Anda di halaman 1dari 129

PROPOSAL

ANALISIS MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG


PRABU SILIWANGI LANTAI III RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON
TAHUN 2024

Diajukan sebagai Syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen


Keperawatan Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIKes) Indramayu

Disusun Oleh : KELOMPOK 3

1 Darilah R.230417025
2 Eka Yulianti Dewi R. 230417002
3 Intan Cahaya R. 230417006
4 Iman Sobirin R. 230417061
5 Merliyani R. 230417052
6 M Eris Kurniadi R. 230417019
7 Nurika Bella R. 230417033
8 Putri Rakhmatul Janah R. 230417037
9 Rahadatul Aisy Nisrina R. 230417022
10 Reikhan Ilham Habib A R. 230417021
11 Reza Rosita R. 230417012
12 Rina Hardianti R. 230417043
13 Yeni Lidiya R. 230417041
14 Yusriyyah Durrotul Hikmah R. 230417062
15 Zihan Fauziah R. 230417030

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INDRAMAYU
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan Proposal
Tugas Mata Kuliah Manajemen Keperawatan ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan Proposal sebagai tugas mata kuliah
Manajemen Keperawatan dengan judul “Analisis Lingkungan Ruang Prabu
Sliwangi Lantai III di RSD Gunung Jati Cirebon”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk proposal ini, supaya
Proposal ini nantinya dapat menjadi proposal yang lebih baik lagi. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada proposal ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Cirebon, 12 Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan pusat layanan kesehatan yang terdiri dari berbagai
profesi yang membentuk suatu kesatuan dan saling berpengaruh satu sama lain.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyediakanpelayanan
kesehatan individu secara paripurna seperti pelayanan rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat. Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan dengan
mengutamakan kepentingan pasien, sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit
yaitu pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif.
(Permenkes RI no.4, 2018). Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya perlu
penataan atau manajemen untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
Ruang Prabu Siliwangi Lantai III merupakan salah satu ruangan rawat inap
non bedah khusus perempuan kelas III di RSD Gunung Jati Kota Cirebon. Jumlah
tenaga Kesehatan di ruang Prabu Siliwangi Lantai III sebanyak 17 orang,
diantaranya 1 Kepala Ruangan, 1 Ketua Tim, dan 15 orang sebagai Perawat
Pelaksana. Ruang Prabu Siliwangi Lantai III memiliki kapasitas bed sebanyak 23
yang terbagi 7 kamar. Selain itu, terdapat ruangan Ners Station, obat, diskusi, dan
ruangan alkes.
Manajemen keperawatan didefinisikan sebagai gabungan sumber-sumber
keperawatan, Kerjasama /koordinasi sehingga sehingga proses manajemen dapat
mencapai tujuan, pelayanan keperawatan dan objektivitas asuhan keperawatan
(Huber,2014). Manajemen keperawaan adalah suatu cara melaksanakan pelayanan
asuhan keperawatan oleh tenaga keperawatan melalui penerapan fungsi manajemen
yang diawali dari penyusun perencanaan, pemhorganisasian, melakukan
pengawasan, implementasi, pengendalian dan evaluasi (Delfira, R 2022).
Manajemen keperawatan merupakan hal yang sangat penting untuk
memberikan pelayanan yang terbaik untuk klien. Manajemen merupakan suatu
pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan suatu kegiatan di
organisasi. Manajemen tersebut mencakup kegiatan planning, organizing,
actuating, controlling (POAC) terhadap staf, sarana, dan prasarana dalam mencapai
tujuan organisasi (Nursalam, 2011). Proses manajemen keperawatan sejalan dengan
proses keperawatan sebagai satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara
profesional, sehingga diharapkan keduanya dapat saling mendukung. Sebagaimana
proses keperawatan terdiri atas pengumpulan data, identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2011).
Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.
Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi delapan model
pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit
adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Dari
beberapa metode yang ada, institusi pelayanan perlu mempertimbangkan
kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Tetapi, setiap unit keperawatan
mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan
berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan
rumah sakit (Nursalam, 2014).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan sistem pemberian pelayanan keperawatan

profesional (SP2KP) dalam dunia kerja dengan penuh tanggung jawab dan efisien

sesuai standar di ruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Cirebon.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi manajemen asuhan keperawatan di ruang Prabu

Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Cirebon.

b. Mengidentifikasi masalah manajemen asuhan keperawatan di ruang

Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Cirebon.

C. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan pada tanggal 12 Februari – 02 Maret 2024

D. Cara Pengumpulan Data

1. Observasi

Mengobservasi proses pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan,

keadaan inventaris ruangan, pelaksanaan tugas kepala ruang, ketua tim, dan perawat

pelaksana, pelaksanaan pre dan post converence, kepatuhan pembuangan sampah

jarum suntik, pemberian informed concent, 5 moments mencuci tangan, kebersihan

mencuci tangan 6 langkah, transfer pasien, 6 benar cara pemberian obat, kuesioner

timbang terima, orientasi pasien baru dan kuesioner risiko jatuh.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan pada kepala ruangan, ketua tim, clinical instruction,

dan perawat pelaksana di ruangan Prabu Siliwangi Lantai III.

3. Studi dokumentasi

Mengumpulkan data mengenai dokumentasi keperawatan, struktur

organisasi, inventaris ruangan, pelaksanaan tugas kepala ruang, ketua tim, dan

perawat pelaksana, pelaksanaan pre dan post converence, kepatuhan pembuangan

sampah jarum suntik, pemberian informed concent, 5 moments mencuci tangan,

kebersihan mencuci tangan 6 langkah, transfer pasien, 6 benar cara pemberian obat,

kuesioner timbang terima, orientasi pasien baru dan kuesioner risiko jatuh.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Manajemen Keperawatan
Manajemen adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh
pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan serta
mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia, alat maupun dana,
sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, baik kepada
pasien, keluarga dan masyarakat. Manajemen keperawatan merupakan suatu proses
dilaksanakan sesuai dengan pendekatan sistem terbuka (Suyanto 2009, hlm.5).
Manajemen keperawatan merupakan ilmu atau seni tentang bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Kuntoro, 2010, hlm.2).
Manajemen keperawatan terdiri atas beberapa komponen yang tiap-tiap
komponen saling berinteraksi. Pada umumnya suatu sistem dicirikan oleh lima
elemen, yaitu input, (informasi, personel, peralatan dan fasilitas), proses, output
(hasil atau kualitas pemberian asuhan keperawatan), control (upaya meningkatkan
kualitas hasil), dan mekanisme umpan balik (menyelaraskan hasil dan perbaikan
kegiatan) (Kuntoro, 2010, hlm.24).

B. Fungsi-Fungsi Manajemen
1. Perencanaan
Perencanaan adalah menyusun langkah strategis dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan disini dimaksudkan untuk
menentukan kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien,
menegakkan tujuan, mengalokasikan anggaran belanja, menetapkan ukuran dan
tipe tenaga keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang
dapat mengoptimalkan efektivitas kerja staf, serta menegakkan kebijakan dan
prosedur operasional untuk mencapai visi dan misi institusi yang telah ditetapkan
(Nursalam 2011, hlm. 53).
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan
mencapai objektif, penugasan suatu kelompok, manajer dengan autoritas
pengawasan setiap kelompok, dan menentukan cara dari pengkoordinasian aktivitas
yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal, yang
bertanggung jawab untuk mencapai objektif organisasi (Swanburg, 2000, hlm.
2015).
3. Staffing / Ketenagaan
a. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawataan
1) Faktor klien
a) Tingkat kompleksitas dan lamanya kebutuhan perawatan
b) Tipe klien sesuai dengan jenis penyakitnya, usia, maupun faktor
spesifik
c) Jumlah klien dan fluktuasi (naik turunnya)
d) Keadaan sos-eko yang memenuhi kesehatannya
e) Harapan klien dengan keluarganya
2) Faktor staf/tenaga
a) Jumlah dan komposisi tenaga keperawatan
b) Kebijakan pengaturan dinas
c) Peran fungsi dan dan tanggung jawab perawat
d) Kebijakan personaliaTingkat pendidikan dan pengalaman karyawan
e) Kelangkaan tenaga perawat spesifik sikap etis para profesional
3) Faktor lingkungan
a) Tipe dan lokasi RS
b) Lay out ruang keperawatan
c) Fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan
d) Kelengkapan peralatan medis atau diagnostic
e) Yang penunjang dari instalasi lain, ex. PMI
f) Macam kegiatan yang dilakukan: penyuluhan, kunjungan rumah, dll.
4) Faktor organisasi
a) Mutu pelayanan
b) Kebijakan pembinaan dan pengembangan
b. Penentuan beban kerja
1) Jumlah pasien/hari/bulan/tahun
2) Kondisi pasien
3) Rata-rata lama rawat
4) Pengukuran pelayanan langsung dan tidak langsung
5) Frekuensi tindakan keperawatan
a) Pengalaman atau tingkah laku perawat
b) Keterampilan
c) Pengetahuan
c. Macam-macam cara dinas
1) 7 jam/shift : dengan 6 hari kerja = 40 jam/mgg
2) 8 jam/shift : dengan 5 hari kerja = 40 jam/mgg10 jam/shift : dengan 4
hari kerja = 40 jam/mgg
4. Penggerakkan
Menurut Suarli & Bahtiar (2010, hlm.13) penggerakkan adalah melakukan
kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau dan suka bekerja dalam rangka
menyelesaikan tugas, demi tercapainya tujuan bersama. Dalam hal ini, diusahakan
agar orang yang diperintah dari atasan, tetapi tergerak hatinya untuk menyelesaikan
tugasnya dengan kesadaran sendiri. Ada tiga tipe penggerakkan yang dapat
dijadikan bahan acuan, yaitu kepemimpinan, motivasi kerja, serta KISS
(koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi) dan komunikasi.
5. Pengendalian dan pengawasan
Pengawasan adalah suatu proses untuk mengetahui apakah pelaksanaan
kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan rencana, pedoman, ketentuan, kebijakan,
tujuan, dan sasaran yang sudah ditentukan sebelumnya. Tujuan dari pengawasan
ialah untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, dan
ketidaksesuaian yang dapat mengakibatkan tujuan atau sasaran organisasi tidak
tercapai dengan baik, karena pelaksanaan pekerjaan tidak efisien dan tidak efektif
(Suarli & Bahtiar, 2010).
C. Prinsip Manajemen Keperawatan
Menurut Swanburg (2000, hlm. 10) menyatakan bahwa prinsip-prinsip
manajemen keperawatan sebagai berikut:
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaanManajemen keperawatan
adalah penggunaan waktu yang efektif
2. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.
3. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan
manajer perawat.
4. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian
tujuan sosial
5. Manajemen keperawatan adalah perorganisasian
6. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat
sosial, di siplin dan bidang studi
7. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari
lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi
8. Budaya organisasi mencerminkan nilai – nilai kepercayaan
9. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin
10. Manajemen keperawatan memotivasi
11. Manajemen keperawatan merupakan kominikasi efektif
12. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian

D. Proses Manajemen Keperawatan


Menurut Nursalam (2013) proses manajemen keperawatan meliputi:
1. Pengkajian-pengumpulan data
Pada tahap ini seorang manajer dituntut tidak hanya mengumpulkan
informasi tentang keadaan pasien, melainkan juga mengenai institusi (rumah sakit
atau puskesmas). Tenaga keperawatan, administrasi dan bagian keuangan yang
akan mempengaruhi fungsi operasional keperawatan secara keseluruhan. Manjaer
perawat yang efektif harus mampu memanfaatkan proses manajemen dalam
mencapai suatu tujuan melalui usaha orang lain.

2. Perencanaan
Menyusun suatu perencanaan yang strategis dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Perencanaan disini dimaksud untuk menentukan
kebutuhan dalam asuhan keperawatan kepada semua pasien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, menetapkan ukuran dan tipe tenaga keperawatan
yang dibutuhkan.
3. Pelaksanaan
Manajemen keperawatan yang memerlukan kerja melalui orang lain, maka
tahap implementasi dalam proses manajemen terdiri atas bagaimana manajer
memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah direncanakan.
4. Evaluasi
Tahap akhir manajerial adalah mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai seberapa jauh staf mampu
melaksanakan perannya sesuai dengan organisasi yang telah ditetapkan serta
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan.
Proses manajemen keperawatan dalam aplikasi dilapangan berada sejajar
dengan proses keperawatan sehingga keberadaan manajemen keperawatan
dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan proses keperawatan. Proses
manajemen, sebagaimana juga proses keperawatan, terdiri atas kegiatan
pengumpulan data, identifikasi masalah, pembuatan rencana, pelaksanaan kegiatan,
dan kegiatan penilaian hasil.

E. Lingkungan Manajemen Keperawatan


Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang
efektif seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat
pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi :
1. Menetapkan penggunaan proses keperawatan
2. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
3. Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh
perawat
4. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan
5. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan.
Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa diinisiasi oleh para manajer
keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan
melibatkan para perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup
manajemen keperawatan terdiri dari:
1. Manajemen operasional
Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan
yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:
a. Manajemen puncak
Manajer bertaggungjawab atas pengaruh yang ditmbulkan dari keputusan-
keputusan manajemen keseluruhan dari organisasi. Misal: Direktur, wakil direktur,
direktur utama. Keahlian yang dimiliki para manajer tinggkat puncak adalah
konseptual, artinya keahlian untuk membuat dan merumuskan konsep untuk
dilaksanakan oleh tingkatan manajer dibawahnya.
b. Manajemen menengah
Manajemen menengah harus memeiliki keahlian interpersonal/manusiawi,
artinya keahlian untuk berkomunikasi, bekerjasama dan memotivasi orang lain.
Manajer bertanggungjawab melaksanakan dan memastikan tercapainya suatu
tujuan. Misal: manajer wilayah, kepala divisi, direktur produk.
c. Manajemen bawah
Manager bertanggung jawab menyelesaikan rencana-rencana yang telah
ditetapkan oleh para manajer yang lebih tinggi. Pada tingkatan ini juga memiliki
keahlian yaitu keahlian teknis, atrinya keahlian yahng mencakup prosedur, teknik,
pengetahuan dan keahlian dalam bidang khusus. Misal: supervisor/pengawas
produksi, mandor. Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen
berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-
orang tersebut agar penatalaksanaannya berhasil. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Kemampuan menerapkan pengetahuan
2) Keterampilan kepemimpinan
3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin
4) Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen
2. Manajemen asuhan keperawatan
Lingkup manajemen asuhan keperawatan dalam manajemen keperawatan
adalah terlaksananya asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien.
Keberhasilan asuhan keperawatan sangat ditunjang oleh sumber daya tenaga
keperawatan dan sumber daya lainnya.
Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang
menggunakan konsep-konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.Proses keperawatan
adalah proses pemecahan masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan
tentang keterlibatan perawat yang dibutuhkan pasien.
a. Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang
mengharuskan perawat menentukan pengalaman masa lalu pasien, pengetahuan
yang dimiliki, perasaan dan harapan dimasa mendatang. Pengkajian ini meliputi
proses pengumpulan data, memvalidasi, menginterpretasikan informasi tentang
pasien sebagai individu yang unik.
b. Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial
dimana berdasarkan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai wewenang untuk
memberikan tindakan keperawatan. Perawat menganalisa data pengkajian untuk
merumuskan diagnosa keperawatan
c. Perencanaan intervensi keperawatan dibuat setelah perawat mampu
memformulasikan diagnosa keperawatan
d. Pelaksanaan merupakan penerapan rencana intervensi keperawatan
merupakan langkah berikut dalam proses keperawatan
e. Evaluasi merupakan pertimbangan sistematis dari standart dan tujuan
yang dipilih sebelumnya dibandingkan dengan penerapan praktek yang aktual dan
tingkat asuhan yang diberikan. Kelima langkah dalam proses keperawatan ini
berlangsung terus menerus dilakukan oleh perawat melalui metode penugasan yang
telah ditetapkan oleh para manajer keperawatan sebelumnya.

F. Kepemimpinan dalam Keperawatan


Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan kemampuan dan
keterampilan seorang manajer keperawatan dalam mempengaruhi perawat lain
dibawah pengawasannya untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam
memberikan pelayanan keperawatan sehingga tujuan keperawatan tercapai.
Pemberian pelayanan keperawatan merupakan suatu kegiatan yang komplek dan
melibatkan berbagai individu. Agar tujuan keperawatan tercapai diperlukan
kegiatan dalam menerapkan keterampilan kepemimpinan. Menurut Kron, kegiatan
tersebut meliputi :
1. Perencanaan dan pengorganisasian, manajer keperawatan dituntut
untuk mampu membuat rencana kegiatan keperawatan baik yang bersifat teknik
atau non teknik keperawatan
2. Penugasan dan pengarahan, manajer keperawatan bertanggung jawab
dalam hal ketepatan dan kebenaran pelaksaan proses pelayanan keperawatan pasien
3. Pemberian bimbingan, manajer keperwatan mampu menjadi media
konsultasi dan fasilitator pelaksanaan proses pelayanan keperawatan
4. Mendorong kerjasama dan partisipasi, manajer keperawatan dituntut
agar dapat membangun kinerja dalam tim
5. Koordinasi, diperlukan sebagai sarana konsolidasi proses pelayanan
keperawatan yang dilaksanakan
6. Evaluasi penampilan kerja, manajer keperawatan perlu melakukan
penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi
bawahannya. Kepemimpinan dalam keperawatan dapat ditumbuhkan lebih optimal,
selain dengan menguasai keterampilan di atas tetapi juga apabila seorang manajer
keperawatan mampu memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain
dengan efektif. Keterampilan tersebut yaitu :
1. Kepiawaian dalam menggunakan posisi
2. Kemampuan dalam memecahkan masalah secara efektif
3. Ketegasan sikap dan komitmen dalam pengambilan keputusan
4. Mampu menjadi media dalam penyelesaian konflik kinerja
5. Mempunyai keterampilan dalam komunikasi dan advokasi
6. Pengorganisasian Keperawatan
Pengorganisasian adalah pengidentifikasi kebutuhan organisasi dari
pernyataan misi kerja yang dilakukan, dan menyesuaikan desain organisasi dan
struktur untuk memenuhi kebutuhan, seperti perencanaan. Pengorganisasian yang
hal utama adalah tindakan berpikir. Ada empat bentuk organisasi :
1. Unit
2. Departemen
3. Puncak; divisi atau tingkat eksekutif dari manajemen organisasi
4. Tingkat operasional, meliputi semua fase pekerjaan dalam struktur
organisasi. Selama organisasi, aktivitas-aktivitas dikelompokkan, tanggung jawab
dan wewenang ditentukan, dan hubungan kerja dibuat untuk memungkinkan baik
organisasi dan karyawan untuk menyadari objektif bersama. Struktur organisasi
berkaitan dengan keefektifan dalam komunikasi. Pengorganisasian adalah proses
yang berkelanjutan yang memerlukan waktu 1 minggu hingga 5 atau 10 tahun.
Pengorganisasian untuk desentralisasi dan proses manajemen partisipasi dapat
masuk dalam kategori perencanaan strategis 3 hingga 10 tahun (Swanburg, 2000,
hlm. 7-8). Tiga aspek penting dalam pengorganisasian, yaitu:
1. Pola struktur yang berarti proses hubungan interaksi yang
dikembangkan secara efektif
2. Penataan tiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam
organisasi
3. Struktur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama, pola
hubungan antar kegiatan yang berbeda, penempatan tenaga yang tepat dan
pembinaan cara komunikasi yang efektif antar perawat.
Prinsip – prinsip Pengorganisasian keperawatan meliputi yaitu:
a. Pembagian Kerja
Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi sehingga
setiap orang atau petugas di ruang memiliki tugas tertentu. Untuk itu manajer
keperawatan perlu mengetahui tentang:
1) Pendidikan dan pengalaman setiap staff
2) Peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut
3) Perawat yang diterapkan di RS tersebut
4) Mengetahui ruang lingkup tugas keperawatan mulai dari manajemen
puncak sampai manajemen bawah dan staf dalam organisasi RS
5) Mengetahui wewenang dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya
6) Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada
tenaga non keperawatan.
b. Pendelegasian Tugas
Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada
staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang
pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain,
hal mana merupakaninti manajemen. Dengan pendelegasian manajer keperawatan
mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting
seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat
pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat
terhadap tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila
diberikan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting.
Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengambangkan
rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas,
lebih komit dan puas pada pekerjaan. Sementara bagi manajer keperawatan dapat
memberikan pengaruh baik internal maupun eksternal, dapat mencapai pelayanan
dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain.
c. Koordinasi
Koordinasi adalah upaya yang dilakukan oleh manajer keperawatan dalam
rangka keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga dalam lini
organisasi pelayanan keperawatan. Keselarasan ini dapat terjalin antara pimpinan
dan perawat dengan anggota tim kesehatan lain. Agar mencapai kegiatan koordinasi
dengan efektif dan efisien maka koordinasi sebaiknya dilakukan dengan cara yaitu:
1) Komunikasi terbuka
2) Dialog
3) Pertemuan/rapat
4) Pencatatan dan pelaporan
5) Pembakuan formulir yang berlaku.
d. Manajemen Waktu
Dalam mengorganisir sumber daya, manajer keperawatan perlu mengatur /
mengendalikan dan membuat prioritas waktu terhadap pelaksanaan
pelayanankeperawatan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengontrolan waktu
sehingga dapat digunakan lebih efektif.mengalami kesulitan dalam mengatur dan
mengendalikan waktu. Banyak waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh
karena itu perlu pengontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif.
e. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) Perawat menjadi prioritas utama di dalam
pengorganisasian ruang rawat dan sebagai ujung tombak di dalam memberikan
pelayanan. Komposisi dan kualifikasi tenaga perawat yang ditempatkan di dalam
suatu ruang rawat haruslah memenuhi standar tertentu. Maka diperlukan suatu
pedoman manajemen SDM Perawat yang meliputi: rekrutmen, seleksi, kontrak
kerja, program orientasi, manajemen kinerja, dan supervisi kemampuan SDM
Perawat.
Gillies (1994) menyatakan bahwa 40 - 60% pelayanan rumah sakit adalah
pelayanan keperawatan.Bahkan Huber (1996) menyatakan bahwa 90% pelayanan
rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Tidak ada satupun rumah sakit yang
tidak mempergunakan jasa perawat untuk memberikan pelayanan kepada klien.
Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan klien (pasien) selama 24 jam penuh
dalam suatu siklus shift, karena itu perawat menjadi ujung tombak bagi suatu rumah
sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

G. Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional


1. Pengertian SP2KP
SP2KP adalah Sistem Pemberian Pelayanan Keperawtan Professional.
SP2KP adalah system pemberian pelayanan keperawatan professional yang
merupakan pengembangan dari MPKP (Model praktek Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama professional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.
2. Kelebihan SP2KP
Kelebihan dari SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih
terstruktur dan kinerja perawat lebih professional.
3. Mana yang Lebih Baik SP2KP atau MPKP
Lebih terstruktur, terorganisir SP2KP karena SP2KP merupakan bantuk
pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih baik dalam
memberikan tingkat pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien
4. Perbedaan MPKP dan SP2KP
Dalam model MPKP tidak terdapat PP (perawat primer), jika di SP2KP
mengenal mengenai PP dan PA (perawat associate)
5. Hambatan dalam penerapan SP2KP dan MPKP
Adapun hambatan dalam penerapan MPKP dan SP2KP adalah kurangnya
sumber daya manusia yang kompeten.
6. Kinerja Perawat Setelah Penerapan SP2KP
Lebih bertanggung jawab kepada klien, lebih profesional dari pada
sebelumnya.
7. Peran PP dalam SP2KP
Dalam pengembangan konsep SP2KP, perawat PP berugas dalam
menjalankan komunikasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokterm, ahli gizi,
farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP bertugas untuk memberikan hasil
pemeriksaannya berdasarkan hasil pengkajiannya dan yang berhubungan dengan
perawatannya pasien, sehingga dapat membantu dalam memutuskan tindakan
medis nantinya.

1. Efisiensi Ruang Rawat


Efisiensi ruang rawat merupakan salah satu aspek dalam mutu pelayanan
kesehatan, menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit secara
berdaya guna dan berhasilguna dapat dilihat dari segi ekonomi dan medis, dimana
pasien dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu, untuk pasien
yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara
berkesinambungan lebih dari 24 jam (Posma, 2001) di kutip dari Anggraini 2008.
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator
berikut bersumberdari sensus harian rawat inap:
a. BOR (Bed Ocupancy Ratio = Angka pengguanaa tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to
inpatientbed count days in a periode under consideration”. Sedangkan menurut
Depkes RI (2005), BOR adalah presentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah
antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡


X 100%
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒

b. ALOS (Average Lenght of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay
of inpatient discharge during the periode under consideration”. ALOS menurut
Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS
yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)

c. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur
tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi padakisaran 1-3 hari.
Rumus:

(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒)−𝐻𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡𝑎𝑛)


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)

d. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tepat tidur)


BTO menurut Huffman (1994) adalah “... the net effect of changed in
occupancy ratye and lenght of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah
frekuensi pemakaiantempattidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipaka
dalam satu satuan waktutertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-
rata dipakai 40-50 kali.
Rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑑𝑖𝑟𝑎𝑤𝑎𝑡 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑢𝑟

e. NDR (Net Death Rate)


NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah
dirawat untuktiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran
mutu pelayanan dirumah sakit.
Rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖>48𝑗𝑎𝑚
X 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)

f. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk
setiap 1000 penderita keluar.
Rumus:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
X 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝+𝑚𝑎𝑡𝑖)

2. Menghitung Tenaga Perawat


a. Cara ratio
Metode ini menggunakan jumlah tempat tidur sebagai denominator personal
yang diperlukan. Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.
Metode ini hanya mengetahui jumlah personal secara total tetapi tidak bisa
mengetahui produktivitas SDM rumah sakit, dan kapan personal tersebut dibutuhkan
oleh setiap unitatau bagian rumah sakit yang membutuhkan. Bisa digunakan bila:
kemampuan dan sumber daya untuk perencanaan personal terbatas, jenis, tipe, dan
volume pelayanan kesehatan relatif stabil. Cara ratio yang umumnya digunakan
adalah berdasarkan surat keputusan menkes RI Nomor 262 tahun 1979 tentang
ketenagaan rumah sakit, denganstandar sebagai berikut:

Tipe RS TM/TT TPP/TT TPNP/TT TNM/TT

A&B 1/(4-7) (3-4)/2 1/3 1/1

C 1/9 1/1 1/5 ¾

D 1/15 ½ 1/6 2/3

Khusus Disesuaikan

Keterangan:
TM : Tenaga Medis
TT : Tempat Tidur
TPP : Tenaga Para Medis Perawatan
TPNP : Tenaga Para Medis Non Perawatan
TNP : Tenaga Non Medis
Cara perhitungan ini masih ada yang menggunakan, namun banyak rumah
sakit yang lambat laun meninggalkan cara ini karena adanya beberapa alternatif
perhitungan yanglain yang lebih sesuai dengan kondisi rumah sakit dan profesional.
b. Cara Demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang
memangnyata dilakukan oleh perawat.
Menurut Tutuko (1992) setiap klien yang masuk ruang gawat darurat
dibutuhkan waktu sebagai berikut:
1. Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit
2. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit
3. Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit
Hasil penelitian di rumah sakit Filipina, menghasilkan data sebagai
berikut:
Rata-rata jam
No Jenis pelayanan
perawatan/hari

1 Non bedah 3,4

2 Bedah 3,4

3 Campuran bedah dan non bedah 3,5

4 Post partum 3,0

5 Bayi baru lahir 2,5

Konversi kebutuhan tenaga adalah seperti pada perhitungan cara Need


c. Cara Gillies
Gillies (1989) mengemukakan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di
satu unitperawatan sebagai berikut:
Keterangan:
A= Rata-rata jumlah perawatan/pasien/hariB= rata-rata jumlah pasien/hari
C= Jumlah hari/tahun
D= Jumlah hari libur masing-masing perawatE= jumlah jam kerja masing-
masing perawat
F= Jumlah jam perawatan yang dibutuhkan per tahun
G= Jumlah jam perawatan yang diberikan perawat per tahun
H= Jumlah perawat yang dibutuhkan untuk unit tersebut Prinsip perhitungan
rumus Gillies
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk
pelayanan:
1) Perawatan langsung
adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada hubungan secara
khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan tingkat
ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu: self care, partial care, total care, dan intensive care. Menurut
Minetti Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah
empat jam perhari sedangkan untuk:
a) Self care dibutuhkan ½ X 4 jam = 2 jam
b) Partial care dibutuhkan ¾ X 4 jam = 3 jam
c) Total care dibutuhkan 1 – 1 ½ X 4 jam = 4 – 6 jam
d) Intensive care dibutuhkan 2 X 4 jam = 8 jam
2) Perawatan tak langsung
Meliputi kegiatan-kegiatan membuat rencana perawatan,
memasang/menyiapkan alat, konsultasi dengan anggota tim, menulis dan membaca
catatan kesehatan, melaporkan kondisi pasien. Dari hasil penelitian RS Graha
Detroit (Gillies, 1989, hal.245) = 38 menit/klien/hari, sedangkan menurut Wolfe &
Young (Gillies, 1989, hal.245) = 60 menit/klien/hari dan penelitian di Rumah Sakit
John hpokins dibutuhkan 60 menit/pasien (Gillies, 1994).
3) Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada klien meliputi: aktifitas,
pengobatan serta tindak lanjut pengobatan. Menurut Mayer dalam Gillies (1994),
waktu yang dibutuhkan untuk pendidikan kesehatan ialah 15 menit/klien/hari. Rata-
rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan rata-
ratanyaatau menurut “Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus:
Jumlah hari perawatan rumah sakit dalam waktu tertentu x 100%
a) Jumlah tempat tertentu x 365
b) Jumlah hari per tahun, yaitu 365 hari
4) Hari libur masing-masing perawat per tahun, yaitu 128 hari, hari
Minggu= 52 haridan hari Sabtu= 52 hari. Untuk hari Sabtu tergantung kebijakan RS
setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga
sebaliknya,hari libur nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari.
5) Jumlah hari kerja tiap perawat adalah 40 jam per Minggu (kalau hari
kerja efektif5 hari maka 40/5 = 8 jam, kalau hari kerja efektif 6 hari per Minggu
maka 40/6 jam= 6,6 jam per hari.
6) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu ubit harus
ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan)
d. Metoda Formulasi Nina
Contoh perhitungannya: Hasil observasi terhadap RS A yang berkapasitas
300 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata klien yang dirawat (BOR) 60%,
sedangkan rata-rata jam perawatan adalah 4 jam per hari. Berdasarkan situasi
tersebut maka dapatdihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut
adalah:
1) Tahap 1
Dihitung A = jumlah jam perawatan klien dalam 24 jam per klien. Dari
contoh di atas A = 4 jam/hari
2) Tahap II
Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh klien dalam satu
hari B = A x tempat tidur = 4 x 300 = 1200
3) Tahap III
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh klien selama setahun.C = B x
365 hari = 1200 x 365 = 438000 jam
4) Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang dibutuhkan
selama setahun D = C x BOR/80 = 438000 x 180/80 = 985500 Nilai 180 adalah
BOR total dari 300 klien, dimana 60% x 300 = 180. Sedangkan80 adalah nilai
tetap untuk perkiraan realistis jam perawatan.
5) Tahap V
Didapat E = jumlah tenaga perawat yang dibutuhkanE = 985500/1878 =
524,76 (525 orang)
Angka 1878 didapat dari hari efektif per tahun (365 – 52 hari minggu =
313 hari)dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6 jam).
e. Metode hasil Lokakarya Keperawatan
Menurut hasil lokakarya keperawatan (Depkes RI, 1989), rumusan yang
dapatdigunakan untuk perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan adalah: Prinsip
perhitungan rumus ini adalah sama dengan rumus dari Giliies (1989) di atas, tetapi
adapenambahan pada rumus ini yaitu 225% untuk penyesuaian (sedangkan angka
7 pada rumus tersebut adalah jumlah hari selama satu minggu).

H. Sistem Informasi Manajemen Keperawatan


Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen
dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran
informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses,
prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier,
dan rekanan (Eko, I. 2001). Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu
komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan
manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan
untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran 1989).
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di
luar negeri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem
informasi diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan Australia khususnya pada
pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993). Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi
tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010
(Reliable Health Information 2010 dalam Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan
andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan
kesehatan dalam hal ini rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat,
namun pelaksanaannya belum optimal.

I. Patient Safety
1. Pengertian
Patient safety adalah pasien bebas dari cedera yang tidak seharusnya terjadi
atau bebas dari cedera yang potensial terjadi (penyakit, cederafisik/sosial
psikologis, cacat, kematian) terkait dengan pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2008).
Patient Safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana RS
membuatasuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk assesment resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (DepKes, 2006).
2. Kebijakan DepKes tentang keselamatan pasien rumah sakit antara lain:
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat.
c. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
KTD.
3.
a. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.
Kebijakan patient safety di rumah sakit antara lain:
b. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan
pasien.
c. Rumah Sakit wajib menerapkan standart keselamatan pasien.
d. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui
program akreditasi rumah sakit.
4. Sistim keselamatan pasien rumah sakit :
a. Pelaporan insiden, laporan bersifat anonim dan rahasia.
b. Analisa, belajar, riset masalah dan pengembangan taxonomy.
c. Pengembangan dan penerapan solusi serta monitoring/evaluasi.
d. Penetapan panduan, pedoman, SOP, standart indikator keselamatan
pasien berdasarkan pengetahuan dan riset.
e. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarganya
5. Langkah penerapan program patient safety (DepKes.2006)
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.
b. Membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang keselamatan
pasien.
c. Membangun sistem dan proses managemen resiko serta melakukan
d. identifikasi dan assessmen terhadap potensial masalah.
e. Membangun sistim pelaporan.
f. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien.
g. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan
melakukan analisis akar masalah.
h. Mencegah cedera melaluiimplementasi sistem keselamatan pasien
dengan menggunakan informasi yang ada
6. Langkah-langkah Pelaksanaan Patient Safety
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names)
b. Pastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
7. Pelaksanaan Standart precaution
Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), Standart precautions merupakan
suatu pedoman yang ditetapkan oleh the Centers for Disease Control and
Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Sementara itu menurut
Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Standart (KU) atau Standart
Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan
tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke
pasien lainnya.
Tujuan Standart precautions menurut Kurniawati dan Nursalam (2007):
a. Mengendalikan infeksi secara konsisten Standart precautions
merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan
kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang
ditularkan melalui darah.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau
tidak terlihat seperti berisiko. Prinsip Standart precautions diharapkan akan
mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah
maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang
belum diketahui.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien Standart
precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan
oleh infeksi HIV namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan
rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya Standart precautionsini
juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial
terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh.
8. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan
Lori Di Prete Brown, et. al dalam Wijono, 1999, menjelaskan bahwa
kegiatan menjaga mutu dapat menyangkut dalam beberapa dimensi :
a. Kompetensi teknis, yang terkait dengan keterampilan, kemampuan dan
penampilan petugas. Kompetensi teknis berhubungan dengan standar pelayanan
yang telah ditetapkan. Kompetensi teknis yang tidak sesuai standar dapat
merugikan pasien.
b. Akses terhadap pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan
geografis, sosial dan ekonomi, budaya atau hambatan bahasa. Efektifitas, kualitas
pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas pelayanan kesehatan dan petunjuk
klinis sesuai standar yang ada.
c. Hubungan antar manusia, berkaitan dengan interaksi antara petugas
kesehatan dan pasien, manajer, petugas serta antar tim kesehatan. Hubungan antar
manusia yang baik menanamkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara
menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsif , dan memberikan perhatian.
d. Efisiensi, pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh efisiensi sumber
daya pelayanan kesehatan. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian
yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan pasien dan masyarakat.
e. Kelangsungan pelayanan, klien menerima pelayanan yang lengkap
sesuai yang dibutuhkan. Klien hendaknya mempunyai terhadap pelayanan rutin dan
preventif.
f. Keamanan dan kenyamanan klien, mengurangi risiko cidera, infeksi,
efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan. Keamanan
pelayanan melibatkan petugas dan pasien. Keramahan/kenikmatan (Amenietis)
berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan
efektifitas klinik tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedia untuk
kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Dimensi
mutu yang lain menurut DepKes 2006, yaitu keprofesian, efisiensi, keamanan
pasien, kepuasan pasien, aspek sosial budaya.
e. Pendekatan Sistem dalam Menjaga Mutu
Mutu pelayanan rumah sakit perlu untuk ditingkatkan dengan pendekatan
sistem, menurut Donabedian dalam Wijono, 1999 bahwa penilaian mutu terbagi
atas input/struktur, proses, dan outcome. Struktur meliputi peralatan dan sarana
fisik, keuangan, organisasi dan, sumber daya kesehatan lainnya. Baik tidaknya
struktur sebagai input dapat diukur dari : jumlah besarnya input, mutu struktur atau
mutu input, besarnya anggaran atau biaya, kewajaran. Proses merupakan kegiatan
yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga kesehatan. Proses mencakup
diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
Sedangkan outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan
professional terhadap pasien. Penilaian terhadap outcome merupakan evaluasi hasil
akhir dari kesehatan atau kepuasan pelanggan (Wijono, 1999).
Penilaian mutu menurut Dep Kes R.I, 2006 terdiri dari struktur, proses, dan
outcome. Struktur adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya
keuangan, dan sumber daya pada fasilitas pelayanan kesehatan, Proses adalah
kegiatan yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien, evaluasi,
diagnosa keperawatan, konseling, pengobatan, tindakan dan penanganan pasien
secara efektif dan bermutu. Outcome adalah kegiatan dan tindakan dokter dan
tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan derajat keseahtan dan
kepuasan pelanggan.
f. Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan pengukuran, dengan cara
mengetahui tentang pengertian indikator, kriteria, dan standar. Indikator adalah
petunjuk atau tolak ukur. Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan
kesehatan dapat mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur,
proses, dan outcomes. Indikator terdiri dari indikator proses, indikator outcome.
Indikator proses memberikan petunjuk tentang pelaksanaan kegiatan
pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam
menjalankan tugasnya. Indikator outcomes merupakan indikator hasil daripada
keadaan sebelumnya, yaitu Input dan Proses seperti BOR, LOS, dan Indikator klinis
lain seperti: Angka Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi
Nosokomial, Komplikasi Perawatan, dan sebagainya.
g. Komponen dokumentasi asuhan keperawatan
1) Dokumentasi tahap pengkajian keperawatan
Pendokumentasian data yang meliputi pencatatan dan pelaporan merupakan
tahap akhir dari proses pengkajian. Dokumentasi pengkajian keperawatan dapat
mengacu pada beberapa prinsip antara lain memutuskan apa yang akan dilaporkan,
memutuskan apakah data yang dikategorikan normal atau abnormal, dan menerima
serta melaporkan informasi tentang kondisi klien (Deswani, 2009). Standar
dokumentasi pengkajian keperawatan adalah perawat mendokumentasikan data
pengkajian keperawatan dengan cara yang sistematis, komprehensif, akurat, dan
terus menerus (Nursalam, 2008& Hutahaean, 2010). Metode pendokumentasian
pengkajian keperawatan menurut Hutahaean (2010) adalah: Gunakan format
pengkajian, kelompokkan data-data berdasarkan metode pendekatan yang
digunakan, tuliskan data objektif dan data subjektif, sertakan pernyataan yang
mendukung interpretasi data, ikuti aturan atau prosedur yang dipakai oleh instasnsi
tuliskan secara ringkas dan jelas.
2) Dokumentasi tahap diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu bentuk pernyataan dari perawat yang
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien terhadap masalah yang dialami.
Respon tersebut dapat berbentuk negatif maupun positif. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan rumus yang telah ditentukan dan atas hasil pengkajian data yang
diperoleh dari klien. Rumusan diagnosa keperawatan dapat berbentuk diagnosa
aktual, risiko, sindrom, potensial, dan kemungkinan (Deswani, 2009). Metode
dalam pendokumentasian diagnosa keperawatan menurut Hutahaean (2010) adalah:
a) Tuliskan masalah/problem klien atau perubahan status kesehatan klien.
b) Masalah yang dialami klien didahului adanya penyebab dan keduanya
dihubungkan dengan kata-kata “sehubungan dengan” atau “berhubungan dengan”
c) Setelah masalah (problem) dan penyebab (etiologi) kemudian diikuti
dengan tanda dan gejala (symptom) yang dihubungkan dengan kata “ditandai
dengan”
d) Tulis istilah atau kata-kata yang umum digunakan
e) Gunakan bahasa yang tidak memvonis.
3) Dokumentasi tahap perencanaan keperawatan
Dokumentasi tahap perencanaan keperawatan harus mencakup masalah
yang paling penting pada klien (apakah telah teratasi atau membaik saat klien
pulang dari rumah sakit) dan intervensi yang direncanakan untuk memenuhi
kebutuhan klien, termasuk pengajaran dan perencanaan pulang (Deswani, 2009).
Komponen penting dalam dokumentasi rencana keperawatan adalah diagnosa
keperawatan, tujuan dan Kriteria yang diharapkan, dan rencana intervensi
dilakukan kepada klien yang ditulis secara spesifik dan dapat diukur (Nursalam,
2008 & Hutahaean, 2010).
4) Dokumentasi tahap implementasi keperawatan
Catatan menunjukkan bahwa standar dokumentasi, “perawat mencatat
semua intervensi keperawatan” telah dicapai bila mencakup hal-hal:
a) Deskripsi intervensi yang menyatakan apa yang telah dilakukan untuk
klien, mengapa intervensi dikerjakan, bagaimana intervensi dikerjakan, lama
prosedur dikerjakan, siapa yang melakukan dan bagaimana klien berrespon.
b) Catat tindakan-tindakan untuk keselamatan klien, kenyamanan dan
pengontrolan infeksi, pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan intervensi.
c) Lembar alur digunakan untuk menunjukkan intervensi keperawatan
yang telah ditetapkan dan observasi, penanganan yang sifatnya repetitif atau
teknologi tinggi.
d) Catatan perkembangan yang menjabarkan instruksi perawat dan
instruksi dokter dan cara melakukannya.
e) Intervensi dikoordinasikan dengan komponen lain dari proses
keperawatan (Muhlisin, 2011).
5) Dokumentasi tahap evaluasi keperawatan
Standar dokumentasi evaluasi keperawatan adalah terus
mendokumentasikan pernyataan evaluasi asuhan keperawatan yang merefleksikan
efektivitas dari asuhan keperawatan, respon klien untuk intervensi keperawatan,
dan revisi rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2008). Pernyataan evaluasi
formatif dan sumatif dimasukkan ke dalam catatan kesehatan.
a) Korelasi yang dapat dipercaya ada diantara data klinis yang ditampilkan
dan kesimpulan yang dicapai perawat.
b) Data pengkajian dan hasil yang diharapkan digunakan untuk mengukur
perkembangan klien.
c) Ringkasan pindah, keluar, kematian dan atau ringkasan evaluasi
periodic mingguan dan bulanan menunjukkan perhatian untuk klien dan meringkas
semua aspek utama dari perawatan klien.
d) Revisi perencanaan keperawatan didokumentasikan bila masalah baru
muncul, bila ada perubahan kondisi klien, jika hasil yang diharapkan telah dicapai
dan bila intervensi tidak efektif.
e) Catatan perkembangan dan formulir khusus seperti checklist, flowsheet
dan formulir pindah memberikan data bagi revisi rencana asuhan keperawatan.
BAB III
HASIL PENGKAJIAN

A. Pengkajian RSD Gunung Jati Kota Cirebon


1. Gambaran Lokasi Lahan
a. Lokasi
Nama : Rumah Sakit Daerah Gunung Jati
Alamat : Jl. Kesambi No. 56 Kota Cirebon
No. telepon/Fax : (0231) 206330 / 203336
b. Status : Milik Pemerintah Kota Cirebon
c. Tipe / Klasifikasi : Rumah Sakit Pendidikan Kelas B
d. Luas Tanah : Luas Tanah 65.978 m²
e. Luas Bangunan : 28.432 m²
yang berbatasan langsung dengan sebagai berikut:
a. Sebelah barat : BNN Kota Cirebon
b. Sebelah Timur : Apotik Kimia Farma
c. Sebelah utara : Puskesmas Kesambi
d. Sebelah selatan : Bank BRI
2. Sejarah Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon dibentuk pertama
kali melalui pengajuan oleh Dewan Kota Cirebon pada tahun 1919. Kemudian pada
tanggal 14 Maret 1920 dilaksanakan peletakan batu pertama pembangunan gedung
rumah sakit yang terletak di Jalan Kesambi. Rumah Sakit selesai dibangun
dan diresmikan pada tanggal 31 Agustus 1921 oleh De Burgermeester Van
Cheribon sehingga tanggal 31 Agustus 1921 ditetapkan sebagai hari lahir RSD
Gunung Jati Kota Cirebon. Pembangunan rumah sakit yang pada waktu itu dinilai
sangat mewah dan mahal, biayanya adalah f.544.00,- (lima ratus empat puluh
empat gulden) yang diperoleh dari gemeente van cheribon ditambah dana dari
pabrik gula se-wilayah Cirebon serta dana para dermawan.
Rumah Sakit mulai berfungsi pada tanggal 1 September 1921 sebagai
Gemeemtelijk Ziekenhuis dengan nama Oranye Ziekenhuis (Rumah Sakit Oranye),
dibawah pimpinan dr. E. Gottlieb, sebagai Kepala Rumah Sakit yang pertama
dengan kapasitas 133 tempat tidur. Data mengenai perkembangan selanjutnya
adalah antara tahun 1922-1929 didapat dari buku peringatan 50 Tahun Kota Besar
Tjirbon, yang mengutarakan perkembangan jumlah hari perawatan dari 4 macam
kelas perawatan dari tahun 1922 sampai 1929. Kemudian antara tahun 1930 sampai
dengan 1940 tidak banyak diketahui karena tidak ada data atau informasi.
Pada tanggal 1 Maret 1942 seluruh Rumah Sakit Orange beserta sarananya
dievakuasikan ke Rumah Sakit Sidawangi selama lebih kurang2 minggu dan setelah
kembali ke Kota Cirebon pada tanggal 15 Maret 1942 nama Rumah Sakit berubah
menjadi Rumah Sakit Kesambi. Pada tanggal 8 November 1975 nama Rumah Sakit
dirubah menjadi Rumah Sakit Gunung Jati Kelas D dengan Surat Keputusan DPRD
Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon Nomor : 30/DPRD/XI/75.
Selanjutnya pada tanggal 22 Februari 1979 rumah sakit ditingkatkan
kelasnya menjadi Rumah Sakit Gunung Jati Kelas C dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 41/MENKES/SK/II/79. Pada
tanggal 21 Januari 1987 ditingkatkan lagi menjadi Rumah Sakit Gunung Jati Kelas
B dengan Surat Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor :
41/MENKES /SK/I/87.
Tanggal 30 Januari 1989 Rumah Sakit ditetapkan menjadi Rumah Sakit
Umum Gunung Jati Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon Kelas B, dengan Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061/350/SJ. Dalam pengelolaan
keuangan sejak tanggal 1 April 1996 dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah
Tingkat II Cirebon Nomor15 Tahun 1995 ditetapkan sebagai Unit Swadana Daerah.
Dalam upaya peningkatan pelayanan, maka pada tahun 1997 dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: YM 02.03.3.5.5237. RSD Gunung Jati Kota
Cirebon ditetapkan dengan status Akreditasi Penuh 5 Kelompok Pelayanan. Pada
tanggal 15 Februari 1998 berdasarkan rekomendasi dari Departemen Kesehatan
melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 153/MENKES/SK/II/1998
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon ditetapkan menjadi Rumah
Sakit Kelas B Pendidikan yang peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat
tanggal 21 April 1999 berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor: 445.03-1023
tanggal 12 November 1998.
Seiring dengan perubahan paradigma penyelenggaraan otonomi daerah
maka berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor : 5 Tahun 2002 maka
Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon ditetapkan sebagai
Lembaga Teknis Daerah Kota Cirebon, berbentuk badan dibawah dan
bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekotda. Di dalam PP No. 41 tentang
: Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor
09) (Tambahan Lembaran Negara Nomor 4741) termasuk RSD, disebutkan bahwa
organisasi Rumah Sakit Daerah akan diatur tersendiri dengan keputusan Presiden.
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Badan layanan
Umum (BLU) dan dengan Keputusan Walikota Nomor 445/Kep 359-DPPKD/2009
pada tanggal 14 Desember 2009 Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota
Cirebon ditetapkan sebagai Rumah Sakit dengan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Pada tanggal 2 Agustus 2011, Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati
Kota Cirebon dinyatakan LULUS 16 Pelayanan oleh Team Akreditasi Rumah Sakit
dengan mendapatkan SertfikatKARS/SERF/40/VIII/2011 yang berlaku sampai
dengan 2 Agustus 2014. Pada Tanggal 10 Agustus 2011 Rumah Sakit Umum
Daerah Gunung Jati Kota Cirebon mendapatkan Penghargaan Rumah Sakit
Berprestasi Program Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) Tingkat Provinsi
Jawa Barat Tahun 2011.
Kemudian pada Bulan Oktober 2012 Rumah Sakit Umum Daerah Gunung
Jati Kota Cirebon mendapatkan penghargaan sebagai Rumah Sakit Kelas B
Pendidikan Utama Klasifikasi Utama A.
RSD Gunung Jati pada tahun 2013 meraih Peringkat 1 Tingkat Nasional
dalam Pengelolaan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB). Dan pada tanggal
10 Juni 2013 RSD Gunung Jati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan oleh
Menteri Kesehatana RI. Kemudian tahun 2014 RSD Gunung Jati ditetapkan sebagi
Rumah Sakit Rujukan Regional Jawa Barat bagian Timur.
Pada Tahun 2015 RSD Gunung Jati meraih Predikat Akreditasi Paripurna
Versi 2012 secara langsung dan mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Barat
sebagai Rumah Sakit Percontohan dalam Mutu Pelayanan yang pertama kali lulus
akreditasi dengan predikat Paripurna di Jawa Barat.
Tanggal 29 Juli 2019 RSD Gunung Jati kembali meraih Predikat Akreditasi
Paripurna versi Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 yang
meliputi : Standar Manajemen Rumah Sakit (terdiri dari 8 Standar, yaitu : 1) Tata
Kelola Rumah Sakit (TKRS); 2) Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK); 3)
Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS); 4) Manajemen Rekam Medik dan Informasi
Kesehatan (MRMIK); 5) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI); 6)
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP); 7) Pendidikan dalam
Pelayanan Kesehatan (PPK); dan 8) Program Nasional) dan Standar Pelayanan
berpusat pada Pasien (8 Standar terdiri dari : 1) Akses dan Kontiunitas Pelayanan
(AKP); 2) Hak Pasien dan Keluarga (HPK); 3) Pengkajian Pasien (PP); 4)
Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP); 5) Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB); 6)
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO); 7) Komunikasi dan Edukasi
(KE); dan 8) Sasaran Keselamatan Pasien (SKP).
Pada tahun 2020 RSD Gunung Jati ditetapkan sebagai rumah sakit rujukan
penanggulangan penyakit infeksi emerging oleh Kemenkes RI dan Gubernur Jawa
Barat dalam pengananan kasus pandemi Covid-19. Dan juga sebagai Rumah Sakit
Jejaring Rujukan Kardiovaskuler oleh Kemenkes RI.
Tanggal 12 September 2022 RSD Gunung Jati ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Pendidikan Satelit untuk RS Dustira dan
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi Kabupaten
Bandung setelah dinyatakan lulus verifikasi 5 standar borang akreditasi Rumah
Sakit Pendidikan dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan dan penelitian
secara terpadu dengan memperhatikan aspek etika profesi dan hukum kesehatan.
1. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi RSUD Gunung Jati
Adapun kedudukan dari RSUD Gunung Jati Kota Cirebon adalah sebagai
berikut: kedudukan Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Ccirebon kelas
B Pendidikan merupakan unsur pendukung otonomi daerah di bidang kesehatan,
dipimpin oleh seorang Direktur, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Selain kedudukan, Rumah Sakit Umum Daerah mempunyai Tugas Pokok
yaitu, organisas dan Tata Kerja RSUD Gunung Jati membantu walikota dalam
penyelenggaraan pemerintah kota di bidang teknis kesehatan dengan metode atau
cara penyembuhan maupun pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu
melalui kegiatan promotof, preventif, kuratif, dan rehabilitative serta melaksanakan
upaya rujukan dan menyelenggarakan kegiatan pendidikan sesuai dengan fungsi
sebagai Rumah Sakit yang digunakan temat pendidikan.
Fungsi dari RSUD Gunung Jati Kota Cirebon adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan pelayanan medis.
b. Pelaksanaan pelayanan penunjang medis dan non medis.
c. Pelaksanaan pelayanan dan asuhan keperawatan.
d. Pelaksanaan pelayanan rujukan.
e. Pelaksanaan pelayanan pedidikan dan pelatihan.
f. Pelaksanaan pelayanan penelitian dan pengembangan.
g. Pelaksanaan pelayanan pelayanan administrasi umum dan keuangan.
2. Profil Rumah Sakit
a. Visi Rumah Sakit
Adapun Visi Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon adalah
sebagai berikut : “Terwujudnya Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota
Cirebon Sebagai Rumah Sakit Rujukan Terdepan Di Jawa Barat Tahun 2023”.
b. Misi Rumah Sakit
Misi Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon :
a) Meningkatkan Mutu pelayanan dan Keselamatan Pasien.
b) Meningkatkan Pemenuhan Saran Prasarana dan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang berkualitas.
c) Meningkatkan Mutu Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon
sebagai Rumah Sakit Pendidikan.
c. Tujuan keperawatan
Tujuan Rumah Sakit Umum Daerah Gunjung Jati Kota Cirebon:
a. Meningkatkan kelengkapan sarana dan prasarana sebagai penunjang
peningkatan pelayanan yang berkualitas.
b. Memberdayakan kualitas, kuanitas, dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia.
c. Meningkatkan kesempurnaan dan terlaknsanya Prosedur tetap dan
Standar Operasional Pelayanan.
d. Meningkatkan status RSUD Gung Jati Kota Cirebon sebabgai Rumah
Sakit Pendidikan Lanjutan.
c. Motto Rumah Sakit
a) CERIA (Cepat, Ramah, Ilmiah)
b) MELAYANI DENGAN HATI (Melayani dengan ikhlas, tanpa pamrih
dan tidak diskriminasi).
d. Struktur organisasi
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh Deawan Pengurus BLUD yang selanjutnya
disebut Dewan Pengawas yaitu organ BLUD yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan BLUD yaitu komite profesi. Komite profesi yaitu kelompok
tenaga profesi yang keanggotaanya dipilih dari anggota. Staff profesi yang
bersangkutan antara lain:
a. Komite Medik yaitu kelomppok tenaga professional yang mempunyai
tugas membantu Direktur dalam menyusun pelayanan medic dan pelayanan lain
dan membantu melaksanakan pembinaan etika profesi anggota Staf Medik
Fungsional (SMF) Mengembangkan program pelayanan pendidikan dan pelatihan
serta penelitian dan pengembangan.
b. Komite Keperawatan adalah kelompok profesi dan bidan yang
anggotnya terdiri dari para perawat dan bidan, mempunyai tugas membantu
Direktur dalam menyusun standar keperawatan dan pembinaaan etika profesi
keperawatan Staf Medik yang selanjutnya disebut SMF adalah kemompok dokter
yang bekerja pada Instalasi dalam jabatan fungsional, mempunyai tugas
melaksanakan diagnosis, pengobatan, pencegahan akibat penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan serta dalam melaksanakan tugasnya Staf Medik Fungsional
dikelompokkan sesuai dengan keahliannya.
c. Staf Keperawatan Fungsional yang selanjutnya disebut SKF adalah
kelompok perawat yang bekerja pada instalasi dala jabatan fungsional mempunyai
tugas melaksanakan asuhan keperawatan dari mulai pengkajian, merumuskna
diagnose keperawatan, intervensi, implementasi sampai evaluasi, pencegahan
akibat penyakit, peingkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan kesehatan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta dalam melaksanakan
tugasnya staff keperawatan fungsional dikelompokkan sesuai dengan keahlianya.
d. Staf Paramedis non Keperawatan Fungsional adalah petugas fungsional
yang bertugas di instalasi non keperawatan.
e. Tenaga non medis adalah Satuan penagawas Intern yang selanjutnya
disebut SPI adalah kelompok fungsional yang bertugas melaksanakan pengawasan
terhadap pengelolaan sumber daya RSUD yang ditetapkan Direktur. Tenaga yang
bertugas di Instalasi yang berkaitan langsung dnengan pelayanan terhadap pasien,
yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Instalasi.
f. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang yang mendapat legalitas dari
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau
keterampilan tertentu.
g. Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Gunung Jati Kota Cirebon
ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota Cirebon Nomor: 15 Tahun 2012, yaitu:
Direktur sebagai pimpinan dengan membawahkan:
a) Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan Bidang Pelayanan
Medis.
1) Seksi Pelayanan Medis
2) Seksi Sarana
b) Prasarana Medis Bidang Keperawatan
1) Seksi Asuhan dan Pelayanan Keperawatan
2) Seksi Sarana dan Prasarana Keperawatan
c) Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan Bidang Penunjang
Medis
1) Seksi Penunjang Diagnostik
2) Seksi Penunjang non Diagnostik dan Kefarmasian
3) Bidang Pendidikan dan Pengembangan Seksi Pendidikan Penelitian
d) Seksi Pengembangan Mutu dan Pemasaran Wakil Direkur Umum dan
Keuangan
1) Bagian Keuangan
(1) Sub Bagian Anggaran
(2) Sub Bagian Pembendaharaan
(3) Sub Bagian Akuntansi dan
2) Verifikasi Bagian Umum
(1) Sub Bagian Tata Usaha
(2) Sub Bagian Kepegawaian
(3) Sub Bagian Rumah Tangga
e) Perlengkapan Bagian Perencanaan dan Rekam Medis
1) Sub Bagian program dan Evaluasi Pelaporan
2) Sub Bagian Rekam Medis dan Hukum
3) Sub Bagian Informasi Management Rumah Sakit
d. Denah Rumah Sakit
a. Sarana Pelayanan RS
Pelayanan di RSD Gunung Jati Kota Cirebon meliputi:
a) Fasilitas Pelayanan
1) Rawat Jalan
Beberapa Pelayanan yang tersedia yaitu :
(1) Poliklinik Eksekutif
a. Klinik Spesialistik
b. Medical Check Up (MCU)
(2) ODC ( One Day Care/ Pelayanan Perawatan Sehari)
a. Klinik Hematologi, Onkologi, dan Thalasemia (HOT)
b. Hemodialisa (HD)
(3) Instalasi Gawat Darurat
(4) Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
(5) Taman Penitipan Anak (TPA)
(6) Klinik Seroja (HIV)
(7) Klinik PTRM
(8) Klinik Vaksin
(9) Klinik KB
(10) Layanan Geriatri
(11) Poliklinik Spesialis
a. Klinik Penyakit Dalam
b. Klinik Bedah Umum
c. Klinik Kebidanan
d. Klinik Anak
e. Klinik Tumbuh Kembang
f. Klinik Bedah Umum
g. Klinik Bedah Syaraf
h. Klinik Bedah Orthopedi
i. Klinik Bedah Digestif
j. Klinik Bedah Onkologi
k. Klinik Bedah Plastik
l. Klinik Bedah Thoraks Kardiovaskuler
m. Klinik Bedah Urologi
n. Klinik Bedah Anak
o. Klinik Penyakit Dalam
p. Klinik Jantung
q. Klinik Syaraf
r. Klinik Paru dan MDR-TB
s. Klinik Kulit dan Kelamin
t. Klinik Mata
u. Klinik THT
v. Klinik Jiwa
w. Klinik Rehabilitasi Medik
x. Klinik Gizi
y. Klinik Anesthesi
Tabel 3.1
Rawat Inap Berdasarkan Sk Penetapan Kapasitas Tempat Tidur Ruang
Rawat Inap Pada Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cireon
Tanggal 30 September 2022 Terdiri Dari:

Jumlah
No. Ruangan Karakteristik Tempat Ket.
Tidur
1 Pangeran Cakrabuana Semua psien laki – laki dan 16 VVIP = 5
perempuan (anak s/d VIP = 11
dewasa) diperuntukan semua
jenis penyakit kecuali MDR
TB / Covid-19
2 Nyimas Pakungwati Semua pasien laki-laki dan 22 Kelas I = 12 TT
Perempuan dewasa dengan Kelas II = 10 TT
kasus bedah
3 Raden Kian Santang Semua pasien laki – laki dan 30 Kelas I = 14 TT
perempuan dewasa dengan Kelas II = 16 TT
kasus non bedah
4 Nyimas Gandasari Semua pasien perempuan 21 Kelas III
Lantai 1 dewasa dengan kasus bedah
5 Nyimas Gandasari Semua pasien laki-laki 24 Kelas III
Lantai 2 dewasa dengan kasus bedah
6 Nyimas Gandasari Semua pasien anak dengan 18 Kelas I = 2 TT
Lantai 3 kasus bedah Kelas 2 = 3 TT
Kelas III = 13 TT

7 Prabu Siliwangi Semua pasien laki-laki 22 Kelas III


Lantai 1 dewasa dengan kasus Non
Bedah
8 Prabu Siliwangi Semua pasien perempuan 22 Kelas I = 2 TT
Lantai 2 dewasa dengan kasus Kelas II = 3 TT
kandungan dan kebidanan Kelas III = 17 TT
serta ruang rawat gabung ibu
dan bayi
9 Prabu Siliwangi Semua pasien perempuan 22 Kelas III
Lantai 3 dewasa dengan kasus Non
Bedah
10 Prabu Siliwangi Semua pasien perempuan 19 Kelas III
Lantai 4 dewasa dengan kasus Non
Bedah
11 Arya Kemuning Semua pasien anak dengan 30 Kelas I = 4 TT
kasus Non Bedah (Usia 1 Kelas II = 4 TT
bulan – 18 tahun) Kelas III = 22 TT

12 Perina - Bayi baru lahir 0 – 28 22 Semua Kelas


hari, baik bayi bugar atau Bayi sehat = 4 TT
bayi asfiksia dengan HCU neonatus =
bantuan nafas CPAP 16 TT
- Bayi kiriman dari luar RS Level II = 2 TT
usia kurang dari 2 bulan,
berat bayi kurang dari
3000 gr, baik kasus bedah
anak atau murni kasus
neonatal yang
memerlukan bantuan
napas dengan CPAP
13 Pangeran Sucimanah Pasien dengan TB-Paru dan 12 Semua Kelas
MDR-TB TB-Reg = 8 TT
MDR=TB = 4 TT

14 NICU Intensif Neonatal/ bayi 10 Semua Kelas

15 PICU Intensif Pediatric/ anak 6 Semua Kelas

16 ICU Intensif Dewasa 12 Semua Kelas

17 ICCU Intensif Kardiovaskuler 8 Semua Kelas


Dewasa
18 HCU Pasien Observasi Ketat tanpa 11 Semua Kelas
ventilator
19 Stroke Unit Pasien Stroke dengan 6 Semua Kelas
observasi ketat
20 ICU Covid-19 /ICU Pasien terkonfirmasi Covid- 6 Non Kelas
Isolasi 19 dengan observasi ketat Ruang Isolasi
dengan atau tanpa ventilator Tekanan Negatif

21 Pangeran Surya Pasien dengan Gangguan 12 Semua Kelas


Negara Psikiatri
22 Teratai Pasien Terkonfirmasi, 15 Non Kelas
Suspek, dan Probable Ruang Isolasi Non
Covid-19 Tekanan Negatif
23 Ruang Bersalin / VK Pasien Melahirkan 8 Semua kelas

24 Instalasi Bedah Pasien yang akan melakukan 9 Semua kelas


Sentral oprasi
Jumlah Total 367

Tabel 3.2
Sarana Penunjang Medis yang dimiliki

No. Penunjang Pelayanan


1. Intalasi Sentra Sterilisasi
2. Intalasi Laundry
3. Intalasi Rehabilitasi Medik
4. Intalasi Radiologi
5. Intalasi Gizi
6. Intalasi Pemeliharaan dan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
7. Intalasi Forensik dan Pemulasaran Jenazah
8. Intalasi Labolatorium Patalogi Klinik & Patalogi Anatomi
9. Intalasi Pendidikan, Pelatihan, dan Perpustakaan
10. Instalasi Santasi Lingkungan dan Kesehatan Keselamatan Kerja
(ISLK3)
11. Intalasi Pemasaran Rumah Sakit dan Promosi Kesehatan
12. Intalasi Pelayanan Administrasi Jaminan Kesehatan (PAJK)
13. Instalasi Farmasi
14. Instalasi CSSD
15. Instalasi Kesehatan Lingkungan RS
16. Warois
17. Instalasi Rumah Tangga
18. Unit Layanan Pengadaan
19. Layanan Penelitian
20. Layanan Pendidikan
21. Layanan Drive Thru Swab Antigen dan PCR
Tabel 3.4
Prasarana yang dimiliki

No Prasarana

1. Kapasitas tempat tidur

2. Luas bangunan

3. Incenerator

4. Sumber air rumah sakit

5. Sistem pendingin ruangan

6. Fire warning dan alarm

7. Power plant

8. Sistem komunikasi

9. Sistem informasi rumah sakit

B. Pengkajian Ruang Rawat Inap Prabu Siliwangi Lantai III


1. Karakteristik ruangan

a. Man

Jumlah tenaga kesehatan lainnya yang terkait meliputi: dokter, ahli gizi,

laboratorium, radiologi dan farmasi. Sedangkan untuk tenaga pendukung antara

lain: tenaga administrasi, pramu saji, dan petugas kebersihan,

1) Pasien

a) Karakteristik pasien

Data jumlah pasien diruang Prabu Siliwangi Lantai III dalam 3 bulan

terakhir (November - Januari) sebanyak 513 pasien.


Tabel 3.1

Data Jumlah Pasien Masuk Diruang Prabu Siliwangi Lantai III


Dari Tanggal 12 – 16 Februari 2024

Hari Tanggal Jumlah

Senin 12 Februari 2024 20

Selasa 13 Februari 2024 22

Kamis 15 Februari 2024 21

Jum’at 16 Februari 2024 21

Total 84

Rata-rata 21

Sumber: data pasien dari tanggal 12 – 16 Februari 2024

Analisis: berdasarkan tabel 3.1 diperoleh rata-rata jumlah pasien masuk selama
4 hari terakhir yaitu sebanyak 21 pasien.

a) Kepuasan pasien

Kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang setelah membandingkan

kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2008).

Pengambilan responden (pasien) dalam mengetahui kepuasan pasien ini

menggunakan teknik total sampling yaitu berjumlah .. responden yang diambil pada

tanggal 16 – 24 Februari 2024.


Tabel 3.3
Distribusi Tingkat Kepuasan Pasien Diruang Prabu Siliwangi Lantai III
RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Tingkat Kepuasan Frekuensi Present (%)

Puas 22 100

Tidak puas 0 0

Total 22 100%

Sumber: pengkajian ruang Prabu Siliwangi Lantai III tanggal 12 – 16


Februari 2024

Analisis: berdasarkan tabel 3.3 didapatkan bahwa dari 22 pasien sebanyak

22 pasien (100%) mengatakan puas sehingga dapat dikatakan pelayanan yang

diberikan diruang Prabu Siliwangi Lantai III dapat dikatakan baik.

1) BOR

Tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur di Rumah Sakit dapat

dilihat dari persentasi BOR (Bod Occupaion Rate). Berdasarkan data yang

diperoleh diruang Prabu Siliwangi Lantai III diperoleh hasil perhitungan BOR

berdasarkan data selama 3 bulan terakhir (November-Januari) dengan jumlah

tempat tidur 23 bed adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4
Distribusi nilai BOR diruang Prabu Siliwangi Lantai III
dari bulan

BULAN BOR

November 93,6 %

Desember 85,4 %

Januari 82,6 %

Jumlah 261,6%
Rata-rata 87,2 %

Analisis: berdasarkan tabel 3.4 diperoleh rata-rata nilai BOR pada 3

bulan terakhir yaitu dari bulan (November - Januari) sebesar 87,2 %. Menurut

Depkes RI (2005) menyebutkan bahwa BOR yang ideal adalah antara 60-85%, jadi

dapat disimpulkan bahwa BOR diruangan Prabu Siliwangi Lantai III masuk dalam

kategori tinggi.

Tabel 3.5
Distribusi nilai BOR diruang Prabu Siliwangi Lantai III
Dari tanggal 12 - 16 Februari 2024 di RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Hari Perhitungan BOR BOR (%)

Senin, 12 Februari 2024 20 86.9 %


𝑥 100
23
Selasa, 13 Februari 2024 22 95,6 %
𝑥 100
23
Kamis, 15 Februari 2024 21 91,3 %
𝑥 100
23
Jum’at, 16 Februari 2024 21 91,3 %
𝑥 100
23
Jumlah 365,1 %

Rata-rata 91,2 %

Analisis: berdasarkan tabel 3.5 diperoleh rata-rata nilai BOR pada tanggal
12 - 16 Februari 2024 yaitu 91,2% Menurut Depkes RI (2005) menyebutkan bahwa
BOR yang ideal adalah 60-85%, jadi dapat disimpulkan bahwa BOR diruangan
Prabu Siliwangi Lantai III masuk dalam kategori tinggi.
2) LOS

LOS adalah rata-rata lama hari rawat setiap pasien. Lama waktu rawat yang

baik maksimum 12 hari, standar Nasional untuk RSU dalam satu tahun adalah 7-10
hari. Berdasarkan hasil data pada 3 bulan terakhir (Desember-Februari) didapatkan

data sebagai berikut:

Tabel 3.6
Distribusi Nilai LOS Diruang Prabu Siliwangi Lantai III dari bulan
Desember-Februari 2023 RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Bulan LOS

November 3,5

Desember 3,4

Januari 3,4

Jumlah 10,3

Rata-rata 3,4

Sumber: data bulan November - Januari 2024

Analisis: berdasarkan hasil data pada bulan November - Januari 2024

didapatkan data rata-rata lama rawat (LOS) sebanyak 3,4 /hari.

Tabel 3.7
Distribusi nilai LOS diruang Prabu Siliwangi Lantai III
Dari tanggal 12 - 16 Februari 2024 (3 Hari) RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Hari Jumlah Pasien Jumlah Perhitungan LOS/


(Pulang/Meninggal) lama hari
rawat/hari

Senin, 12 8 20 20/8 2,5


Februari 2024

Selasa, 13 13 22 22/13 1,6


Februari 2024

Kamis, 15 2 21 21/2 10,5


Februari 2024
Jum’at, 16 11 21 21/11 10,5
Februari 2024

Jumlah 25,1

Rata-rata 6,2

Analisis: Berdasarkan tabel 3.7 diperoleh rata-rata LOS pada 4 hari terakhir
yaitu sebesar 6,2.
3) TOI

Selang waktu antara pemakaian tempat tidur, rata-rata suatu tempat tidur

kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai dengan

diisi lagi. Standarnya 1-4 hari untuk RSU dalam 1 tahun. Ruang Prabu Siliwangi

Lantai III memiliki 23 tempat tidur, berdasarkan data 3 bulan terakhir (Desember-

Februari) didapatkan bahwa:

Tabel 3.8
Distribusi Nilai TOI diruang Prabu Siliwangi Lantai III dari bulan
Desember-Februari 2023 RSD Gunung Jati Kota Cirebon

BULAN TOI

November 3,8

Desember 4,3

Januari 4,1

JUMLAH 12,2

RATA-RATA 4,06

Sumber: data bulan Desember-Februari 2023

Analisis: berdasarkan hasil data pada bulan November - Januari 2024

didapatkan selang waktu antar pemakaian tempat tidur (TOI) sebanyak 4,06
Tabel 3.9
Distribusi Nilai TOI di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Dari Tanggal 12 – 16 Februari 2024

Jumlah tempat tidur : 23


Periode : 4 hari
Lama hari perawatan : 108 hari
Jumlah pasien keluar : 34 pasien
(23𝑥4)−108
TOI = =…
34

Jadi, TOI Ruangan Prabu Siliwangi Lantai III dalam 4 hari terakhir adalah
selama … hari.
1) Ketenagaan

a) Kualitas

Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi

yang menyangkut hubungan antara manusia. Terjadi proses interaksi serta saling

mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang

bersangkutan (Suhaeman, 2022).

Tabel 3.10
Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

No Nama Pendidikan Jabatan

1 Ai Tintin Ners KASUB UNIT

2 Eti Kurniatini D3 KATIM

3 Dedi Miswar Ners Clinical


Instruktur

4 Anang S D3 Pelaksana

5 Bagus Panji Ners Pelaksana


6 Sugeng Budi D3 Pelaksana

7 Nurlaelah D3 Pelaksana

8 Anhar D3 Pelaksana

9 Diyah Tri Puspita D3 Pelaksana

10 Indriyanti Ners Pelaksana

11 Nurhasanah D3 Pelaksana

12 Ani Maulani Ners Pelaksana

13 Anggun Mu’allimah Ners Pelaksana

14 Siti Tarpi’ah Ners Pelaksana

15 Raynaldi Yushar Ners Pelaksana

16 Firmansyah Ners Pelaksana

17 Agnes Al Kania D3 Pelaksana

Sumber: Wawancara dengan kepala ruangan Prabu Siliwangi Lantai III

Menurut Depkes Filipina (1984), menyebutkan bahwa proporsi rata-rata


pembagian pemberian pelayaan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu 40%
nonprofessional dan 60% professional
Grafik 3.1
Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Tenaga Keperawatan Berdasarkan


Pendidikan

Ners
47%
53% D3

Analisis : Berdasarkan grafik 3.10 menunjukan tenaga keperawatan di ruang

Prabu Siliwangi Lantai III sebagian besar berpendidikan Ners (Profesional)

sebanyak 9 (53 %) perawat, sedangkan tenaga keperawatan yang berpendidikan

Diploma (Vocasional) sebanyak 8 (47 %) perawat.

b) Kuantitas

Penentu kebutuhan tenaga keperawatan harus memperhatikan beberapa

faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya adalah jumlah pasien yang

dirawat perhari, perbulan, dan pertahun dalam satu unit, kondisi atau tingkat

ketergantungan klien, rata-rata waktu perawatan langsung dan tidak langsung, serta

pemberian cuti (Rakhmawati, 2008).


Menurut Douglas dengan perhitungan sebagai berikut :

Tabel 4.11
Klasifikasi derajat ketergantungan pasien menurut Douglas (1984)

Jadwal Minimal Intermediat Total


Pagi 0,17 0,27 0,36
Sore 0,14 0,30

0,15
Malam 0,07 0,10 0,20

Keterangan :

- Keperawatan minimal : 1-2 jam/24 jam

- Keperawatan inter : 3-4 jam/24 jam

- Keperawatan total : 5-6 jam/24 jam

Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan berdasarkan data pasien pada

tanggal 17 Februari 2024 menurut formula Douglas adalah sebagai berikut :

Perawat dinas pagi

Perawatan 9 minimal pasien : 9 x 0,17 = 1,53


Perawatan 12 parsial pasien : 12 x 0,27 = 3,24
Perawatan 1 total pasien : 1 x 0,36 = 0,36

Jumlah perawat dinas pagi = 5,13 orang/6 orang

Perawat dinas siang

Perawatan 9 minimal pasien : 9 x 0,14 = 1,26

Perawatan 12 parsial pasien : 12 x 0,15 = 1,8

Perawatan 1 total pasien : 1 x 0,30 = 0,30

Jumlah perawat dinas siang = 3,36 orang/3 orang

Perawat dinas malam


Perawatan 9 minimal pasien : 9 x 0,07 = 0,63

Perawatan 12 parsial pasien : 12 x 0,10 = 1.2

Perawatan 1 total pasien : 1 x 0,20 = 0,20

Jumlah perawat dinas malam = 2,03 orang/3 orang

Jumlah tenaga perawat berdasarkan penghitungan menurut Douglass, jumlah

yang dibutuhkan yaitu 12 perawat/ 24 jam. Data menunjukan jumlah perawat

mencukupi.

b. Money

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan di dapatkan bahwa

sumber pembiayaan di ruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota

Cirebon berasal dari Managerial Rumah Sakit dan Pemerintah Daerah

c. Market

Semakin tingginya tuntutan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang

berkualitas dan terjangkau, mau tidak mau membuat institusi ini harus berupaya

survive di tengah persaingan yang semakin ketat sekaligus memenuhi tuntutan

tersebut melalui pemasaran (Yuwono, 2005).

d. Material/machine

1. Standar Fasilitas Keperawatan

Standar peralatan keperawatan dan kebidanan disarana kesehatan (Depkes,

2001)

a) Standar alat tenun:

1) Tersedianya alat tenun sesuai standar

2) Dokumen: jumlah, jenis, spesifikasi, kondisi, masa pakai


b) Standar alat keperawatan dan kebidanan

1) Tersedianya sesuai standar

2) Dokumen: jumlah, jenis, spesifikasi, kondisi, masa pakai, frekuensi

penggunaan

c) Standar alat rumah tangga

1) Tersedianya sesuai standar

2) Dokumen: jumlah, jenis, spesifikasi, kondisi, masa pakai, frekuensi

penggunaan

3) Adanya daftar inventaris yang dicek secara teratur dan berkala

d) Standar alat pencatatan dan pelaporan

1) mengidentifikasi kebutuhan

2) menyusun rencana kebutuhan sesuai jenis pelayanan dan spesifikasi

3) melakukan penyimpanan sesuai SOP

4) Melakukan koordinasi

5) Mengoptimalkan penggunaan

6) Melaksanakan pencatatan

e) Standar pengelolaan

1) Standar pencatatan alat

Perencanaan peralatan yang terintegrasi dalam perencanaan RS

a. Mengidentifikasi kebutuhan sesuai standar

b. Menyusun perencanaan

c. Melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait

2) Standar pengadaan alat


a. Melaksanakan pengadaan sesuai prosedur

b. Melaksanakan proses penerimaan

c. Pelatihan cara penggunaan alat

3) Standar penghapusan alat

a. Sesuai dengan kebutuhan

b. Melaksanakan koordinasi

2. Perawatan keperawatan meliputi:

a) Alat tenun

Dalam pengadaan alat tenun harus mempertimbangkan aspek:

1) Menyerap keringat

2) Mudah dibersihkan

3) Ukuran memnuhi standarisasi yang ditetapkan

4) Pemilihan warna memperhatikan aspek psikologis pasien

5) Tidak berfungsi sebagai mediator kuman

6) Tidak menyebabkan iritasi/pertukaran kulit

3. Alat kesehatan untuk pelayanan keperawatan

Dalam pengadaan alat kesehatan diperhatikan aspek:

a. Mudah dibersihkan

b. Tidak mudah berkarat

c. Ukuran standar secara umum dewasa

d. Aman penggunaan baik bagi petugas dan klien

e. Tidak berfungsi sebagai mediator kuman

f. Untuk alat-alat kesehatan tertentu memenuhi persyaratan ergonomik


g. Tersedia suku cadang terhadap kesinambungan alatata

h. Tersedianya manual penggunaan alat dan prosedur

i. Alat rumah tangga

j. Alat pencatatan dan laporan

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menentukan standar peralatan

a) Kebijakan rumah sakit yang menyangkut pengadaan peralatan

keperawatan

b) Tingkat BOR dan TOI

c) Pola penyakit dan jenis pelayanan

d) Sistim pemeliharaan peralatan keperawatan dan kebidanan

e) Adanya SDM yang memiliki pengetahuan dalam pengelolaan

keperawatan.

Pemilihan jenis peralatan keperawatan mempertimbangkan klien, petugas


dan pangsa pasar.

Tabel 3.12
Alat keperawatan di ruang Prabu Siliwangi Lantai III pada bulan Februari
2023

KONDISI SAAT INI KEBUTU


NO JENIS BARANG JUMLAH
RUSAK LAYAK BAIK HAN

1 INFUS PUMP 1 - - 1 1

2 SYRINGE PUMP 3 - - 3 3

3 OXIMETRI 2 - 1 1 2

4 VITAL SIGN MONITOR 2 - - 2 2

5 LAMPU TINDAKAN 0 - 0 0 1
6 EKG 1 0 1 - 1

7 TENSIMETER MANUAL 1 - - 1 1

8 TENSIMETER DIGITAL 1 1 - - 1

9 TERMOMETER DIGITAL 1 - - 1 1

10 LIGHT PEN 1 0 0 1 1

11 NEBULIZER 1 - - 1 1

12 SUCTION PUMP 1 - - 1 1
DEWASA

13 STETOSCOPE 2 - - 2 3

14 PAPAN LSB 0 - - - 1

15 BAK SPUIT BESAR - - - - 2

16 BAK SPUIT KECIL - - - - 2

17 URINAL 0 - - 0 0

18 BULI2 PANAS 0 - - - 2

19 PISPOT 2 - - 2 6

20 LAMPU SENTER 1 - - 1 2

21 BRANCARD 1 0 0 1 2

22 KURSI RODA 3 1 1 1 3

23 TIMBANGAN DEWASA 3 1 1 1 3

24 TIMBANGAN DIGITAL - - - - -

25 MANOMETER OKSIGEN 2 - - 2 4
TABUNG

26 TROLY ALAT 5 - - 5 5

27 TROLY EMERGENCY 1 - - 1 1

28 TROLI TINDAKAN 1 1 1

29 LARINGOSCOPE 1 - - 1 1
30 AMBU BAG 1 - - 1 1

31 MANDRAIN - - - - 2

32 GUNTING VERBAND 1 - - 1 1

Tabel 3.13

Peralatan Non-Medis

NO JENIS JUMLAH KONDISI SAAT INI KEBUTUHAN


BARANG
RUSAK LAYAK BAIK

1 KASUR 23 - 23 -

2 SPREI 49 - 49 - 49

3 PERLAK 24 - 24 - 48

4 STEAK 36 - 36 - 48
LAKEN

5 SELIMUT 3 - - 3 48
LURIK

6 BED - - - - -
COVER

7 SARUNG 12 - 12 - 48
BANTAL

8 BANTAL - - - - 24

9 GULING - - - - -

10 SARUNG - - - - -
GULING

11 GORDEN 69 - - 69 81

12 VITRAGE - - - - -

13 SAMPIRAN 1 - - 1 1
Alat Rumah Tangga Tabel 3.14
Sarana Pendukung

NO JENIS BARANG JUMLAH KONDISI SAAT INI KEBUTUHAN

RUSAK LAYAK BAIK

1 AC 12 - - - 12

2 TV LED 1 1 - 1 1

7 PESAWAT 2 1 - 1 2
TELEPHON

9 KURSI FUTURA 28 - - - 28

10 KURSI PUTAR/ 2 - 2 - 2
KURSI BAR

11 KURSI 21 - - 21 21
BESI/CHITOSE

13 MEJA 8 - - 8 8

14 MEJA 1 BIRO - - - - -

15 LEMARI OBAT 2 - - 2 2

16 LEMARI ALAT 2 - - 2 2

17 MEJA NAKAS 23 - - - 23

23 TEMPAT 8 - - 8 8
SAMPAH INJAK

25 TEMPAT 8 - - - 8
SAMPAH KECIL
INJAK (BULAT)

26 EMBER 8 - - - 8

27 GAYUNG 8 - - - 8

28 KESET 7 - - - 10

29 JAM DINDING 2 - - 2 8
RAK SEPATU 6 - - - 6
PLASTIK

34 GALON 2 - - 2 4

36 RAK PIRING 1 - - 1 1

37 PANCI LURIK - - - - -

38 KONTAINER 4 - - - 2
PLASTIK BESAR

39 KONTAINER - - - - 2
PLASTI YANG
SEDANG

40 KONTAINER 1 - - - 2
PLASTIK KECIL

Tabel 3.15
Alat Pencatatan, Pelaporan dan Alat Kantor di Prabu Siliwangi Lantai III

No Nama Barang Jumlah


1 Formulir pengkajian awal Sesuai kebutuhan
2 Formulir NCP/ rencana keperawatan yang sudah Sesuai kebutuhan
dalam bentuk cek list sesuai diagnose keperawatan
3 Formulir catatan perkembangan Sesuai kebutuhan
4 Formulir observasi Sesuai kebutuhan
5 Formulir resume keperawatan Sesuai kebutuhan
6 Formulir catatan pengobatan Sesuai kebutuhan
7 Formulir permintaan darah Sesuai kebutuhan
8 Formulir laboratorium Sesuai kebutuhan
9 Formulir rontgen Sesuai kebutuhan
10 Formulir keterangan kematian Sesuai kebutuhan
11 Resep Sesuai kebutuhan
12 Formulir permintaan makanan Sesuai kebutuhan
13 Formulir permintaan obat Sesuai kebutuhan

Berdasarkan hasil observasi terhadap situasi lingkungan di ruang Prabu

Siliwangi Lantai III dapat disampaikan bahwa :

1. Pencahayaan : lampu dalam kondisi baik


2. Ventilasi : baik

3. Lantai : menggunakan keramik, bersih, kering.

4. Dinding : cat dinding masih baik

5. Atap : kondisi cukup baik

6. Sarana air bersih : tersedia tempat cuci tangan di setiap kamar pasien

tetapi tidak ada sabun untuk cuci tangan pasien atau keluarga pasien.

7. Tempat sampah medis dan non medis terpisah antara sampah organik

dan nonorganik baik, namun untuk tempat sampah nonorganik didepan kamar

pasien jumlahnya masih terbatas.

Analisis : Alat-alat kesehatan dalam keadaaan baik namun hasil dari

observasi selama 4 hari tanggal 12 - 16 Februari 2024 alat yang di gunakan untuk

tindakan masih ada yang kurang, seperti alat GP. Untuk pemberian obat

menggunakan troli obat, setelah tindakan spuit langsung di buang ke safety box,

terdapat hand sanitizer di depan setiap ruangan.

Pada hasil observasi ruang Prabu Siliwangi Lantai III memiliki sarana

pendukung sendiri untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan kesehatan pada

pasien terutama pada ruang perawatan terdapat 1 tempat cuci tangan dengan kondisi

air yang besar dan terdapat sabun, untuk privasi pasien cukup terjaga karena

terdapat tirai pembatas antar pasien. Terdapat AC disetiap kamar (kamar 1,2,3,4,5,6)

dan dinyalakan. Ventilasi udara cukup memadai saat sedang observasi jendela

kamar pasien kebanyakan ditutup. Kebersihan ruangan dibantu oleh petugas CS

setiap pagi dan siang.

1) Inventaris Linen
Berdasarkan hasil observasi, linen yang digunakan di Ruang Prabu

Siliwangi Lantai III sudah tersentral, stock sangat mencukupi untuk kebutuhan

ruangan. Linen dalam keadaan baik semua, proses suplai linen langsung diperoleh

dari sentral laundry RSD Gunung Jati Kota Cirebon.

Analisis: berdasarkan observasi dan wawancara ke 20 pasien pada tanggal

06 Maret 2023 didapatkan data bahwa linen diganti ketika sudah dalam keadaan

kotor karena terkena cairan atau zat lainnya yang berlebihan. Penempatan linen

kotor sesuai dengan tempatnya. Ruang tempat penyimpanan linen tertata dengan

rapih dan keadaan pintu lemari tertutup. Perawatan tempat tidur setiap pagi selalu

dikontrol oleh perawat, keluarga membantu merapihkan dan membereskan alat alat

pasien.
ALUR PENANGANAN KELUHAN
Keluhan pasien/keluarga
secara lisan atau tertulis (SMS,
Surat, Email, dll

Keterangan :
Layanan pengaduan / Unit Kerja
Pada jam dinas:
Penanggung jawab
adalah kepala unit.
Tidak Selesai
Diluar jam dinas:
Penanggung jawab adalah
supervisor/dokter jaga
Kepala bidang/ bagian
terkait / PPID

Tidak Selesai

Wakil Direktur
Jajaran Terkait

Direktur

Selesai Tidak Waktu 1


(satu) Hari
Kerja

Konsultan
Hukum

Pengadilan Tidak Selesai


Waktu 1
(satu) Hari
Kerja
e. Metode

Pelayanan rawat inap di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III yang diberikan

kepada pasien di indikasikan untuk rawat inap. Secara umum alur pasien rawat inap

adalah sebagai berikut:

1) Pengendalian mutu

Manajemen mutu unit rawat inap tidak terlepas dari mutu pelayanan

keperawatan dan merupakan bagian dari manajemen mutu pelayanan secara

keseluruhan di Rumah Sakit. Lingkup mutu pelayanan keperawatan mencakup

pengendalian mutu klinik pelayanan keperawatan, mutu pembiayaan dan mutu

kinerja perawat.

a) Mutu klinik pelayanan keperawatan

mutu pelayanan keperawatan ditentukan dengan indikator klinik

keperawatan dan merupakan indikator mutu minimal yang dapat dilaksanakan oleh

perawat di rumah sakit. Indikator klinik pelayanan keperawatan terdiri dari:

keselamatan pasien (patient safety), angka dekubitus, pasien jatuh, kesalahan dan

pemberian obat, keterbatasan perawatan diri (self care),kenyamanan (bebas nyeri),

kecemasan, pengetahuan dan keluarga serta kepuasan pasien.

b) Mutu pembiayaan pelayanan keperawatan

Mutu pembiayaan pelayanan keperawatan ditentukan dengan indikator,

meliputi:

1) Penggunaan anggaran sesuai dengan perencanaan

2) Tingkat penyerapan anggaran

3) Tingkat efisiensi anggaran


c) Mutu kinerja perawat

Mutu kinerja perawat ditentukan dengan indikator sebagai berikut:

1) Tingkat produktivitas kerja perawat

2) Tingkat kompetensi karier perawat sesuai dengan jenjang karir

3) Tingkat kepatuhan perawat menerapkan standar operasional prosedur

4) Pencapaian pelaksanaan tugas sesuai tupoksi

2) Indikator mutu ruang Prabu Siliwangi Lantai III

1. Kepuasan pasien rawat inap

2. Kepatuhan jam visit dokter

3. Kelengkapan assasment awal rawat inap

4. Kepatuhan 6 benar dalam pemberian obat

5. Kepatuhan intake dan output cairan

6. Kepatuhan cuci tangan

7. Kepatuhan penggunaan APD

Tabel 3.16
Kepatuhan Hand Hygiene berdasarkan 5 momen pada perawat pelaksana di
Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

No 5 Momen Dilakukan Tidak Total Presentase


Dilakukan Kepatuhan(%)
1 Sebelum kepasien 6 10 6 37,5

2 Sebelum tindakan 11 5 11 68,75


3 Sesudah kontak 16 0 16 100
dengan pasien
4 Sesudah terkena 16 0 16 100
cairan
5 Sesudah kontak 13 3 13 81,25
dengan lingkungan
pasien
Total 62 18 62 77.5
.
Berdasarkan tabel 3.16 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 16 perawat
pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase
kepatuhan hand hygiene atau cuci tangan perawat sebesar 77,5 %.
Z
Grafik 3.2
Kepatuhan Hand Hygiene berdasarkan 5 momen pada perawat
pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Kepatuhan Hand Hygiene Pada Perawat

22,5%

Dilakukan
Tidak Dilakukan

77,5%

Berdasarkan Grafik 3.2 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 16

perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase

kepatuhan hand hygiene atau cuci tangan perawat sebesar 77,5 %.


Tabel 3.17
Kepatuhan Hand Hygiene berdasarkan Cuci Tangan 6 Langkah pada
Perawat Pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

No 6 Langkah Cuci Dilakukan Tidak Total Presentase


Tangan Dilakukan (%)

1 Menggosok telapak 16 0 16 100


tangan memutar
berlawanan arah
jarum jam

2 Menggosok punggung 16 0 16 100


tangan

3 Menggosok sela-sela 16 0 16 100


jari bagian dalam

4 Gerakan mengunci 16 0 16 100

5 Membersihkan sela 16 0 16 100


dan ibu jari melingkar

6 Menggosok ujung jari 16 0 16 100


ketelapak tangan
melingkar berlawanan
jarum jam

TOTAL 96 0 96 100

Berdasarkan tabel 3.17 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 16

perawat pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa presentase

kepatuhan hand hygiene berdasarkan 6 langkah cuci tangan sebesar 100%, dapat

disimpulkan bahwa tujuan ruangan tercapai.


Grafik 3.3
Kepatuhan Hand Hygiene berdasarkan Cuci Tangan 6 Langkah pada
Perawat Pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Kepatuhan Hand Hygiene dengan 6 Langkah pada


Perawat

Dilakukan Tidak Dilakukan

Berdasarkan Grafik 3.3 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 16 perawat
pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa presentase
kepatuhan hand hygiene berdasarkan 6 langkah cuci tangan sebesar 100%, dapat
disimpulkan bahwa tujuan ruangan tercapai.

