Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

SOL (SPACE OCCUPYING LESION)

Disusun Oleh :

Mursidah, S.Kep
G1B218011

Dosen pembimbing:
Ns .Dini Rudini. S, Kep., M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
A. Definisi

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. (Suzanne dan Brenda G Bare. 1997:
2167). SOL disebut juga tumor otak atau tumor intracranial yaitu proses desak ruang yang
timbul didalam rongga tengkorak baik.(Satyanegara dalam aplikasi asuhan keperawatan).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh di otak,
meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik
ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang
terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh
sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak,
termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah
dan selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013). Kranium merupakan tempat yang kaku
dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial.
Suatu lesi yang meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak
dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.

B. Etiologi
Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu:
1. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.

2. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
3. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogenik sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik.

Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.
Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan sensori dan
motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-bagian berbeda-beda
dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya dengan mengidentifikasi fungsi yang
dipengaruhi oleh adanya tumor.

1. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah


laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan
kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

2. Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)

Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang sempoyongan


dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius (gerakan mata berirama
tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.

3. Tumor korteks motorik

Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana kejang


terletak pada satu sisi.

4. Tumor lobus frontal

Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan tingkah


laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan
kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.

5. Tumor intra cranial


Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan
gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering adalah
meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase serebral dari bagian
luar.

6. Tumor sudut cerebelopointin

Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala yang timbul
dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.

Gejala pertama :

 Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yanga mengarah
terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII / vestibulochorlearis / oktavus)
 Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan cranial ke
V/trigemirus)
 Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
 Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi
motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)
C. Patofisiologis
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau
melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal
terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi
ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. ( long,1996;193).
Abses otak (AO) dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat
pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada
lobus tertentu. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai
bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan
pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan
makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi
lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
WOC

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak


Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah jaringan

Kejang Gang.Neurologis Gang.Fungsi Gang.Perfusi Oedema


fokal otak jaringan

Defisit Disorientasi Peningkatan Hidrosefalus


neurologis TIK

Resti.Cidera Perubahan
 Aspirasi sekresi
proses pikir
 Obs. Jalan nafas
 Dispnea
 Henti nafas Bradikardi progresif, Bicara terganggu,
hipertensi sitemik, afasia Hernialis ulkus
 Perubahan pola
nafas gang.pernafasan

Ancaman Gang.Komunikasi Menisefalon


kematia verbal tekanan
Gang.Pertukaran
gas Cemas Mual, muntah,
papileodema, pandangan Gang.kesadaran

Gang. Rasa kabur, penurunan fungsi


nyaman pendengaran, nyeri
kepala

( Suddart, Brunner. 2001)


D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala umum:
a. Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk dan membungkuk.
b. Kejang.
c. Tanda-tanda peningkatan TIK: nyeri kepala, papil edema, muntah.
d. Perubahan kepribadian.
e. Gangguan memori dan alam perasa.

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :

a) Sakit kepala

b) Muntah

c) Papiledema

2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu sisi tubuh
( kejang jacksonian )

b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada


setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi
penglihatan.

c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan


jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata
berirama dan tidak disengaja )

d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah laku,
disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak teratur dan
kurang merawat diri

e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima), kelemahan
atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara


dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi
dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang


ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu
kejang (Doenges, 2000).

F. Penatalaksanaan

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan
kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan
sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan
memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan
neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian
(dekompresi).

1. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas. Antibiotik yang
dipakai: Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen (unipen). Bila telah
diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
2. Surgery : aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses. (long,1996;194)
3. Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa granuloma.
Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh dan
pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan
TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor yang secara
teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau
kemoterapi.
4. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum tulang autologi
intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi
radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan
sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
5. Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada
klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
6. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak
dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan pada
penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk
mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi
pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya
dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik dan
imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan
intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada area
pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :

1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi
mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1. Perubahan visual dan verbal
2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan
Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang terjadi
yaitu :
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum maka
akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan yang
sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan
ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.

2. Gangguan kognitif.

Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga
dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat, menilai,
orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone
melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi, dan penyakit
melemahkan system lain dalam tubuh.

4. Disfungsi seksual

a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas prolaktin yang
berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu
)
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan tingkat
kepuasan.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor, stidor/ ngorok,
ekspansi dinding dada.
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, dan
sianosis pada tahap lanjut.
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau atau
sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara yang cukup jelas dan
cepat adalah dengan metode AVFUAwake : A, Respon bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada
respon : U
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang mungkin
ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi inline harus
dikerjakan.

2. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Data fokus pengkajian
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada vasomotor).
7. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
8. Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
9. Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
10. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam keputusan,
afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
11. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12. Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah

13. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses
gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada
tengkorak / cedera kepala.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke jaringan otak.
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi.
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat tekanan pada
serebelum (otak kecil).
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.

Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan Perencanaan


keperawatan
Intervensi Rasional

1 Gangguan Setelah dilakukan a) Memantau status a) Pengkajian


perfusi perawatan selama neurologis dengan kecenderungan
jaringan 3x24 jam diharapkan teratur dan adanya perubahan
cerebral perfusi jaringan bandingkan tingkat kesadaran
berhubungn kembali normal dengan keadaan dan potensi TIK
dengan dengan kriteria hasil: normalnya seperti adalah sangat
kurangnya a) TTV normal GCS berguna dalam
darah ke b) Kesadaran menentukan lokasi,
jaringan pasien kembali penyebaran, luas,dan
otak seperti sebelum perkembangan dari
sakit kerusakan
c) Gelisah hilang b) Memantau b) Perubahan pada
d) Ingatanya frekuensi dan frekuensi dan
kembali seperti irama jantung disritmia dapat
sebelum sakit terjadi yang
mencerminkan
trauma atau tekanan
batang otak tentang
ada tidaknya
penyakit
c) Memantau suhu c) Demam biasanya
juga atur suhu berhubungan dengan
lingkungan sesuai proses inflamasi
kebutuhan. Batasi tetapi mungkin
penggunaan merupakan
selimut dan komplikasi dari
lakukan kompres kerusakan pada
hangat jika terjadi hipotalamus
demam
d) Memantau d) Hipertermi
masukan dan meningkatkan
pengeluaran, catat kehilangan air dan
karakteristik urin, meningkatkan resiko
tugor kulit dan dehidrasi, terutama
keadaan membrane jika tingkat
mukosa kesadaran menurun
e) Mengunakan e) Membantu dalam
selimut hipotermia mengontrol
peningkatan suhu
f) Kolaborasi f) Dapat menurunkan
pemberian obatse permebilitas kapiler
suai indikasi untuk membatasi
seperti steroid, pembentukan
klorpomasin, edema, mengatasi
asetaminofen menggigil yang
dapat meningkatkan
TIK, menurunkan
metabolism seluler/
menurunkan
konsumsi oksigen

2 Gangguan Setelah dilakukan a) Memberikan a) Menurunkan reaksi


rasa nyeri perawatan selama lingkungan yang terhadap stimulus
berhubung- 3x24 jam nyeri tenang dari luar dan
an dengan hilang dengan meningkatkan
peningkatan kriteria hasil : istirahat
TIK a) a. Nyeri hilang b) Meningkatkan b) Menurunkan
b) b. Pasien tenang tirah baring, bantu gerakan yang dapat
c) c. Tidak terjadi mual perawatan diri meningkatkan nyeri
muntah pasien
d) d. Pasien dapat c) Meletakkan c) Meningkatkan
beristirahat dengan kantung es pada vasokontriksi,
tenang kepala, pakaian penumpukan resepsi
dingin diatas mata sensori yang akan
menurunkan nyeri
d) Mendukung pasien d) Menurun kaniritasi
untuk menemukan meningeal dan
posisi yang resultan
nyaman ketidaknyamanan
lebih lanjut
e) Memberikan ROM e) Membantu
aktif/pasif merelaksasi
ketegangan otot yang
meningkatkan
reduksi nyeri
f) Mengunakan f) Meningkatkan
pelembab yang relaksasi otot dan
agak hangat pada menurunkan rasa
nyeri sakit
leher/punggung
yang tidak ada
demam
g) Kolaborasi g) Untuk
pemberian menghilangkan nyeri
obat analgetik yang hebat
seperti
asetaminofen,
kodein sesuai
indikasi
3 Gangguan Setelah dilakukan a) Mengkaji a) Menentukan
kebutuhan perawatan selama 3 kemampuan pasien pemilihan terhadap
nutrisi x 24 jam diharapkan untuk mengunyah, jenis makanan
berhubunga kebutuhan pasien menelan sehingga pasien
n dengan menjadi adekuat terlindungi dari
kurang dengan kriteria hasil: aspirasi
nutrisi a) a. Mual muntah b) Memberi makanan b) Meningkatkan
hilang dalam jumlah kecil proses pencernaan
b) b. Nafsu makan dan sering dan kontraksi pasien
meningkat terhadap nutrisi yang
c) c. BB kembali diberikan dan dapat
seperti sebelum sakit meningkatkan
kerjasama pasien
saat makan
c) Menimbang berat c) Mengevaluasi
badan keefektifan/
kebutuhan
mengubah
pemberian nutris
d) Kolaborasi dengan d) Merupakan sumber
ahli gizi yang efektif untuk
mengidentifikasi
kebutuhan
kalori/nutrisi

4 Gangguan Setelah dilakukan a) Memeriksa a) Mengidentifikasi


mobilitas perawatan selama 2 kembali kemungkinan
fisik x 24 jam kemampuan dan kerusakan secara
berhubunga diharapkan klien keadaan secara fungsional dan
n dengan dapat menunjukkan fungsional pada mempengaruhi
penurunan cara mobilisasi kerusakan yang pilihan intervensi
kesadaran secara optimal. terjadi. yang akan dilakukan.
akibat Kriteria hasil : b) Seseorang dalam
tekanan a) Klien dapat b) Mengkaji derajat semua kategori sama
pada meningkatkan imobilitas pasien. – sama mempunyai
serebelum kekuatan dan fungsi risiko kecelakaan
(otak kecil). tubuh yang sakit, namun katagori 2 – 4
b) Mempertahankan mempunyai resiko
integritas kulit dan terbesar untuk
kandung kemih dan terjadinya bahaya tsb
fungsi usus. sehubungan dengan
imobilisasi.
c) Perubahan posisi
c) Meletakkan pasien yang teratur
pada posisi menyebabkan
tertentu, ubah penyebaran terhadap
posisi pasien berat badan dan
secara teratur dan meningkatkan
buat sedikit sirkulasi seluruh
perubahan posisi bagian tubuh.
antara waktu
5 Gangguan Setelah dilakukan a) Memastikan atau a) Membantu pasien
persepsi perawatan selama 3 x validasi persepsi untuk memisahkan
sensori 24 jam diharapkan pasien dan berikan pada realitas dari
berhubunga penglihatan pasien umpan balik, perubahan persepsi,
n dengan kembali normal orientasikan gangguan fungsi
gangguan dengan kriteria hasil : kembali pasien kognitif dan atau
penglihatan Pasien dapat melihat secara teratur pada penurunan
dengan jelas lingkungan, dan penglihatan dapat
tindakan yang akan menjadi potensi
dilakukan terutama timbulnya
jika disorientasi dan
penglihatannya ansietas
terganggu
b) Membuat jadwal b) Mengurangi
istirahat yang kelelahan, mencegah
adekuat/periode kejenuhan,
tidur tanpa ada memberikan
gangguan kesempatan untuk
tidur REM
(ketidakadaan tidur
REM ini dapat
meningkatkan
gangguan persepsi
sensori
c) Memberikan c) Menurunkan fruktasi
kesempatan yang yang berhubungan
lebih banyak untuk dengan perubahan
berkomunikasi kemampuan /pola
dam melakikan respon yang
aktivitas memanjang
d) Merujuk pada ahli d) Pendekatan antar
fisioterapi disiplin dapat
menciptakan rencana
penatalaksanaan
berintegrasi yang
didasarkan atas
kombinasi
kemampuan/
ketidakmampuan
secara individu yang
unik dengan
berfokus pada
peningkatan
evaluasi, dan fungsi
fisik, kognitif, dan
perseptual.

DAFTAR PUSTAKA
1) Diagnosis Keperawatan NANDA. 2014. Jakarta: EGC
2) Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
3) Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
4) Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
5) Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit :
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6) McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
7) Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses Penyakit,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
8) Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai