) Auskultasi : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2) System Kardiovaskuler
a) Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar
dari daerah trauma
b) Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
c) Auskultasi: suara detak jantung menjauh atau menurun dan
adakah denyut jantung paradok
3) System neurologis
a) Inpeksi : gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
b) Palpasi : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak.
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale

e. Pemeriksaan sekunder
1) Aktifitas
a) Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap.
b) Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2) Sirkulasi
a) Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,
masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
b) Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi
dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus
(disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau
disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak
teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran
mukossa atau bibir.
3) Eliminasi
a) Tanda : bunyi usus menurun.
4) Integritas ego
a) Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau
perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
b) Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri,
koma nyeri.
5) Makanan atau cairan
a) Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar
b) Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat,
muntah, perubahan berat badan
6) Hygiene
a) Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
7) Neurosensori
a) Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk atau istrahat)
b) Tanda : perubahan mental, kelemahan
8) Nyeri atau ketidaknyamanan
a) Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak
berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat
atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan
viseral)
9) Pernafasan:
a) Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal,
batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok,
penyakit pernafasan kronis.
b) Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat,
pucat, sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10) Interkasi sosial
a) Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada
missal: penyakit, perawatan di RS
b) Tanda : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi
(marah terus-menerus, takut ), menarik diri. (Doengoes, E.
Marylinn. 2000).
I. ANALISA DATA
Data Senjang Penyebab/Etiologi Masalah Tanda
(DS dan DO) keperawatan tangan dan
nama jelas
DS : Gangguan endhotelium Pola nafas Kelompok
1. Dispnea kapiler tidak efektif
2. Ortopnea
DO : Cairan masuk ke
1. Pengunaan otot bantu interstitial
pernafasan
2. Fase ekspirasi Peningkatan tekanan
memanjang jalan nafas
3. Pola nafas abnormal
4. Pernafasan cuping Adanya usaha
hidung peningkatan pernafasan

Tampak adanya retraksi


dinding dada,
penggunaan otot bantu
pernafasan

Pola nafas tidak efektif

DS : Gangguan endhotelium Bersihan jalan Kelompok


1. Dispnea kapiler nafas tidak
2. Sulit bicara efektif
3. Orthopnea Cairan masuk ke
DO : interstitial
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk Peningkatan tekanan
3. Sputu berlebih jalan nafas
4. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi kering Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
DS : Gangguan Gangguan Kelompok
1. Dispnea pengembangan paru pertukaran gas
2. Pusing
3. Penglihatan kabur Kolaps alveoli
DO :
1. PCO2 Ventilasi dan perfusi
meningkat/meurun tidak seimbang
2. PO2 menurun
3. Takikardia Gangguan pertukaran gas
4. Bunyi nafas tambahan
5. Sianosis
6. Nafas cuping hidung
7. Pola nafas abnormal
DS : Hipoksemia, hiperkapnea Perfusi perifer Kelompok
1. Parastesia tidak efektif
2. Nyeri ekstremitas O2 menurun, CO2
DO : meningkat
1. Pengisian kapiler >3
detik Dispnea
2. Nadi perifer menurun
atau tidak teraba Sianosis perifer, akral
3. Akral teraba dingin hangat, kulit pucat
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun Perfusi perifer tidak
6. Edema efektif

DIAGNOSA MENURUT PRIORITAS


1. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tetahan
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-pefusi
4. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Dx Rencana keperawatan
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Pola nafas Setelah dilakukan Observasi Observasi
tidak efektif tindakan ...x24 jam pola 1. Monitor pola nafas 1. Untuk
nafas tidak efektif dapat (frekuensi,kedala mengetahui pola
teratasi man, usaha nafas) nafas pasien.
2. Monitor bunyi nafas 2. Untuk
Indikator IR ER tambahan mengetahui
Dispnea 2 5 adanya bunyi
Penggunaan 2 5 nafas tambahan
otot bantu pada pasien.
nafas
Pernafasan 2 5 Terapeutik Terapeutik
cuping hidung 1. Lakukan 1. Agar pasien tidak
Frekuensi 2 5 hiperoksigenasi kekurangan
nafas sebelum penghisapan oksigen dan
endotrakeal sianosis.

Edukasi Edukasi
1. Anjurkan asupan 1. Agar pasien tidak
cairan 2000 ml/hari dehidrasi
jika tidak ada
kontraindikasi

Kolaborasi Kolaborasi
1. Pemberian 1. Agar pasien
bronkodiltor,ekspeto dapat bernafas
ran, mukolitik, jika dengan lancar
perlu
2. Bersihan Setelah dilakukan Observasi Observasi
jalan nafas tindakan ...x24 jam bersihan 1. Monitor pola nafas 1. Untuk
tidak efektif jalan nafas tidak efektif mengetahui pola
dapat teratasi nafas pasien
2. Monitor adanya 2. Untuk
sumbatan jalan nafas mengetahui
Indikator IR ER adanya
Produk 2 5 sumbatan/tidak
sputum pada jalan nafas
Mengi 2 5 pasien
Wheezing 2 5
Mekonium 2 5 Terapeutik Terapeutik
Sianosis 2 5 1. Dokumentasikan 1. Agar data pasien
hasil pemantauan tersimpan dengan
rapih

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan 1. Agar keluarga
prosedur pemantauan pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemantauan
3. Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
pertukaran tindakan ...x24 jam 1. Monitor kecepatan 1. Untuk
gas gangguan pertukaran gas aliran oksigen mengetahui
dapat teratasi kecepatan alirn
oksigen pada
Indikator IR ER 2. Monitor posisi alat pasien
Dispnea 2 5 terapi oksigen 2. Untuk
Bunyi nafas 2 5 mengetahui
tambahan posisi alat terapi
PCO2 2 5 oksigen
PO2 2 5
Takikardia 5 5 Terapeutik Terapeutik
1. Pertahankan 1. Agar pasien tidak
kepatenan jalan nafas kekurangan
oksigen

Edukasi Edukasi
1. Ajarkan pasien dan 1. Agar pasien dan
keluarga cara keluarga mampu,
menggunakan mengerti
oksigen dirumah menerapkan cara
menggunakan
oksigen dirumah.

Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi 1. Agar dosis yang
pemantauan dosis diberikan kepada
oksigen pasien bedan dan
maksimal
4. Perfusi Setelah dilakukan Observasi Observasi
perifer tidak tindakan ...x24 jam perfusi 1. Periksa sirkulasi 1. Untuk
efektif perifer tidak efektif dapat perifer mengetahui
teratasi sirkulasi perifer

Terapeutik Terapeutik
Indikator IR ER 1. Hindari pemasangan 1. Agar tidk terjadi
Denyut nadi 2 5 infus atau pecahnya
perifer pengambilan darah pembuluh darah
Warna kulit 2 4 diarea keterbatasan
pucat perifer
Pengisian 2 4
kapiler Edukasi Edukasi
Turgor kulit 2 4 1. Anjurkan berolahraga 1. Agar pasien sehat
rutin
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Health-System Pharmacist. 2004. AHFS Drugs Information.


USA : American Society of Health-System Pharmacist.

Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.

Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth


Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008.

Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Outcomes Classifcation (NOC) Fourth


Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008

Nemaa PK. 2003. Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, 47(5): 3606

Mangku G. 2002. Respirasi. In Universitas Kedokteran Fakultas Kedokteran


Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi. Diktat Kumpulan Kuliah Buku
I. Denpasar. Pp 42-49

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. Available from :http://


emedicine.medscape.com/article/167981-overview. Accessed: 1 Maret 2014

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sue DY and Bongard FS.2003. Respiratory Failure. In Current Critical Care


Diagnosis and Treatment, 2nd Ed, Lange-McGrawHill, California, Pp. 269-
89

Anda mungkin juga menyukai