Tabel 3.18
Kepatuhan Perawat Dalam Pemberian Obat Berdasarkan Prinsip 7 benar
obat pada perawat pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

No 7 Benar Pemberian Dilakukan Tidak Total Presentase


Obat Dilakukan (%)

1 Benar pasien 16 0 16 100%

2 Benar obat 16 0 16 100%

3 Benar dosis 16 0 16 100%

4 Benar cara 16 0 16 100%


pemberian
5 Benar waktu 0 16 0 0%

6 Benar dokumentasi 16 0 16 100%

7 Benar informasi 16 0 16 100%

Total 112 16 112 85,7%

Berdasarkan tabel 3.18 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 16

perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase

kepatuhan perawat dalam pemberian 0bat berdasarkan prinsip 7 benar obat pada

perawat sebesar 85,7%.

Grafik 3.4
Distribusi Kepatuhan Perawat Dalam Pemberian Obat Berdasarkan Prinsip
7 benar obat pada perawat pelaksana di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

kepatuhan perawat dalam pemberian obat


berdasarkan prinsip 7 benar obat

14%

86%

Dilakukan Tidak dilakukan

Berdasarkan Grafik hasil audit tentang kepatuhan perawat dalam

pemberian obat berdasarkan prinsip 7 benar obat pada 14 perawat di Ruang Prabu

Siliwangi Lantai III, diketahui bahwa persentase kepatuhan pemberian obat


berdasarkan prinsip 7 benar obat sebesar 85,7%. Analisa capaian kepatuhan

perawat dalam melakukan prinsip 7 benar obat yang sudah tercapai target yang

sudah ditentukan yaitu (85,7%.)

Tabel 3.19
Kepatuhan Pencegahan Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh pada Perawat
Pelaksana Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Tidak Presentase
No Tindakan Dilakukan Total
Dilakukan (%)
1 Perawat menempatkan pasien 16 0 16 100
dengan resiko jatuh pada bed yang
memiliki pengaman di samping
kanan dan kiri
2 Perawat memastikan pengaman bed 16 0 0 100
pasien berfungsi dengan baik
3 Perawat menempatkan pasien 16 0 16 100
dengan resiko jatuh pada bed yang
memiliki pengaman di samping
kanan dan kiri
4 Perawat memastikan pengaman bed 16 0 16 100
pasien berfungsi dengan baik
5 Jelaskan pada pasien jika pasien 13 3 13 81,25
perlu pendamping selama dalam
perawatan
6 Jelaskan pada pasien dan 16 0 16 100
pendamping agar meminta bantuan
perawat
7 Jelaskan pada pendamping pasien 10 6 10 62,5
agar memberitahu perawat bila akan
meninggalkan pasien
8 Dampingi pasien saat pasien 10 6 10 62,5
melakukan mobilisasi/ aktifitas
9 Segera merespon panggilan pasien 15 1 15 93,75
dari kamar pasien yang berisiko
jatuh untuk memberikan tindakan
yang sesuai kebutuhan pasien
10 Tawarkan pasien secara rutin untuk 1 15 1 6,25
di bantu BAB dan BAK, minum, dan
kebutuhan lainnya
11 Monitor respon pasien yang 16 0 16 100
mendapat obat-obat (laksative,
diuretik, sedative, trasqualizer dan
efek samping tanda- tanda vital,
tingkat kesadaran dan respon pasien
(tuliskan pada CM lembar integrasi)
12 Informasikan pasien-pasien yang 12 4 12 75
beresiko jatuh pada setiap pelaporan
akhir shift kepada perawat yang
akan bertugas secara
berkeseinambungan
13 Dokumentasikan setiap kali 4 12 4 25
memberikan penjelasan kepada
pasien
14 Tuliskan tanda peringatan awas, 16 0 16 100
cegah jatuh dengan simbol sagi tiga
kuning di sebelah kanan atas rekam
medis bagian luar
15 Pasang gambar segitiga kuning di 16 0 16 100
bed pasien dan gelang identitas
wama kuning
Total 193 47 193 80,41

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 3 perawat

pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase

pencegahan risiko cedera pasien akibat terjatuh sebesar 80,41%. Diharapkan

setelah dilakukannya implementasi tentang pencegahan resiko jatuh pada pasien,

resiko semakin menurun.

Grafik 3.5
Kepatuhan Pencegahan Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh pada Perawat
Pelaksana Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Kepatuhan Pencegahan Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh
pada Perawat Pelaksana Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Dilakukan Tidak Dilakukan

Tabel 3. 38
Risiko Jatuh Pada Pasien Rawat Inap di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
pada tanggal 18 Februari 2024 di RSD Gunung Jati Kota Cirebon

No Kategori Frekuensi Presentase (%)

1 Tidak Beresiko 3 13

2 Resiko Rendah 13 56,5

3 Resiko Tinggi 7 30,4

Total 23 100

Analisis: berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 18


februari 2024 didapatkan perawat jarang mengisi pengkajian resiko jatuh karena
dilihat dari 27 rekam medis terisi pengkajian resiko jatuh didapatkan hasil dari 23
pasien terdapat 3 (13%) pasien tidak beresiko, 13 (56,5%) pasien resiko rendah dan
7 (30,4%) resiko tinggi. Untuk pasien yang beresiko tinggi tidak ditemukan gelang
berwarna kuning ditangan pasien atau tanda segitiga resiko jatuh pada standar infus
atau bed pasien.
Grafik 3.6
Distribusi Risiko Jatuh Pada Pasien Rawat Inap di Ruang Prabu Siliwangi
Lantai III pada tanggal 16 Februari 2023 di RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Berdasarkan grafik 3.6 didapatkan perawat jarang mengisi pengkajian


resiko jatuh karena dilihat dari 15 rekamedis didapatkan hasil 5 rekamedis terisi dan
10 rekamedis tidak terisi pengkajian resiko jatuh. Dari 17 pasien terdapat 6 (35,2%)
pasien tidak beresiko, 5 (29,4%) pasien resiko rendah dan 6 (35,2%) resiko tinggi.
Untuk pasien yang beresiko tinggi tidak ditemukan gelang berwarna kuning
ditangan pasien atau tanda segitiga resiko jatuh pada standar infus atau bed pasien.

Tabel 3.20
Kepatuhan Instrument Informed Consent pada Perawat Pelaksana di Ruang
Prabu Siliwangi Lantai III

No Prosedur Dilakukan Tidak Total Persentase


Dilakukan (%)

1. Perawat 17 0 17 100
memberikan
informasi
mengenai prosedur
tindakan yang akan
dilakukan, tujuan,
manfaat, dampak
apabila tidak
dilakukan dan
resiko

2. Perawat 17 0 17 100
menjelaskan
kembali mengenai
informasi yang
belum dimengerti
pasien dan
keluarga

3. Perawat 17 0 17 100
memberikan form
informed concent
kepada pasien dan
keluarga

4. Pasien dan 17 0 17 100


keluarga diberi
kesempatan ntuk
menerima/menolak
tindakan yang akan
diberikan

5 Pasien/keluarga 17 0 17 100
menandatangani
form informed
concent beserta
saksi

6 Perawat 17 0 17 100
menandatangani
form informed
concent yang
sudah ditanda
tangani pasien dan
keluarga

7 Perawat 17 0 17 100
menyimpan form
informed concent
yang telah ditanda
tangani
pasien/keluarga

8 Perawat 17 0 17 100
mendokmentasikan
kegiatan

Total 17 0 17 100

Berdasarkan tabel 3.20 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 17

perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase
perawat mengisi lembar informed consent pasien sebesar 100%. Capaian perawat

dalam mengisi lembar informed consent sudah mencapai target yang sudah

ditentukan yaitu (100%).


Grafik 3.7
Audit Kepatuhan Instrument Informed Consent pada Perawat Pelaksana di
Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Audit Kepatuhan Instrument Informed Consent


pada Perawat Pelaksana di Ruang Nyimas
Gandasari Lantai II

0%

100%

Dilakukan Tidak Dilakukan

Berdasarkan grafik 3.7 diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 17 perawat

pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase perawat

mengisi lembar informed consent pasien sebesar 100% dan sudah tercapaian

perawat dalam mengisi lembar informed consent sudah mencapai target yang sudah

ditentukan yaitu (100%) diharapkan perawat.

Tabel 3.21
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Transfer Klien
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Tidak Persentase
No Langkah Dilakukan Total
dilakukan (%)

1. ACC dokter primer 8 0 8 100


penanggung jawab pasien
(DPJP)

2. ACC konsulan pasien 8 0 8 100


3 Komunikasi dokter dengan 8 0 8 100
tempat tujuan transfer:

a) Tersedia fasilitas
(tempat, alat,
penunjang)
b) Fasilitas yang perlu
disiapkan di tempat
tujuan transfer
c) Identitas pasien,
diagnose, kondisi
terakhir, DPJP yang
merawat, alasan
transfer
d) Waktu akan
dilakukannya
transfer
e) Nama-nama tim
yang akan
melakukan transfer
4 Persiapan tim transfer: 8 0 8 100

a) Dokter umum/GP
(bila perlu)
b) Paramedic &
transporter
5 Persiapan peralatan 3 5 3 37,5
transfer:

a) Monitor portable
lengkap (HR.
Resp. SPO2,
Temp. ECG) bila
b) Emergency kit
box (obat
emergency+
masker/Ventilato
r transport,
diperlukan dll)
c) Alkes yang
melekat pada
pasien: IV
cannule, urine
catheter,
Syringpump/infu
spump, drain,
spalk, dll Transfer
stretcher/patslide
d) Oksigen portable
6 Konfirmasi pasca 8 0 8 100
transfer pasien dan
kondisi terakhir ke DPJP

7 Konfirmasi pasca 8 0 8 100


transfer pasien dan
kondisi terakhir ke dokter
konsulan

8 Pendokumentasian 8 0 8 100
dalam rekam medis
pasien

Total 59 5 59 92,2

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa hasil observasi pada 10 perawat

pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase transfer

klien didapatkan sebesar 92,2%, dapat disimpulkan bahwa tujuan ruangan tersebut

sudah tercapai, sehingga harus mempertahanan dari kepala ruangan untuk metode

transfer klien di ruang tersebut.

Grafik 3.8
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Transfer Klien
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Transfer Klien
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Dilakukan Tidak Dilakukan

Tabel 3.22
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Pre Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

No. Aspek yang dinilai Dilakukan Tidak Total Persentase


Dilakukan (%)
1 Kepala ruangan atau katim 0 9 0 0%
membuka jalannya pre
conference
2 Kepala ruangan atau katim 0 9 0 0%
menjelaskan tujuan pre
conference
3 Kepala ruangan atau katim 0 9 0 0%
memandu jalannya pre
conference
4 Katim menjelaskan masalah 0 9 0 0%
diagnosa medis, keperawatan
pasien, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan, dan
rencana keperawatan setiap
pasien
5 Kepala ruangan atau katim 0 9 0 0%
mendiskusikan strategi
pelaksanaan asuhan
keperawatan atau Tindakan
6 Kepala ruangan atau katim 0 9 0 0%
menyimpulkan hasil pre
conference
Total 0 54 0 0%

Berdasarkan tabel 3.22 diatas didapatkan bahwa hasil observasi 9 shift pada
perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase
kepatuhan perawat pelaksana dalam pre conference sebesar 0%.

Grafik 3.9
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Pre Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Preconference

Dilakukan Tidak Dilakukan

Berdasarkan Grafik 3.9 diatas didapatkan bahwa hasil observasi 9 shift pada
perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa persentase
kepatuhan perawat pelaksana dalam pre conference sebesar 0%.

Tabel 3.23
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Post Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

NO Aspek yang dinilai Ya Tidak Total Persentase


(%)
1 Kepala ruangan 0 9 0 0
atau katim
menyiapkan
keuangan atau
tempat
2 Kepala ruangan 0 9 0 0
atau katim
membuka jalannya
post conference
3 Kepala ruangan 0 9 0 0
atau katim
mendengarkan
hasil asuhan
keperawatan yang
telah dilakukan
4 Kepala ruangan 0 9 0 0
atau katim
menanyakan
kendala masalah
yang muncul
selama satu shif
5 Kepala ruangan 0 9 0 0
atau katim
menutup kegiatan
post conference
Total 0 45 0 0

Berdasarkan tabel 3.23 didapatkan Rata-rata dari hasil observasi 9 shift

pada 16 perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa

persentase kepatuhan perawat pelaksana dalam post conference sebesar 0%.

Grafik 3.10
Audit Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Post Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Post Conference

Dilakukan Tidak Dilakukan


Berdasarkan grafik 3.10 didapatkan Rata-rata dari hasil observasi 9 shift

pada 16 perawat pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa

persentase kepatuhan perawat pelaksana dalam post conference sebesar 0%.

Tabel 3.24
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Evaluasi Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

NO Aspek yang dinilai Ya Tidak Total Persentase


(%)
1 Apakah diruangan Prabu Siliwangi 0 16 0 0
Lantai III tiap hari dilakukan pre
dan post conference
2 Apakah kepala ruangan memimpin 0 16 0 0
post dan pre conference sebelum
pergantian shif
3 Katim atau PJS membaca setiap 0 16 0 0
laporan pasien
4 Mengadakan laporan operan pre 0 16 0 0
conference setiap awal dinas
5 Mengadakan post conference 0 16 0 0
sebelum shif dinas berikutnya
Total 0 80 0 0

Berdasarkan tabel 3.24 didapatkan Rata-rata evaluasi conference dari 16

perawat pelaksana didapatkan rata-rata 0% diharapkan kedepanya dapat

ditingkatkan.

Grafik 3.11
Audit Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Evaluasi Conference
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Evaluasi Conference pada perawat

Dilakukan Tidak Dilakukan

Berdasarkan grafik 3.11 hasil evaluasi conference dari 16 perawat pelaksana

didapatkan rata-rata 0% diharapkan kedepanya dapat ditingkatkan.

Tabel 3.35
Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Identifikasi faktor risiko kecelakaan
kerja pelaksanaan pembuangan sampah jarum suntik
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III

No Langkah Dilakukan Tidak Total Presentase


Dilakukan (%)

1. Perawat menempatkan 17 0 17 100


tempat sampah medis
khusus jarum suntik

2. Perawat yang 17 0 17 100


melakukan tindakan
menyuntikan
memasukan jarum
suntik habis pakai ke
tempat sampah medis
habis pakai

3. Perawat melakukan 17 0 17 100


pengecekan tempat
sampah medis khusus
jarum suntik habis
pakai, jika jarum suntik
terisi tiga perempat dari
kapasitas tempat
tertutup

4. Perawat mengumpulkan 17 0 17 100


pengecekan tempat
sampah medis khusus
jarum suntik habis pakai
yang sudah penuh di
tempat pengumpulan
sampah sementara

5. Cleaning service 17 0 17 100


mengambil tempat
sampah tersebut dari
tempat pengumpulan
sementara ke tempat
pengumpulan akhir

Total 17 0 17 100

Berdasarkan hasil observasi tentang identifikasi faktor risiko kecelakaan

kerja pelaksanaan pembuangan sampah jarum suntik pada 14 perawat di ruang

Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa presentase identifikasi faktor risiko

kecelakaan kerja pelaksanaan pembuangan sampah jarum suntik sebesar 100%.

Grafik 3.12
Audit Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam Identifikasi faktor risiko
kecelakaan kerja pelaksanaan pembuangan sampah jarum suntik
Di Ruang Prabu Siliwangi Lantai III
Berdasarkan hasil pada tanggal 15 – 18 Februari 2024 audit tentang

identifikasi faktor risiko kecelakaan kerja pelaksanaan pembuangan sampah jarum

suntik pada 17 perawat di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa

presentase identifikasi faktor risiko kecelakaan kerja pelaksanaan pembuangan

sampah jarum suntik sebesar 100% diharapkan kedepanya dapat

mempertahankannya.

Tabel 3. 36
Kepatuhan perawat dalam melakukan komunikasi SBAR di Ruang Prabu
Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

No. Handover Dilakukan Tidak Total Presentase


Dilakukan Responden Keperawatan
(%)

Situassion

1. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
nama pasien

2. Pada saat 0 7 0 0%
handover
perawat
menyampaikan
tanggal lahir
pasien
3. Pada saat 0 7 0 0%
handover
perawat
menyampaikan
lama hari rawat
pasien

4. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
diagnosa medis
pasien

5. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
dokter
penanggung
jawab pasien

Total 21 14 21 60%

Background

6. Pada saat 6 1 6 85,7%


handover
perawat
menyampaikan
keluhan
sebelumnya
yang pasien
rasakan

7. Pada saat 6 1 6 85,7%


handover
perawat
menyampaikan
intervensi yang
telah dilakukan
perawat

8. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
riwayat alergi
makanan, obat,
suhu, bila ada.

Total 19 2 19 90,4%

Assessment

9. Pada saat 0 7 0 0%
handover
perawat
menyampaikan
hasil
pengkajian
terkini pasien

10. Pada saat 0 7 0 0%


handover
perawat
menyampaikan
skala nyeri
pasien
membaik atau
memburuk (jika
terdapat nyeri)

11. Pada saat 0 7 0 0%


handover
perawat
menyampaikan
tingkat
kesadaran
pasien
12. Pada saat 0 7 0 0%
handover
perawat
menyampaikan
resiko jatuh
pasien

13. Pada saat 7 0 7 0%


handover
perawat
menyampaikan
hasil
pemeriksaan
penunjangan
dan nilai lab
pasien

Total 7 28 7 25%

Recommendation

14. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
rekomendasi
intervensi
keperawatan
yang perlu
dilanjutkan

15. Pada saat 7 0 7 100%


handover
perawat
menyampaikan
rekomendasi
dokter terkait
tindakan yang
perlu dilakukan

16. Apakah pada 7 0 7 100%


saat handover
perawat
menyampaikan
discharge
planning
kepada pasien
yang akan
pulang ke
rumah masing-
masing

Total 21 0 21 100%

Berdasarkan hasil observasi tentang kepatuhan perawat dalam melakukan

komunikasi SBAR pada perawat di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui

bahwa presentase

Grafik 3.13
Kepatuhan perawat dalam melakukan komunikasi SBAR di Ruang Prabu
Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Kepatuhan perawat dalam melakukan komunikasi


SBAR
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
Situation Background Assesment Recommendation

Dilakukan Tidak dilakukan Column1


Berdasarkan grafik 3.13 kepatuhan perawat dalam melakukan komunikasi

SBAR pada 7 perawat di ruang Prabu Siliwangi Lantai III diketahui bahwa

presentase Situassion 60%, Background 90,6%, Assessment 25%, dan

Recommendation 100%.

Tabel 3. 39
Orientasi Pasien Baru
Diruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

Jenis Orientasi Tidak Presentase


No Dilakukan Total
Dilakukan (%)

1. Perawat mengucapkan salam dan 3 2 3 60


memperkenalkan diri

2. Perawat mengantar 5 0 5 100


pasien/keluarga pasien ke kamar

3. Perawat menginformasikan
kepada pasien dan keluarga
tentang :

• Nama ruangan, kelas, dan


5 0 5 100
nomor kamar tempat
pasien dirawat
• Kapasitas ruangan 5 0 5 100

• Fasilitas yang ada, fungsi 2 3 2 40


dan cara penggunaan :
seperti saklar dan lampu
ruangan, cara menyalakan
dan mematikan AC, tv,
kipas angin, tiang infus
mobile, meja dan kursi,
almari, tempat sampah,
arah mata angina, dll
• Alat bantu komunikasi
0 5 0 0
(bel, telepon) dan cara
penggunaannya
• Lokasi atau tempat stase 5 0 5 100
perawat/petugas (nurse
station)
4. Perawat menjelaskan kepada 4 1 4 80
pasien/keluarga pasien cara
meninggikan dan menurunkan
tempat tidur pasien, cara
memasang pengaman tempat tidur
pasien, dan cara mengunci roda
tempat tidur

5. Perawat menjelaskan kepada 5 0 5 100


pasien/keluarga pasien tentang
lokasi kamar mandi dan fasilitaas
yang ada didalamnya, fungsi pot
urinal, pispot, dan pegangan di
kamar mandi

6. Perawat memberikan informasi 5 0 5 100


mengenai dokter yang merawat
dan peraawat yang bertanggung
jawab terhadap pelaayanan saat itu

7. Perawat menjelaskan kepada 4 1 4 80


pasien mengenai maksud, tujuan,
dan fungsi pemasangan gelang
pasien, pasien akan selalu di
identifikasi dengan menyebutkan
nama dan tanggal lahir (pada saat
melakukan tindakan pengambilan
sampel darah, transfuse darah,
melakukan tindakan invasive, dan
pemberian obat)

8. Perawat menjelaskan kepada


pasien/keluarga pasien bagaimana
cara :

• Memperoleh
4 1 4 80
informasi/edukasi
mengenai kondisi pasien
• Penunjuk kewenangan 4 1 4 80
penerimaan informasi
(pelepasan informasi)
0 5 0 0
• Memperoleh pelayanan
rohani, apabila
membutuhkan
• Melaporkan
kejadian/perubahan
5 0 5 100
kondisi pasien
• Menyampaikan keluhan
berkaitan dengan 5 0 5 100
pelayanan/sarana yang
kurang memuaskan
• Tata tertib kunjungan
pasien (jam besuk)

5 0 5 100

9. Perawat menjelaskan kepada 1 4 1 20


pasien/keluarga pasien tentang
layanan informasi dan pengaduan
di Customer Service
10. Perawat menjelaskan kepada 1 4 1 20
pasien mengenai jalur evakuasi
jika terjadi bencana di rumah sakit

11. Perawat mengajarkan kepada 3 2 3 60


keluarga pasien mengenai cara
cuci tangan melalui 6 langkah

12. Penjelasan tentang peralatan yang 4 1 4 80


aman seperti : infusan (mengatur
tetesan infus sendiri), oksigen
(mengatur aliran oksigen sendiri)

13. Perawat mengajarkan kepada 3 2 3 60


keluarga pasien mengenai cara
turun dari kamar tidur ke kamar
mandi jika terpasang infus
(edukasi cara menghentikan
tetesan infus saat ingin ke kamar
mandi)

14. Mengucapkan salam dan 5 0 5 100


berpamitan kepada
pasien/keluarga pasien

TOTAL 173 32 173 84

Berdasarkan hasil observasi dari tanggal 16 - 17 februari 2024 tentang

identifikasi orientasi pasien baru sejumlah 8 pasien pada 5 perawat di ruang Prabu

Siliwangi Lantai III sebesar 84%.

Grafik 3.14
Orientasi Pasien Baru
Diruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon
Orientasi Pasien Baru

Dilakukan Tidak Dilakukan

Berdasarkan grafik 3.14 identifikasi orientasi pasien baru sejumlah 8 pasien

pada 5 perawat di ruang Prabu Siliwangi Lantai III sebesar 84%.

f. Information

Sistem informasi yang digunakan dalam penerapan ruang adalah

menggunakan sistem manual, dimana dalam ruang rawat inap terdapat mesin

computer yang terakses oleh sistem keamanan rumah sakit. Sistem manual

merupakan sistem informasi yang tidak menggunakan komputerisasi sebagai alat

bantu dalam memproses data. Sistem informasi manual rumah sakit dapat

dimaksudkan sebagai sistem yang berfungsi mengolah data mulai dari pencatatan

kunjungan pasien ke rumah sakit, penentuan tujuan pasien apakah di poli (rawat

jalan) atau ke ruangan (rawat inap) ataupun di rujuk ke rumah sakit lain, pencatatan

tindakan yang diberikan dokter atau perawat di poli atau di ruangan tersebut,

pencatatan diagnosa pasien dan juga pencatatan tagihan biaya pasien dan dari hasil
aktifitas sehari-hari tersebut dapat dibuat pelaporan ke pihak manajemen rumah

sakit dan juga bisa digunakan untuk pelaporan ke dinas kesehatan (Hendik, 2013).

1. Aspek pelayanan keperawatan profesional

a. Aspek managemen approach

1) Planning

(1) Visi

Terwujudnya Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon Sebagai

Rumah Sakit Rujukan Terdepan di Jawa Barat Tahun 2023

Hasil wawancara: kepala ruangan mengatakan tidak ada visi misi tertulis

diruangan.

Misi 1

Meningkatkan Mutu Pelayanan Dan Keselamatan Pasien.

Misi 2

Meningkatkan Pemenuhan Sarana Prasarana dan Sumber Daya Manusia

(SDM) yang Berkualitas

Misi 3

Meningkatkan Mutu Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon

sebagai Rumah Sakit Pendidikan.

Hasil wawancara : kepala ruangan mengatakan tidak ada misi di ruangan.

Moto

1. CERIA = Cepat, Ramah dan Ilmiah

2. Melayani dengan hati


(2) Pelayanan keperawatan berdasarkan kebutuhan dan kondisi klien

Hasil observasi: perawat pelaksana memberikan pelayanan dengan baik

sesuai kebutuhan klien seperti membetulkan posisi klien yang sedang sesak dengan

posisi semi fowler.

(3) Menghargai martabat dan hak klien hasil obersevasi :

a. Klien tidak mendapatkan informasi mengenai tata tertib dan peraturan

yang berlaku di rumah sakit.

b. Klien tidak mendapatkan informasi tentang hak dan kewajiban pasien

selama di ruang rawat inap.

c. Klien mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan

Standar Prosedur Operasional.

d. Klien mendapatkan keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam

perawatan di ruang inap.

Hasil wawancara : Klien mengatakan mendapatkan hak klien selama

menjalani perawatan seperti mendapatkan informasi mengenai hak dan kewajiban

selama dirawat

(4) Digunakan sebagai acuan kerja

Hasil wawancara : kepala ruangan mengatakan diruang Prabu Siliwangi

Lantai III 17 orang perawat semuanya memiliki STR sebagai standar kompeten

acuan kerja di Rumah sakit terdapat 4 orang PNS, 8 orang PTT, dan 5 orang PT.

(5) Kebijakan dan prosedur terkait dengan keperawatan di ruangan


Hasil observasi : didapatkan kebijakan yang di dalam ruangan yang

melakukan tindakan strategi yang dipilih agar lebih terarah dan mencapai tujuan

dan sasaran kinerja yang dituju.

(6) Rencana tahunan

Hasil wawancara : didapatkan bahwa kepala ruangan membuat rencana

tahunan

(7) Rencana bulanan

Hasil wawancara : didapatkan bahwa kepala ruangan membuat rencana

bulanan

(8) Rencana mingguan

Hasil wawancara : didapatkan bahwa kepala ruangan membuat rencana

mingguan.

(9) Rencana harian

Hasil wawancara : didapatkan bahwa kepala ruangan membuat rencana

harian.
(10) Manajemen waktu bekerja

Hasil observasi: perawat pelaksana ruang Prabu Siliwangi Lantai III

mamanage waktu dengan baik, karena pada operan semua perawat pelaksana sudah

datang sebelum operan dimulai.

(11) Keterlibatan staff dalam perencanaan

Didapatkan adanya keterlibatan antar staff seperti perawat dengan dokter,

dengan bagian farmasi, bagian administrasi, bagian penunjang medis, dan bagian

gizi dalam melakukan perencanaan tindakan. Pada hasil obsevarsi selanjutnya pada

saat operan atau timbang terima seluruh perawat memperhatikan perawat yang

sedang operan.

2) Organitation

(1) Struktur organisasi ruangan

Berdasarkan hasil wawancara, struktur organisasi ruangan Prabu Siliwangi

Lantai III terdiri dari: 1 kepala ruangan, 1 ketua tim, 15 perawat pelaksana.

(2) Pengorganisasian perawatan pasien

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan Prabu

Siliwangi Lantai III didapatkan hasil bahwa pengorgarnisasian perawat pasien

dibagi menjadi 3 shift.

(3) Klasifikasi pasien

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala ruangan didapatkan

data bahwa kamar 1, 2, 3, 4, 5, 6 yaitu kamar bedah campur seperti pembedahan

penyakit impaksi, abses mandibula, fraktur, hiil, tumor intra abdomen, RRD,

hemoroid, ANP, dan ileus.


(4) Pendokumentasian proses asuhan keperawatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Prabu Siliwangi

Lantai III hasil yang didapat pendokumentasian asuhan proses keperawatan

memakai pendokumentasian SOAP.

3) Accuating

(1) Strategi komunikasi

Strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi dan

manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan (Effendy, 2003). Dalam hal ini

perawat menggunakan strategi komunikasi dua arah dengan metode komunikasi

SBAR pada saat penerimaan telepon dan pada saat kunjungan dokter mengenai

kondisi pasien hal tersebut agar mencegah kesalahan instruksi dan pelaporan hasil

pemeriksaan.

(2) Model komunikasi

Hasil observasi didapatkan bahwa model komunikasi yang digunakan

menggunakan model komunikasi verbal, tertulis dan non verbal tim dimana perawat

diruangan melakukan komunikasi verbal pada saat operan shift, visit dokter dan

memberikan informasi dan terkait kondisi pasien sedangkan komunikasi non verbal

dari gerakan tubuh perawat seperti pada saat melakukan tindakan perawat

memberikan senyum.

(3) Strategi memotivasi individu dan kelompok

Pada saat perawat lelah dan capek setelah melakukan tindakan keperawatan

maka cara untuk meningkatkan kinerja perawat dengan memberikan motivasi

berupa triger agar dapat meningkatkan semangat dan kinerja perawat.


(4) Jenis pendelegasian

Menurut Charles J. Keating, arti delegasi adalah suatu pemberian sebagaian

tanggung jawab dan kewibawaan kepada orang lain. Dalam hal ini pendelegasian di

Ruang Prabu Siliwangi Lantai III dilakukan pada saat kepala ruangan mengikuti

rapat atau kegiatan lainnya akan tetapi tidak ada yang bertangung jawab diruangan

sehingga kepala ruangan mendelegasikan ketua tim untuk bertanggung jawab

dalam operan shift tersebut, sama halnya pada saat operan shift siang dan shift

malam dimana kepala ruangan menunjuk salah satu perawat sebagai PJ atau

penanggung jawab pada operan shift tersebut.

(5) Mekanisme pendelegasian

Mekanisme pendelegasian yang digunakan dalam bentuk lisan dan tertulis

sehingga terdapat pendokumentasian dalam hal pendelegasian.

(6) Prinsip pendelegasian

Menurut nursalam, 2014 terdapat prinsip pendelegasian wewenang yaitu

pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan

untuk dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya sewaktu-

waktu dan prinsip memberi perhatian yaitu pemimpin memberikan perhatian

terhadap apa yang diinginkan pegawai bahawannya sehingga bawahan termotivasi

bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.

(7) Penetapan tugas yang akan didelegasikan

Pada saat pendelegasian kepada PJ, kepala ruangan menjelaskan tugas yang

harus dilakukan oleh PJ.

(8) Tugas delegasi terurai dengan jelas


Pada saat dilakukan observasi perawat yang menjadi penangung jawab shift

menjalankan tugasnya dengan baik dan memimpin jalannya pada saat akan operan

shift.

(9) Manajemen konflik

Pada saat mengalami konflik atau ketidaksesuaian pendapat antar dua orang

atau lebih, dimana kepala ruangan mengkaji masalah yang terjadi dan mencari

solusi bersama sama untuk menyelesaikan masalah tersebut.

(10) Sumber-sumber konflik

Manajemen konflik terdapat 3 kategori yaitu

a. Konflik interpersonal dimana konflik yang terjadi pada individu sendiri

b. Konflik interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana

nilai, tujuan dan keyakinan berbeda

c. Konflik intergroup (antar kelompok) yaitu konflik terjadi antara dua

atau lebih dari kelompok orang, departemen atau organisasi.

Pada saat observasi dimana perawat dalam melakukan manajemen konflik

sudah berjalan dengan baik, seperti konflik dalam pemberiann asuhan keperawatan.

Pada saat itu perawat langsung mendiskusikan untuk mencari solusi atau

penyelesaian masalah. Manajemen konflik yang terjadi di ruang Prabu Siliwangi

Lantai III meliputi konflik interpersonal dan intergroup.

Pada saat terdapat konflik dalam perawat pada saat dines maka ketua tim

akan memberikan teguran selama 3x kemudian jika belum ada perubahan maka

kepala ruangan akan melapor ke komite keperawatan sebagai masukan untuk

memberikan punishman.
(11) Tingkatan konflik

Pada proses konflik terdapat 5 tahap yaitu:

a. Tahap I potensi oposisi dan ketidakcocokan

Kondisi yang menciptakan terjadinya konflik meskipun kondisi tertentu

tidak mengarah langsung ke konflik

b. Tahap II kognisi dan personalisasi

Apabila pada tahap 1 muncul kondisi negatif, maka pada tahap ini kondisi

tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik

c. Tahap III

Keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu

d. Tahap IV Perilaku

Pada tahap ini konflik tampak nyata, mencakup pernyataan, tindakan dan

reaksi yang dibuat pihak-pihak yang berkonflik

e. Tahap V hasil

Pada tahap ini konflik dapat ditentukan apakah merupakan konflik

fungsional atau konflik disfungsional pada saat observasi tidak ada masalah terkait

dengan konflik sehingga tim yang dilakukan berjalan dengan baik.

(12) Cara penyelesaian konflik

Dalam penyelesaian konflik di ruangan Prabu Siliwangi Lantai III kepala

ruangan mengkaji masalah yang terjadi dan mencari solusi bersama sama untuk

menyelesaikan masalah tersebut.

(13) Metode pengawasan

a. Self supervision
Self sipervision adalah supervisi mengevaluasi pekerjaannya sendiri apakah

sudah efektif atau menuju kepada perubahan intervision kepada pasien.

b. One to one supervision yaitu hubungan antara supervisor dan supervisi

yang menagarah pada tujuan belajar yang diinginkan

c. Group supervision dimana group perawat bertemu bersama

d. Tim of staff supervision yaitu melibatkan kelompok yang bekerja sebagai

tenaga kesehatan dengan pekerjaan yang sama akan mendapatkan supervisor dari

luar, institusi untuk meningkatkan kemampuannya.

(14) Mekanisme supervisi terhadap asuhan keperawatan

a. Secara langsung yaitu supervisor terlibat dalam kegiatan agar

pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Agar efektif

yaitu :

1) Pengarahan harus lengkap

2) Mudah dipahami

3) Menggunakan kata-kata yang tepat

4) Berbicara dengan jelas dan lambat

5) Memberikan arahan yang logis

6) Hindari memberikan banyak arahan pada suatu saat

7) Pastikan bahwa arahan anda dipahami

8) Yakinlah bahwa arahan anda dilaksanakan atau perlu tindak lanjut

b. Tidak langsung yaitu supervise dilakukan melalui laporan baik tertulis

maupun lisan. Supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi dilapangan,

sehingga mungkin terjadi kesenjangan fakta dan dapat dilakukan secara tertulis.
Pada saat dilakukan wawancara pada kepala ruangan mengatakan supervisi

kepala ruangan berjalan sengan maksimal.

(15) Pihak yang melakukan supervisi terhadap asuhan keperawatan

a. Kepala ruangan

Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan untuk pasien

merupakan ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keperawatan

dan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan

a. Pengawas perawatan

Beberapa ruang atau unit berada dibawah unit pelaksana fungsional,

pengawas bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan yang areanya

yaitu beberapa kepala ruang yang bersangkutan

b. Kepala seksi

Beberapa UPF digabung dalam satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi

mengawasi pengawas UPF dalam melaksanakan tugasnya secara langsung dan

seluruh perawat secara tidak langsung

c. Kepala bidang

Kepala bidang bertanggung jawab untuk supervisi kepala seksi secara

langsung dan semua perawat tidak langsung. Jadi supervisi berkaitan dengan

struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab

Dalam hal ini supervisi diruangan kurang berjalan baik sehingga tidak ada

yang mengawasi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.

4) Controlling

1. Apakah ada program pengendalaian mutu?


Terdapat program pengendalian mutu di ruang Prabu Siliwangi Lantai III

(√)

2. Bagaimana dengan unit pengendali mutu?

Rumah sakit mempunyai Komite/Tim atau bentuk organisasi lainnya yang

kompeten untuk mengelola kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

(PMKP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Komite/tim PMKP

mempunyai tugas sebagai berikut:

(1) Sebagai penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit;

(2) Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di

unit kerja;

(3) Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit pelayanan

dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran mutu/indikator mutu, dan

menindaklanjuti hasil capaian indikator. (lihat juga TKRS 11 dan TKRS 11.2)

(4) Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas

program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi prioritas rumah sakit

secara keseluruhan. Prioritas program rumah sakit ini harus terkoordinasi dengan

baik dalam pelaksanaanya;

(5) Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi data

dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit kerja di rumah sakit;

(6) Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis data,

serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;

(7) Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta

menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan keselamatan


pasien;

(8) Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan PMKP;

(9) Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah mutu

secara rutin kepada semua staf; menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan

penerapan program PMKP

3. Bagaimana dengan indikator mutu? Terdapat 4 indikator mutu di ruang

Prabu Siliwangi Lantai III berdasarkan buku pedoman ruangan Prabu Siliwangi

Lantai III :

(1) Kepatuhan staf dalam melakukan hand hygiene sesuai five moment

pedoman WHO

(2) Kepatuhan perawatan dalam pemberian obat berdasarkan prinsip 7

benar

(3) Kepatuhan perawat melakukan identifikasi pasien dengan benar

(4) Kepatuhan komunikasi efektif

(5) Pengkajian risiko pasien jatuh

4. Bagaimana dengan kegiatan kendali mutu? Kendali mutu dilakukan

setiap bulan untuk laporan bulanan. Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi

yang kami lakukan selama 4 hari kelompok kami mengambil (kepatuhan staff

melakukan hand hygine, resiko jatuh, waktu pemberian obat).

