Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap An.Y diperoleh data


sebagai berikut : An. Y, laki-laki usia 3 tahun 5 bulan RM 678592. BB/TB= 10 kg/90cm
masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 27 Januari 2010 dg keluhan utama pucat-
pucat selama 15 hari sebelum masuk RS. Sebelumnya pernah dirawat di RS Achmad
Mochtar Bukittinggi selama 4 minggu. An. Y terdiagnosa menderita leukemia limfosit
akut. Data-data pengkajian yang terkumpul ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa leukemia limfositik akut banyak diderita oleh anak-anak usia 2-10 tahun dan usia
terbanyak 3-4 tahun, penderita terbanyak adalah laki-laki (Herdata, Heru Noviat, 2008).

Saat dilakukan pengkajian keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis.


Pada pemeriksaan fisik didapatkan: TTV: TD 110/60 mmHg, HR: 110x/i, RR: 24X/i, T:
380C. Rambut tipis, konjungtiva anemis, terdapat pembengkakan pada kelenjer limfe di
derah mandibula dan submandibula. Menurut teori, apabila terjadi peradangan dalam
tubuh maka kelenjer limfe biasanya akan mengalami pembengkakan (Burnner &
Suddarth, 2002). Selama 3 hari berturut-turut, suhu An. Y selalu naik turun antara 37,8 0C
– 39,30C. Selama 3 hari menurut ortu klien,panas anaknya selalu tinggi, hanya sebentar
saja turun lalu naik lagi. Saat diraba bagian kulit tangan, akral, kaki, abdomen, frontal
terasa hangat. Klien tampak berkeringat, letih dan lemah. Demam yang dialami an. Y
bisa disebabkan karena proses radang yang terdapat pada rongga mulut klien. Selain itu,
demam pada an. Y juga bisa disebabkan karena efek kemoterapi.

Ortu klien mengatakan, anaknya mengeluh nyeri/sakit kepala saat badannya panas
dan setiap kepalanya sakit, ia selalu menggelengkan kepalanya. An. Sakit kepala yang
dirasakan An. Y bukan karena penyebaran sel kanker ke sistem syaraf pusat melainkan
akibat panas tubuh yang dirasakannya. Menurut teori saat tubuh kita panas kebutuhan O 2
dan glukosa pada neuron meningkat, jika kebutuhan O2 di otak tidak terpenuhi maka otak

63
kekurangan O2 dan hal ini yang menyebakan nyeri pada kepala (Price, Sylvia. 2006).
Pada anak Y, trasnpor O2 agak terganggu karena kadar Hb dalam darah An. Y adalah 7
gr/dl.

An. Y mengalami peradangan di mukosa oral dan lidah. Tonsil juga mengalami
hiperemis. An. Y tampak mengerutkan keningnya saat menelan makanan. Ibu
mengatakan ananknya mengalami susah menelan. An. Y tampak sering memegang
bagian mulut yang mengalami stomatitis (sariawan). Peradangan pada mukosa oral bisa
terjadi akibat kemoterapi yang didapatkan oleh An. Y. Menurut Dr. dr. Noorwati. S.
Sp.PD, KHOM dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, mengatakan bahwa efek kemoterapi
memang bisa merusak sel-sel lainnya karena obatnya bersifat korosif. Akibat adanya
peradangan pada mulut dan tonsil, maka An. Y mengalami kesulitan dalam makan. BB
badan anak. Y mengalami penurunan selama 2 bulan rawat telah turun sebanyak 3 kg dari
13 kg menjadi 10 kg. Lingkar lengan atas klien 12 cm. Ibu mengatakan an. Y tidak
menghabiskan separuh dari porsi makanan yang disediakan dari RS

Pemeriksaan labor pada tanggal 5 April 2010 didapatkan : Hb 7 gr/dl, Leukosit


1600 /mm3 dan Trombosit 172000 mm3. Hasil laboratorium yang tidak normal ini
disebabkan oleh pengaruh obat kemoterapi yang menekan sum-sum tulang sehingga
penurunan jumlah sel-sel darah dan yang paling banyak adalah sel darah putih (S,
Noorwati, 2009). Oleh sebab itu risiko terjadinya infeksi setelah mendapatkan kemoterapi
semakin tinggi. Dalam kasus ini, An. Y tidak mengalami perdarahan karena kadar
trombosit masih dalam rentan normal yaitu 172.000 mm3.

Berdasarkan data-data yang telah terkumpul baik subjektif maupun objektif


kemudian di analisa maka diperoleh masalah keperawatan yang muncul yaitu hipertermi,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dan resiko infeksi. Pada kasus An. Y ini tidak
diangkat diagnosa nyeri karena berdasarkan analisa, diketahui bahwa nyeri yang
dirasakannya akibat dari peningkatan suhu tubuh. Begitu juga dengan masalah risiko
kekurangan volume cairan juga tidak diangkat selain karena data-data kurang mendukung
juga disebabkan karena dalam mengintervensi masalah hipertermi sudah ada anjuran
untuk meningkatkan cairan.

64
B. PERENCANAAN
Berikut daftar diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus LLA pada An. Y
yaitu :
1. Hipertermi b.d peningkatan metabolism
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
dalam mencerna
3. Risiko infeksi b.d pertahanan sekunder tidak adekuat.

Dalam mengatasi masalah hipertermi dilakukan intervensi adalah sebagai berikut


yaitu

1. Ukur suhu pasien (derjat dan pola); perhatikan adanya menggigil/diaphoresis


setiap 2 jam. Pada pasien LLA, sangat mudah mengalami perubahan suhu tiap
sebentar. Hal ini terjadi karena pengaruh sel-sel blast yang rusak
mengakibatkan peningkatan metabolism sehingga panas tubuh akan
meningkat. Pengukuran suhu tiap dua jam dan memperhatikan adanya
menggigil/diaphoresis karena demam dan menggigil bisa juga menunjukkan
adanya infeksi, sehingga kita bisa meminta dokter untuk melakukan kultur
darah dan memberikan obat antibiotic yang cocok dengan hasi kultur tersebut.
2. Berikan kompres hangat; hindari penggunaan alcohol. Kompres hangat
diberikan agar mempercepat penurunan panas tubuh. Sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa jika tubuh kita mendapat rangsangan hangat seperti
kompres hangat tersebut maka tubuh kita akan mengirimkan pesan ke
hipotalamus untuk menurunkan suhu tubuh. Selain itu dengan kompres hangat
maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga permukaan
pembuluh darah menjadi luas dan evaporasi semakin cepat terjadi. Oleh sebab
itu panas tubuh akan semakin cepat turun
3. Tingkatkan cairan yang cukup melalui oral. Pada saat suhu tubuh kita
meningkat maka kebutuhan cairan kita juga meningkat apalagi jika
mengalami diaphoresis, cairan tubuh akan banyak keluar. Oleh sebab itu perlu
ditingkatkan asupan cairan dimana setiap peningkatan suhu tubuh sebesar 10C

65
perlu tambahan asupan cairan sebanyak 12,5% dari total cairan yang
dibutuhkan
4. Berikan selimut pada pasien. Selimut dapat memberikan kehangatan pada
tubuh sehingga membantu dalam vasodilatasi dan mempercepat evaporasi
5. Berikan antipiretik; paracetamol. Anti piretik yang diberikan tidak berupa
golongan Aspirin. Pemberian antipiretik seperti paracetamol juga tidak boleh
sesering mungkin karena akan mengganggu fungsi hati dan menyebabkan
ikterik pada mata anak. Jika suhu tubuh anak tidak juga turun pada pemberian
paracetamol maka perlu diberikan antipiretik via anal seperti proris.

Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. Y


utamanya disebabkan karena intake yang tidag adekuat sebab anak Y sulit menelan.
Untuk itu dilakukan intervensi sebagai berikut yaitu

1. Evaluasi masukan makanan tiap hari, dengan mengevaluasi jumlah asupan


makanan tiap hari, kita bisa mengukur berapa kalori yang diperoleh oleh
pasien. Pada penderita leukemia, sangat penting memberi asupan makanan
yang banyak karena penderita leukemia mengalami penurunan Hb dan
peningkatan metabolism maka melalui makanan tersebut bisa meningkatkan
kadar Hb dan gula darah dalam tubuh sehingga rasa lemas yang dirasakan bisa
sedikit berkurang
2. Ukur tinggi, BB dan lingkar lengan atas sesuai indikasi. Tinggi badan, berat
badan dan lingkar lengan atas berguna untuk menentukan status nutrisi pasien
dan apabila status nutrisi pasien sudah kita ketahui maka kita bisa menentukan
berapa kebutuhan kalori yang diperlukan.
3. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrien, masukan, cairan
adekuat. Diet tinggi kalori akan membantu peningkatan system pertahanan
tubuh. Cairan yang adekuat berguna untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang melalui urin dan keringat atau pernafasan.
4. Kontrol faktor lingkungan (mis, bau kuat/ tidak sedap atau kebisingan),
hindari terlalu manis, berlemak, atau makanan pedas. Kondisi lingkungan
yang tidak nyaman bisa menurunkan selera makan. Makanan yang terlalu

66
manis dan berlemak bisa merangsang mual dan muntah. Sedangkan makanan
yang pedas perlu dihindari apalagi kondisi rongga mulut pasien yang sedang
mengalami peradangan. Hal ini bisa menimbulkan rasa nyeri pada saat
memakannya.
5. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan. Suasana makan yang
menyenangkan bisa membuat pikiran tenang sehingga akan meningkatkan
selera makan.
6. Identifikasi pasien yang mengalami mual dan muntah yang diantisipasi. Pada
an. Y tidak terjadi mual dan muntah. Mual dan muntah ini merupakan salah
satu efek dari kemoterapi yang didapatkan. Namun tidak semua pasien yang
mengalaminya.
7. Lakukan oral hygiene untuk memberikan kesegaran pada mulut klien. Kondisi
rongga mulut pasien yang mengalami stomatitis perlu dilakukan oral hygiene.
Oral hygiene dapat memberikan kesegaran pada mulut serta dapat
melembabkannya. Kondisi mulut pasien ALL berisiko mengalami kekeringan
karena efek kemoterapi dan suhu tubuh yang meningkat. Oral hygiene
dilakukan dengan menggunakan normal salin karena selain dapat membunuh
kuman-kuman, normal salin juga tidak merusak membrane mukosa.
8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti suplemen, vitamin dan kandistatin
untuk pengobatan stomatitis. Pemberian suplemen berguna untuk
meningkatkan selera makan sedangkan vitamin bisa membantu melengkapi
kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi melalu zat makanan dan vitamin C
dapat membantu proses penyembuhan stomatitis selain penggunaan
kandistatin.
9. Evaluasi pemeriksaan laboratorium, contoh trombosit, Hb. Kadar Hb yang
rendah bisa mengindikasikan bahwa tubuh mengalami gangguan nutrisi.
Kadar Hb yang rendah sangat berpengaruh dalam transportasi O 2. Untuk itu
perlu diperhatikan kadar Hb dalam darah, karena kadar Hb yang terlalu rendah
bisa menyebabkan perfusi pada jaringan.
10. Berikan transfuse PRC 1 unit (350cc). Pemberian PRC dapat membantu
peningkatan kadar Hb dalam darah.

67
Disamping dua masalah di atas, masalah risiko infeksi juga perlu diintervensi
mengingat pasien telah mendapatkan kemoterapi yang mengakibatkan kadar sel darah
putihnya menurun yaitu 1600/mm3. Intervensi yang akan diberikan yaitu

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Cuci tangan


merupakan tindakan profilaksis awal pada infeksi. Cuci tangan merupakan
tindakan dasar yang berguna agar tangan tidak menularkan bibit penyakit ke
pasien leukemia system pertahanan tubuhnya lemah. Cuci tangan ini juga
dianjurkan untuk keluarga dan semua pengunjung rumah sakit.
2. Ganti linen dan alat tenun lainnya. Linen yang tidak diganti merupakan sarang
kuman. Apabila ada perlukaan pada tubuh pasien leukemia, maka dari linen
yang ditempati pasien bisa menimbulkan infeksi.
3. Ukur suhu dan observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi,
kaji integritas kulit klien. Suhu yang tinggi bisa mengindikasikan adanya
infeksi. Peningkatan suhu tubuh juga bisa disebabkan oleh dehidrasi sehingga
terjadi takikardi dan hipotensi. Oleh sebab itu perlu diukur dan diobservasi
secara teliti, apakah peningkatan suhu tubuh karena infeksi atau karena
pengaruh lainnya
4. Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan. Hal ini
dapat membantu meningkatkan pembentukan antibodi dan mencegah
dehidrasi
5. Hindari/batasi prosedur invasif bila mungkin. Prosedur invasive yang minim
dapat mengurangi tempat masuknya kuman-kuman penyakit.
6. Evaluasi pemeriksaan laboratorium dan kultur gram/sensitive. Pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui kadar leukosit sehingga kita bisa
mengantisipasi agar tidak terjadi infeksi jika kadarnya di bawah normal.
Sedangkan pemeriksaan kultur berguna untuk mengetahui kuman apa yang
menyebabkan infeksi sehingga dapat mengetahui obat anti biotic yang tepat
7. Berikan obat sesuai indikasi, Contoh antibiotic. Antibiotic disini bisa berupa
profilaksis karena dari hasil kultur tidak ditemukan kuman penyakit.

68
C. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilakukan hendaknya sesuai dengan intervensi yang telah
disusun. Namun ada beberapa intervensi yang harus dihentikan karena kondisi pasien
sudah mulai membaik dan tidak membutuhkannya lagi, ada juga karena keterbatasan ala
di rumah sakit.
Berikut implementasi yang telah diberikan pada An. Y sesuai dengan masalah
keperawatan yang timbul :
1. Masalah Hipertermi
Implementasi yang telah dilakukan adalah :
 Mengukur suhu pasien, perhatikan adanya menggigil/diaphoresis setiap 2 jam.
Setelah dilakukan pengukuran suhu pada An. Y diperoleh hasilnya yaitu pada jam
08.00 suhu klien 380C, klien tampak berkeringat dan jam 10.00 suhu klien 37,80C,
klien tampak masih berkeringat. Dalam waktu dua jam terjadi penurunan suhu yang
tidak signifikan walaupun sudah diberikan paracetamol dan kompres hangat. Dari
hasil ini berarti dapat disimpulkan bahwa pemberian paracetamol hanya
memberikan efek yang kecil dalam penurunan panas, karena berdasarkan teori,
normalnya paracetamol dapat memberikan reaksi maksimum dalam waktu 30 menit
(Kee, Joyce.L, 2006). Sedangkan pada kasus An.Y, pemberian paracetamol dan
kompres hangat hanya menurunkan 0,2 0C selama 2 jam.
 Memberikan kompres hangat, hindari penggunaan alcohol. Kompres hangat
diberikan selama 2 jam dari jam 10.00 sampai jam 12 dan diperoleh hasil yaitu pada
jam 10.00, suhu turun menjadi 37,80C, klien masih tampak berkeringat sedangkan
pada jam 12.00, setelah terus di kompres hangat, suhu klien menjadi 37,1 0C.
Kompres hangat yang telah diberikan pada klien memang membantu dalam
penurunan panas klien.
 Memberikan cairan yang cukup melalui oral. Klien minum teh manis setengah gelas
kaki lima setelah itu klien menangis karena sakit saat menelan. Pemberian cairan
yang cukup ini memang agak sulit dilakukan berhubung dengan kondisi klien yang
susah menelan. Pemberian cairan ini hanya bisa dilakukan secara perlahan-lahan,
sedikit tapi sering

69
 Memberikan selimut pada pasien dan hasil yang diperoleh adalah klien tampak
tenang dan tertidur.
 Memberikan paracetamol syrup 1 sendok takaran (125 cc). Pada jam 10.00, suhu
klien 37,8 0Pada jam 12.00 suhu turun menjadi 370C
2. Masalah nutrisi
Dalam mengatasi masalah nutrisi pada An. Y telah dilakukan implementasi yaitu ;
 Mengevaluasi masukan makanan tiap hari dari hasil implementasi didapatkan hasil
klien tidak mampu menghabiskan makanan ½ porsi dari yang diberikan setiap kali
makan hal ini disebabkan karena klien mengalami kesulitan dalam menelan. Oleh
sebab itu perlu pemberian makanan dengan frekuensi sering dan jumlah yang
sedikit.
 Mengukur tinggi BB dan Lila sesuai indikasi diperoleh hasil bahwa: BB = 10 Kg,
TB = 90 cm, Lila= 12 cm. Dari hasil tersebut diketahui bahwa An. Y mengalami
gangguan nutrisi dan perlu tambahan nutirisi. Karena sebelumnya berat badan An.
Y adalah 13 Kg.
 Mendorong klien dan keluarga agar mengkonsumsi diet tinggi kalori kaya nutrient,
masukan cairan adekuat. Hasil implementasi adalah keluarga klien memberikan
klien roti dan teh manis sebagai pengganti makanan yang tidak dihabiskan klien.
Hal ini sangat tepat karena roti dan teh manis dapat membantu dalam peningkatan
gula darah yang bisa meningkatkan energy. Selain itu roti juga tida berupa
makanan keras sehingga tidak mengganggu keadaan pasien yang sedan mengalami
stomatitis
 Sebelum klien makan, mengontrol faktor lingkungan, menghindari klien untuk
makan yang berlemak, pedas atau terlalu manis. Hasil : Klien tidak mau memakan
makanan yang tidak ada cabenya. Klien tidak bisa makan tanpa cabe. Jadi klien
tetap memakan makanan yang pedas. Dalam hal ini mungkin diperlukan
pemberian minuman disela-sela makan namun hal ini bisa membuat pasien cepat
kembung.
 Sebelum makan mengidentifikasi adanya mual dan muntah. Hasil : klien tidak
mengalami mual dan muntah. Oleh sebab itu, pemberian anti emetic tidak
diperlukan

70
 Melakukan oral hygiene pada klien. Hasil : klien tampak tenang dan nyaman.
Orangtua pasien sudah bisa melakukan oral hygiene oleh sebab itu untuk
implementasi selanjutnya, orangtua sudah bisa melakukannya sendiri.
 Memberikan vitamin B complek, Vit C masing-masing 1 tablet dan kandistatin.
Hasil: klien mengkonsumsi Vit B comp dan Vit C masing-masing 1 tablet dan
memberikan kandistatin pada membrane mukosa oral dan lidah klien sebanyak 1,5
cc, setelah diberikan kandistatin klien menangis karena terasa perih. Setelah
dilakukan oral hygiene, pasien diberikan kandistatin untuk mengobati stomatitis,
walaupun pada saat pemberian pasien menangis tapi bukan berarti untuk
pemberian selanjutnya dihentikan
 Mengevaluasi hasil labor seperti Hb dan trombosit. Hasil : hasil labor tanggal 5
April 2010 Hb: 7 gr/dl Trombosit: 172.000 mm3. Pada tanggal 7 April 2010, Hb
pasien mengalami peningkatan yaitu menjadi 12,2 gr/dl dan trombosit mengalami
penurunan menjadi 54.000 mm3.
 Memberikan 1 unit PRC (350 cc) Hasil : klien tampak tenang dan tertidur.
Peningkatan Hb bisa disebabkan oleh karena pemberian transfuse PRC.
3. Masalah Risiko infeksi
Implementasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
 Mencuci tangan sebelum masuk ke ruangan klien dengan sabun cuci tangan.
Hasil : tangan jadi bersih dan segar. Tindakan ini perlu dilakukan oleh semua
petugas kesehatn, namun masih ada petugas kesehatan yang tidak
melakukannya
 Mengganti linen dan alat tenun klien lainnya. Hasil : tempat tidur klien jadi
bersih dan nyaman untuk di tempati. Penggantian linen kadang tidak dilakukan
setiap hari karena keterbatasan sarana dan prasarana di Rumah sakit.
 Mengukur suhu klien, mengobservasi demam sehubungan dengan takikardi.
Hasil : suhu 380C dan nadi 110x/i. Berdasarkan teori, diketahui bahwa ketika
suhu meningkat maka denyut nadi pun akan meningkat karena metabolisme
tubuh juga meningkat sehingga cairan berkurang sehingga vikositas darah
semakin kental sehingga jantung akan bekerja keras untuk memompakan darah
maka akan terjadi takikardi.

71
 Mengkaji integritas kulit klien. Hasil : permukan kulit klien tidak ada yang
luka atau lecet. Walau pun pada pemeriksaan tidak terdapat adanya luka atau
lecet pada kulit, tapi pengkajian ini harus tetap dilanjutkan karena kadar
komposisi darah dalam tubuh pasien bisa berubah-ubah setiap saat. Sebagai
contoh pada tanggal 5 April 2010 kadar trombosit 172.000 mm3 namun setelah
obat kemoterapi diberikan maka kadar trombosit pasien turun menjadi 54.000
mm3
 Mendorong peningkatan masukan makanan tinggi protein yaitu lauk dan
cairan yaitu air putih dan air teh manis. Hasil : klien mengalami kesulitan
menghabiskan lauk dan nasi yang telah diberikan pihak RS. Klien juga sulit
menelan air putih jadi jumlah cairan yang masuk tidak cukup ½ gelas kaki
lima. Makanan lunak sangat diperlukan pasien berhubungan denga keadaan
rongga mulut pasien yang sedang mengalami peradangan sehingga kontak
mekanik antara makanan dengan permukaan lidah yang sedang meradang bisa
diminimalisir.
 Membatasi prosedur invasive saat melakukan tranfusi. Hasil : Saat memasang
transfuse, tidak diganti pam infuse sebelumnya yang sudah terpasang. Jadi
klien tampak tidak kesakitan saat dipasang tranfusi.
 Mengevaluasi pemeriksaan laboratorium. Hasil lab pada tanggal 5 April 2010
adalah leukosit 1600 gr/dl dan Hb 7 gr/dl. Pada jam 12.00 sebelum transfuse,
diberikan flucanazol 1x 30 mg. Hasil : klien tampak tenang dan tidak ada efek
obat yang mengganggu kenyamanan klien. Setelah diberikan transfuse, Hb
pasien meningkat menjadi 12,2 gr/dl. Jumlah ini merupakan kadar normal.

72
D. EVALUASI
Setelah dilakukan suhan keperawatan selama 5 hari pada An. Y didapatkan
perkembangan untuk masing-masing masalah keperawatan yang timbul. Berikut
perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan implementasi :
1. Masalah Hipertermi
Setelah dilakukan implementasi terhadap masalah hipertermi selama 5 hari seperti
pemberian kompres hangat dan paracetamol. Dari implementasi tersebut diperoleh
hasil bahwa pemberian paracetamol kurang membantu dalam penurunan suhu tubuh
pasien. Sedangkan pemberian kompres hangat, bisa menurunkan suhu tubuh pasien
walau dalam jangka waktu yang lama. Namun kompres hangat ini tidak akan
memberikan efek negative pada tubuh dibandingkan pemberian paracetamol.
Kondisi pasien setelah 5 hari diberikan asuhan keperawatan, diketahui bahwa
suhu tubuh pasien masih sering mengalami naik-turun. Namun pada hari ke-4 dan ke-
5, suhu tubuh pasien sudah mulai stabil pada angka 370C. Kondisi ini masih terus
harus dipantau karena pasien masih dalam masa pengobatan/kemoterapi jadi sewaktu-
waktu suhu tubuh pasien bisa meningkat.
2. Masalah Nutrisi
Setelah dilakukan implementasi terhadap masalah kekurangan nutrisi selama 5
hari seperti melakukan oral hygiene cukup membantu dalam peningkatan intake
pasien. Hal ini disebabkan karena kekurangan nutrisi pada An. Y disebabkan oleh
adanya peradangan pada membran mukosa oral dan lidah pasien. Jadi fokus utama
dalam perawatannya lebih dikhususkan untuk penyembuhan radang pada rongga
mulut.
Selama perawatan 5 hari, kondisi peradangan pada mukosa oral sudah mulai
kering. Sehingga pada hari ke-5 pasien sudah bisa menghabiskan 1 porsi makanan
yang diberikan rumah sakit. Masalah ini belum teratasi karena berat badan An. Y
belum naik. Peningkatan berat badan tidak bisa naik dalam waktu yang singkat. Jadi
intervensi tetap dilanjutkan sampai berat badan An. Y dalam batas normal sesuai
NCHS.

73
3. Masalah Resiko Infeksi
Setelah 5 hari implementasi keperawatan tidak terjadi infeksi pada anak Y. Namun
intervensi keperawatan untuk pencegahan infeksi harus tetap dilakukan berhubung
nilai laboratorium terakhir yang diperoleh pada tanggal 7 April 2010 adalah
2800/mm3. Nilai ini masih termasuk di bawah normal (5000-10000/mm3). Keadaan
demam pada An. Y bisa berarti adanya infeksi, oleh sebab itu perlu dievaluasi hasil
pemeriksaan laboratorium. Jika tiba-tiba kadar leukosit an. Y meningkat dan diiringi
suhu yang tinggi maka kemungkinan besar pasien mengalami infeksi. Namun jika
hanya suhu tubuh an. Y yang tinggi tanpa diiringi nilai labor yang menunjang, belum
bisa dikatakan pasien terkena infeksi. Untuk itu, perlu profilaksis agar tidak terjadi
infeksi. Profilaksis bisa berupa medikasi dan non medikasi. Medikasi seperti tetap
melanjutkan pemberian antibiotic sedangkan non medikasi bisa berupa menjaga
kebersihan seperti mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
menjaga ruangan agar tetap bersih, tidak banyak pengunjung, serta meminimalisir
tindakan invasive.

74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Dari hasil pengkajian yang dikumpulkan diketahui bahwa pasien memang
mengalami LLA. Hal ini terdapat kesesuaian antara data teoritis dengan data
pengkajian yang didapat.
2. Setelah data-data dikumpulkan, lalu dilakukanlah analisa data dan dapat
ditegakkan beberapa masalah keperawatan yaitu masalah hipertermi, gangguan
nutrisi dan masalah risiko infeksi.
3. Setelah diketahui masalah keperawatan yang muncul maka disusunlah intervensi
keperawatan berdasarkan keadaan pasien yang disesuaikan dengan intervensi
keperawatan
4. Intervensi keperawatan yang telah disusun dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien
pada saat akan dilakukan implementasi tersebut.
5. Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian keperawatan pada pasien LLA
dan mengetahui perekmbangan pasien.

B. SARAN
Bagi mahasiswa keperawatan khususnya yang sedang atau akan melakukan
praktek di rumah sakit agar mampu melakukan asuhan keperawatan secara holistic
dengan melakukan pengkajian secara jeli dan mendalam terkait kasus yang ditemui,
mampu menentukan masalah keperawatan sesuai prioritas berdasarkan data yang
diperoleh pada pengkajian, mampu menyusun rencana keperawatan terkait masalah
yang ditemui dan mampu melakukan implementasi sesuai dengan rencana yang telah
disusun serta mampu melakukan evaluasi terhadap masalah berdasarkan
implementasi yang telah dilakukan.
Berdasarkan kasus leukemia limfositik akut (LLA), diharapkan mahasiswa
keperawatan yang juga mendapatkan kasus yang sama diharapkan tetap
mempertahankan konsep bersih dan steril saat melakukan setiap tindakan karean
pasien LLA sangat memiliki risiko tinggi terserang infeksi. Mahasiswa juga jangan

75
sampai berbondong-bondong masuk ke ruangan isolasi karena bisa memperburuk dan
meningkatkan risiko infeksi pada pasien.
Dalam melakukan implementasi, diharapkan mahasiswa melakukannya sesuai
dengan kondisi pasien LLA seperti pemberian paracetamol, jangan sampai diberikan
terus menerus jika suhu tubuh pasien tidak turun-turun. Sebaiknya mahasiswa
menanyakan kepada perawat pelaksana dan dokter tentang penggunaan antipiretik via
anal.

76
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C.L., dan Linda, A.S. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Burner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Carpenito, Juall Linda. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, M.E. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Herdata, Heru Noviat. 2008. Perawatan Lanjutan di Rumah pada Penderita Leukemia Anak.
Akses internet http//:www.ebookunsyiah.wordpress.com pada tanggal 6 April 2010

Kee, Joyce L. 2006. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

McCloskey, Joanne C. 2009. Nursing Intervention Classification (NIC). Philadelphia: Mosby

Nanda. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: Prima Medika

N.N. 2008. Mouth Care For Chemotherapy Patients. The University Of Texas MD Anderson
Cancer Centre.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2001). Buku ajar penyakit dalam
Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Potter, Patricia. A. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC

Price, Sylvia.A. 2006 Patofisiologi. Jakarta: EGC

S, Noorwati. 2009. Kemoterapi, Manfaat dan Efek Samping. Akses internet


http//:www.uniordinary.world.blogspot.com pada tanggal 6 April 2010

Suriadi, R.Y. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: Sagung Seto.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Penerbit;
Infomedika Jakarta, 1985.

Wong, D.L. (2003). Pedoma klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

77

Anda mungkin juga menyukai