LUKA BAKAR
Disusun Oleh:
Della Ihsanti Kusnadi / 12100115019
Nurmala Mulyanawati / 12100115048
Perseptor :
dr. Aryanto. Z. Habibie, Sp.BP
BURN INJURY
Definisi
Suatu bentuk kerusakan / kehilangan jaringan yg disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
Epidemiologi:
Menurut SGH ( Singapore General Hospital ) burn centre pada tahun 1997-2003
terdapat 2019 pasien luka bakar, dimana pertahun sekitar 288 pasien (0,007/1000 total
populasi)
11.5% pasien dengan luka bakar TBSA 10%, 70,7% dengan TBSA 30% dan 8.2%
pada sisanya
Etiologi
Penyebab burn injury:
1. Thermal
Scald burns
Flame burns
o
o
Flash burns
o
Sering terjadi ; oleh ledakan dari natural gas, propane, butane, petroleum distillates,
alcohol, dan cairan lainnya yang mudah terbakar.
Biasanya luka bakar tidak terkena pada seluruh tubuh karena terlindungi oleh pakaian.
Contact burns
o
Tubuh kita (kulit) kontak dengan logam panas, plastic panas, glass panas, batu bara.
o Contoh ; pada saat memasak terkena panic yang panas, kompor, oven.
o Banyak terjadi pada orang-orang industry / ibu rumah tangga, pengendara sepeda
motor yang terkena kenalpot motor.
2. Non thermal
Kimia injury
o
Kontak langsung dengan substance yang toxic pada kulit, respiratory tract, system
pencernaan. Bahan kimia ; acid, alkali, organic agent.
Electric burns
Karena konduksi electric ke tubuh, jaringan tubuh menjadi panas, pada
Radioactive injury
o
Patofisiologi
Burn injury yang melebihi 20% dari TBSA pada orang dewasa termasuk kedalam kategori major
burn injury dan biasanya berhubungan dengan massive evaporative water loss dan aliran dari
sejumlah besar cairan dan elektrolit ke jaringan, yang bermanifestasi sebagai generalized edema
dan circulatory hypovolemi
Pada major burn injury, systemic pathophysiology yang terjadi memerlukan intervensi terapeutik
untuk mempertahankan kehidupan. Konsekuensi fisiologis akut berkisar pada life threatening
hypovolemic shock yang terjadi sehubungan dengan gangguan selular dan immunologis pada
jam-jam awal injury. Burn shock merupakan kondisi yang terdiri dari komponen hypovolemic
cardiovascular dan komponen selular. Hypovolemia yang berhubungan dengan burn shock
adalah sebagai akibat dari massive fluid loss dari circulating blood volume. Kehilangan cairan
yang banyak ini disebabkan oleh meningkatnya permeabiliatas kapiler yang berlangsung kira-
kira 24 jam setelah burn injury. Fluid resuscitation merupakan pemberian dari intravenous fluid
seperti lactated Ringer solution, sebagai usaha untuk mengembalikan circulating blood volume
selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Selain hypovolemia, hampir semua system
organ juga terpengaruhi. Cardiac contractility juga menurun selama periode resuscitasi 24 jam
awal dengan shunting of blood keluar dari liver, kidney, dan gut. Hal ini biasa diistilahkan
dengan ebb fase sebagai respons terhadap trauma dan juga terlihat pada injury yang lainnya.
Volume darah normal tidak langsung menjadikan pengembalian cardiac output normal karena
adanya fenomena yang dikenal sebagai myocardial depression. Penurunan dari perfusion of
viscera mengakibatkan penurunan fungsinya, sebagai contoh adalah menurunnya gut barrier
function.
Metabolisme selular juga terganggu karena burn injury yang ada mengakibatkan perubahan dari
permeabilitas membran serta hilangnya homeostasis elektrolit normal. Gangauan selular ini
dapat merupakan proses patofisiologi yang bertanggung jawab pembentukan burn shock. Ada
banyak circulatory factor dalam burn serum yang memainkan peranan dalam proses-proses
selular ini, walaupun respon sistemik dan cardiovascular ini sukar untuk dihubungkan dengan
respon selular.
Manifestasi klinis dari burn shock merupakan akibat dari hilangnya cairan extracellular pada
tempat terjadinya burn injury. Hypovolemia dan mediator-mediator lokal lainnya pada burn
injury seperti halnya systemic signal, berakibat pada perubahan fingsi selular di keseluruhan
tubuh. Pengembalian volume intavascular normal dengan saline solution atau colloid
material (contohnya albumin, darah, atau dextrans) tidak mengembalikan perubahan seperti
peningkatan pulmonary vascular resistance atau myocardial contractility. Bukti-bukti dari
hubungan ini dapat direfleksikan dari menurunnya cardiac output yang sangat tajam yang
mengakibatkan inadequate perfusion dari hampir keseluruhan jaringan pada tingkat kapiler,
yang merupakan ciri khas dari burn shock. Penyebab lainnya juga telah diperkirakan, yaitu
adanya reactive oxygen radical yang menyerang membran sel dan organel subselular lainnya
sebagai hasil dari first ischemia dan kemudian reperfusion of tissue selama burn shock dan
resuscitasi. Faktor ketiga kemungkinan adalah tingkat dari nitric oxide setelah burn injury,
yang mempunyai direct myocardial depressant effect.
Kriteria yang paling dapat dipercaya untuk adequate resuscitation of burn shock adalah urine
output. Mekanisme kompensasi terhadap hypovolemic shock dapat menurunkan atau
menghentikan urine output sebagai sebagai usaha untuk mempertahankan volume sirkulasi.
Titik akhir dari burn shock adalah ketika terpeliharanya urine output untuk 2 jam dengan
kecepatan pemberian intravenous fluid sebanding dengan individuals calculated
maintenance rate. Setelah burn shock berakhir, pemberian fluid tetap pada volume sirkulasi
dan direfleksikan oleh peningkatan urine output. Mekanisme dimana terjadi pegembalian
integritas kapiler belum diketahui, tetapi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah burn injury.
Setelah pasien mencapai titik akhir dari burn shock, istilah yang dipergunakan untuk
menjelaskan status vascularnya adalah capillary seal.
Metabolic response
Perubahan metabolik yang terjadi setelah burn injury dideskripsikan pada tahun 1967 oleh
Welt dan dikenal sebagai sick cell syndrome. Hal ini merupakan suatu gangguan cell
membrane
transport
yang
berhubungan
dengan
steady
state
composition
yang
karakteristiknya adalah tingginya konsentrasi interselular dari sodium. Disfungsi selular dari
burn injury meluas jauh ke transmembrane potential disruption dan sodium-potassium pump
impairment yang mencakup hilangnya intracellular magnesium dan phosphate dan
meningkatnya kadar serum lactic dehydrogenase (LDH). Gangguan-gangguan dari fungsi
dasar selular ini kemungkinan merupakan penyebab dari menurunnya membrane potential.
Reaksi metabolik terhadap stress dari major burn injury melibatkan respons dari sympathetic
nervous system dan homeostatic regulator lainnya. Catecholamine ditemukan dalam jumlah
yang meningkat baik dalam serum maupun urine pada individu yang mengalami burn injury.
Kadar cortisol, glukagon, dan insulin meningkat, yang berhubungan dengan peningkatan
gluconeogenesis, lipolysis, dan proteolysis. Perubahan pada metabolisme lipid direfleksikan
sebagai peningkatan plasma free fatty acids (FFA) dan penurunan pada plasma cholesterol
dan phospholipid. Glucose dan lactate kinetics berubah pula setelah burn injury. Walaupun
tissue hypoxia memproduksi lactic acidosis, adanya adequate tissue perfusion menunjukkan
peningkatan kadar gluconeogenesis.
Burn injury menginduksi keadaan hypermetabolik yang menetap sampai wound closure.
Peningkatan kecepatan metabolik dengan burning size dapat digambarkan dengan hubungan
curvilinear, dengan konsumsi oksigen jarang melebihi 2x kadar basal. Evaporative water loss
dan surface cooling bukan merupakan primary stimulus untuk keadaan hypermetabolik,
tetapi hypermetabolik lebih mengacu ke peningkatan dan resetting dari thermal regulatory
set point. Ciri khas temperature 38,5 C biasa ditemukan. Reflex arc memobilisasi afferent
stimuli hormonal aau neuronal terhadap hypothalamus, dan memproduksi catecholamine
response yang secara klinik bermanifestasi sebagai hypermetabolism, hyperthermia, dan
hyperglycemia.
Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa keadaan burn sendiri secara langsung memediasi
respons terhadap injury baik pada tingkat lokal maupun sistemik. Cytokines, oxygen
radicals, chemotactic substances, dan eicosanoids berkontribusi terhadap systemic
inflammatory response dan hypermetabolic state. Inflammatory response terhadap wound
level berkembang menjadi generalized systemic inflammatory response yang biasanya
sangat mengganggu. Vasodilation, peningkatan permeabilitas kapiler, dan edema terjadi
untuk memfasilitasi penyembuhan dari area lokal. Distribusi dari sirkulasi perifer setelah
burn injury mentransportasikan baik panas maupun glukosa terutama ke tempat luka. Energi
yang diperlukan untuk proses transport dan perbaikan direfleksikan dengan peningkatan
metabolisme dan sirkulasi hyperdynamic.
Evaporative water loss yang sangat banyak yang terjadi pada burn tissue merupakan heat
consuming process, dan energi untuk evaporasi disediakan oleh peningkatan visceral heat
production. Sinyal untuk respons ini tidak diketahui karena individu dengan wound have
been denervated berlanjut mengalami posttraumatic hypermetabolic response. Perubahan
fungsi hypothalamus berakibat pada peningkatan dari kadar serum human growth hormone
(hGH) yang ditandai dengan hyperglycemia.
Bukti-bukti dari hepatic response terhadap burn injury dikarakteristikan oleh adanya
perubahan pada clotting factors. Keadaan hypercoagulable berkembang dan bermanifestasi
sebagai peningkatan konsentrasi plasma fibrinogen dan adanya perlambatan dari
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastic time (PTT)
Immunologic Response
Response immunologis terhadap burn injury berlangsung segera, periodenya memanjang dan
parah.
Hasil
dari
individu
yang
telah
bertahan
terhadap
burn
shock
adalah
Beberapa cytokines telah teridentifikasi pada immediate postburn period. IL-1 terdeteksi
pada serum individu dengan burn injury. Kadar IL-1 berkorelasi terbalik dengan burn
survival; kadar yang rendah biasanya berhubungan dengan mortalitas yang lebih tingi. Fatal
burn injury biasanya menunjukkan penurunan kadar IL-2, yang berakibat pada penurunan T
helper 1 (Th1) lymphocyte. Th1 cell memproduksi IL-2, interferon- dan TNE yang
membantu untuk menginisiasi cellular immunity dan produksi immunogloulin G (IgG). IL-4
meningkat setelah burn injury dan menyebabkan pergeseran pada produksi T helper cell
dari Th1 ke Th2. Th2 cell juga memproduksi sytokine dan antibody lainnya. Kadar IL-6
berkorelasi dengan luasnya burn injury. IL-6 bersama dengan platelet activating factor
mengaktivasi polymorphonuclear neutrophils, yang menyebabkan infiltrasi neutrophil ke
dalam burned tissue dan adhesi terhadap vascular endothelial surface. Burn blister fluid
mengandung sejumlah besar IL-6 dan IL-8 dan substansi-substansi lainnya seperti epidermal
growth factor, platelet-derived growth factor, dan transforming growth factors.
Aktivasi dari complement system pada injured tissue berakibat pada inflammatory response
yang disebabkan oleh pelepasan histamine dan serotonin oleh C3a dan C5a, karena baik
histamine maupun serotonin mengubah permeabilitas kapiler dan berpartisipasi pada
mekanisme dari burn shock bersama dengan linin polypeptide dan chemical mediator
lainnya.
Salah satu tujuan utama kulit adalah berfungsi sebagai barrier terhadap evaporative water
loss (EWL) dari tubuh. Dengan adanya major injury, kemampuan kulit untuk mengatur
evaporative water loss secara total terganggu.
Perhitungan dari jumlah fluid yang hilang oleh evaporative water loss mencakup kehilangan
dari semua sumber. Secara normal kulit merupakan sumber utama dari insensible loss (75%)
dan paru-paru merupakan sumber minor dari loss (25%) dengan total loss kira-kira mencapai
600-800 ml perhari. Terjadi perubahan dramatis dengan adanya burn, karena tidak hanya
adanya
peningkatan skin loss akan tetapi juga peningkatan pulmonary loss oleh
Burn Severity
Dibagi berdasarkan Total Bosy Surface Area (TBSA) ;
Size (ukuran).
Dinilai berdasarkan luas dari permukaan / area tubuh, dengan menggunakan perhitungan
Role of Nine dan Lund-Browder method.
Depth (kedalaman)
ketika jaringan dermai mati yang diangkat selepti dari permukaan setiap anggota tubuh
kemudian bertemu dengan sel sel tetangganya kemudian membentuk yang baru, epidermis
rapuh, tipis dan scarred dermai bed
Penyembuhan
o
Dalam 3 minggu - tanpa hypertropic scarring/ gangguan f(x), walaupun lama lama2
pigmentary berubah
Burn depth: bergantung dari sumber, ketebalan kulit, durasi contak, kemampuan tubuh/ kulit
terhadap panas.
Klasifikasi
^shallow burns
a. epidermis burn (1st degree)
hanya epidermis
tidak blister tapi kemudian menjadi erytemathous karena dermal vasodilatasi dan quite
painfull
contoh : sunburn
Blister tidak terjadi sampai beberapa jam setelah injury tetapi telihat setelah 12-24 jam
Ketika blisternya diangkat lukanya menjadi berwarna pink dan basah. Luka menjadi
hypersensitive dan pucat ketika di tekan
^Deep Burn
b. deep partial thickness (2rd degree)
ada blister
tapi permukaan luka biasanya menjadi mottled pink dan white colour, segera setelah
injury karena variasi suplai darah ke dermis (area white sedikit sampai tidak ada aliran
darah, area pink beberapa aliran darah)
Dapat menyembuhkan oleh wound contracture, / epithhelization from the wound margin,
skin grafting
Beberapa full karena air mendidih dan terlihat merah menjadi biasanya suka disamakan
dengan superficial partion tapi beda penekan luka tidak pucat
d.
4th degree
Tidak hanya lapisan kulit tapi juga subcutan fat dan struktur dibawahnya
Terlihat angus
Berdasarkan McChance
Jenis grade burns berdasarkan tingkat keparahannya ;
1. First degree burn
a. Rusak hanya pada epidermis.
b. Sakit ringan, erythema (redness), tidak melepuh (no blisters).
c. Fungsi kulit masih utuh.
d. Penanggulangan air dingin dapat mengurangi rasa sakit.
e. Penyembuhan 3-4 hari, terdapat flake.
f.
g. Skin graft perlu dilakukan untuk kesembuhan dan alasan kosmetik (meminimalisir
jaringan parut).
First Degree
Superficial
Thickness
Morphology
Kerusakan
hanya
pada
epidermis,
belum sampai
lapisan dermal /
subcutan.
Skin function
Intact (utuh) ;
Third Degree
Partial
Full Thickness
Kerusakan
pada
epidermis & beberapad
lapisan atas dermis.
Kerusakan
pada
epidermis, dermis, hanya
menyisakan kulit anggota
badan.
Kerusakan
pada
epidermis,
dermis,
lapisan
jaringan
subcutaneous, bisa
sampai ke otot dan
tulang.
Intact (utuh).
Intact
(utuh)
berkurang.
Tactile and
pain sensors
Masih
terpeliharan
ya
water
vapor.
Fungsi
barrier
bacteri
masih baik.
Intact (utuh)
tapi
Blisters
Terlihat setelah
24 jam pertama.
Karena terkena
sunburns,
exposure UV ;
local pain &
erythema
(karena
vasodilatasi
dermal),
2-3
hari sembuh.
Blister
jarang
;
biasanya lapisannya
flat, terjadi dehidrasi,
tissue paper mudah
terangkat.
Appearance
of
wound
after initial
debridement
Kemerahan-pucat,
permukaannya basah.
Bercak-bercak (mottled)
dengan area waxy white,
permukaannya kering.
bagian bawah.
basah lagi).
Healing time
3-5 hari.
30 hari-beberapa bulan.
Tidak
ada
penyembuhan,
karena daerah sudah
rusak
berat
dan
fungsi pada kulit
rusak.
Scaring
Tidak ada.
Dilakukan
skin
graft
;
untuk
meminimalisir
jaringan
parutnya
dengan melakukan
pembedahan
excision, dipengaruhi
oleh factor genetic.
1. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 10% TBSA, usia pasien <10 thn atau > 50 thn.
2. Luka bakar tingkat 2 dan 3, > 20% TBSA, usia pasien 10-50 thn.
3. Luka bakar tingkat 2 dan 3, dan ada luka yang mengenai wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum dan sendi utama.
4. Luka bakar tingkat 3, > 5% TBSA
5. Electrical burn
6. Chemical burn
7. Inhalation burn
8. Pasien luka bakar yang memiliki riwayat penyakit, sehingga membutuhkan perlakuan,
managemen khusus, dan memiliki resiko kematian lebih besar.
9. Pasien disertai fraktur
10. Luka bakar pada anak yang dirujuk ke RS tanpa personel dan peralatan untuk pediatric.
11. Luka bakar yang melibatkan aspek social dan emosional.
Trauma Inhalasi
Suara serak
Diagnosis
Hgb Level
CO High
Gejala
0-5
Nilai normal
15-20
20-40
40-60
60 or above
Meninggal
Obtunded
Treatment
Secepatnya gunakan high flow 100% oxygen untuk mengeluarkan carbon monoxide dari hemoglobin dan
diganti dengan oxygen.
Management
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Environme
nt
Lepaskan
pakaian
penderita
Bebaskan jalan
nafas
Berikan O2
Pantau TD dan
Nadi
Nilai adanya
trauma inhalasi
Kenali dan
atasi
keracunan CO
Pasang kateter
urin
Periksa luas
luka bakar
Periksan
sirkulasi
perifer(CRT)
Periksa adanya
trauma
penyerta lain
Resusitasi Cairan
Intubasi
Trauma inhalasi
Stridor
Luka bakar
yang
melingkari
leher
Nilai GCS
Fluid
Resusitasi
cairan sesuai
dengan luka
bakar
Jaga penderita
agar tetap
hangat
Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar serta mempunyai luas permukaan yang paling besar.
Kerusakan yang luas pada kulit akan mempengaruhi fungsinya.
Tujuan utama pengobatan luka pada luka bakar adalah memberikan perlindungan baru agar
fungsi-fungsi kulit tidak hilang secara menyeluruh. Perlindungan ini, terutama terhadap infeksi
dan suhu dingin.
Pada luka bakar derajat I & II diharapkan regenerasi spontan dari epitel, maka yang terpenting
adalah menjaga kebersihan luka atau mencegah infeksi. Pada luka bakar derajat II yang
terpenting adalah membuang jaringan mati, menutup lukka dengan tandur kulit atau grafting skin
disamping pencegahan infeksi.
Luka bakar akibat panas api yang tidak kotor tidak perlu dibersihkan. Bulla dibiarkan utuh,
cairan didalamnya disedot atau insisi. Bila tertahan oleh bahan kimia maka luka dicuci dengan
air bersih sebersih-bersihnya. Hindarkan pemakai heksaklorofen karena bahan ini akan diserap
melalui luka sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan gejala
neurologis.
Pada luka bakar derajat III yang melingkari anggota gerak terdapat bahaya penekanan (efek
turniket) oleh eskar yang kurang elastis. Konstriksi ini akan menimbulkan statis aliran vena dan
bila edema berkembang lebih jauh dapat terjadi gangguan sirkulasi arteri.
Dilakukan untuk luka bakar yang dalam (deep partial-thickness & full thickness burn), eschar
diangkat dengan surgical dan lukanya ditutup dengan tehnik grafting. Dengan kecenderungan
untuk membuang eschar secepatnya maka luka terbuka yang dihasilkan sangat peka terhadap
infeksi, juga penguapan air dan kehilangan energi menjdai berlebihan, oleh karena itu penutupan
luka dengan tehnik grafting sangat diperlukan. Tetapi sering mendapatkan kesulitan dalam
mendapatkan autograf pada luka bakar luas.
Eksisi eschar sebaiknya sedini mungkin mumgkin sebelum eschar banyak ditumbuhi bakteri.
Kalau pasien telah melampaui masa kritis dalam fase akut, biasanya pada hari ke 2-5 pasca
injury. Tetapi ada juga bisa waktu yang baik untuk melakukan E&G dalam 3-7 hari sampai
optimalnya 10 hari setelah injury. Penutupan luka dapat dikerjakanlangsung setelah eksisi atau
beberapa hari kemudian setelah pendarahan atau hematoma tidak akan menghambat skin graft.
Keuntungan :
lutut, pergelangan kaki, kaki, batang tubuh dan sisa anggota gerak lainnya.
Technical consideration
Dalam pelaksanaanya dibutuhkan monitoring yang baik, perawatan yang baik, terapi fisik,
dukungan nutrisi, aneshthesi dan dokter 24 jam.
Prosedur eksisi dapat dilakukan setelah pasien stabil, biasanya dalam 1 minggu injury dan
lukanya harus cepat ditutup sebelum terjadi infeksi.
Prinsip : mengeksisi lapisan luka pada sudut tangential di permukaan sampaidicapainya jaringan
yang masih bisa hidup.
Pengankatan luka bakar dapat dilakukan dengan berbagai instrument, biasanya hand
dermatomes.
Secara relative luka bakar dangkal dan moderate akan berdarah cepat dari ratusan kapiler setelah
teriris.
Jika tidak berdarah cepat di kedalaman yang sama, pengirisan dilakukan lebih dalam sampai
dasar dermis atau subcutaneous fat sampai berdarah cepat.
Jika inspeksi pada dasar dermis menampakkan abu-abu atau tumpul agak putih dan berkilau,
atau terlihat adanya trombosed vessel, eksisi harus lebih dalam lagi.
Pendarahan dikontrol dengan sponge yang direndam dalam 1:10000 larutan epineprine.
Kerugian :
Waktunya lama
Early Reconstruction
E&G, penutupan luka sebelum respon inflammasi terjadi maksimal pada localizd intense
cutaneous dan subsequentiy systemic.
Thick STSG (>0,0015inch) terlihat lebih bgus dari thin graft (<0,010inch)
Skin Substitutes
Langkah lanjut utama pada management luka bakar dengan artifisial skin.
Syarat :
siap tersedia
permanent
affordable / menghasilkan
normal pigmentasi
Dermal Substitutes
Kulit ini ada yang memproduksi sehingga dapat langsung digunakan pada pasien luka bakar.
Kulit ini, dengan prosedur skin graft akan membentuk neo-dermis. Ada 3 macam :
Alloderm,
Dermagraft, tersusun dari fibroblas neonatal manusia yang dikultur pada Biobrane
Integra,
Skin Grafting
merupakan proses penutupan luka secara sederhana.
Area yang luka dan luruh sebelumnya telah di excise surgical, dan diberi wound dress setiap hari
hingga siap dilakukan skin graft
Mengambil skin graft dengan menggunakan pisau biasanya dipaha tapi bisa juga pada tempat
lain.
Prioritaskan skin graft ini dilakukan pada tempat-tempat vital dahulu seperti di kelopak mata,
wajah, skull, leher, tangan dan genital.
Topical
Pastikan pasien memiliki keluarga atau kerabat yang akan membantu dalam kegiatan sehari-hari
pasien (seperti makan, kebersihan diri) juga membantu dalam proses penyembuhan misal
mengganti wound dressing setiap hari, minum obat dan fisioterapi sederhana
Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar tergantung:
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka
bakar: gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan
kontraktur.
Komplikasi:
1.
Keloid scar: spread past the original injury and begins to growth
2.
3.
Hypertropic scar: meninggi, scar kemerahan hampir mirip keloid tapi tidak
melebihi origin kulit.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Advance Trauma Life Support Student Course Manual Ninth Edition. 2012
6.
Song Ci, Chua A. Epidemiology of burn injury in singapure from 1997 to 2003. NCBI. 2005