Anda di halaman 1dari 8

ABSES OTAK

Definisi
Abses otak (AO) didefinisikan sebagai infeksi fokal di dalam parenkim otak,
yang dimulai sebagai serebritis yang terlokalisir, yang kemudian berubah menjadi
kumpulan pus dikelilingi kapsul.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut
dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi
pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses
yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,
pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di
lobus otak.
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci (viridians,
pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif,
Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium
spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa,
Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis,
Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan
abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor
lingkungan.
1. faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan
umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke
otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
2. faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis
bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan
faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat
menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system
limfoid atau retikuloendotelial.
3. faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi
di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada
daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi
nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.
Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula
abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif
terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa
milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO
dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan
plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan
meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh
darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut
cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena
pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel
radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast
mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema
otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah
memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar,
dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah
anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar
otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis
sebagai berikut:
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.

Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi


meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang
berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO
lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.

Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala gejala peninggian tekanan
intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses
otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi,
peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya
terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat
terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan
koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang
sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk
melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.
Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang
mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga
dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga
tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak,
ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
darah.. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran
yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit
pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila terjadi
perforasi dalam ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat
pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini
tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk
mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal
yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.
Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan
arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi
mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT
scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi
abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak
yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain
mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.
Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis
yang lebih cepat juga lebih akurat.
Gambaran CT-scan pada abses :
 Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
 Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona
central inflamasi.
 Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi
pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran
ring enhancement.
 Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses)
yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur
diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses
serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu
abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor
(glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma,
metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya
3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul
bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya
vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya
berkembang di medial.

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density
tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas
Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Secaraumum pemilihan rejimen antibiotikabempirik sebagai pengobatan first
line abses otak didasakan atas sumber infeksi:
- Peluasan langsung dari sius, gigi, telinga tengah: Penicillin G + Metronidazole
+ sefalosporin gen III
- Penyebaran via hematogen atau trauma penetrasi kepala: Nafcillin +
Metronidazole + sefalosporin gen III
- Post operasi: Vancomycin (untuk MRSA) + Ceftazidim atau Cefepim
(pseudomonas)
- Tidak dijumpai faktor predisposisi: Vancomycin + Metronidazole +
sefalosporin gen III
Nama obat Dosis
Cefotaxime 3-4 x 2 gram
Ceftriaxone 1-2 x 2 gram
Cefepime 2-3 x 2 gram
Metronidazole 4 x 500 mg
Penicilin G 4 x 6 juta unit
Meropenem 3 x 1-2 gram
Vancomycin 2 x 1 gram

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat


mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan
kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana
terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai
10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses
melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu
lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy.
Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi
yang lebih luas digunakan eksisi.
Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses otak diindikasikan untuk:
- Lesi dengan diametes > 2,5 cm
- Terdapat efek massa yang signifikan
- Lesi dekat ventrikel
- Kondisi neurologi memburuk
- Setelah diterapi 2 minggu abses membesar, tau setelah 4minggu abses tidak
mengecil

Terapi medikamentosa saja tanpa tindakan operatif dipertimbangkan pada


kondisi seperti berikut:
- Abses tunggal, ukuran dari 2 cm
- Abses multipel yang lokasinya sulit dijangkau
- Keadaan kritis, pada stadium akhir

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya


terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus
per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas
pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).

Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
5. Abses berulang
6. Kejang

Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan
berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang
tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan
tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel,
kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling
tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas
nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.

Anda mungkin juga menyukai