5. Apakah ada pengembangan standar praktek keperawatan (SAK, SOP)?

Di ruang Prabu Siliwangi Lantai III terdapat SAK dan SOP yang menunjang dalam

proses pemberian asuhan keperawatan dan pemberian pelayanan Standar prosedur

operasional dibutuhkan untuk menentukan bagaimana tindakan atau kegiatan


asauhan keperawatan yang diberikan kepada pasien bermutu.

No Standar prosedur operasional No. SPO

1 Membersihkan tangan 2/PPI/RSD.GJ/X/2022

2 Menyiapkan dan memasang infus 73/KPW/RSGJ/IV/2015

3 Mengganti cairan infus 74/KPW/RSGJ/IV/2015

4 Pemberian obat melalui selang intravena 4/KPW/RSGJ/IV/2015

5 Pemberian obat intravena langsung 10/KPW/RSGJ/IV/2015

6 Pemberian obat melalui intramuskuler (IM) 3/KPW/RSGJ/IV/2015

7 Memberikan obat secara subcutan (SC) 6/KPW/RSGJ/IV/2015

8 Pemberian obat melalui anus/rectum 12/KPW/RSGJ/IV/2015

9 Memberikan transfusi RSUD.GJ/04.05.01


0021/2014

10 Pencegahan pengendalian infeksi saluran 21/PPI/RSD.GJ/X/2022


kemih (ISK)

11 Pengambilan sampel darah intravena 52/KPW/RSGJ/IV/2015

12 Pengobatan pasien TB dengan diabetes 129/KPW/RSGJ/IV/2015


melitus (DM)
13 Menyiapkan tempat tidur 20/KPW/RSGJ/IV/2015

14 Mengganti alat tenun kotor dengan pasien 21/KPW/RSGJ/IV/2015


diatasnya
15 Memindahkan klien dari tempat tidur ke 33/KPW/RSGJ/IV/2015
brankar
16 Memindahkan pasien dari tempat tidur ke 32/KPW/RSGJ/IV/2015
kursi roda
17 Pelaporan kejadian infeksi nosokomial 104/PNK/RSGJ/IV/2015

18 Pencatatan pengendalian infeksi diruang 105/PNK/RSGJ/IV/2015


rawat inap
19 Penatalaksanaan tertusuk jarum/benda tajam 17/PPI/RSD.GJ/X/2022
20 Pembersihan tumpahan darah dan cairan 4/PPI/RSGJ/IV/2015
tubuh
21 Menolong buang air kecil 79/KPW/RSGJ/IV/2015

22 Menolong buang air besar 80/KPW/RSGJ/IV/2015

23 Menggunakan masker 56/KPW/RSGJ/IV/2015

24 Terapi inhalasi (nebulizer) 14/KPW/RSGJ/IV/2015

25 Assesment awal keperawatan rawat inap 78/YAN/RSGJ/VI/2018

26 Isi minimal assesment medis dan 54/YAN/RSGJ/V/2018


keperawatan pasien
27 Assesment nyeri

28 Assesment awal tindakan anastesi atau bedah 79/YAN/RSGJ/VI/2018

29 Alur pasien pulang dengan sembuh 68/KPW/RSGJ/IV/2015

30 Mempersiapkan pasien sebelum dilakukan 76/KPW/RSGJ/IV/2015


pemasangan WSD
31 Memotong kuku 29/KPW/RSGJ/IV/2015

32 Menggosok gigi 85/KPW/RSG/IV/22015

33 Membawa jenazah ke kamar jenazah 55/KPW/RSGJ/IV/2015

34 Mencukur preoprasi 14/PPI/RSD.GJ/X/20222

1. Siapa tim pengembang standar praktek ?

Pengembang standar praktek disusun oleh bidang keperawatan berdasarkan

surat keputusan Direktur nomor 445/002.d-RSUDPMAS tentang Standar

Operasional Prosedur (SOP) pelayanan rawat inap. Seluruh tindakan keperawatan

yang diberikan kepada pasien yang dirawat harus sesuai dengan Standar Prosedur

Oprasional yang ditetapkan oleh RSD Gunung Jati Kota Cirebon.

2. Bagaimana sistem penerapan standar praktek ?


Masih ada beberapa perawat yang tidak menerapkan SOP dalam

memberikan tindakan keperawatan. Hal tersebut di buktikan dengan hasil observasi

yang telah dilakukan pada tanggal 13-18 februari 2023 di ruang Prabu siliwangi 1.

3. Apakah ada alat ukur penerapan standar praktek?

Penerapan standar praktek menggunakan SOP sebagai pedoman dalam

pemberian tindakan dan asuhan keperawatan.

4. Apakah ada survey kepuasan pasien?

Survey dilakukan setiap kali pasien pulang perawatan dari ruang Prabu

Siliwangi Lantai III dengan mengisis buku kesan pesan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan kepala ruangan. Kepuasan pasien sudah memenuhi standar

minimum pelayanan (>90%) yang berarti (sangat baik).

5. Metode apa yang digunakan dalam survey kepuasan pasien?

Pada tahun 2022 survey dilakukan dengan kuisioner. Akan tetapi menurut

kepala ruangan kurang efektif jadi metode tersebut diubah dengan cara pasien atau

keluarga pasien memilih 4 pilihan rating kepuasan pasien selama dirawat diruang

Prabu Siliwangi Lantai III.

6. Apa umpan balik hasil survey kepuasan?

Menurut Nursalam (2014) kepuasan pasien adalah karena kepuasan pasien

merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang kita berikan dan kepuasan

pasien adalah suatu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak lagi dan untuk

mendapatkan pasien yang loyal (setia).

7. Apakah ada survey masalah kesehatan?


Survey masalah kesehatan telah dilakukan di ruang Prabu Siliwangi Lantai

III.

8. Metode apa yang digunakan dalam survey masalah kesehatan?

Survey dilakukan dengan melihat pada dokumentasi asuhan keperawatan,

dalam asuhan keperawatan muncul diagnosa medis terbanyak dan masalah

keperawatan terbanyak.

a. Aspek Profesional Relationship

1. Bagaimana mekanisme komunikasi antar kabid, karu dan staf?

Mekanisme komunikasi dengan kepala ruangan, ketua tim dan perawat

pelaksana di ruang Prabu Siliwangi Lantai III. Di ruang Prabu Siliwangi Lantai III

menjalin komunikasi yang baik antara kepala ruangan, ketua tim dan tenaga medis

lainnya seperti perawat, farmasi, dan dokter maupun staf lainnya. Hal ini dibuktikan

dengan melakukan timbang terima pada saat pergantian shift, perawat yang berjaga

pada saat shif sebelumnya memberitahukan kondisi pasien dan rencana kegiatan

selanjutnya yang akan dilakukan.

2. Bagaimana rapat-rapat dalam lingkup keperawatan?

Rapat-rapat dalam ruangan lingkup keperawatan di ruangan Prabu Siliwangi

Lantai III setiap 1 bulan sekali melakukan rapat evaluasi yang menunjang

pelayanan medis untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan

kepada pasien yang terbaik.

3. Siapa yang terlibat dalam merencanakan rapat/pertemuan keperawatan?

Pihak yang terlibat dalam merencanakan rapat di ruangan yaitu kepala

ruangan dan ketua tim.


4. Siapa yang terlibat dari keperawatan dalam rapat/pertemuan dengan

bidang lain yang terkait?

Pihak yang terlibat dari keperawatan dalam rapat atau pertemuan dengan

bidang lain yaitu kepala ruangan atau yang didelegasikan.

5. Bagaimana jaringan komunikasi yang dapat digunakan staf dalam

menyampaikan informasi ?

Jaringan komunikasi yang dapat digunakan staf dalam menyampaikan

Informasi bisa disampaikan melalui telepon ruangan atau whatsapp group.

6. Apakah ada kebebasan staf keperawatan dalam menyampaikan ide-ide

atau pendapatnya?

Kebebasan staf keperawatan dalam menyampaikan ide-ide atau

pendapatnya di ruang Prabu Siliwangi Lantai III yaitu kepala ruangan, ketua tim,

perawat pelaksana dan staf lainnya dalam menyampaikan ide-ide atau pendapatnya

dilakukan dengan cara bermusyawarah.

b. Aspek Compensatory Reward

1. Bagaimana sistem penghitungan tenaga keperawatan? Perhitungan

tenaga keperawatan menggunakan rumus douglas

2. Bagaimana sistem rekrutmenya?

Sistem rekrutmentnya menggunakan media informasi dalam bentuk

(website, media sosial, dll)

3. Bagaimana proses seleksinya?

Seleksi tenaga keperawatan di rumah sakit dilakukan secara sistematis yang

meliputi seleksi administratif / telaah dokumen, test intelegensi/TPA (jika


diperlukan), test wawancara, test kompetensi, psikotes/test Minnesota

multiphasicpersonality inventory/MMPI (jika diperlukan)

4. Bagaimana cara penempatannya?

Penempatan staf disesuaikan dengan rencana kebutuhan satuan unit

pelayanan keperawatan dihubungkan dengan kompetensi dan peminatan dari

tenaga yang telah melalui proses kredensial. Penempatan staf berpedoman pada

pola jenjang karir perawat

5. Bagaimana orientasi yang digunakan?

Setelah proses seleksi selesai, para calon perawat yang diterima sebagai

tenaga keperawatan diangkat menjadi staf keperawatan setelah masa orientasi

berlaku/ ditetapkan oleh rumah sakit dilanjutkan dengan penugasan di unit-unit

pelayanan keperawatan. Orientasi terdiri dari program orientasi umum dan khusus,

waktu orientasi yang ideal selama 12 bulan.

6. Bagimana Sistem reward dan punisment ?

Di ruangan Prabu Siliwangi Lantai III tidak ada reward untuk perawat

terbaik diruangan, akan tetapi reward diberikan oleh rumah sakit kepada seluruh

karyawan rumah sakit yang memiliki kinerja yang baik. Punisment belum

diterapkan diruang Prabu Siliwangi Lantai III.

7. Apakah ada alat ukur penghargaan dan kompensasi?

Tidak ada alat ukur untuk memberikan penghargaan dan kompensasi

8. Siapa yang menjadi tim penilai?

Yang menjadi tim penilaian di ruangan Prabu Siliwangi Lantai III adalah

Kepala Ruangan.
9. Bagaimana cara penilaian penampilan kerja?

Dilihat dari hasil kinerja perawat di ruangan tersebut

10.Apakah ada alat penilaian penampilan kerja?

Alat penilaian penampilan kerja di ruangan menggunakan observasi dan

melihat hasil dokumentasi setiap tindakan yang dilakukan.

11.Bagaimana perencanaan pengembangan staf/pengembangan karier

struktural dan fungsional?

Pengembangan tenaga keperawatan diarahkan untuk menciptakan tenaga

keperawatan yang profesional dan kompeten dalam bidang keahliannya sesuai

perkembangan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan, pengembangan staf

berpedoman pada jenjang karir perawat dalam bentuk formal maupun informal.

c. Patient Care Delivery

NO STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


1 Nyeri Akut
2 Resiko Infeksi
3 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
4 Gangguan Mobilisasi Fisik
5 Ansietas
6 Intoleransi Aktivitas
7 Defisit Nutrisi
8 Hipovolemia
9 Gangguan Pola Tidur
10 Nausea

10 BESAR PENYAKIT
DIRUANG PRABU SILIWANGI LANTAI III
NO PENYAKIT
1 DM
2 CKD
3 TB Paru
4 Pneumonia
5 Hipertensi
6 Dispepsia
7 Vomitus
8 DM
9 CKD
10 TB Paru

10 BESAR TINDAKAN PALING BANYAK DILAKUKAN


DIRUANG PRABU SILIWANGI LANTAI III
NO TINDAKAN
1 Pemasangan infus
2 Pengambilan sampel darah
3 Nebulizer
4 Pemasangan oksigenasi
5 Pemberian PRC
6 EKG
7 Kateterisasi
8 NGT
9 AGD
10 Suction
BAB IV

ANALISIS SWOT

NO ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL

KEKUATAN (STRENGTH)

1. Kepala ruangan memiliki tanggung jawab penuh dalam mengarahkan tim

2. Mekanisme Komunikasi dengan kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana diruang
Prabu Siliwangi Lantai III cukup baik, menjalin komunikasi yang cukup baik antara kepala
ruangan, ketua tim dan tenaga medis lainnya seperti perawat, farmasi dan dokter maupun staff
lainnya.

3. Tenaga Profesi ners sebanyak 9 orang, sedangkan Diploma III 8 orang

4. Saat dilakukan pengkajian, tingkat kepuasan pasien diruang prabu siliwangi lantai III cukup
tinggi

5. Ruangan memiliki Standar Oprasional Prosedur (SOP) sebagai standar asuhan keperawatan
dan tindakan

6. Ruangan rawat inap sudah tersedia AC central dimasing-masing kamar

7. Tersedia gorden/skarem disetiap masing-masing bed

8. Terdapa troly emergency di ruang Prabu Siliwangi Lantai III

9. Kepala ruangan memiliki catatan data yang cukup detail dan lengkap

10. Tersedianya papan serta tim code red dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

KELEMAHAN (WEAKNESS)
1 Perawat belum melakukan pre conference dan post conference secara sistematis

2. Perawat pelaksana melakukan hand hygiene tetapi belum melakukan 5 momen cuci tangan
secara teratur

3. Diruang Prabu Siliwangi lantai III belum terdapat wongbaker untuk pengkajian skala nyeri

4. Tidak terdapat sabun cuci tangan di setiap wastafel kamer pasien dan beberapa wastafel tidak
berfugsi

5. BOR dalam 3 bulan terakhir sebesar 87,2% melebihi kategori ideal (60-85%)

6. BOR dalam 4 hari (12- 16 Februari 2024) sebesar 91,2% melebihi kategori ideal (60-85%)

7. Masih adanya tindakan yang tidak sesuai dengan SOP yang tersedia diruangan

8 Masih adanya beberapa perawat yang tidak melakukan 5 moment cuci tangan diruangan

9. Kurangnya kesadaran perawat untuk memperkenalkan diri pada pasien serta terkait informasi
layanan fasilitas

10. Tidak semua perawat di ruang Prabu Siliwangi Lantai III memiliki sertifikasi pelatihan
perawatan luka (woundcare) dan perawat hanya mengikuti pelatihan secara mandiri atau
berupa seminar saja

11. Ruangan Prabu Siliwangi lantai III belum terdapat cek point untuk pasien

12 Dalam kepatuhan perawat dalam komunikasi SBAR, perawat masih belum melakukan poin
assement dengan baik

NO ANALISIS LINGKUGAN INTERNAL

PELUANG (OPPORTUNITY)

1. RSD Gunung Jati merupakan rumah sakit rujukan wilayah ciayumajakuning


2. RSD Gunung jati terletak strategis di wilayah kota cirebon

3. Perawat menggunakan strategi komunikasi dua arah dengan metode komunikasi SBAR pada
saat penerimaan telepon dan pada saat kunjungan dokter mengenai kondisi pasien hal tersebut
agar mencegah kesalahan instruksi dan pelaporan hasil pemeriksaan.

4. Tersedianya pelayanan untuk peserta Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan


(BPJS Kesehatan)

ANCAMAN (THREAT)

1. Semakin kritis dan tingginya tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan

2. Ada persaingan dengan Rumah Sakit lain dalam penyedian jasa pelayan kesehatan umum
PRIORITAS MASALAH

Berdasarkan munculnya rumusan masalah yang ada sesuai hasil pengkajian,

maka dilakukan skoring prioritas masalah dengan memperhatikan aspek Magnitude

(Mg). Kecenderungan besar dan seringnya masalah terjadi, Severity (Sv): besarnya

kerugian yang ditimbulkan dari masalah ini, Manageability ((Mn): berfokus pada

keperawatan sehingga dapat diatur perubahannya, Nursing Consent (Nc):

melibatkan pertimbangan dan perhatian perawat, dan Affordability (Af):

ketersediaan sumber daya. Adapun rentang skor adalah 1-5, dengan kriteria nilai:

1: Sangat kecil, 2: Kecil, 3: Cukup, 4: besar, dan 5: sangat besar


MASALAH DALAM RUANGAN

1. Diruang Prabu Siliwangi Lantai III RSD Gunung Jati Kota Cirebon

belum masih ada yang belum terdapat simbol/gelang resiko jatuh pada pasien yang

memiliki resiko tinggi.

2. Masih ada perawat ruangan prabu siliwangi lantai III yang kurang

dalam menerapkan 5 moment cuci tangan.

3. Tingkat BOR dalam 3 bulan terakhir melebihi batas ideal (60-85%)

yaitu mencapai angka 87,2%, sedangkan tingkat BOR dalam observasi selama 4

hari melebihi batas ideal (60-85%) yaitu mencapai 91,2%.

4. Perawat masih belum efektif dalam melakukan pre conference dan post

conference

5. Dalam kepatuhan perawat dalam komunikasi SBAR, perawat masih

belum melakukan poin assement dengan baik

6. Kurangnya kesadaran perawat untuk memperkenalkan diri pada pasien

serta terkait informasi layanan fasilitas

7. Diruang Prabu Siliwangi lantai III belum terdapat wongbaker untuk

pengkajian skala nyeri


ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH

No Masalah Alternatif Kegiatan

1 Resiko jatuh 1. Kepala ruangan memotivasi perawat staf untuk

memaksimalkan screening resiko pasien jatuh

2. Menyusun SPO dan panduan penerapan

manajemen pasien resiko jatuh

3. Memasang penanda resiko jatuh (gelang kuning,

segitiga kuning) pada pasien yang beresiko

mengalami jatuh.

2 Hand hygiene 1. Kepala ruangan memotivasi perawat staf untuk

menerapkan 5 moment cuci tangan.

2. Kepala ruangan menyarankan untuk melakukan

evaluasi 5 moment cuci tangan setiap operan antar

shift.

3. Kepala ruangan menyarankan untuk

mengingatkan perawat pelaksana untuk

mengingatkan perawat pelaksana jika lupa

menerapkan 5 moment cuci tangan setiap operan

antar shift

3 BOR 1. Penambahan jumlah tempat tidur di ruang Prabu

Siliwangi Lantai III.

Anda mungkin juga menyukai