Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN LARINGOMALASIA

PADA AN. X DI RUANG ICU


RSAB HARAPAN KITA

A. DEFINISI
Laringomalasia (LM) merupakan keadaan yang menggambarkan kolapsnya
struktur supraglotis laring selama inspirasi sehingga mengakibatkan menyempitnya aliran
udara selama inspirasi.
Laringomalasia merupakan kelainan konginental anomaly laring yang banyak
ditemukan pada neonates dan penyebab paling sering stridor, obstruksi saluran napas
pada bayi. Keluhan stridor dan biasanya dikenali orang tua sebagai bunyi/suara napas
dengan nada tinggi yang terjadi akibat aliran udara napas menembus daerah obstruksi,
saat bayi tidur dalam posisi terlentang dan akan bertambah buruk saat makan. Pada bayi
dapat terjadi berhenti makan sementara bernapas.

B. ETIOLOGI
Etiologi pasti dari LM sampai sekarang masih belum diketahui. Terdapat beberapa teori
yan menjelaskan tentang penyebab LM, yaitu :
1. Imaturitas Kartilago
Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Sutherland and Lack pada akhir abad ke-
19. Menurut teori ini flaksiditas dari laring diakibatkan oleh terlambatnya maturitas
kartilagoyang membentuk laring. Teori ini kemudian tidak begitu diterima karena
pemeriksaan histologi kartilago pada pasien LM yang mempunyai gejala
menunjukkan jaringan kartilago dengan fibroelastin yang normal.
2. Abnormalitas Anatomi
Menurut teori ini, larinngomalasia diakibatkan oleh terdapatnya jaringan laring
yang berlebihan pada bayi. Laring pada bayi lebih lunak dan lebih rentan mengalami
edema mukosa. Sering didapatkan epiglottis yang omega shapednya menghilang
(tubular shape), adanya jaringan/mukosa yang berlebihan yang nantinya akan
mengakibatkan terjadinya LM. Penelitian akhir-akhir ini juga mendapatkan hubungan
yang kuat antara LM dengan gastresophageal reflux disease (GERD) dan
laringopharingeal (LPR). Studi menunjukkan hamper 80% pasien LM juga
mengalami refluks, tetapi hal inimasik menjadi perdebatan apakah penyakit refluksini
mengakibatkan LM/LPR atau akibat tekanan negative intra thorax pada pasien LM
yang memicu refluks dan memperparah edema laring.
3. Imaturitas Neuromuskular
Teori lain yang menjelaskan terjadinya LM ini adalah peran dari lemahnya
kontrolneuromaskular yang mengakibatkan hipotonus relative pada otot dilator
supraglotis akan kolaps dan tertutup. Kelainan pada nervus Vagus akan
mengakibatkan menurunya tonus laring sehingga terjadi kolaps struktur laring dan
gangguan mekanisme menelan memacu obstruksi jalan napas dan gangguan menelan.
Hal ini terjadi akibat tidak berkembangnya system saraf pusat, terutama nervus
perifer dan batang otak yangberperan dalam mengontrol pernapasan dan menjaga
patensijalan napas. Reflex laryngeal adductor merupakan reflex nervusvagus yang
berperan dalam fungsi laring dan fonasi. Aktivitas serabut aferen dari saraf ini
diperantai oleh nervus Lanringeus superior yang terletak dilipatan ariepiglotis.
Rangsangan pada saraf ini kemudian diteruskan motorikuntuk mengatur pernafasan
dan menelan. Adanya kelainanpada jalur neuromeuskular ini diduga menjadi etiologi
terjadinya laringomalasia aorta keluhan dalam makan.

C. PATOFISIOLOGI
Laringomalasia dapat terjadi di epiglotis, kartilago aritenoid, maupun pada
keduanya. Jika mengenai epiglotis, biasanya terjadi elongasi dan bagian dindingnya
terlipat. Epiglotis yang bersilangan membentuk omega, dan lesi ini dikenal sebagai
epiglotis omega (omega-shaped epiglottis). Jika mengenai kartilago aritenoid, tampak
terjadi pembesaran. Pada kedua kasus, kartilago tampak terkulai dan pada pemeriksaan
endoskopi tampak terjadi prolaps di atas laring selama inspirasi. Obstruksi inspiratoris ini
menyebabkan stridor inspiratoris, yang terdengar sebagai suara dengan nada yang tinggi.
Matriks tulang rawan terdiri atas dua fase, yaitu fase cair dan fase padat dari
jaringan fibrosa dan proteoglikan yang dibentuk dari rangkaian mukopolisakarida.
Penelitian terhadap perkembangan tulang rawan laring menunjukkan perubahan yang
konsisten pada isi proteoglikan dengan pematangan. Tulang rawan neonatus terdiri dari
kondroitin-4-sulfat dengan sedikit kondroitin-6-sulfat dan hampir tanpa keratin sulfat.
Tulang rawan orang dewasa sebagian besar terdiri dari keratin sulfat dan kondroitin-6-
sulfat. Dengan bertambahnya pematangan, matriks tulang rawan bertambah, akan
menjadi kurang air, lebih fibrosis dan kaku. Bentuk omega dari epiglotis yang berlebihan,
plika ariepiglotik yang besar, dan perlunakan jaringan yang hebat mungkin ada dalam
berbagai tahap pada masing-masing kasus.
Supraglotis yang terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis dan kartilago aritenoid
ditemukan mengalami prolaps ke dalam jalan napas selama inspirasi. Laringomalasia
umumnya dikategorikan ke dalam tiga tipe besar berdasarkan bagian anatomis supraglotis
yang mengalami prolaps walaupun kombinasi apapun dapat terjadi. Tipe pertama
melibatkan prolapsnya epiglotis di atas glotis. Yang kedua melipatnya tepi lateral
epiglotis di atas dirinya sendiri, dan yang ketiga prolapsnya mukosa aritenoid yang
berlebihan ke dalam jalan napas selama periode inspirasi.
Laringomalasia merupakan penyebab tersering dari stridor inspiratoris kronik
pada bayi. Bayi dengan laringomalasia memiliki insidens untuk terkena refluks
gastroesophageal, diperkirakan sebagai akibat dari tekanan intratorakal yang lebih negatif
yang dibutuhkan untuk mengatasi obstruksi inspiratoris. Dengan demikian, anak-anak
dengan masalah refluks seperti ini dapat memiliki perubahan patologis yang sama dengan
laringomalasia, terutama pada pembesaran dan pembengkakan dari kartilago aritenoid.

D. KLAFIKASI
Terdapat beberapa klasifikasi LM. Berdasarkan beratnya penyakit, LM dibagi atas
derajat ringan, sedang dan berat. Pembagian derajat ini berdasarkan terdapat atau
tidaknya gejala yang berhubungn dengan gangguan dalam menelan makanan serta gejala
obstruktif saluran napas atas.
Laringomalasia derajat ringan terdapat stridor inspirasi dan gejala yang
berhubungan dengan gangguan dalam menelan sat pasien makan seperti batuk, tersedak
dan regurgitasi. Obstruksi saluran nafas pasien derajat ringan tidak akan menyebabkan
hipoksia, saturasi oksigen berkisar antara 98-100%. Sekitar 40% pasien merupakan LM
derajat ringan. Laringomalasia derajat sedang terdapat stridor inspirasi yang semakin
jelas dengan makan semakin berat, terdapat sianosis saat makan dan penurunan saturasi
oksigen < 96%, sekitar 40% pasien merupakan LM derajat sedang.
Pasien LM derajat berat mempunyai 8 tanda primer, yaitu: 1. Stridor inspirasi, 2.
Retraksi suprasternal, 3. Retraksi substernal, 4. Kesulitas dalam makan, 5. Tersedak, 6.
Muntah setelah makan, 7. Gangguan tumbuh kembang dan, 8. Sianosis. Pasien akan
mempunyai saturasi oksigen < 86%. Sebanyak 10-20% pasien merupakan LM derajat
berat dan membutuhkan tindakan pembedahan untuk mengurangi obstruksi saluran nafas
atas.

E. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Terapi konservatif merupakan terapi pilihan pada pasien LM derajat ringan dan
sedang tanpa keluhan yangberhubungan dengan makan. Pasien harus dikontrol dan
diobservasi tumbuh kembang serta keluhan saluran nafas yang berhubungan dengan
makan. Jika terdapat sedikit keluhan makan, terpai konservatif dengan posisi makan
tegak lurus, asupan sedikit-sedikit dan sering dengan ASI atau susu formula yang
dipadatkan, dan medikamentosa untuk mencegah refluk asam lambung. Lansoprazole
7.5mg sekali sehari dan domperidone (1mg/kg/hari) bias digunakan sebagai terpai
anti refluks asam lambung.
2. Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada semua pasienLM derajat berat, pasien LM
derajat ringan atau sedang yang mempunyai penyakit komorbid seperti trakeomalasia
atau stenosis subglotis atau pasien yang gagal dengan terapi konservatif, pasien Lm
yang gagal tumbuh kembang dan riwayat aspirasi berulang. Pada pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan, sebelum dilakkan tindakan sebaliknya pasien
diberikan antagonis reseptor h2 dosis tinggi (3mg/kgBB) atau PPI sekali sehari.
Beberapa jenis tindakan pembedahan untuk LM adalah: supraglotoplasti dan
epiglotoplasti. Pemilihan jenis operasi berdasarkan tipe LM berupa supraglotoplasti
dengan melakukan eksisi mukosa arytenoid redundant pada tipe I, insisi lipatan
ariepiglotis yang memendek pada tipe IIdan epiglotoplasti pada LM tipe III.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fattah HA, Gaafar AH. Laryngomalacia : Diagnosis and Management. Egypt
J Ear, Nose, Throat Allied Sci. 2012;12(3):149-153.
2. Pamuk AE, Suslu N, Gunaydin RO, Atay G, Akyol U. Laryngomalacia :
patient outcomes following aryepiglottoplasty at a tertiary care center.
Tourkish J Pediatr. 2013;55:524-528.
3. Sasaki CT, Kim YH. Anatomy and Physiology of the Larynx. In : Bellenger
JJ, Snow JB, eds. Ballenger’s Otorhinology Head & Neck Surgery. 17th ed.
Spain: Decker BC; 2008:847-858.

Anda mungkin juga menyukai