Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA CEREBRAL ABSES DI

RUANGAN TERATAI RSUD UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH :
NAMA : SIGITRO KEDO
NIM : 10323050

CI LAHAN CI INSTITUSI

Maswiyah. S,Kep., Ns Ns. Andi herman,S.Kep.M.Kep


NIP.198009102003122006 NIK,20230901171

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023
1. PENDAHULUAN
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh.
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau kapsul,
oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah nanah
menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali proses
enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk menjangkau
penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan bakteri-bakteri
yang terdapat dalam nanah.
Abses harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi
nanah di dalam kavitas yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan abses
mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas yang baru terbentuk melalui
proses terjadinya abses tersebut.
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi
lain yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi,
yakni: kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri
(dolor), dan hilangnya fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan solid, tetapi
paling sering terjadi pada permukaan kulit, pada paru-paru, otak, gigi, ginjal, dan
tonsil. Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau
jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren).
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik.
Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah,
debridemen, dan kuretase.
Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya,
utamanya apabila disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus
diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong
dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgesik dan mungkin
juga antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan
apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap
nanah yang lebih lunak. Hal ini dinyatakan dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus,
ibi evacua.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis,
tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang
perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat dilakukan dengan memposisikan
penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui saluran
pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak
dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus,
antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.
Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA)
yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif.
Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik
lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.

2. ANATOMI FISIOLOGIS SISTEM


Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume
sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia
bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia.
Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf
didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan
mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.
Pembagian otak.
 ANATOMI
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
3. Rhombencephalon - Otak belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
 FISIOLOGI
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf,
yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah.
Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua
kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh
darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi
ruang subaraknoid.
Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan
yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut
adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel
membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses
patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi
peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi
serebral yang terganggu.
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu
menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan
saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat
menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang
dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh
darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam
T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan
kerusakan structural pada pembuluh darah

3. PENGERTIAN
Abses otak / abses serebri adalah proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungi dan protozoa atau Abses otak adalah suatu proses infeksi yang
melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau
melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah
spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%.
4. KLASIFIKASI
 Stadium serebritis dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)

 Stadium serebritis lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)


 Stadium pembentukan kapsul dini/ EARLY CAPSULA FORMATION (hari
ke 10-14)
 Stadium pembentukan kapsul lambat/ LATE CAPSULA FORMATION
(setelah hari ke 14)

5. ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri, jamur
dan parasit.Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli
dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan
otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis
penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan
Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering
merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik
umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab abses otak antara lain
Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan abses otak secara hematogen.
6. PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus.
Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh
otak dan bisa timbul meningitis.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus
infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara
langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh
penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada
pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya
berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.Abses otak bersifat
soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung
bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik
selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang
sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan
terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka
bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke
dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada
umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga
abses otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang
difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan
kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi
sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi
lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada
lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
7. TANDA DAN GEJALA

1. Gejala Infeksi pada umumnya : Demam, malaise, muntah nyeri kepala


2. Terjadi peningkatan tekanan intracranial : nyeri kepala hebat, muntah-muntah,
penglihatan kabur dan pada pemeriksaan funduskopi tampak adanya papil edema
3. Kejang - kejang
4. Gejala fokal yang terlihat pada abses otak Lobus :
5. Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil
keputusan, Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang
6. Temporalis tidak mampu menyebut objek; tidak mampu membaca, menulis
atau, mengerti kata-kata; hemianopia.
7. Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal,
hemianopia homonim, disfasia, akalkulia, agrafia. Serebelum sakit kepala
suboksipital, leher kaku, gangguan koordinasi, nistagmus, tremor intensional.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Pemantauan nilai Glasgow Coma Scale/ GCS


 Foto rontgen untuk mencari kemungkinan fokus infeksi foto tengkorak untuk
mencari tanda-tanda TIK juga mencari sumber infeksi
 USG
 Angiografi, menentukan lokalisasi abses
 EEG. Memperlihat tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
 CT Scan
 MRI
 Laboratorium :
 Jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %)
 LED meningkat ; 45 mm/jam (75-90%)
 Pemeriksaan CSS/ Lumbal punksi tidak boleh dilakukan, karena dapat
menyebabkan herniasi otak secara cepat.
9. PENATALAKSANAAN
a. MEDIK

1. Menghilangkan proses infeksi, effek massa dan oedema terhadap otak


2. Pemberian Antibiotik yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8 minggu untuk
mengecilkan abses dan 10 minggu untuk menghilangkan effek massa dari
abses otak.
3. Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan peradangan
edema serebri.
4. Obat-obatan antikonvulsan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang

b. KEPERWATAN
Penatalaksaan Umum
 Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
 Terapi peningktan TIK
 Support fungsi tanda vital
 Fisioterapi
 Pembedahan
 Pengobatan
a. Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b. Glococorticosteroid: Dexamethasone
c. Anticonvulsants: Oilantin.
10 . PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Biodata :
Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, jamsostek
b. Riwayat Penyakit :
 Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran dan
mengalami kejang serta muntah.
 Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, penurunan
penglihatan, kelemahan ekstermitas, peninggian tekanan intrakranial serta
gejala neurologik fokal .
 Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
 -Riwayat penyakit keluarga : apakah dalam keluarga ada atau tidak yang
mempunyai penyakit infeksi paru – paru, jantung, AIDS
c. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum pasien : apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis,
TTV; TD, N, RR, S.(Suhu badan mengalami peningkatan 38-41°C)
 Kepala : bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan
rambut, ada lesi/tidak, ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami
cidera kepala
 Kulit : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan
ada/tidak, adanya lesi/tidak, oedema/tidak.
 Penglihatan : Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd
cahaya ada/tidak, kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada
ikterik/tidak, ketajaman penglihatan normal/tidak, (pupil terlihat unisokor
tanda adanya peningkatan TIK, oedema pupil, terdapat fotophobia )
 Penciuman : Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan
ada/tidak, ada polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada
peradangan.
 Pendengaran : Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak),
peradangan (ada/tidak), fungsi pendengaran(baik/tidak), ada serumen/tidak,
ada cairan purulent /tidak.
 Mulut:Bibir(warnanyapucat/cyanosis/merah),kering/tidak,pecah/
tidak,Gigi(bersih/tidak),gusi(adaberdarah/peradangan/tidak),tonsil(radang/
tidak),lidah(tremor/tidak,kotor/tidak),fungsi pengecapan(baik/tidak), mucosa
mulut(warnanya),ada stomatitis/tidak.
 Leher :Benjolan/massa(ada/tidak),ada kekakuan/tidak,ada nyeri
tekan/tidak,pergerakan leher(ROM):bisa bergerak fleksi/
tidak,rotasi/tidak,lateral fleksi/tidak, hiperekstension/tidak, tenggorokan:
ovula(simetris/tidak),kedudukan trachea(normal/tidak),gangguan
bicara(ada/tidak).
 Dada : Bentuk(simetris/tidak),bentuk dan pergerakan dinding dada
(simetris/tidak), ada bunyi/irama pernapasan seperti:teratur/tidak,ada cheynes
stokes/tidak,ada irama kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak,
ronchi/tidak, pleural friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah
dada/tidak, ada/tidak bunyi jantung seperti:
 BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan trikuspidalis,
 BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis,Bising
jantung/Murmur
 Abdomen : Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada
epigastrik/tidak,ada peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri tekan pada
daerah suprapubik/tidak,ada oedem/tidak
 Genetalia : Ada radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus
menstruasi teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
 Ekstremitas atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises
ada/tidak, tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda
infeksi(ada/tidak),ada kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam
gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak,
gangguan keseimbangan otot)
 kegiatan keagamaan secara rutin dan taat.
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran.
b) Perubahan perfusi jaringan otak bd. peradangan dan edema pada otak dan
selaput otak
c) Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
d) Nyeri bd. iritasi selaput dan jaringan otakGangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh bd. Ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.
e) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. ketidakmampuan
menelan, keadaan hypermetabolik.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran.
Intervensi Rasional
o Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, Memantau dan mengatasi
perubahan irama dan kedalaman, penggunaan komplikasi potensial.
otot bantu pernafasan.
o Atur posisi tidur semifowler Peninggian tempat tidur
memudahkan pernafasan, dan
meningkatkan ekspansi dada dan
meningkatkan batuk efektif.
o Ajarkan batuk efektif Resiko tinggi apabila tidak dapat
batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan nafas.
o Lakukan fisioterapi dada Terapi fisik dapat meningkatkan
batuk efektif
o Penuhi hidrasi cairan via oral dan pertahankan Pemenuhan cairan dapat
asupan cairan 2500ml/hari mengencerkan mucus yang kental
dan dapat memenuhi kebutuhan
cairan tubuh.
o Lakukan penghisapan lendir jalan nafas Penghisapan mungkin diperlukan
untuk mempertahankan jalan
nafas menjadi bersih.
b) Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan
selaput otak

Intervensi Rasional

o Monitor kesadaran klien dengan ketat Untuk mengetahui secara dini


perubahan tingkat kesadaran.
o Monitor tanda tanda TIK selama perjalanan Untuk mendeteksi tanda syok
penyakit( nadi lambat, TD Meningkat,
Kesadaran menurun, nafas irregular, reflek
pupil menurun)
o Monitor tanda vital dan neurologis setiap 5-30 Untuk memudahkan intervensi
menit. program pengobatan dan
perawatan lebih dini
o Hindari posisi tungkai di tekuk Untuk mencegah peningkatan TIK
o Tinggikan sedikit kepala secara hati-hati, cegak Untuk mencegah peningkatan TIK
gerakan secara tiba-tiba, hindari fleksi leher
o Bantu seluruh aktivitas dan gerakan klien Untuk mencegah regangan oto
yang dapat menimbulkan
peningkatan TIK
o Beri penjelasan keadaan lingkungan kepada Untuk mengurangi disorientasi
klien dan untuk klarifikasi persepsi
sensorik yang terganggu
o Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap Untuk merujuk ke rehabilitasi
gangguan motoric, sensorik dan intelektual

c) Hypertermi b/d. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.

Intervensi Rasional
Kaji saat timbulnya demam. Untuk mengidentifikasi pola
demam pasien.
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, Tanda vital merupakan acuan
pernafasan) setiap 2 jam. untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
Anjurkan pasien untuk banyak minum (2.500 – Peningkatan suhu tubuh
3.000 ml/24 jam.) mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
Berikan kompres hangat. Dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu
tubuh.
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan Pakaian tipis membantu
pakaian yang tebal. percepatan penguapan tubuh.

d) Nyeri bd. proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi, iritasi selaput dan
jaringan otak.

Intervensi Rasionalisasi
Buat lingkungan ruangan yang aman dan Mengurangi reaksi terhadap
nyaman rangsangan eksternal, dan
menganjurkan agar klien dapat
beristirahat.
Berikan kompres dingin pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah otak
Pantau skala nyeri Untuk memonitor proses penyakit

Lakukan manajemen nyeri dengan metode Memutuskan stimulasi sensasi


distraksi dan nafas dalam nyeri
Lakukan gerak aktif dan pasif secara hati-hati Membantu relaksasi otot yang
mengalami ketegangan dan
menurunkan nyeri

e) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. ketidakmampuan


menelan, keadaan hypermetabolik.

Intervensi Rasionalisasi
Observasi turgor kulit Mengetahui status gizi klien

Lakukan oral hygiene Kebersihan mulut merangsang


nafsu makan
Observasi intake dan output Mengetahui kebutuhan dan
keseimbangan nutrisi
Observasi posisi dan keberhasilan sonde Untuk menghindari terjadinya
infeksi dan iritasi
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, Menentukan kemampuan klien
dan adanya secret dalam reflek menelan dan
mencegah terjadinya aspirasi
Auskultasi bising usus Menentukan respon pemberian
makanan dan mengevaluasi
kerusakan SSP
Timbang berat badan secara berkala Mengevaluasi efektifitas pemberian
asupan makanan
Posisikan kepala lebih tinggi pada waktu Menurunkan risiko regurgitasi dan
makan dan sesudah makan aspirasi

Letakkan makanan pada daerah mulut yang Menstimulasi sensorik pengindraan


tidak terganggu dan mencetuskan usaha untuk
menelan
Berikan makanan dengan perlahan pada Klien dapat berkonsentrasi pada
lingkungan yang tenang waktu makan tanpa adanya
gangguan dari luar.
Beri makanan setengah cair dan sedikit lunak Makanan lunak/cair mudah untuk
di kendalikan dalam mulut
Anjurkan klien menggunakan sedotan Mencegah tersedak dan
menguatkan otot wajah dan
kemampuan untuk menelan

b. KELABORASI DAN RASIONAL

Kelaborasi Rasional
Kolaborasi: Untuk menurunkan demam.
Dengan pemberian antipiretik

o Kolaborasi : Untuk menurunkan TIK


Pemberian steroid osmotic
Kolaborasi Untuk menurunkan rasa sakit.
Pemberian analgesic

Kolaborasi Memenuhi kebutuhan nutrisi


Pemberian cairan melalui intravena secara adekuat dan membantu
Pemberian makanan melalui NGT proses metabolisme
Memenuhi kebutuhan nutrisi
secara adekuat apabila klien tidak
mampu memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
c. EDUKASI DAN RASIONAL

EDUKASI RASIONAL
o Beri penjelasan keadaan lingkungan kepada Untuk mengurangi disorientasi
klien dan untuk klarifikasi persepsi
sensorik yang terganggu
DAFTAR PUSTAKA

Adril Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4.
Desember 2015; http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591

Arif Muttaqin, 2016, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Judith M. Wilkinson, 2014, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC


http://subetesokoni.blogspot.com/2014/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
Kamaluddin, M. Totong, Abses Otak,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.htm

Anda mungkin juga menyukai