Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. Y DENGAN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (SLE)

OLEH

NAMA : LILIS PUTRI UTAMI

NIM : 711490120020

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

JURUSAN KEPERAWATAN

NERS LANJUTAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Sistem Imun

Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibody, dan fungsi
pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama berhubungan imunitas
terhadap penyakit, reaksi biologis hipersensitif, alergi dan penolakan jaringan.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi
dari makromolekul asing atau serangan organism, termasuk virus, bakteri, protozoa dan
parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh
molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi
menjadi tumor
Letak sistem imun

Fungsi sistem imun


1. Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang.
Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel darah putih, (termasuk
limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat
di tempat lain.
2. Thymus
Glandula thymus memproduksi dan mematurasi/mematangkan T limfosit yang
kemudian bergerak ke jaringan limfatik yang lain, dimana T limfosit dapat berrespon
terhadap benda asing. Thymus mensekresi 2 hormon thymopoetin dan thymosin yang
menstimulasi perkembangan dan aktivitas T limfosit.
a. Limfosit T sitotoksik
Limfosit yang berperan dan imunitas yang diperantarai sel. Sel T sitotoksik
memonitor sel di dalam tubuh dan menjadi aktif bila menjumpai sel dengan
antigen permukaan yang abnormal. Bila telah aktif sel T sitotoksik
menghancurkan sel abnormal.
b. Limfosit T helper
Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun normal. Ketika distimulasi
oleh antigen presenting sel seperti makrofag, T helper melepas faktor yang
menstimulasi proliferasi sel B limfosit.
c. Limfosit B
Tipe sel darah putih atau leukosit penting untuk imunitas yang diperantarai
antibody/humoral. Ketika di stimulasi oleh antigen spesifik limfosit B akan
berubah menjadi sel memori dan sel plasma yang memproduksi antibody.
d. Sel plasma
Klon limfosit dari sel B yang terstimulasi. Plasma sel berbeda dari limfosit lain,
memiliki reticulum endoplamik kasar dalam jumlah yang banyak, aktif
memproduksi antibody.
3. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang perlanan
limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae, selangkangan, dan
para-aorta daerah.
4. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus (limfonodi) terletak sepanjang sistem limfatik. Nodus limfatikus
mengandung limfosit dalam jumlah banyak dan makrofag yang berperan melawan
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Limfe bergerak melalui sinus, sel
fagosit menghilangkan benda asing. Pusat germinal merupakan produksi limfosit.
5. Tonsil
Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga mulut dan nasofaring.
Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine, tonsil lingual dan tonsil pharyngeal.
6. Limpa/spleen
Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam darah, merusak eritrosit
dan sebagi penyimpan darah. Parenkim limpa terdiri dari 2 tipe jaringan yaitu pulpa
merah dan pulpa putih.
a. Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit.
b. Pulpa putih terdiri dari limfosit dan makrofag.
Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat menstimulasi limfosit.

B. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)


1. Definisi

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi autoimun


pada jaringan penyambung yang dapat mencakup ruam kulit, nyeri sendi, dan
keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan faktor
10:1. Androgen mengurangi gejala SLE, dan estrogen memperburuk keadaan
tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus menstruasi, namun tidak
dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan (Elizabeth, 2009).

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu


penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibody terhadap
organ tubuhnya sendiri, yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus
dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi, ginjal, paru-paru serta
jantung (Glade, 1999).

SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang


bercirikan nyeri sendi (artralgia), demam, malaise umum dan erythema dengan pola
berbentuk kupu-kupu khas di pipi muka. Darah mengandung antibody beredar
terhadap IgG dan imunokompleks, yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen
yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan
radang ginjal. Sama dengan rematik, SLE juga merupakan penyakit autoimun,
teteapii jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada wanita. Sebabnya tidak
diketahui, penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan
sediaan enzim (papain 200 mg+bromelain 110 mg+pankreatin 100 mg+vitamin E
10 mg) 2 dd 1 kapsul (Tan&Kirana, 2007).

Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi, ginjal, selaput serosa
permukaan, dan dinding pembuluh darah yang belum jelas penyebabnya.
Peradangan kronis ini mengenai perempuan muda dan anak-anak. 90% penderita
penyekit SLE adalah perempuan.

Obat yang digunakan pada SLE mencakup agens sitotoksik, seperti


siklofosfamida. Konseling prakehamilan dapat membantu menentukan terapi yang
aman digunakan baik pada kehamilan maupun menyusui.

2. Etiologi

Antibody anti Ro dan anti La dapat menyebabkan sindrom lupus neonates


dengan melinttasi plasenta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau
blok jantung congenital.

Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting dalam kerentanan dan
ekspresi penyakit SLE. Sekitar 10%-20% pasien SLE mempunyai kerabat dekat
yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang
berperan antaral ain haptolip MHC terutama HLA-DR2 dan HLA-DR3, komponen
komplemen yang berperan pada fase awal reaksi pengikatan komplemen yaitu
yaitu Crq, Cir, Cis, C3, C4, dan C2, serta gen-gen yang mengode reseptor sel T,
immunoglobulin, dan sitokin (Albar, 2003).

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang


mengubah struktur DNA di daerah yang terpapar sehingga menyebabkan
perubahan sistem imun di daerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel
keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator
lambat yang mampunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakumulas di tubuh sehingga memberikan kesempatan obat
untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini di respon sebagai benda asing
tersebut (Herfindal et al., 2000). Makanan sepertiwijen (alfafa sprouts) yang
mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T
dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente, 2002). Selain itu infeksi
virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan
mekanisme menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi
sel B limfosit nonspesifik yang yang akan memicu terjadinya SLE (Herfindal et al.,
2000).

3. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau


beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen. Sebagai akibatnya
munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B,
baik yangmemproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel memori. Ujud
pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya
ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang


terutamaterletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut
partikel ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka
tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi
ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun

Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan


terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat
terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan
aktivasi komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi
radang. Reaksi radang inilah yangmenyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada
organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus
koroideus, kulit dan sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah
terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah
autoimunitas patologis pada individu yang resisten.

4. Epidemiologi

Keadaan ini susah didiagnosis. Lupus terjadi kira-kira 1 dari 700 wanita
berumur 15-64 tahun. Pada wanita kulit hitam, lupus terjadi pada 1 dari 254
wanita. Lupus lebih sering menyerang wanita daripada pria, khususnya wanita
berusia 20 dan 40 tahun. Tidak ada obat untuk lupus. Pengobatan bersifat
individual dan biasanya berupa minum steroid. Ada baiknya tidak hamil ketika
anda mengalami serangan lupus. Wanita penderita lupus berisiko tinggi
mengalami keguguran. Juga risiko lahir mati, yang memerlukan perawatan ekstra
selama kehamilan.

Bayi-bayi yang lahir dari lupus dapat terkena ruam. Mereka juga mengalami
blok jantung dan defek jantung. Bayi-bayi ini mungkin lahir premature atau
mengalami keterlambatan pertumbuhan intrauterine.

5. Manifestasi klinis

Keluhan dan gejala: gambaran klinik SLE sangat bervariasi antara satu pasien
dengan pasien SLE lainnya. Gejala terjadi dimulai dengan timbulnya demam akibat
adanya satu infeksi. Gejalanya hilang-hilang timbul selama berbulan-bulan dan
bertaun-tahun yang diselingi demam dan badan lemah.

Keluhan penderita SLE yang lainnya adalah sakit kepala, kejang epilepsy, dan
gangguan kejaiwaan ssering merupakan keluhan awal.

a. Gejala pada persendian


Mulai dari keluhna nyeri pad abanyak persendian yang hilang-hilang
timbul sampai keluhan nyeri sendi yang akut, merupakan keluhan awal
pada 90% penderita SLE. Dalam keadaan SLE berlangsung lama,
terjadi erosi sendi tulang telapak kaki. Namun demikian, kebayakan
SLE yang menyerang banyak sendi, tidak memperlihatkan kerusakan
sendi.
b. Gejala pada kulit
Yang khas disebut gambaran kemerahan kulit pipi berbentuk kupu-
kupu yang disebut butterfly erithema. Lesi kulit berbentuk makulo
papul pad kulit muka samapi ke leherdan bahu lesi kulit ini jarang yang
melepuh atau menjadi borok. Tetapi lesi pada rahang atas pada
pertemuan bagian lunak dan bagian keras, pada daerah pipi bagian
dalam dan bagian depan rongga hidung, bisa terjadi.
Rambut rontok pada bebrapa daerah kulit kepala (generalize focal
alopecia) terjadi pada fase aktif SLE. Timbul bintik-bintik merah
pendarahan (purpura) karena sel pebeku darah turun (trombositopeni).
Penderita mengeluh silau pada sinar yang terang (photophobi).
Bebrapa penderita SLE memperlihatlan gejala pleuritis yang hilang
timbul (recurrent) yaitu peradangan dinding dada dan selaput paru
hingga penderita mengeluhkan sakit dada, tetapi tidak ada efusi cairan
pada rongga paru.
Pada keadaan lebih berat, bisa terjadi perdarahan paru dan mengancam
kehidupan (fatal). Peradangan selaput pembungkus jantung
(pericarditis) sering terjadi pada penderita SLE. Peradangan pembuluh
darah jantung (coronary arteri vasculitis) atauotot jantung megalami
fibrosis (fibrosing myocarditis). Timbul pembengkakan elenjar limfe di
seluruh tubuh terutamapadapenderita anak-anak dan dewasa muda
(umur 20 tahunan). Pembesaran limfe terjadi pada 10% penderita SLE.
c. Gejala gangguan saraf pusat
Keluhan sakit kepala, perubahan kepribadian, stroke, kejang epilepsy,
psikosis, gangguan organic pada otak
d. Gangguan ginjal
Bisa ringan dan tanpa gejala, sampai gangguan yang progresif dan
mematikan. Gejala yang serign ditemukan pada pemeriksaan
laboratorium air seni, terdapat protein (proteinuria). Secara patologi
terdapat kelainan pada injal, peradangan glomerulus jinak, sampai
yang peradangan membrane yang luas (diffuse membrane prliferatif
glomerulopritis).
Sindroma menghancurkan darha sendiri pada stadium akut SLE (Acute
lupus homo pagosotik syndrome). Pada keadaan ini sumsum tulang
mengalami proliferasi yang terlihat pada pemeriksaan darah tepi,
banyak terlihat sel histosit. Untuk mengatasi kelainan ini, biasanya
penderita berespons baik terhadap pemberian obat kortkosteroid.

6. Klasifikasi SLE

Subcommitte for Systemic Lupus Erythematosus Criteria of the American


Rheumatism Association Diagnostic and Therapeutic Criteria Committee tahun
1982 merevisi kriteria untuk klasifikasi SLE.

Subkomite ini mengajukan diagnosis SLE jika terdapat empat di antara 11


kriteria berikut beruntun atau secara stimultan, selama satu interval observasi:

1. Ruam di bagian malar wajah


2. Ruam berbentuk discoid
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus di mulut
5. Arthritis
6. Setositis (pleuritis, perikarditis)
7. Gangguan ginjal
8. Gangguan neurologis (kejang atau psikosis)
9. Gangguan hematologis (anemia hemolitik, leucopenia, trombositopenia)
10. Gangguan imunologi
11. Antibody nuclear

R. Leonard mengusulkan jembatan keledai barikut untuk mengingat kriteria


diagnosis SLE: A Rash Points MD. Arthritis Renal disease (penyakit ginjal), ANA
Serositis, Haematological disorders, Photosensitivitas, Oral ulcers (ulkus di mulut),
Immunological disorder, Neurological disorder, Malar rash, Discoid rash Ann
Rheum Dis 2001.
7. Pemeriksaan penunjang

SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang menunjukkan
berbagai manifestasi, paling sering berupa arthritis. Dapat juga timbul manifestasi di
kulit, ginjal, dan neurologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya periode aktivitas
(ruam) dan remisi. SLE ditegakkan atas dasar gambaran klinis disertai dengan
penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi; yang paling sering digunakan
adalah antinukelar antibody (ANA, tetapi antibody ini juga dapat ditemukan pada
wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik adalah antidouble
standed DNA antibody (anti DNA), pengukurannya bermanfaat untuk menilai ruam
pada lupu. Anti-Ro, anti-La dan antibody antifosfolipid penting untuk diukur karena
meningkatkna risiko pada kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan
secara multidisiplin. Periode aktivitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosis.
Keterlibatan ginjal sering kali disalahartikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan
adanya peningkatan titer antibody anti DNA serta penurunan tingkat komplemen
membantu mengarahkan pada ruam.

Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan peningkatan


risiko keguguran.

Temuan pada pemeriksaan laboratorium

1. Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA), positif dengan


titer tinggi pada 98% penderita SLE
2. Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk menentukan SLE
3. Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
4. Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE
5. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin antibody)
berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri atau
pembuluh vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan,
dan trombositopeni.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penderita SLE atau Lupus


meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibody antinuklir (ANA), anti-
AND, SLE, CRP, analisa urine, komplemen 3 dan 4. Pada pemeriksaan diagnostic
yang dilakukan adalah biopsy ginjal.
8. Evaluasi diagnostic

Diagnosis dibuat berdasarkan pada riwayat komplet dan analisis pemeriksaan


darah; tidak ada satu pemeriksaan laboratorium yang menguatkan SLE.

9. Penatalaksanaan

Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronis:

1. Mencegah penurunan progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan


penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan,
dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan
2. Gunakan obat-obat antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid
untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid
3. Gunakan kortikosteroid topical untuk manifestasi kutan akut
4. Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral
tinggi tradisional
5. Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal, dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalaria
6. Preparat imunosupresif (percobaab) diberikan untuk bentuk SLE yang serius
10. Komplikasi
1. Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya panimbunan protein di dalam
sel-sel ginjal tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan
ginjal yang menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga
penderita perlu menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
2. Sistem Saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Komplikas yang paling
sering ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bisa terjadi pada bagianmanapun dari otak, korda spinalis, maupun sistem
saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organic dan sakit kepala merupakan
beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi
3. Penggumpalan Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlha trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibody
yang melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan
yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Peradangan berbagai bagian jantung seperti perikarditis, endokarditis maupun
mikarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari keadaan
tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibatnya dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.
6. Otot dan kerangka tubuh

Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan


menderita arthritis. Persendian yang sering terkena adalah persendia pada jari
tangan, tangan, pergelangantangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang
panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah tersebut

7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu di tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar
matahari.

C. Asuhan Keperawatan
Kasus:
Seorang perempuan bernama Ny. Y usia 35 tahun datang ke UGD dengan keluhan
merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya
kecil namun setelah satu minggu ukuran tersebut bertambah lebar, demam, nyeri,
dan terasa kaku seluruh persendian terutama pagi hari dan kurang nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan batas tegas, peradangan
pada siku, lesi pada daerah leher, malaise. Klien mengatakan terdapat bberapa
sariawan pada mukosa mulut. Klien ketika bertemu dengan orang lain selalu
menunduk dan menutupi wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80 mmHg,
RR 20x/menit, nadi 90x/menit, suhu 38,5℃, Hb 11gr/dl, WBC 15.000/mm3.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama : Ny. Y
Usia : 35 tahun
Alamat : Malalayang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : menikah
b. Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan, saat
beraktivitas klien merasa mudah lelah, klien merasa demam. Pipi dan leher
memerah serta nyeri pada bagian yang memerah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke UGD dengan keluhan merasa tidak nyaman dengan kulit
memerah pada daerah pipi dan leher, awalnya lebarnya kecil namun setelah
satu minggu lebarnya bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh
persendian utamanya pada pagi hari dan berkurang nafsu makan karena ada
sariawan.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
f. Pemeriksaan fisik
1) TTV
TD : 110/80 mmHg
RR : 20x/menit
S : 38,5℃
N : 90x/menit
2) Pemeriksaan fisik per sistem
B1 (Breath)
RR 20x/menit, napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
B2 (Blood)
TD 110/80 mmHg

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,


eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

B3 (Brain)

Gangguan psikologis

B4 (Bladder)
Tidak ada
B5 (Bowel)
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
B6 (Bone)
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa
kaku pada pagi hari. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk
kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
g. Pemeriksaan penunjang
a) Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA), positif
dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
b) Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk menentukan SLE
c) Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE
d) Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE
e) Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin antibody)
berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri
atau pembuluh vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam
kandungan, dan trombositopeni.
2. Analisis data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Ds: Genetic, lingkungan, Nyeri
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
Klien terlihat Autoimun menyerang
menahan nyeri organ tubuh
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit SLE
S 38,5℃ ↓
N 90x/menit Kerusakan jaringan

Nyeri kronis
Ds: Genetic, lingkungan, Peningkatan suhu
Klien mengeluhkan hormone, obat tertentu tubuh
demam ↓
Do: Produksi autoimun
TD 110/80 mmHg berlebih
RR 20x/menit ↓
S 38,5℃ Autoimun menyerang
N 90x/menit organ tubuh

terjadi reaksi inflamasi

peningkatan suhu tubuh
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan pemenuhan
Klein mengatakan hormone, obat tertentu nutrisi tubuh
tidak nafsu makan ↓
Do: Produksi autoimun
TD 110/80 mmHg berlebih
RR 20x/menit ↓
S 38,5℃ Autoimun menyerang
N 90x/menit organ tubuh
Adanya stomatitis ↓
di mukosa mulut SLE

menyerang hati

kesalahan sintesa zat
yang dibutuhkan tubuh

perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Ds: Genetic, lingkungan, Keletihan
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Klien mengeluhkan ↓
mudah lelah ketika Autoimun menyerang
beraktivitas organ tubuh
Do: ↓
Klien terlihat SLE
menahan nyeri ↓
TD 110/80 mmHg menyerang darah
RR 20x/menit ↓
S 38,5℃ Hb menurun
N 90x/menit ↓
Suplai oksigen
menurun

ATP menurun

Keletihan
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan integritas
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu kulit
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh
S 38,5℃ ↓
N 90x/menit SLE
Kulit kering dan ↓
kemerahan menyerang kulit

kerusakan integritas
kulit
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan mobilitas
Nyeri pada sendi hormone, obat tertentu fisik
dan bagian yang ↓
mengalami Produksi autoimun
kemerahan berlebih
Do: ↓
Klien terlihat Autoimun menyerang
menahan nyeri organ tubuh
TD 110/80 mmHg ↓
RR 20x/menit SLE
S 38,5℃ ↓
N 90x/menit arthritis

gangguan mobilitas
fisik
Ds: Genetic, lingkungan, Gangguan citra tubuh
Klien mengatakan hormone, obat tertentu
malu terhadap ↓
kemerahan pada Produksi autoimun
pipi dan leher berlebih
Do: ↓
TD 110/80 mmHg Autoimun menyerang
RR 20x/menit organ tubuh
S 38,5℃ ↓
N 90x/menit SLE
Klien menunduk ↓
saat memasuki menyerang kulit
UGD ↓
kerusakan integritas
kulit

Gangguan citra tubuh
(body image)

3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial kronis
(metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kronis pada sendi
4. kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu penyakit
5. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi
6. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada sendi
7. gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis

4. Intervensi

Dx: nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial


kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
Ds:
Kelelahan
Do:
1. Gangguan aktivitas
2. Anoreksia
3. Menahan napas
NOC NIC
1. Comfort level Pain management
2. Pain control 1. Monitor kapuasan pasien
3. Pain level terhadap manajemen nyeri
Setalh dilakukan tindakan 2. Tingkatkan istirahat dan
keperawatan selama 24jam nyeri tisur yang adekuat
kronis pasien berkurang dengan 3. Kelola antianalgesik
kriteria hasil: 4. Jelaskna pada klien
1. Tidak ada gangguan tidur penyebab nyeri
2. Tidak ada gangguan 5. Lakukan tehnik
konsetrasi nonfarmakologis (relaksasi,
3. Tiadak ada gangguan masase punggung)
hubungan interpersonal
4. Tidak ada ekspresi menahan
nyeri dan ungkapan secara
verbal
5. Tidak ada tegangan otot

