Anda di halaman 1dari 49

Disusun oleh kelompok 07:

1.Moh. Arif Ikhwan 132.0025B


2.Mualim
132.0026B
3.Riyan Zulkarnain
132.0027B
4.Noveny
132.0028B

Sindrom nefrotik merupakan penyebab

tersering yang ditemukan pada penyakit


ginjal.
Sindrom nefrotik (SN) sindrom klinik yang
mempunyai banyak penyebab ditandai
permeabilitas membran glomerulus yang
meningkat dengan manifestasi proteinuri
masif (>40mg/m2/jam); yang menyebabkan
hipoalbuminemia (albumin serum <3,0g/dL);
dan
biasanya
disertai
edema
dan
hiperkolesterolemia (>250 mg/dL).

Sindrom nefrotik (SN)

Sindrom penyakit ginjal, ditandai :


- Edema
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemia
- Proteinuria yang masif

Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan

penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan


hampir 50% mulai sakit saat usia 1-4 tahun &
75% mempunyai onset sebelum usia 10 tahun.
laki-laki : perempuan = 2 : 1
kebanyakan umur 2 - 6 tahun (60%)
Indonesia : 6 kasus/100.000 anak usia <14 th /
tahun (Alatas, 2002)
Amerika, Inggris : 2-7 kasus / 100.000 anak usia
<18 th / tahun.

Sindroma Nefrotik
Primary (87%)
Idiopathic
Minimal lession
(85%)

Secondary (13%)
Non idipathic
Non minimal
lession

Steroid responsive (9095%)

Relapses (60-80%)
Frequent relapses/steroid dependent
(60%)

problems

Haycook GB, Clinical Pediatric Nephrology, 2003

Sebab pasti belum jelas


Diduga sebagai suatu penyakit autoimun (reaksi

antigen-antibodi) akibat kelainan fungsi limfosit (asal


dari thymus) glomerulus rusak.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
- diturunkan resesif autosomal / karena reaksi
maternofetal.
- resisten terhadap semua pengobatan.
- Gejalanya : edema pada masa neonatus
- Prognosis : buruk biasanya penderita meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupan.

2. Sindrom nefrotik sekunder


Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lain
Penyakit kolagen seperti lupus eritomatosus diseminata,
purpura anafilaktoid
Glomerulonefritis akut / glomerulonefritis kronis, trombosis
vena renalis.
Bahan kimia trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop
elektron, Churg dkk, membagi dalam 4 golongan, yaitu :

Kelinan minimal
- mikroskop biasa : glomerulus normal
- mikroskop elektron : foot processus sel epitel terpadu.
- cara imunofluoresensi : tidak terdapat Ig G / imunoglobulin
beta-1C pada dinding kapiler glomerulus.
- banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
- Prognosis lebih baik dbandingkan dengan golongan lain.
Nefropati membranosa

- glomerulus : penebalan dinding kapiler yang tersebar


tanpa proliferasi sel.
- tidak sering ditemukan pada anak
- prognosis kurang baik.

Glomerulonefritis proliferatif

a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus


- proliferasi sel mesangial & infiltrasi sel polimorfonukleus.
- pembengkakan sitoplasma endotel kapiler tersumbat
- ditemukan pada :-nefritis yang timbul setelah infeksi
dengan
Streptococcus yang berjalan progresif
-pada sindrom nefrotik
- prognosis : jarang baik kadang-kadang terdapat
penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk
thickening)
- proliferasi sel mensangial tersebar & penebalan batang
lobular.

c. Dengan bulan sabit (crescent)

- proliferasi sel mesangial & proliferasi sel epitel simpai


(kapsular) & viseral.
- prognosis : buruk.
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
- proliferasi sel mesangial & penempatan fibrin yang
menyerupai membrana basalis di mesangium.
- Titer globulin beta-1C / beta-1A rendah.
e. Lain-lain
- misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas

4. Glomerulosklerosis fokal segmental


- Sklerosis glomerulus mencolok.
- Hanya mengenai beberapa glomerulus
- Mikoskop cahaya :
- dalam glomerulus ada daerah yang padat (khas)
- kapiler kolaps
- matriks mesangial bertambah
- endapan hialin di mesangial/ lumen kapiler.
- Mikroskop elektron :
- terdapat perpaduan podosit dan kelainan mesangial.
- progesivitas sklerosis fokal ditandai dengan
terkenanya lebih banyak glomerulus dan segmen
glomerulus yang lebih besar
(sampai menjadi difus)
- Tubulus : menunjukkan kelainan proteinuria berat
termasuk butir-butir lipid hialin dan silinder.

- stadium lanjut : ditemukan sel busa interstisial yaitu


atrofi
tubular dan fibrosis interstisial.
-Kelainan segmental : ada kolaps kapiler dengan
membran basal
yang berkelok-kelok, pertambahan
matriks mesangial dan
deposit pada elektron di
mesangial dan subepitel.
- Imunofluoresensi : pada hialin segmental endapan
imunoglobulin
terutama IgM dan C3, kadang
juga IgG, C1q dan
fibrin
- Sering disertai atrofi tubulus.
- Progosis : buruk.

1.

Proteinuria
disebabkan:
- permeabilitas dinding kapiler glomerulus
- sebab belum jelas diketahui.
- keadaan normal membran basalis & sel epitel
bermuatan negatif dapat menghambat perjalanan
molekul bermuatan positif
- Pada sindrom nefrotik ditemukan obliteransi /fusi
foot processes (pedikel) sehingga terjadi kerusakan
polianion yang bermuatan negatif yang dalam keadaan
normal merupakan filter/barier terhadap serum albumin
yang bermuatan negatif
- perubahan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding kapiler glumerulus terhadap
serum protein.

2. Hipoalbuminuria
Jumh lbumin ditentukan oleh masukan dari sintesis
hepar &pengeluaran akibat degradasi metabolik, eksresi
renal & gastrointestinal.
anak dengan SN terdapat hubungan terbalik antara
laju sekresi protein urin dan derajat hipoalbuminemia.
disebabkan oleh proteinuria masif akibat penurunan
tekanan onkotik plasma
untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka
hati berusaha meningkatkan sintesis albumin
Meningkatnya katabolisme albumin di tubulus renal dan
menurunnya katabolisme ekstrarenal dapat
menyebabkan keadaan laju katabolisme absolut yang
normal, albumin plasma yang rendah tampaknya
disebabkan oleh meningkatnya eksresi albumin dalam
urin dan meningkatnya katabolisme fraksi pool albumin
(terutama disebabkan karena meningkatnya degradasi di
dalam tubulus renal) yang melampaui daya sintesis hati.

3. Kelainan Metabolisme Lipid


Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak

(kolesterol,trigliserida) dan lipoprotein serum .


Hipoproteinemia menstimulus sintesis protein dalam hati,
termasuk lipoprotein lipase.
Lipoprotein lipase enzim utama yang berguna mengambil
lipid dari plasma.
Lipoprotein lipase serum katabolisme lipid
hiperlipidemia / hiperkolesterolemia.

4. Edema
Teori klasik :

- underfilled theory tekanan onkotik


intravaskular cairan merembes ke ruang
interstisial dengan permealiblitas kapiler
glomerulus albumin keluar albuminuria dan
hipoalbuminemia.
- Hipoalbuminemia tekanan onkotik koloid
plasma intravaskular cairan transudat
melewati dinding kapiler dari ruang intravaskular
ke ruang interstial edema.

Terbentuknys edema menurut teori underfilled :

Kelaianan glomerulusa
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik koloid plasma
Volume plasma
Retensi Na renal sekunder
Edema

- teori overfilled : volume plasma dengan


tertekannya aktivitas renin plasma & kadar aldosteron.
- Menurut teori ini : retensi natrium renal & air
karena mekanisme intrarenal primer dan tidak
bergantung pada stimulasi sistemik perifer.
- Retensi natrium renal primer mengakibatkan
ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler.
- Pembentukan edema akibat overfilling cairan ke
dalam ruang interstiasial.
- Teori overfilled ini dapat menerangkan adanya
volume plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma
dan aldosteron menurun seukunder terhadap
hipervolemia.

Terjadinya edema menurut teori overfilled :

Kelainan glomerulus
Retensi Na renal primer
Albuminuria
Hipoalbuminuria
Volume plasma

Edema

edema : umumnya terlihat pada kedua kelopak mata

lambat laun edema menjadi menyeluruh pinggang, perut


dan tungkai bawah sehingga penyakit yang sebenarnya
menjadi tambah nyata.

Timbulnya edema pada anak dengan SN bersifat perlahan-

lahan, tanpa menyebut jenis kelainan glomerulusnya.


Kadang-kadang pada edema yang masif terjadi robekan
pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan
edema pada semua jaringan menimbulkan asites,
pembengkakan skrotum atau labia, bahkan efusi pleura.

Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam

perjalanan penyakit SN
Diare sering dialami pada keadaan edema yang masif tidak
berkaitan dengan infeksi diduga penyebabnya : edema
submukosa di mukosa usus.
Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik
mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat /
edema atau keduanya
Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksan
lainnya bila komplikasi ini tidak ada kemungkinan
penyebab nyeri tidak diketahui.
Akut abdomen / peritonitis disebabkan karena edema
dinding perut atau pembengkakan hati kadang nyeri
dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan
abdomen.

Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan beratnya

edema yang diduga sebagai akibatnya.


Anoreksia & hilangnya protein di dalam urin malnutrisi
berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non-responsif
steroid dan persisten.
malaise
hipertensi (25%)
hipotensi dapat terjadi pada keadaan hipoalbunemia dan
hipovolemia
diare (akibat edema intestinal)
distres pernapasan (akibat edema pulmonal atau efusi
pleura)

Edema

proteinuria masif
Hipoalbuminemia
Hiperkolesterolemia / hiperlipidemia

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan :


edema di kedua kelopak mata, tungkai
adanya asites dan edema skrotum/labia
Hipertensi (kadang-kadang)

Urinalisis : biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan

gejala klinis yang mengarah kepada infeksi saluran kemih


Protein urin kuantitatif : dapat menggunakan urin 24 jam

atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari


Pemeriksaan darah :

- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis


leukosit, trombosit, hematokrit, LED)
- Albumin dan kolesterol serum
- Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik
atau dengan rumus Schwartz

Kadar komplemen C3 (Kadar komplemen C3 yang rendah

merupakan petunjuk lesi selain SNKM sehingga terindikasi


untuk pemeriksaan biopsi ginjal sebelum pemberian terapi
steroid)
bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan

ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear


antibody), dan anti ds-DNA
Hematuria mikroskopik dapat ditemukan pada 25% SNKM

namun tidak dapat memprediksi respons terhadap steroid.


Pemeriksaan USG ginjal seringkali berguna dan biopsi ginjal

dilakukan sesuai indikasi

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :


anamnesis :

- bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau


seluruh tubuh
- jumlah urin yang berkurang
- urin berwarna kemerahan
pemeriksaan fisis :
- edema di kedua kelopak mata, tungkai
- adanya asites dan edema skrotum/labia
- hipertensi

pemeriksaan penunjang:

-urinalisis : proteinuria masif (3+ sampai 4+) (> 40 mg/m2


LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+) , dapat
disertai hematuria (>20 eritrosit/LPB).
- pemeriksaan darah : - hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl)
- hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL)
- LED meningkat
- globulin normal/sedikit meninggi
(rasio
albumin : globulin terbalik)
- Kadar ureum dan kreatinin umumnya
normal

Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali : sebaiknya

dirawat di rumah sakit dengan tujuan : -untuk


mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diit
-penanggulangan edema
-memulai pengobatan steroid
-edukasi orangtua.
Umum :
* Tirah baring sampai edema sedikit
* Cairan dan diet : - cairan dibatasi sesuai kebutuhan
- makanan mengandung protein tinggi (1,52g/kgbb/hari)

- makanan rendah garam (1-2 g/hari)


*cegah infeksi

* Teliti kemungkinan menderita TB


- uji Mantoux : ~Bila + : profilaksis INH selama 6 bulan
bersama steroid
~Bila ditemukan tuberkulosis : diberikan
obat
antituberkulosis (OAT).
*Timbang berat badan harian
* Ukur tekanan darah harian
* Periksa kadar elektrolit harian : pada pemakaian diuretik
lebih dari 12minggu.
# Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari,
bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan
kemungkinan hipovolemia.

Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema :

Furosemid 1 3 mg/kgbb/hari + spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari


Respon
-

Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48


jamRespon
-

Respon
Dosis furosemid dinaikkan 2 kali
lipat (maksimum 4-6
mg/kgbb/hari)
Respon -

Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari


Respon
Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis atau per
- infus dengan kecepatan 0,1-1
mg/kgbb/jam

Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid


intravena

KORTIKOSTEROID
o

Pengobatan pada SN idiopatik,kecuali bila ada kontraindikasi

o Jenis steroid adalah prednison atau prednisolon


TERAPI INSIAL

* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal


80 mg/hari) dosis terbagi untuk menginduksi remisi.
* Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal
(berat badan terhadap tinggi badan).
* Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4
minggu.
* Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama dilanjutkan
dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis
awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari),
1 x sehari setelah makan pagi.
*Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak
terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

PENGOBATAN SN RELAPS

* Prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80


mg/hari) dosis terbagi dalam 4mgg dilanjutkan dengan 4
minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau
1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari)
* Jika proteinuria 2+ tanpa edema dan terbukti infeksi : beri
antibiotiK 57 hari
* proteinuria 2+ dengan edema : beri pengobatan steroid
PENGOBATAN SN RELAPS SERING ATAU DEPENDEN STEROID

Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :


1. Pemberian steroid jangka panjang
* Dicoba dahulu pemberian steroid jangka panjang dosis penuh,
setelah mencapai remisi, diberi steroid selang sehari dengan dosis
diturunkan perlahan 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps antara 0,1-0,5 mg/kgBB (threshold) dapat
diteruskan selama 12 bulan.
*Bila masih relaps pada dosis > 0,5 mg/kgBB, < 1 mg/kgBB tanpa
efek samping yang berat, bisa dikombinasi dengan levamisol dosis
2,5 mg/kgBB selang sehari selama 4-12 bulan atau langsung beri
CPA.

Bila terjadi keadaan keadaan di bawah ini:


1. Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb, selang sehari atau
2. Dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:

a. Efek samping steroid yang berat


b. Pernah relaps dengan gejala berat antara lain
hipovolemia trombosis, dan sepsiS
diberikan siklofosfamid (CPA) 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12
minggu.
2. Levamisol
Pemakaian terbatas karena efek masih diragukan.
Efek samping : mual dan muntah.
Dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari selama 4-12

bulan.

3. Pengobatan dengan sitostatik


siklofosfamid 2-3 mg/kgBB dosis tunggal P.O/IV
CPA IV diberikan dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB

dilarutkan dengan NaCl 0,9% 250 ml diberikan selama 2


jam, pemberian sebanyak 7 dosis dengan interval 1 bulan
(durasi pemberian 6 bulan).
Efek toksisitas pada gonad bila dosis total kumulatif 200-

300 mg/kgBB.
Pemberian oral selama 3 bulan dengan dosis total 180

mg/kgBB masih aman untuk anak.


ES : mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis

hemoragik, azospermia, dalam jangka panjang dapat


menyebabkan keganasan.
Oleh karena itu, dilakukan pemantauan pemeriksaan darah

tepi yaitu hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 2-3 kali


seminggu.

4. Siklosporin
SN yang tidak responsive terhadap steroid atau sitostatik
4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB)

5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)


Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan

levamisol atau sitostatik dapat diberikan MMF.


MMF dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb

bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24


bulan.
Efek samping: nyeri abdomen, diare, leukopenia.

PENGOBATAN SN DENGAN KONTRAINDIKASI STEROID


Bila didapatkan gejala atau tanda yang merupakan

kontraindikasi steroid : seperti tekanan darah tinggi,


peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat
sitostatik CPA oral/iv.
Siklofosfamid 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal/PO, maupun

iv.
CPA oral diberikan selama 8 minggu.
CPA dosis 500 750 mg/m2 LPB dilarutkan dalam 250 ml

larutan NaCL 0,9% diberikan selama 2 jam secara IV,


sebanyak 7 dosis dengan interval 1 bulan,
total durasi pemberian CPA intravena 6 bulan

Pengobatan SN Resisten Steroid


Siklosporin dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20%

pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.


Efek samping : hipertensi, hiperkalemi, bersifat nefrotoksik
Perlu pemantauan kadar CyA dalam serum (dipertahankan

antara 150-250 nanogram/mL), kreatinin darah berkala,


biopsy ginjal setiap 2 tahun.
Resisten terhadap kortikosteroid, sitostatik dan siklosporin :

pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil


penurunan proteinuria.
Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari,

enalapril 0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1


mg/kgbb dosis tunggal
Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal
Tujuan pemberian ACE inhibitor ini adalah untuk menghambat

terjadinya gagal ginjal terminal.

TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK :


1. INFEKSI
Pasien SN sangat rentan terhadap infeksi antibiotik.
Infeksi yang terutama selulitis dan peritonitis primer.
Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae)
penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson10-14
hari.
Infeksi lain pnemonia dan ISPA karena virus.
Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak
dengan pasien varisela.
Bila terjadi kontak profilaksis : imunoglobulin varicellazoster dalam waktu kurang dari 96 jam.
suntikan dosis tunggal imunoglobulin 400mg/kgbb/IV.
Bila sudah terjadi infeksi : asiklovir 1500 mg/m2/hari/IV
dibagi 3 dosis atau asiklovir oral dengan dosis 80
mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7 10 hari,
pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.

2. TROMBOSIS
Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan

pemeriksaan fisis &radiologis diberikan heparin / SC


dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih.
Pencegahan tromboemboli aspirin dosis rendah tidak

dianjurkan.
3. HIPERLIPIDEMIA
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut

bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka


panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak.
Pada SN resisten steroid, dianjurkan untuk mempertahankan

berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah


lemak jenuh.
Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti

inhibitor HMgCoA reduktase (statin).

4. HIPOKALSEMIA
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: penggunaan steroid

jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia;


kebocoran metabolit vitamin D2.
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid

jangka lama (lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian


suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan vitamin D (125-250 IU).
Bila terjadi tetani kalsium glukonas 10% sebanyak 0,5

mL/kgbb/IV
5. HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps

dapat terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,


ekstremitas dingin, dan sering disertai sakit perut.
Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat
sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan
albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes
per menit)
Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan

furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.

6. HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau

dalam perjalanan penyakit SN akibat toksisitas steroid.


Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE

(angiotensin converting enzyme), ARB (angiotensin receptor


blocker) calcium channel blockers, atau antagonis
adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.

INDIKASI BIOPSI GINJAL


Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:

1. Pada presentasi awal


Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari

16 tahun
Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten

atau kadar komplemen C3 serum yang rendah


Hipertensi menetap
Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh

hipovolemia
Tersangka sindrom nefrotik sekunder

2. Setelah pengobatan inisial


a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklospori

Komplikasi utama SN adalah infeksi.


Hipovolemia dapat terjadi akibat diare atau penggunaan

diuretik.
Hilangnya faktor koagulasi, antitrombin dan plasminogen

dapat menyebabkan keadaan hiperkoagulasi dengan resiko


tromboemboli (TE).
Pemberian warfarin, lovenox, aspirin dosis rendah atau

dipiridamol dapat meminimalkan risiko pembentukan


trombus pada pasien SN yang memiliki riwayat TE atau
berisiko tinggi untuk terjadi TE.
Keadaan hiperlipidemia juga meningkatkan risiko

peningkatan arterosklerotik.

Kebanyakan anak dengan SN mengalami remisi.


Hampir 80% anak dengan SNKM mengalami relaps didefinisikan sebagai

proteinuria masif yang menetap selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.


Proteinuria transien (kurang dari 3 hari) dapat terjadi bila terdapat infeksi dan
tidak termasuk relaps.
Terapi steroid efektif untuk mengatasi relaps.
Pasien yang sensitif steroid berisiko rendah mengalami gagal ginjal kronik.
Pasien dengan GSFS (glomerulonefritis fokal segmental) mulanya memberikan
respons terhadap terapi steroid, namun kemudian menjadi resisten.
Pasien dengan GSFS dapat berkembang menjadi gagal ginjal terminal.
Pada anak yang menjalani transplantasi ginjal, rekurensi GSFS berkisar 30%.
Buruk untuk nefrotik sindrom kongenital, pada dalam 2-18 bulan akan terjadi
kematian karena gagal ginjal
Baik untuk anak dengan kelainan minimal glomerulus karena kebanyakan
anak respon tehadap terapi steroid
Kematian pada pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan
komplikasi ekstra renal.

1. Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric Nephrology. Edisi 5, hal 575 - 86, 2004.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, et al. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial, edisi 6. Singapura : Elsevier, 2011: 658-659, 660.
3. Albar H. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal Pada Anak Dalam Sari
Pediatri, Juni, 2006; 18(1): 608.
4. Makalah Sindrom Nefrotik pada Anak [internet] . Tersedia di URL:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-rachmiinsa-5118-2bab2.pdf .
5. Ngastiyah. Sindrom Nefrotik dalam buku Perawatan Anak Sakit. Jakarta, 1997 :
304-310.
6. Trihono PP; Alatas H; Tambunan T; Pardede OS. KONSENSUS TATA LAKSANA
SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK, Ed.2. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2008: 1, 2-3, 3-20.
7. Wirya W.IGN: Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom
nefrotik primer pada anak di Indonesia. Disertasi, FKUI. Jakarta 14 Oktober 1992.
8. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line][(20) :screen] Tersedia di :
URL.http/www emedicine.com/PED/topic1564,htm.2009.
9. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua.Jakarta: Ikatan Dokter
AnakIndonesia; 2002. hal 832-834
10. Wirya IGN W, Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi
Anak, Ed 2. Jakarta :Balai penerbit FKUI, 2010 :383-388, 389-390.

11. Sunaryanto A. 2009 Responsi Kasus Sindrom Nefrotik


[internet]. Tersedia di : www.artikelkedokteran.com
Artikel Kedokteran
12.Makalah Sindrom Nefrotik [internet]. 2008 Tersedia di :
http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/sindrom-nefrotik.html
13. Handayani I, Rusli B, HardjoenoIndonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory : . GAMBARAN KADAR
KOLESTEROL, ALBUMIN DAN SEDIMEN URIN PENDERITA ANAK
SINDROMA NEFROTIK . Vol 13, No 2, Maret 2007: 49-52
14.Praba AP, Wahyudi AP, Lestari PA. Sindrom Nefrotik. [interet].
2005.Tersedia di : http://id.scribd.com/doc/79412497/SindromNefrotik-Barry-Anton-Puri
15. ISKDC. The primary nephrotic syndrome in children.
Identification of patients with minimal change nephrotic
syndrome from initial response to prednisone. J Pediatr
1981;98:561-64

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai