DI RUANG ICU
OLEH :
FAHIRA SYARIF
182431996
DI RUANG ICU
OLEH :
FAHIRA SYARIF
182431996
Mengetahui,
(…………………………….) (…………………………….)
I. Konsep Teori SOL Intranial
A. Pengertian
Istilah SOL (Space-occupying lesion) intrakranial merupakan merupakan
istilah yang digunakan untuk generalisasi masalah tentang adanya lesi misalnya
neoplama, baik jinak maupun ganas, primer atau sekunder, dan masalah lain
seperti parasit, abses, hematoma, kista, ataupun malformasi vaskular. Tumor-
tumor SOL intrakranial merupakan sekitar 9% dari seluruh tumor primer yang
terjadi pada manusia. Karena tumor-tumor ini berada pada sistem saraf pusat
maka tumor ini menjadi masalah kesehatan yang serius dan kompleks. Tumor-
tumor ini umumnya berasal dari bagian parenkim dan neuroepitel sistem saraf
pusat kecuali mikroglia dan diperkirakan sekitar 40%-50% SOL intrakranial
disebabkan oleh tumor (Butt, Khan, Chaudrhy, & Qureshi, 2016).
ICSOL (Intracranial Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi
masalah tentang ada lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial karena cranium
merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini
akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali,
komodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga kranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi dan gangguan sirkulasi darah otak dan
cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti
venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan
serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti di
atas (Jindal, Verma, Gupta, & Mital, 2016).
B. Etiologi
ICSOL (Intracranial Space-occupying Lesion) disebabkan oleh lesi
misalnya neoplama, baik jinak maupun ganas, primer atau sekunder, dan
masalah lain seperti parasit, abses, hematoma, kista, ataupun malformasi
vaskular, dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan
intrakranial yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pembengkakan pada otak dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal (Cross, 2013).
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di
otak diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor
dapat menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di
serebrum. Hal ini terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia, dan
juga terjadi akibat head injury.
Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga mekanisme yaitu vasogenik,
sitotoksik dan interstisial. Pada edema vasogenik terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah serebral akibat disfungsi sawar otak. Pada edema
sitotoksik terjadi jejas terhadap sel endotel, sel glia dan neuron pada otak. Pada
edema interstisial terjadi kerusakan pada ventrikel-ventrikel otak, sering
ditemukan pada kasus hidrosefalus (Cross, 2013; Jindal, Verma, Gupta, & Mital,
2016).
Pembengkakan fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau
neoplasma. Lesi menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan
meningioma juga meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai
space-occupying lesion (Cross, 2013).
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa
hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction atau dinding kista
berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa
timbul meningitis. Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala
terjadi berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
klien. Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh
tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan
kerusakan jaringan neuron.
Menurut Dewanto, George, Suwono, Riyanto, & Turana (2009) ada 2 penata
laksanaan yang dapat dilakukan untuk penyakit SOL yaitu :
1. Terapi suportif
Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan
fungsi neuroligik pasien. Terapi suportif yang utama digunakan adalah
antikonvulsan dan kortikosteroid.
a. Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda
seizure. Phenytoin (300-400mg/d) adalah yang paling umum
digunakan, tapi carbamazepine (600-1000mg/h). Phenobarbitol (90-
150mg/h) dan valproic acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi udem peritumoral dan emngurangi
tekanan intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilih karena aktifitas
mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari
16mg/h tetapi dosis ini dapat ditambah atau dikurangi untuk
mencapai dosis yang yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala
neurologik.
c. Manitol
Digunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
2. Terapi definitive
a. Pembedahan
Bertujuan mengurangi efek massa dan edema, melindungi dan
memperbaiki fungsi neurologis, mengurangi kejadian kejang,
menjaga alirana cairan serebrospinalis, dan memperbaiki prognosis
b. Terapi radiasi
Terapi radiasi mengantarkan radiasi yang mengionisasi sel-sel
tumor. Ionisasi ini merusak DNA seltumor dan menghentikan proses
pembelahan sel tumor dan menghentikan proses pembelahan
seltumor yang pada akhirnya mematikan sel tumor.
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan
tumor otak pada orang dewasa. Terapi radiasi adalah terapi
nonpembedahan yang paling efektif untuk pasien dengan malignant
glioma dan juga sangat penting bagi pengobatan pasien dengan low-
grade glioma.
c. Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan
pasien dengan melignant glioma. Kemoterapi tidak memperpanjang
rata-rata pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup tertentu
nampaknya bertahan lebih lama dengan penambahan kemoterapi dan
radioterapi. Kemoterapi juga tidak berperan banyak dalam
pengobatan pasien dengan low-grade astrocytoma. Sebaliknya
kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan
oligodendroglioma.
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pematauan
Informasikan
2) Informasikan hasil pemntauan, jika perlu
b. Gangguan rasa nyaman
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istrahat dan tidur
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Risiko cedera
Observasi
1) Identifikasi kebutuhan keselamatan
2) Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
Terapeutik
1) Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
2) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
3) Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
4) Lakukan program krining bahaya lingkungan
Edukasi
1) Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
d. Ansietas
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2) Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
1) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,jika kemungkinan
2) Pahami situasi yang membuat ansietas
3) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4) Motivasi mengindentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin di alami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan
prognosis
3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
4) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
PATHWAY
Idiopatik
Tumor otak
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI