OLEH :
A. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan
oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)
B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :
a. Gagal napas hiperkapneu
Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar
PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan
karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar
dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan
hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan
oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga
lamanya kondisi hiperkapneu.
b. Gagal napas hipoksemia
Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2
normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal
napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal
napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu.
2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya :
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien
akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk
secara bertahap.
3. Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ :
a. Kardiak
Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2
akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi
akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi
peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru.
Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya
disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume
(LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang
menyebabkan mekanisme backward-forward failure. Penyakit yang
menyebabkan disfungsi miokard :
1) Infark miokard
2) Kardiomiopati
3) Miokarditis
4) Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
5) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta
6) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi
7) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi.
b. Non cardiac
Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat
pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi,
emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS
C. ETIOLOGI
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi
dari beberapa keadaan, dimana penyebeb utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran napas
bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera spinal, fraktur
servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan gangguan metabolik
seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai dengan depresi saraf pernapasan.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma, infark otak,
hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan minute
volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering terjadi pada guillain
bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis, kiposkoliosis, dan obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas hipoksemia,
seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak), ARDS, fibrosis paru,
emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru, aspirasi, perdarahan masif
pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.
D. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal
nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun
fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah
terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan
penyakit paru hitam. Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia
yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
seperti semula. Pada gagal nafas kronik struktur paru mengalami kerusakan yang
ireversibel.
Penyebab gagal nafas yang utama adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan
atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta
tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing.
2) Adanya retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia, terjadi penurunan kesadaran (peningkatan PCO2)
b. Hipoksemia, terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien mengalami
asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama
mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang
diberikan terhadap klien.
a. Hipoksemia :
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
2. Pemeriksaan Rongent Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui.
Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak
mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks dan fluoroskopi akan banyak data yang
diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura,
hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan
obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV 1 > 83% prediksi. Ada obstruksi
bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV 1 normal,
tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan
ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang
mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai
pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur
dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah
pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis,
bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah
jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering
merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
G. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
1. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas terdengar bunyi crackles, ronkhi dan wheezing
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, adanya
retraksi.
b. Menggunakan otot bantu pernapasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis dan sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papil edema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan
memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.
5. Eksposure
Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah,
adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif.
H. Pengkajian sekunder ( Doengoes, 2000)
1. Sistem kardiovaskuler
Tanda : Takikardia, irama ireguler, terdapat bunyi jantung S3,S4/ Irama gallop dan
murmur, Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung
menandakan udara di mediastinum), hipertensi atau hipotensi
2. Sistem pernafasan
Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan,
batuk
Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori,
penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas
area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi :
pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak.
3. Sistem integumen
Sianosis, pucat, krepitasi sub kutan, gangguan mental, cemas, gelisah, bingung,
stupor
4. Sistem musculoskeletal
Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4.
5. Sistem endokrin
Terdapat pembesaran kelenjar tiroid
6. Sistem gastrointestinal
Adanya mual atau muntah, kadang disertai konstipasi.
7. Sistem neurologi
Sakit kepala
8. Sistem urologi
Penurunan haluaran urine
9. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.
10. Sistem indera
a. Penglihatan : penglihatan buram, diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba.
b. Pendengaran : telinga berdengung
c. Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
d. Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap
e. Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin
tajam/tumpul baik.
11. Sistem abdomen
Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.
12. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher,
bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis
13. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
14. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan
tuberculosis
I. PENTALAKSANAAN MEDIS
1. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk
insersi jalan nafas artificial seperti ETT.
2. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway
Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja
dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi
peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang
diberikan ditingkatkan secara bertahap sampai toleransi pasien dan penurunan skor
sesak serta frekuensi napas tercapai.
3. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi.
Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi
peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru
lainnya.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui
secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
5. Fisioterapi dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh
gagal nafas.
6. Pemantauan hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah
sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.
J. PATHWAY
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
Pemasangan Ventilasi mekanik JARINGAN PERIFER
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli.
(00204)
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan perfusi Peripheral Sensation Management
jaringan berkurang atau tidak (Manajemen sensasi perifer) (2660)
meluas selama dilakukan tindakan 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
perawatan. hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
1. Tekanan systole dan diastole 2. Monitor adanya paretese
dalam rentang yang diharapkan 3. Instruksikan keluarga untuk
2. Akral hangat mengobservasi kulit jika ada lsi atau
3. RR 16-20x/menit laserasi
4. SpO2 > 98% 4. Gunakan sarun tangan untuk
5. Tidak ada sianosis perifer proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB
7. Kolaborasi pemberian analgetik
8. Monitor adanya tromboplebitis
9. Diskusikan menganai penyebab
perubahan kondisi
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi (00030)
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Gangguan pertukaran gas
efektif Airway Management (3140)
Kriteria Hasil : 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
1. Menunjukkan peningkatan chin lift atau jaw thrust bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang 2. Posisikan pasien untuk
adekuat memaksimalkan ventilasi
2. Memelihara kebersihan paru 3. Identifikasi pasien perlunya
paru dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas buatan
tanda distress pernafasan 4. Pasang mayo bila perlu
3. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
efektif 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
4. Suara nafas yang bersih suction
5. Tidak ada sianosis 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
6. Mampu bernafas dengan suara tambahan
mudah 8. Lakukan suction pada mayo
7. Tidak ada retraksi dada, 9. Berika bronkodilator bial perlu
pernafasan cuping hidung dan 10. Barikan pelembab udara
pursed lips 11. Atur intake untuk cairan
8. Hasil pemeriksaan BGA mengoptimalkan keseimbangan.
menunjukkan nilai normal 12. Monitor respirasi dan status O2
7. Resiko cedera b.d penggunaan ventilasi mekanik, selang ETT, ansietas stress
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan : Setelah dilakukan Environment Management (Manajemen
tindakan keperawatan cidera lingkungan)
tidak terjadi pada klien. 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Kriteria hasil : pasien
1. Klien terbebas dari cedera 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
2. Klien mampu menjelaskan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan
cara untuk mencegah fungsi kognitif pasien dan riwayat
cedera penyakit terdahulu pasien
3. Klien mampu menjelaskan 3. Menghindarkan lingkungan yang
factor resiko dari berbahaya (misalnya memindahkan
lingkungan/perilaku perabotan)
personal 4. Memasang side rail tempat tidur
4. Mampu memodifikasi gaya 5. Menyediakan tempat tidur yang
hidup untukmencegah nyaman dan bersih
injury 6. Menempatkan saklar lampu ditempat
5. Menggunakan fasilitas yang mudah dijangkau pasien.
kesehatan yang ada 7. Membatasi pengunjung
6. Mampu mengenali 8. Memberikan penerangan yang cukup
perubahan status kesehatan 9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
11. Memindahkan barang-barang yang
dapat membahayakan
12. Berikan penjelasan pada pasien dan
keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.E.M
DENGAN GAGAL NAFAS ON VENTILATOR
I. Pengkajian Primer
a. Airway
Look : Klien tidak sadarkan diri, terpasang ETT pada jalan nafas yang dibantu
ventilator,
Listen :terdengar suara ronchi pada jalan nafas kemudian dilakukan pengisapan
lendir.
Feel : Pernafasan dibantu ventilator.
b. Breathing
Inspeksi : Memakai ETT dengan ventilator, nafas mesin:10, nafas klien: 26
x/mnt, SPO2: 96%, bunyi suara ronchi. .
Palpasi : taktil fremitus tidak dapat dikaji karena klien mengalami penurunan
kesadaran.
Perkusi : terdengar suara nafas tambahan pada lapang paru
Auskultasi : terdengar bunyi napas pada paru dan bunyi nafas.
c. Circulation
Frekuensi nadi klien 80 kali/menit,, akral teraba hangat, SpO2 96% (menggunakan
ventilator), tidak ada sianosis, tidak terdapat diaphoresis, tekanan darah klien 100/60
mmHg.
d. Disability
GCS klien 3 (E1M1V1) , tingkat kesadaran koma.
e. Exposure
- Suhu tubuh klien 37oC
- Tidak terdapat jejas pada tubuh klien
II. Data Demografi
Nama Lengkap :Ny.E.M Tanggal masuk RS : 19-04-2021
Tempat/tgl lahir : Makassar, 23 Februari 1958 Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam Suku : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tuminting, Kelurahan Islam Lingkungan IV
Sumber Informasi :Anak
Keluarga terdekat yang dapat dihubungi:
Nama : Ny.O.K
Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT
Alamat : Tuminting, Kelurahan Islam Lingkungan IV
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : - Hipersekresi Jalan Nafas (D.0001)
Bersihan jalan nafas
DO : tidak efektif
- Klien tidak sadarkan
diri, terpasang ETT
pada jalan nafas yang
dibantu ventilator,
nafas mesin:10, nafas
klien: 26 x/mnt, SPO2:
96, bunyi ronchi
- terdengar suara nafas
tambahan
2 DS : - Ketidakseimbangan (D.0003)
ventilasi Gangguan Pertukaran
DO : Gas
- Kesadaran klien
menurun, Memakai
ETT dengan
ventilator, nafas
mesin:10, nafas klien:
26 x/mnt, SPO2: 96
- Terdengar bunyi nafas
tambahan ronchi pada
jalan nafas
- Warna kulit tampak
pucat
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan Kriteri Hasil(SLKI) Intervensi (SIKI)
D.0001 L.01001 (Bersihan Jalan Nafas) I.01012 (Manajemen Jalan Nafas)
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 Observasi
jam, maka bersihan jalan nafas meningkat, - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
dengan kriteria hasil : usaha napas)
- Batuk efektif meningkat - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
- Produksi Sputum Menurun mengi, weezing, ronkhi kering)
- Gelisah Menurun
- Frekuensi nafas membaik Terapeutik
- Pola Nafas Membaik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
Kolaborasi
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999
(Buku asli diterbitkan tahun 1993
Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach
(Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto,
Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th
Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun
1992)
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)
Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengerus PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengerus PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil. Jakarta : Dewan Pengerus PPNI