LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Kurnia Juliarthi, S. Kep
NIM 132311101012
1. PENGERTIAN
Struktur akhir dari suatu abses adalah dibentuknya dinding abses, atau
kapsul, oleh sel-sel sehat di sekeliling abses sebagai upaya untuk mencegah
nanah menginfeksi struktur lain di sekitarnya. Meskipun demikian, seringkali
proses enkapsulasi tersebut justru cenderung menghalangi sel-sel imun untuk
menjangkau penyebab peradangan (agen infeksi atau benda asing) dan melawan
bakteri-bakteri yang terdapat dalam nanah.
Abses otak / abses serebri adalah proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi
bakteri, fungi dan protozoa atau Abses otak adalah suatu proses infeksi yang
melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
fokus yang berdekatan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau
melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah
spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25%. (Haslam, 2004)
Pembagian otak.
a. Anatomi
b. Fisiologi
3. KLASIFIKASI
Menurut Goodkin tahun 2004 klasifikasi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Stadium serebritis dini/ Cerebritis Early (hari ke 1-3)
b. Stadium serebritis lambat/ Cerebritis Late (hari ke 4-9)
c. Stadium pembentukan kapsul dini/ Early Capsula Formation (hari ke 10-
14)
d. Stadium pembentukan kapsul lambat/ Late Capsula Formation (setelah
hari ke 14)
4. ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri,
jamur dan parasit.Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya
berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal
dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob,
Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan
Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita
jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. Jamur penyebab
abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies
Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit
amuba usus dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. (Goodkin, 2004)
5. PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi
pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. (Robert, 2004)
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada
lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
3. Kejang - kejang
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemantauan nilai Glasgow Coma Scale/ GCS
c. USG
f. CT Scan
g. MRI
h. Laboratorium :
9. PENATALAKSANAAN
a. MEDIK
1. Menghilangkan proses infeksi, effek massa dan oedema terhadap otak
2. Pemberian Antibiotik yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8 minggu
untuk mengecilkan abses dan 10 minggu untuk menghilangkan effek
massa dari abses otak.
3. Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan
peradangan edema serebri.
b. KEPERAWATAN
Penatalaksaan Umum
1. Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
2. Terapi peningktan TIK
3. Support fungsi tanda vital
4. Fisioterapi (Mardjono, 2006)
10. KOMPLIKASI
Menurut Mardjono tahun 2006, abses otak menyebabkan kecacatan bahkan
kematian. Adapun komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrofesalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
A. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. PENGKAJIAN
a. Biodata
Identitas klien ;
usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS,
muntah.
Riwayat penyakit sekarang ;
demam, anoreksi dan malaise, penurunan penglihatan, kelemahan ekstermitas,
ada lesi/tidak,
Palpasi : ada nyeri tekan/tidak.
Kulit :
Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan
tidak, ada polip/ tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada peradangan.
Telinga :
Inspeksi : Bentuk daun telinga (simetris/ tidak), letaknya(simetris/ tidak),
peradangan (ada/ tidak), fungsi pendengaran (baik/ tidak), ada serumen/ tidak, ada
Gigi (bersih/ tidak), gusi (ada berdarah/ peradangan/ tidak), tonsil (radang/ tidak),
lidah (tremor/ tidak, kotor/ tidak), fungsi pengecapan (baik/ tidak), mucosa
tekan/ tidak, pergerakan leher (ROM): bisa bergerak fleksi/ tidak, rotasi/tidak,
(simetris/tidak)
Palpasi : ada/tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskutasi : ada bunyi/irama pernapasan seperti :teratur/tidak, ada cheynes
pulmonalis,Bising jantung/Murmur
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk(simetris/tidak), datar/tidak
Auskultasi : suara bising usus (hiperaktif/tidak)
Palpasi : ada nyeri tekan pada epigastrik/tidak, ada peningkatan peristaltic
gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak,
tidurnya.
6) Pola kognitif/ persepsi : Pada pasien dalam kasus abses serebri
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
adanya COPD
d. Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
- Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi
Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale;
berada di luar.
h. Parameter pada ventilator
- Volume Tidal
- Normal : 10 – 15 cc/kg BB.
- Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status
ventrikel.
e. Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar
3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
a. Tingkat kesadaran
b. Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi
respon motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
mortalitas (kematian).
h. Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien.
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
i. GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…
penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang
narkotik, heroin.
palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang
Penyebab lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat
kadar haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning)
aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
b. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
infeksi. Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat
darah otak)
c. Nyeri akut bd. iritasi selaput dan jaringan otak
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd. akumulasi secret, kemampuan batuk
tingkat kesadaran.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
makan
g. Kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi fisik
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan kesadaran
i. Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
j. Ansietas b.d ancaman kematian dan kurangnya pengetahuan keluarga
3. RENCANA DAN INTERVENSI
Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Goodkin HP, Harper MB, Pomeroy SL. 2004. Prevalence, Symptomps, and
Prognosis of Intracerebral Abscess. American of Pediatrics. Available
http://aapgrandrounds.aappublications.org accessed 1 Mei 2018
Hudak, Carolyn. M, Keperawatan Kritis, Alih bahasa Adiyanti Monica. E.D, edisi
6, volume 2, Jakarta, EGC, 1997.
Robert H.A. Haslam. 2004. Brain Abscess In Nelson Textbook of Pediatrics 17th
ed. USA: WB Saunders
Sjaifoellah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI,
1996.
Vander, et al. Human Physiology: the mechanism of body function.8th ed. The
McGraw-Hill: Companies; 2001