Dx: peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi


Ds:
Suhu tubuh meningkat
Do:
1. Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
2. Kulit kemerahan
3. Pertambahan RR
4. Kulit terasa panas
NOC NIC
Thermoregulasi 1. Monitor suhu seseirng
Setelah dilakuakn tindakan mungkin
keperawatan selama 24 jam pasien 2. Monitor warna dan suhu
menunjukkan: kulit
Suhu tubuh dalam batas normal 3. Monitor TD, nadi dan RR
dengan kriteria hasil: 4. Monitor WBC, Hb, dan Hct
1. Suhu 36-37 ℃ 5. Monitor intake dan output
2. Nadi dan RR dalam renatang 6. Berikan antipiretik sesuai
normal advis dokter
3. Tidak ada perubahan warna 7. Selimuti klien
kulit dan tidak ada pusing, 8. Berikan cairan intravena
klien merasa nyaman 9. Kompres klien pada lipat
paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi udara
11. Tingkatkan sirkulasi udara
12. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
13. monitor hidrasi seperti
turgor kulit, kelembaban
mukosa

Dx: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada
mukosa mulut
Ds:
1. nyeri abdomen
2. muntah
3. kejang perut
4. rasa penuh tiba-tiba setelah makan
Do:
1. kurang nafsu makan
2. bising usus berlebih
3. pucat
NOC NIC
a. nutritional status: adequacy of 1. kaji adanya alergi makanan
nutrient 2. kolaborasi dengan ahli gizi
b. nutritional status: food and fluid untuk menentuka jumlah kalori
intake dan nutrisi yang dibutuhkan
c. weight control klien
setelah dilakukan tindakan 3. yakinkah dietyang dimakan
keperawatan selama 2x24 jam megandung tinggi serat untuk
nutrisi kurang teratasi dengan mencegah konstipasi
indicator: 4. ajarkan klien bagaimana
1. albumin serum membuat catatatan makanan
2. prealbumin serum harian
3. hematokrit 5. monitor adanya penurunan BB
4. hemoglobin dan gula darah
5. total iron binding capacity 6. monitor lingkungan selama
6. jumlah limfosit makan
7. jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
8. monitor turgor kulit
9. monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Hct
10. monitor mual dan muntah
11. monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan kojungtiva
12. monitor intake nutrisi
13. informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
14. kolaborasikan dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
15. atur posisi semifowler tinggi
selama makan
16. kelola pemberian antiemetic
17. anjurkan banyak minum
18. pertahankan terapi IV line
19. catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik, papila lidah dan
cavitas oral

Dx: kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
Ds:
1. kelelahan
2. meningkatnya komplain fisik
3. secara verbal menyatakan kurang energi
Do:
1. penurunan kemampuan
2. ketidakmampuan mendapatkan energy sesudah tidur
3. kurang energy
4. ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas
NOC NIC
1. activity tolerance 1. monitor respon kardiorespirasi
2. energy conservation terhadap aktivitas (takikardi,
3. nutritional status: energy disritmai, dispnea, diaphoresis,
setelah dilakukan tidnakan pucat, tekanan hemodinamik
keperawatan selama 2x24 jam dan jumlah respirasi)
kelelahan pasien teratasi dengan 2. monitor dan catat pola dan
kriteria hasil: jumlah tidur klien
1. kemampuan aktivitas adekuat 3. monitor lokasi ketidaknyamanan
2. mempertahankan nutrisi adekuat atau nyeri selama bergerak dan
3. keseimbangan aktivitas dan aktivitas
istirahat 4. monitor intake nutrisi
4. menggunakan tehnik energy 5. monitor pemberian dan efek
konservasi samping obat depresi
5. mempertahankan interaksi sosial 6. instruksikan pada klien untuk
6. mengidentifikasi faktor fisik dan memcatat tanda dan gejala
psikologis yang menyeabbkan kelelahan
kelelahan 7. jelaskan pada klien hubungan
7. mempertahankan kemampuan kelelahan dengan proses
untuk konsentrasi penyakit
8. kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
intake makanan tinggi energy
9. dorong klien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
10. catat aktivitas yang dapat
meningkatkan kelelahan
11. anjurkan klien melakukan yang
meningkatkan relaksasi
12. tingkatkan pembatasan bedrest
dan aktivitas
13. batasi stimulasi lingkungan
untuk memfasilitasi relaksasi

Dx: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi


Do:
1. gangguan pada bagian tubuh
2. kerusakan lapisan kulit
3. gagguan permukaan kulit
NOC NIC
1. tissue integrity: skin and 1. anjurkan pasien untuk
mucous membrane menggunakan pakaian yang
2. wound healing: primer dan longgar
sekunder 2. Hindari kerutan pada tempat
setelah dilakukan tindakan tidur
keperawatan selama 2x24 jam 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kerusakan integritaskulit berkurang bersih dan kering
dengan kriteria hasl: 4. Mobilisasi klien (ubah posisi
1. intergritas kulit yang baik bisa klien) setiap dua jam sekali
dipertahankan (Sensai, 5. Monitor kulit akan adanya
elastisitas, temperature, hidrasi, kemerahan
pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau minyak pada
2. tidak ada luka/lesi pada kulit daerah yang tertekan
3. perfusi jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
4. menunjukkan pemahaman klien
dalam proses perbaikan kult dan 8. Monitor status nutrisi klien
mencegah terjadinya cedera 9. Memandikan klien dengan
berulang sabun dan air hangat
5. mampu melindungi kulit dan 10. Kaji lingkungna dan peralatan
mempertahankan kelembaban yang menyebabkan tekanan
kulit dan perawatan alami 11. Observasi luka: lokas, dimensi,
6. menunjukkan terjadinya proses kedalaman luka, karakteristik,
penyembuhan luka warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda infeksi lokal,
formasi traktus
12. Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luak
13. Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKT, vitamin, cegah
kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka

Dx: gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada sendi


Ds:
Klien mengatakan nyeri ketika berjalan
Do:
1. penurunan waktu reaksi
2. kesulitan merubah posisi
3. perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepata, kesulitas
memulai langkah pendek)
4. keterbatasan motorik kasar dan halus
5. keterbatasan ROM
6. gerakan disertai napas pendek atau tremor
7. ketidakstabilan posisi selama menggunakan ADL
8. gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi
NOC NIC
1. joint movement: active Exercise therapy: ambulation
2. mobility level 1. monitor vital sign
3. self care: ADLs sebelum/sesudah latian dan
4. transfer performance lihat respon pasien saat
setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selama 2x24 jam 2. konsultasikan dengan terapi
gangguan mobilitas fisik teratasi fisik tentang rencana
dengan kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan
1. klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik 3. bantu klien untuk
2. mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
3. memverbalisasikan perasaan cedera
dalam meningkatkan 4. ajarkan klien atau tenaga
kekuatan dan kemampuan kesehatan lain tentang tehnik
berpindah ambulasi
4. memperagakan penggunaan 5. kaji kemampuan klien dalam
alat bantu mobilisasi mobilisasi
6. latih klien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. damping dan bantu jika klien
memerlukan
8. ajarkan klien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

Dx: gangguan body image berhubungan dengan penyakit kronis


Ds:
1. depersonalisasi bagian tubuh
2. perasaan negatif tentang tubuh
3. secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup
Do:
1. perubahan actual struktur dan fungsi tubuh
2. kehilangan bagian tubuh
3. bagian tubuh tidak berfungsi
NOC NIC
1. body mage Body image enchancement
2. self esteem 1. kaji secara verbal dan nonverbal
setelah dilakukan perawatan 2x24 respon klien terhadap tubuhnya
jam gangguan body image klien 2. monitor frekuensi mengkritik
berkurang dengakriteria hasil: dirinya
1. body image positif 3. jelaskan tantang pengobatan,
2. mampu mengidentifikasi perawatan, kemajuan dan
kekuatan personal prognosis penyakit
3. mendeskripsikan secara 4. dorong klien mengungkapkan
factual perubahan fungsi perasaannya
tubuh 5. identifikasi arti pengurangan
4. mempertahankan interaksi melalui pemakaian alat bantu
social 6. fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil

Anda mungkin juga menyukai