Anda di halaman 1dari 18

STIKES RS BAPTIS KEDIRI

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

NAMA : EUNIKE BETA ELNUGROHO


NIM : 01.2.18.00648
JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY S DENGAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL NAPAS DI RUANG
ICU RSUD SIMPANG LIMA GUMUL KEDIRI

Menyetujui, Kediri, November 2021


Dosen Pembimbing Pembimbing Klinik

Desi Natalia Trijayanti I, S.Kep., Ns., M.Kep Diana Lestari, S.Kep., Ns

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Keperawatan Program Sarjana

Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep


BAB I
TINJAUAN TEORI

1.1. Tinjauan Medis


1.1.1. Pengertian Gagal Nafas
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon
dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi
difusi atau perfusi. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen
terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh.
Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg
(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45
mmHg (hiperkapnia) (Maghfiroh,2016).
Gagal nafas pada pasien yang memerlukan perawatan merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas. Gagal nafas dapat didefinisikan
sebagai kegagalan kapasitas pertukaran gas yang signifikan pada sistem
pernafasan atau sindrom akibat kegagalan sistem respirasi melaksanakan
salah satu atau kedua fungsi pertukaran gas, yaitu oksigenasi atau
eliminasikarbondioksida. Gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 kurang
dari 60 mmHg atau PaCO2 lebih dari 50mmHg. Penyebab gagal nafas
biasanya sekunder karena kelainan paru seperti pneumonia, sepsis, gagal
jantung atau kelainan neurologis (Syahran,dkk.2019).
1.1.2. Klasifikasi Gagal Nafas
Menurut Syarani (2017), gagal nafas dibagi menjadi dua yaitu
gagal nafas tipe I dan gagal nafas tipe II.
a. Gagal nafas tipe I
Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah,
ditandai dengan PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun.
Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan pulmoner dantidak
disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner.
b. Gagal nafas tipe II
Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan CO2,
pada umumnya disebabkan olehkegagalan ventilasi yang ditandai
dengan retensi CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia) disertai
dengan penurunan PH yang abnormal dan penurunan PaO2 atau
hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh
hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang
terjadi karena kelainanekstrapulmonal dapat disebabkan karena
penekanan dorongan pernapasan sentral atau gangguan pada respon
ventilasi..
1.1.3. Etiologi Gagal Nafas
Penyebab gagal napas biasanya tidak berdiri sendiri melainkan merupakan
kombinasi dari beberapa keadaan, dimana penyebab utamanya adalah :
1. Gangguan ventilasi
Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal maupun
ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran
napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar.
Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun
obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh fleksi leher pada
pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink, epiglotis akut,
dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada emfisema,
bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis terutama
yang disertai dengan sepsis.
2. Gangguan neuromuscular
Terjadi pada polio, guillaine bare syndrome, miastenia gravis, cedera
spinal, fraktur servikal, keracunan obat seperti narkotik atau sedatif, dan
gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik kronik yang ditandai
dengan depresi saraf pernapasan.
3. Gangguan/depresi pusat pernapasan
Terjadi pada penggunaan narkotik atau barbiturat, obat anastesi, trauma,
infark otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat.
4. Gangguan pada sistem saraf perifer, otot respiratori, dan dinding dada
Kelainan ini menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan
minute volume (mempengaruhi jumlah karbondioksida), yang sering
terjadi pada guillain bare syndrome, distropi muskular, miastenia gravis,
kiposkoliosis, dan obesitas.
5. Gangguan difusi alveoli kapiler
Gangguan difusi alveoli kapiler sering menyebabkan gagal napas
hipoksemia, seperti pada oedema paru (kardiak atau nonkardiak),
ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, tumor paru,
aspirasi, perdarahan masif pulmonal.
6. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch)
Peningkatan deadspace, seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.

1.1.4. Patofisiologi Gagal Nafas

Trauma Kelainan neurologis Penyakit paru

Gangguan saraf pernafasan & otot pernafasan

Peningkatan permeabilitas membrane alveolar kapiler

Gangguan epithelium alveolar Gangguan Adanya usaha


endhotelium peningkatan pernafasan
kapiler
Penumpukan cairan alveoli
Tampak adanya retraksi
Cairan masuk dada, penggunaan otot
Oedema pulmo ke interstitial bantu pernafasan dan
adanya pernafasan cuping
Penurunan complain paru Peningkatan hidungTIDAK
POLA NAFAS
tekanan jalan nafas EFEKTIF
Cairan surfaktan menurun
Kehilangan fungsi silia
saluran pernafasan
Gangguan pengembangan paru
(atelectasis) BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF
Kolaps alveoli
GANGGUAN
Ventilasi dan perfusi tidak seimbang PERTUKARAN GAS

Hipoksemia, Hiperkapnea O2 ↓, CO2 ↑ Dyspnea

Tindakan primer Sianosis perifer, akral hangat,


A,B,C,D, E kulit pucat

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
Pemasangan Ventilasi mekanik JARINGAN PERIFER

Risiko Infeksi Risiko Aspirasi


1.1.5. Tanda Klinis Gagal Nafas
Menurut klasifikasinya sebagi berikut :
1. Gagal napas hipoksemia
Nilai PaCO2 pada gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau
rendah. Gejala yang timbul merupakan campuran hipoksemia arteri
dan hipoksia jaringan, antara lain:
a. Dispneu (takipneu, hipeventilasi)
b. Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat
c. Sinosis di distal dan sentral (mukosa,bibir)
d. Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi
e. Hipotensi , bradikardia, iskemi miokard, infark, anemia, hingga
gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat
2. Gagal napas hiperkapnia
Kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus menyebabkan pO2
alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
gangguan di dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh
pada PPOK berat, asma berat, fibrosis paru stadium akhir, ARDS
berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara
lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu),
tremor, bicara kacau, sakit kepala, dan papil edema.
1.1.6. Pemeriksaan pada Gagal Nafas
1. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk mengetahui apakah klien
mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya
pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu,
pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi serta
evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap
klien.
a. Hipoksemia :
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg

b. Hiperkapnia
Ringan : PaCO2 45 – 60 mmHg
Sedang : PaCO2 60 – 70 mmHg
Berat : PaCO2 70 – 80 mmHg
2. Pemeriksaan Rontgen Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat
terlihat perpindahan letak mediastinum. Berdasarkan pada foto thoraks
dan fluoroskopi akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya
hiperinflasi, pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks,
sembab paru, dan tumor paru.
3. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1> 83%
prediksi. Ada obstruksi bila FEV1< 70% dan FEV1/FVC lebih rendah
dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih
besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.
4. Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai
dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF,
serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan
aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan
oksigenasi.
5. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu
lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika
dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked),
kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia,
TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan
berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk
sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih
sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru.
1.1.7. Komplikasi Gagal Nafas
1. Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan
ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
2. Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia,
perikarditis dan infark miokard akut.
3. Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare
dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
4. Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
5. Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
6. Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan
pemberian nutrisi enteral dan parenteral
Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal, penyakit menular, ginjal, atau gizi.
Komplikasi gastrointestinal utama yang terkait dengan gagal napas akut
adalah perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum.
Infeksi nosokomial, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis
terkait kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas akut.Ini biasanya
terjadi dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi
malnutrisi dan pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi
yang berkaitan dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar,
2016).
1.1.8. Penatalaksanaan
Menurut Gallo et, all (2013), penatalaksanaan pada gagal nafas adalah
1. Memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat
2. Meningkatkan oksigenasi
3. Koreksi gangguan asam basa
4. Memperbaiki kesimbangan cairan dan elektrolit
5. Mengidentifikasi dan terapi kondisi mendasar yang dapat dikoreksi
dan pnyebab presipitasi
6. Pencegahan dan deteksi dini komplikasi potensial
7. Memberikan dukungan nutrisi
8. Pengkajian periodeik mengenai proses, kemajuan dan respon terhadap
therapy
9. Determinasi kebutuhan akan ventilasi mekanis
1.2. Tindakan Asuhan Keperawatan
1.2.1. Pengkajian
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2. Breathing
a. Distress pernapasan:pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Pemeriksaan fisik
a. System pernafasaan
Inpeksi   : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi    : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan
pernafasaan tertinggal
Perkusi    : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi  : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
b. System Kardiovaskuler
Inspeksi   : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari
daerah trauma
Palpasi    : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi  : suara detak jantung menjauh atau menurun dan
adakah denyut jantung paradok
c. System neurologis
Inpeksi   :  gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi   : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak.
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale

5. Pemeriksaan sekunder
a. Aktifitas
Gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup
menetap.
Tanda : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat
normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung
ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila ada
menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama jantung
dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku
datar , pada membran mukossa atau bibir.
c. Eliminasi
Tanda : bunyi usus menurun.
d. Integritas ego
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
e. Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
f. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat
Tanda : perubahan mental, kelemahan
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala            : nyeri dada yang timbulnya mendadak, tidak hilang
dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri
dalam dan viseral)
i. Pernafasan
Gejala : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat,
sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
j. Interkasi social
Gejala : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal :
penyakit, perawatan di RS
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi
1.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
Pola Napas Tidak Efektif D.0005
Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Gejala dan Tanda Mayor Penyebab
 Subjektif 1. Depresi pusat pernapasan
1. Dispnea 2. Hambatan upaya napas
 Obyektif 3. Deformitas dinding dada
1. Penggunaan otot bantu 4. Gangguan neuromuscular
pernapasan 5. Gangguan neurologis
2. Fase ekspirasi memanjang 6. Imaturitas neurologis
3. Pola napas abnormal 7. Penurunan energy
8. Obesitas
Gejala dan Tanda Minor 9. Posisi tubuh yang menghambat

 Subjektif ekspansi paru

1. Ortopnea 10. Sindrom hipoventilasi

 Objektif 11. Kerusakan inervasi diafragma

1. Pernapasan pursed-lip 12. Cedera pada medulla spinalis

2. Pernapasan cuping hidung 13. Efek agen farmakologis

3. Diameter thoraks anterior- 14. Kecemasan

posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun Kondisi Klinis Terkait

5. Kapasitas vital menurun 1. Depresi system saraf pusat

6. Tekanan ekspirasi menurun 2. Cedera kepala

7. Tekanan inspirasi menurun 3. Trauma thoraks

8. Ekskursi dada berubah 4. Gullian barre syndrome


5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
2. Bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif D.0001
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten.
Gejala dan Tanda Mayor Penyebab
 Subjektif  Fisiologis
- Tidak tersedia 1. Spasme jalan napas
 Obyektif 2. Hipersekresi jalan napas
1. Batuk tidak efektif 3. Disfungsi neuromuskuler
2. Tidak mampu batuk 4. Benda asing dalam jalan napas
3. Spuntum berlebih 5. Adanya jalan napas buatan
4. Mengi, wheezing dan/atau 6. Sekresi yang tertahan
ronkhi kering 7. Hyperplasia dinding jalan
5. Mekonium di jalan napas napas
8. Proses infeksi
Gejala dan Tanda Minor 9. Respon alergi
 Subjektif 10. Efek agen farmakologis
1. Dispnea  Situsional
2. Sulit berbicara 1. Merokok aktif
3. Ortopnea 2. Merokok pasif
 Objektif 3. Terpajan polutan
1. Gelisah
2. Sianosis Kondisi Klinis Terkait
3. Bunyi napas menurun 1. Gullian barre syndrome
4. Frekuensi napas berubah 2. Sclerosis multiple
5. Pola napas berubah 3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik
5. Depresi system saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuandriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas
1.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
SKLI : Pola Napas L.01004

Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat.

Ekspetasi : Membaik

Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Meningkat
Menurun

Ventilasi semenit 1 2 3 4 5

Kapasitas vital 1 2 3 4 5

Diameter thoraks
anterior posteilor

Tekanan ekspirasi 1 2 3 4 5

Tekanan inspirasi 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menigkat Menurun

Dyspnea 1 2 3 4 5

Penggunaan otot 1 2 3 4 5
bantu napas

Pemanjangan fase 1 2 3 4 5
ekspirasi

Ortopnea 1 2 3 4 5

Pernapasan pursed- 1 2 3 4 5
tip

Pernapasan cuping 1 2 3 4 5
hidung

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Frekuensi napas 1 2 3 4 5

Kedalaman napas 1 2 3 4 5

Ekskursi dada 1 2 3 4 5
2. Bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
SKLI : Bersihan Jalan Napas
L.01001

Definisi : Kemampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk


mempertahankan jalan napas tetap paten.

Ekspetasi : Meningkat

Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Meningkat
Menurun

Batuk efektif 1 2 3 4 5

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Menigkat Menurun

Produksi spuntum 1 2 3 4 5

Mengi 1 2 3 4 5

Whezzing 1 2 3 4 5

Meconium 1 2 3 4 5

Dyspnea 1 2 3 4 5

Ortopnea 1 2 3 4 5

Sulit bicara 1 2 3 4 5

Sianosis 1 2 3 4 5

Gelisah 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

Frekuensi napas 1 2 3 4 5

Pola napas 1 2 3 4 5
1.2.4 Implementasi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
Manajemen Jalan Napas (1.01011)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas

 Tindakan Observasi  Tindakan Terapeutik


1. Monitor pola napas 1. Pertahankan kepatenan jalan
2. Monitor bunyi napas napas dengan head-tilt dan chin-
3. Monitor spuntum lift
2. Posisikan semi fowler ataw
 Tindakan Edukasi fowler
1. Anjurkan asupan cairan 3. Berikanminum hangat
2000ml/hari, jika tidak 4. Lakukan fisioterapi dada
kontraindikasi 5. Lakukan ma lender kurang dari 15
2. Anjurka teknik batuk efektif detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda pata
dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen jika perlu

 Tindakan Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik, jika perlu
2. Bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Penghisapan Jalan Napas (1.01020)

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas

 Tindakan Observasi  Tindakan Terapeutik


1. Identifikasi kebutuhan dilakukan 1. Gunakan Teknik aseptic (mis.
penghisapan Gunakan sarung tangan, kacamata
2. Auskultasi suara napas sebelum atau masker, jika perlu)
dan setelah dilakukan 2. Gunakan procedural steril dan
penghisapan disposibel
3. Monitor status oksigenasi (SaO2 3. Gunakan taknik penghisapan
dan SVO2), status neurologis tertutup, sesuai indikasi
(status mental, tekanan 4. Pilih ukuran kateter suction yang
intracranial, tekanan perfusi menutupi tidak lebih dari setengah
serebral) dan status hemodinamik diameter ETT.
(MAP dan irama jantung) 5. Lakukan pengisapan mulut,
sebelum, selama dan setelah nasofaring, trakea dan/atau
Tindakan. endotracheal tube (ETT)
4. Monitor dan catat warna, jumlah, 6. Berikan oksigen dengan
dan konsistensi sekret konsentrasi tinggi (100%) paling
 Tindakan Edukasi sedikit 30 detik sebelum dan
1. Anjurkan melakukan teknik napas setelah Tindakan
dalam sebelum melakukan 7. Lakukan penghisapan lebih dari
penghisapan di nasotracheal 15 detik
2. Anjurkan bernapas dalam dan 8. Lakukan penghisapan ETT
pelan selama insersi kateter dengan tekanan rendah (80-120
suction mmHg)
9. Hentikan pengisapan dan berikan
terapi oksigen jika mengalami
kondisi-kondisi seperti bradikardi,
penurunan saturasi
1.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk
dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Wartonah,
2015). Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu maupun kelompok.
Evaluasi dapat berupa evaluasi tujuan/ hasil, proses, dan struktur. Evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menggambarkan hasil observasi dan
analisis perawat terhadap respon klien segera setelah tindakan. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Perawat akan menggunakan pendokumentasian dari pengkajian
dan kriteria hasil yang diharapkan sebagi dasar untuk menulis evaluasi
sumatif (Deswani, 2011). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan
dalam bentuk SOAP (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, 2013).Evaluasi
yang harus dicapai pada bayi RDS yaitu dipsnea menurun, penggunaan
otot napas bantu menurun, pernapasan cuping hidung menurun, frekuensi
napas membaik, kedalaman napas membaik(Tim Pokja SLKI, 2018).
Dalam evaluasi menggunakan format SOAP, yaitu :
1. S (Subyektif) : menggambarkan pendokumentasian hasil,
mengumpulkan data klien melalui anamnesa
2. O (Obyketif) : data dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik
3. A (Assessment) : analisis dan interprestasi berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera
4. P (Plan) : merupakan rencana dari tindakan yang akan diberikan
termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau laboratorium, serta
konsuling untuk tindak lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

Black dan Hawks. (2016). Keperawatan Medikal bedah Manajemen Klinis Untuk
Hasil Yang Diharapkan Edisi * Buku 3. Singapura: Elsevier

Fauzi Dwi Prakoso.2017.Asuhan Keperawatan Ny. W dengan Gagal Nafas.


Gombong. Diakses pada 24 November 2020 tersedia pada
https://www.academia.edu/10305060/ASUHAN_KEPERAWATAN_NY_W_DE
NGAN_GAGAL_NAFAS_DISUSUN_OLEH_FAUZI_DWI_PRAKOSO_A1130
0888?auto=download

Tim Pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta


Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai