Pembimbing :
dr. Christina Aritonang, SpN
Disusun oleh :
Veronica Lusiana Sinurat
1765050185
PENDAHULUAN
neurologi. SOL pada sistem saraf pusat (SSP) memberikan perjalanan klinis yang
dinamis dan fluktuatif yang dipengaruhi oleh cairan serebrospinal, jaringan otak
dan darah. Tekanan ini dinamik dan berfluktuatif secara ritmis mengikuti siklus
jantung, respirasi, dan perubahan proses fisiologis tubuh; secara klinis bisa diukur
perubahan fisiologis dan patologis ruang dalam tengkorak dari waktu ke waktu,
intrakranial.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SOL dapat juga disebut sebagai lesi desak ruang. Adanya proses desak
kesadaran, dilatasi pupil, kejang fokal atau umum, dan edem papil. Demam yang
berlangsung lama dicurigai ke arah abses otak, sedangkan tak adanya demam
Proses desak ruang pada daerah supratentorial akan memberikan gejala berupa
kalosum); gangguan sensasi, kebingungan kiri atau kanan, sensorik atau motorik
desak ruang pada daerah infratentorial akan memperlihatkan gejala paresis saraf
kranialis III – XII, gangguan motorik dan sensorik, gerak bola mata, penurunan
kesadaran, tremor, dilatasi pupil (daerah batang otak); jalan ataksik, tremor
dinamis dan fluktuatif yang dipengaruhi oleh cairan serebrospinal, jaringan otak
dan darah. Doktrin Monro-Kellie menyebutkan bahwa otak, darah, dan cairan
normal, peningkatan ukuran lesi massa yang tumbuh dapat dikompensasi dengan
yang membuat tekanan intrakranial stabil, bervariasi sekitar 1 mmHg pada orang
Valsava, dan komunikasi dengan pembuluh darah (sistem vena dan arteri). TIK
diukur pada saat istirahat, biasanya 7-15 mmHg untuk dewasa terlentang.5
Perubahan TIK dikaitkan dengan perubahan volume dalam satu atau lebih
bersama dengan duramater relatif inelastis, membentuk sebuah wadah yang kaku,
sehingga peningkatan apapun dari otak, darah, atau CSS akan cenderung
meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). Selain itu, setiap peningkatan salah satu
TIK.5
setiap kompartemen otak. Ketika tekanan di salah satu kompartemen lebih rendah,
kesadaran pada pasien jarang karena fungsi dari peningkatan TIK itu sendiri,
Ada beberapa jenis SOL yang dapat terjadi pada sistem saraf pusat: 6
mikroorganisme, abses kronik atau granuloma dapat terbentuk, dan lebih bersifat
Bacteroides.
Agen infektif mencapai otak secara hematogen atau ekstensi langsung dari
organ terdekat yang terinfeksi (sinus paranasal, telinga tengah). Kebanyakan abses
otak bacterial dalam hemisfer otak, terjadi pada lobus frontal atau temporal. Pada
massa. Pada negara-negara yang sering berternak domba sebagai aktivitas sehari-
klinis abses otak mirip dengan neoplasma otak, namun abses otak biasanya
berkembang lebih cepat.8
Nyeri kepala, tanda defisit neurologis fokal, dan kejang sering terjadi.
Demam dan rigiditas pada tengkuk pada umumnya terjadi hanya saat fase infeksi
ensefalitis awal, dan jarang terjadi pada abses otak yang sudah membentuk
kapsul. Diagnosis ini dapat dicurigai pada pasien dengan sumber infeksi yang
meningkat.
selulitis.
CT Scan kepala dengan kontras: massa hipodens dengan penyangatan
Terapi kausal:
gr/12 jam IV atau Cefotaxime 2 gr/8 jam iv)
− Metronidazole 500 mg/8
jam IV
dengan hasil tes sensitivitas kuman yang diisolasi dari abses atau dari
sumber infeksi. Jika hasil isolasi tidak ditemukan kuman penyebab, maka
Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter > 2,5 cm
Tumor otak adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem saraf
pusat baik primer maupun metastasis.10 Gejala yang timbul pada pasien dengan
kanker otak tergantung dari lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi
kepala hebat disertai muntah proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang,
Penurunan kesadaran
Kejang
Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada kanker
otak, khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau metastasis.
langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak, maupun mekanisme
operasi.
Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan tindakan
adjuvant pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah
Pilihan obat nyeri adalah analgesik yang tidak menimbulkan efek sedasi
atau muntah karena dapat mirip dengan gejala kanker otak pada umumnya.
badan perkali dengan dosis maksimal 4000 mg/hari, baik secara oral
mg/hari.
awal. Bentuk bangkitan yang paling sering pada pasien ini adalah
Oleh karena tingginya tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 66 tahun
No. RM : 00.06.79.09
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Cipinang
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen
Tanggal Masuk : 16 Juni 2019
II. Anamnesis
Alloanamnesis tanggal : 16 Juni 2019
Keluhan utama : Penurunan kesadaran
Keluhan tambahan : Gemetar pada kedua tangan dan kaki¸
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RS UKI dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari SMRS.
Pasien sebelumnya hanya terbaring di tempat tidur, namun sesekali masih
memberikan respon. Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya. Keluarga pasien
juga mengeluhkan kedua tangan dan kaki pasien gemetar, sudah sejak 1 bulan
yang lalu. Selain itu, selama 1 minggu terakhir pasien mengalami demam dan
batuk-batuk. Keluhan pasien bertambah berat sejak 1 hari yang lalu, dimana
pasien juga bicara meracau saat di jalan menuju ke RS. Nyeri kepala sebelumnya
disangkal, mual muntah sebelumnya disangkal, kejang disangkal, riwayat trauma
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
CKD on HD sejak Januari 2019
Riwayat diabetes mellitus
Riwayat sirosis hepatis
Riwayat CHF
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak diketahui
Riwayat Kebiasaan Pribadi : Restriksi cairan 800 cc
Status Generalis
Kepala : normocephali
Mata : CA -/-, SI -/-
Leher : JVP distensi (+)
Thoraks
Inspeksi : simetris
Palpasi : vocal fremitus simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : BND bronchial, rhonki +/+
Abdomen
Inspeksi : membuncit
Auskultasi : BU (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, undulasi (+)
Ekstremitas : edema (-), akral hangat
Status Neurologis
1. Rangsang Meningen
Kaku kuduk : (-)
Kernig : -/-
Lasegue : > 70o / > 70o
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : -/-
2. Nervus Cranialis
N. I : sulit dilakukan
N.II : sulit dilakukan
Nervus Cranialis
N.III, IV, VI : Sikap bola mata sulit dinilai
Pergerakan bola mata sulit dilakukan
Ptosis, nistagmus sulit dilakukan
Eksoftalmus/enoftalmus (-)
Diplopia sulit dilakukan
Deviasi konjugae (-)
Pupil bulat, isokor, 3mm/3mm
Refleks cahaya langsung +/+
Refleks cahaya tidak langsung +/+
Refleks akomodasi sulit dilakukan
N.V : Sensorik sulit dilakukan
Motorik sulit dilakukan
Refleks kornea (+)
Refleks maseter (-)
N.VII : Sikap wajah asimetris
Angkat alis +/+
Kerut dahi +/+
Menyeringai SNL mendatar di kanan
Kembung pipi sulit dilakukan
Rasa kecap sulit dilakukan
Fenomena Chovstek (-)
N.VIII : sulit dilakukan
N.IX,X: Arkus faring simetris
Palatum molle intak
Refleks faring (+)
N.XI : sulit dilakukan
N.XII : sulit dinilai
3. Motorik
Gerak tremor + +
+ +
Derajat kekuatan otot: lateralisasi dextra
Refleks fisiologis ++ ++
+++ ++
Refleks patologis Babinski +/+
Chaddock +/+
Trofi otot + +
+ +
Tonus otot +++ +++
++ ++
Cogwheel rigidity (+)
Klonus (-)
4. Koordinasi
Statis sulit dilakukan
Dinamis sulit dilakukan
5. Sensibilitas sulit dilakukan
6. Vegetatif
Miksi: anuria (+)
Kesan:
V. Diagnosis
Klinis : penurunan kesadaran + hemiparese dextra + tremor
Topis : hemisfer cerebri sinistra + ganglia basalis
Etiologi : susp SOL + Parkinsonism
Diagnosis banding :
- CVD non hemoragik
PH : 2
PH : 3
PH : 4
PH : 5
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis terhadap suatu lesi desak ruang sangat penting untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut yaitu herniasi batang otak. Pada kasus ini,
mengarah kepada adanya suatu lesi desak ruang. Jenis lesi desak ruang belum bisa
ditegakkan secara pasti karena perlu dilakukan CT brain dengan kontras. Namun,
CT brain dengan kontras juga tidak bisa dilakukan karena fungsi ginjal pasien
yang menurun.
Pada terapi yang diberikan kepada pasien, terdapat beberapa obat yang
belum sesuai dengan teori yang ada. Ketorolac yang diberikan sebagai anti nyeri
diberikan tramadol yang tidak memiliki efek nefrotoksik langsung dan aman bagi
ceftriaxone juga sudah tepat diberikan kepada pasien sesuai dengan teori.
obatan steroid seperti deksametason, namun pada kasus ini pasien tetap diberikan
Lesi desak ruang pada pasien ini diduga adalah suatu abses serebri dengan
diagnosis banding tumor otak. Abses serebri sesuai dengan perjalanan klinisnya
dalam 1 minggu pertama, pasien mengalami tanda infeksi seperti demam dan
batuk, didukung dengan bunyi rhonki pada auskultasi, dan gambaran pneumonia
dd/ TB paru pada foto thorax. Selain itu, pasien juga mengalami penurunan
meningkat.13 CT brain tanpa kontras tidak menunjukkan lesi abses yang jelas,
otak menunjukkan gejala progresif lambat, sedangkan pasien ini mengalami gejala
Pada perawatan hari ke-5, pasien apneu pada pagi hari. Kemungkinan
penyebab kematian pasien adalah toksin pada tubuh pasien akibat sepsis dan
kadar ureum yang tinggi. Hal ini terlihat dari hasil laboratorium pasien yaitu
analisis gas darah, darah perifer lengkap, dan kadar ureum creatinin. Selain itu,
8. Jerome BP, Clifford BS, Nicholas DS. Spesific Causes of Structural Coma.
Plum and Posners: Diagnosis of Stupor and Coma. 2007;4: 95-142.
12. Phuong CT, Pham ET. Pain management in patients with chronic kidney
disease. NDT. 2009; 67-75.