Anda di halaman 1dari 9

PNEUMOTHORAX

1. Definisi

Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam cavum pleura. Pada
kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang
terhadap rongga dada.(1) Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
(2)
dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru . Hidropneumothorax adalah suatu keadaan
dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya
jaringan paru.(3)

2. Epidemiologi

Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan, namun
insiden dan prevalensi pneumothorax berkisar antara 2,4 – 17,8 per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti
yang mendapatkan 8:1. Pneumothorax lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada
hemitoraks kiri. Pneumothorax bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumothorax spontan.
Insiden dan prevalensi pneumothorax ventil 3 — 5% dari pneumothorax spontan. (4)

3. Etiologi dan Patofisiologi

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan intrapleura lebih negatif
dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding dada sehingga
udara dari luar akan terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat
ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi
daripada tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.(3)

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan dan akan
meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau mengejan. Peningkatan tekanan
intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di
bagian perifer bronki atau alveoli ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan
bronkus atau alveoli akan sangat mudah.(3)
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumothorax dapat dijelaskan yaitu jika ada
kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang
robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveoli dan septa-septa alveoli yang
pecah kemudian membentuk suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses
non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering
dari pneumothoraks.(3)

Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumothorax, suatu “katup bola” yang bocor yang
menyebabkan tekanan pneumothorax bergeser ke mediastinum. Sirkulasi paru dapat menurun
dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi
kembali dalam beberap minggu , jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi
kembali secara keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumothorax. (3)

Hidropneumothoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru dan


pneumothoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik perkejuan
sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan udara dapat masuk dalam
paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama
tekanan udara dalam rongga pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang
terkumpul dalam rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas. (3)

Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada
kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang
terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolius akan
memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax.
Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan
menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura
dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka
udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang
seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui
lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax. (3)

4. Klasifikasi

Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;(2,5)

a. Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis yaitu;

 Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering pada laki-laki muda
sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil (12cm) subpleural, terutama
dibagian puncak paru.
 Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh
riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis dan
emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb
paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.

b. Pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru(2,5). Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:

 Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena jejas


kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
 Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumothorax yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. Pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu:
 Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumothorax yang terjadi
akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
 Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate) adalah suatu pneumothorax
yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam cavum pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis
sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru-paru(2,5).

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis
yaitu(6) ;

a. Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax) pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup
(tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
b. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax), yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan
antara cavum pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada).
c. Pneumothorax ventil (Tension Pneumothorax) adalah pneumothorax dengan tekanan
intrapleural yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil.

Sedangkan menurut luasnya paru mengalami kolaps, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu(6) :

a. Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada sebagian kecil paru (<50%
volume paru).
b. Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian besar paru (>50% volume
paru)

5. Diagnosis
a. Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai
sesak napas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak napas ini
makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak napas ini
tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada
penderita dengan COPD, pneumothorax yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak napas
yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru
yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit
bertambah waktu bernapas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam
waktu satu sampai empat hari.(7)
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain;
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat
terjadi bersama-sama atau sendirisendiri, bahkan ada penderita pneumothorax yang tidak
mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumothorax ventil, rasa nyeri dan sesak
napas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok
karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum. (7)
b. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi :
Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada dada), pada waktu
respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat, deviasi trakea, ruang intercostals yang melebal.
 Palpasi :
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong ke
sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
 Perkusi :
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, batas jantung
terdorong kearah thorax yang sehat, apabila tekanan intrapleural tinggi, pada tingkat yang
berat terdapat gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler syok.
 Aukustalsi :
Pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara vocal melemah dan
tidak menggetar serta bronkofoni negative(1,2).
c. Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto thorax. Sebaiknya rontgen foto
toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal. Gambaran radiologis yang tampak pada foto
rontgen kasus pneumothorax antara lain(8,9) :

 Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis-garis
yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan
tetapi berentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang berada di daerah
hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostalis melear,
diafragma mendatar dan tertekan kebawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke
arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan
intrapleura yang tinggi.

Pada hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak
tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan sedikit. Pada foto
tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada
hidropneumothorax ini ruang pleura sangat translusen dengan tak tampaknya gambaran
pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang
membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan
penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus
menumpul.(9,10)

6. Penatalaksanaan
a. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang luasnya >15%.
Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat
hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara(6) :
 Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan berubah menjadi
negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
 Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
o Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai kedalam rongga
pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan
ke botol yang berisi air.
o Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula. Setelah
jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai menebus ke cavum
pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan
pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air.

b. Pipa water sealed drainage (WSD)

Merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus)
dari rongga pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung,
pipa khusus (thorax kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau
dengan bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter segera dimasukkan
ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorax yang masih
tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic lainnya.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleural tetap positif, Penghisapan ini
dilakukan dengan memberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O(6).

c. Pengobatan tambahan
 Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronchitis dengan
obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan bronkodilator(1).
 Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
 Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat diperimbangkan, untuk
mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfiesema(2).
d. Rehabilitasi
 Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan secara tepat
untuk penyakit dasarnya.
 Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin terlalu keras.
 Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksatif ringan.
 Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak napas(1,2).

7. Komplikasi
a. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis
sampai ke apeks
b. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi,
yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah ditembus udara,
sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.
c. Piopneumothorax, berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan
pada satu sisi paru.
d. Pneumothorax kronik menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura
tetap membuka(11).

8. Prognosis

Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax. Spontaneous
pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Secondary
pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, Secondary
pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax
meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya
primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40% kebanyakan kekambuhan terjadi
dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun(11).
Daftar Pustaka

1. Sudoyo A, Setiyohadi W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.

2. Bowman, Jeffery, et al. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Medscape :2010.

3. Bahar A. Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia;1999.

4. Robbins, Kumar, et al. Buku Ajar Patologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;1995.

5. Sylvia A, Willson O. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2 Ed. 7.


Jakarta: EGC;2008.

6. Alsgaff ,Hood M, et al. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; 2009.

7. Kasper, Hauser. Longo, et al. Harrison’s. principle of Internal Medicine Volume II. America
: The McGraw-Hill;2008.

8. Rasad, Sjahriar .Radiologi Diagnostik. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;


2008.

9. Malueka, et al. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta:PustakaCendekia;2007

10. Kusumawidjaja K. Pleura dan Mediastinum, Radiologi Diagnositik. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2000.

11. Fishman A, Grippi M, et al. Fishman’s Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United
States of America: The McGraw. Hill Companies; 2008.

Anda mungkin juga menyukai