A. Definisi
1. Pneumotoraks spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumotoraks spontan primer terjadi jika
pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru. Pneumotoraks ini diduga
disebabkan oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang
disebut bleb atau bulla. Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur
tinggi-kurus, usia 20-40 tahun. Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Pneumotoraks spontan sekunder
merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya penyakit paru obstruktif
menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk rejan). .(Elizabeth,
Patofisiologi EGC, 2009)
2. Pneumotoraks traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus
(luka tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor).
Pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu
(misalnya torakosentesis)..(Elizabeth, Patofisiologi EGC, 2009)
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>
50% volume paru).
C. Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronchus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous fibrosisi adalah salah satu
penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empiema.
D. Patofisiologi
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau keluar
melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang mestinya
dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada obstruksi di
bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan pleura semakin
lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk
ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan
lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus
akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam
alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.
Patway
E. Menghitung luas pneumotorak
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus
rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512
______ ________
= = ± 50 %
3
10 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan
jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan
dikalikan sepuluh.
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
F. Manifestasi klinis
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-
pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya
pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut:
a) Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
b) Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
c) Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain
serta ada tidaknya jalan napas.
d) Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila
penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telahterjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yangtinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang
Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma.
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan medis
2. Tindakan dekompresi
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan
demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi
negatif kerena udara yang positif dorongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena udara yang keluar melalui jarum tersebut.
3. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.Pada pembedahan, apabila dijumpai
adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka
dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.Dilakukan reseksi bila ada bagian paru
yang mengalami robekan atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru
tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.Pilihan terakhir
dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel.
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTORAK
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi: Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asusransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumahsakit, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas. Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan
sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani
, hematotraks (redup). Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas. Takhipnea, pergeseran mediastinum. Adanya ronchi atau rales, suara
nafas yang menurun.
b. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia,
lemah. Pucat, Hb turun / normal. Hipotensi.
c. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
d. Sistem Perkemihan:
Tidak ada kelainan.
e. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
i. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Gangguan pola napas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara), gangguan muskuloskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
2. DX 2: Ganggun rasa nyeri dada b/d faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor
fisik pemasangan selang dada
3. DX 3: Resiko truma / penghentisn napas b/d penyakit / proses cedera, sistem
drainase dada, kurang pendidikan, keamanan, pencegahan
4. DX 4: Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d kurang
terpajan pada informasi.
C. Perencanaan keperawatan
Kolaborasi
— Kaji seri foto thorak
— awasi/gambarkan seri AGD dan nadi oksimetri.
Kaji kapasitas vital atau ukuran volume tidal
— berikan O2 tambahan melalui kanule/masker
sesuai indikasi.
2. Tujuan: setelah diberikan tindakan Mandiri
keperawatan diharapkan nyeri — Tentukan karakteristik nyeri, mis : tajam, konstan,
dapat hilang atau terkontrol. ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi/
intensitas nyeri.
Kriteria hasil: — Pantau tanda vital.
Menunjukkan rileks
— Berikan tindakan nyaman, mis; pijatan punggung,
istirahat/tidur, dan
perubahan posisi, musik tenang/perbincangan,
peningkatan aktivitas dengan
relaksasi/latihan napas.
tepat.
— Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan
dada dengan bantal.
Kolaborasi
— Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
3. Tujuan: setelah diberikan tindakan Mandiri
keperawatan — kaji dengan pasien tujuan atau pungsi unit
diharapkantrauma/penghentian drainase dada, catat gambaran keamanan
jalan napas tidak terjadi — pasangan kateter thorak kedinding dada dan
berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan./mengubah psosisi pasien
Kriteria hasil: — Amankan sisi sambung selang
— Berikan bantalan pada sisi dengan plester/kassa
Mengenal kebutuhan atau — Amankan unit drainase pada sangkutan tempat
mencari bantuan untuk tertentu area dengan lalu lintas rendah
mencegah komplikasi — Berikan transportasi aman bila pasien dikirim unit
batas tujuan diagnosik. Sebelumnya memindakan
periksa botol untuk batasan cairan yang tepat,
ada/tidaknya gelembung adanya diklem atau
lepaskan dari sumber penghisap.
— Awasi sisi luabng pemasangan selang, catat,
adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter.
Ganti/pasang ulang kassa penutup steril sesuai
kebutuhan
— Anjurkan klien untuk menghindari berbaring
/menarik selang
— Identifikasi perubahan/situasi yang dilaporkan
pada perawat, contoh perubahan bunyi
gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada,
lepaskan alat
— Obserbvasi tanda distress pernapasan bila kateter
thorak lepas/tercabut.
4. Tujuan: setelah diberikan tindakan Mandiri
keperawatan diharapkan klien — Kaji patologi masalah individu
mengetahui mengenai kondisi — Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi
aturan pengobatan jangka panjang
— kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan eveluasi
Kriteria hasil: medik cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea,
distress pernapasan lanjut
Mengidentifikasi tanda/gejala
— Kaji ulang praktek kesehatan yang baik contok ;
yang memerlukan evaluasi medik
nutrisi baik, istirahat, latihan
Mengikuti program pengobatan
Menunjukkan perubahan pola
hidup yang perlu untuk
mencegah terulangnya masalah
D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan
pneumotorakdiharapkan sebagai berikut:
1. pola pernapsan efektif / normal .
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. trauma/penghentian jalan napas tidak terjadi
4. klien mengetahui mengenai kondisi aturan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC; 1997. p. 598.
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press; 2009. p. 162-179
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC