Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung 24 jam atau lebih dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
selian vaskuler (Martini, 2014).
Stroke non hemoragik adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak akibat gangguan
suplay darah kebagian otak ( Brunner & Suddath: 2014). Stroke non hemoragik biasa disebut
dengan stroke iskemik atau emboli dan thrombus yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh
pembekuan darah atau gumpalan hasil terbentuknya thrombus (Nurarif, 2015).
B. Etiologi
Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh satu dari kejadian dibawah ini:
a. Thrombolisis
Pengumpulan thrombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endothelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk dan
membentuk plak didinding pembuluh darah menyempit (Black & Hawks, 2014).
b. Emboli cerebral
Yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui pembuluh darah
dibawa ke otak dan terjadi penyumbatan aliran darah bagian otak tertentu (Nuraruf, 2015).
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi penurunan aliran darah ke otak
yang disuplay pleh pembuluh darah yang menyempit. (Black & Hawks, 2014).
C. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragam tergantung dari arteri serebral yang
terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral, manifestasi klinis yang sering terjadi
diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan kesadaran gangguan penglihatan,
gangguan komunikasi, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini
biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi.
D. Patofisiologi/Pathway
Stroke iskemik yang paling sering disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak besar
akibat emboli maupun thrombosis yang dapat bersumber dari jantung arkus aorta, atau lesi
arteri lainnya, seperti arteri karotis ( Hariyanto: 2015).
Pasien stroke non hemoragik akan mengalami beberapa perubahan pada daerah
ekstremitas, perubahan yang terjadi ini sesuai dengan arteri mana yang terkena infark
(Masriadi: 2016). Pasien paling sering mengalami disartria ialah berkurangnya kemampuan
berbicara namun masih dapat memahami kalimat yang disampaikan seseorang. Disartria
disebabkan oleh disfungsi saraf kranial pada arteri vertebrobasilar atau cabangnya (Black &
Hawks, 2014). Afasia merupakan penurunan kemampuan berkomunikasi, afasia ini dibagi
menjasi tiga dengan gangguan yang berbeda yaitu Afasia wernic yang mempengaruhi
pemahaman berbicara sebagai hasil dari infark pada lobus temporal otak. Afasia Broca
mempengaruhi produksi bicara sebagai akibat dari infark lobus frontal otak dan Afasia global
mempengaruhi komprehensi dan produksi bicara (Black & Hawks, 2014). Hemiplegi dan
hemiparesis merupakan kondisi dimana tubuh mengalami penurunan kemampuan yang
disebabkan oleh infark arteri serebral anterior yang merupakan pusat pengontrol gerakan
(Masriadi, 2016).
Pathway
Thrombus, Emboli serebral
Perubahan perfusi jaringan Hemisfer kiri Hemisfer kanan Infark batang otak
Disfagia Afasia Kelainan Mudah Hemiplagi Hemiplagi Defisit Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus
visual frustasi kanan kiri perseptual 1 2 3,4,6 7 8 9,10,11 5 12
kanan
Daya Penurun Penurun Menutup Pendenga Reflek
Kerusakan Gangguan pencuiman nan daya an lapang kelopak ran dan Kemampuan mengunyah
komunikasi konsep Kelemahan Kelainan menurun penglihat pandang mata, keseimban menelan menurun
verbal diri : fisik visual kiri an fungsi gan tubuh menurun
harga diri Reflek pengecap menurun Tersedak
rendah cahaya 2/3 lidah
menurun Obsktruksi
Kerusakan Kurang Organ Resiko jalan nafas
menelan perawatan mobilitas tinggi Perubahan
diri fisik cidera ukuran
pupil Bersihan jalan
Resiko tinggi nafas tidak
Kerusakan Bola mata tdk efektif
integritas kulit dpt mengikuti perintah
Gangguan
persepsi
sensori
Sumber : World
Gangguan nutrisi kurang health, 2012
dari kebutuhan tubuh
E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan stroke menurut Smeltzer & Bare (2015), yaitu :
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 jam. Pasien yang koma pada saat masuk
dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini
adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.
b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum stroke.
Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien
stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat.
Latihan rehabilitasi yang sering digunakan salah satunya adalah Range of Motion
(ROM) yang merupakan salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat
dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah
sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG 12 sandapan dan didapatkan gelombang R monofasik, menghilang dan
melebar pada sandapan I, V₅ & V₄ terutama gelombang S ini terjadi bila adanya
kardiomegali ( Liza, 2017).
b. CT Scan didapatkan lesi lebih dari sepertiga wilayah arteri cerebra media. Hal ini
disebabkan karena trombolisis yang dilakukan pada daerah ireversibel yang luas
memiliki resiko tinggi terjadinya perdarahan. (Mardhiah, 2014).
c. Nilai laboratorium
Menurut Muhammad (2014) nilai rerata kadar guka darah pasien stroke non
hemoragik dengan ketergantungan total ialah 163,50 mg/dL, pada ketergantungan
berat 150,25 gr/Dl dan ketergantungan sedang 156,75 mg/Dl. 37,5 % pasien stroke
non hemoragik menglami penurunan hemoglobin dengan nilai dibawah 12-14 gr/Dl
(Rut Pamela, 2015).
d. Thorax Photo
Didapatkan kardiomegali tanpa bendungan paru dengan batas jantung kanan
lebih dari 1/3 diafragma kanan dan sudut kardiofrenikus lancip, double kontur sisi
kanan jantung, aurikel menonjol dan bronkus utama kiri terangkat.
G. Pengkajian Fokus
Menurut Nusatirin, (2018) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jeniskelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggaldan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
g. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.
Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
h. Pemeriksaan Penunjang
H. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mibilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0054)
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke otak (D.0017)
c. Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun (D.0143)
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(D.0109)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0119)
I. Perencanaan Keperawatan
Terapeutik :
1) Orientasikan ruangan pada pasien dan
keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi terkunci
3) Pasang handrall tempat tidur
4) Atur tempat
Edukasi :
1) Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
5) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
untuk memanggil perawat
4. Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
dengan gangguan neuromuscular 3x24 jam, diharapkan mampu melakukan atau Observasi :
(D.0109) menyelesaikan aktivitas perawatan diri 1) Identifikasi kebiasaan aktivitas
(L.11103) dengan kriteria hasil : perawatan diri sesuai usia
1) Kemampuan mandi meningkat (5) 2) Monitor tingkat kemandirian
2) Kemampuan mengenakan pakaian 3) Identifikasi kebutuhan alat bantu
meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias dan
3) Kemampuan makan meningkat (5) makan
4) Kemampuan ke toilet BAB/BAK Terapeutik :
meningkat (5) 1) Sediakan lingkungan yang terapeutik
5) Verbalisasi keinginan melakukan (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
perawatan diri meningkat (5) 2) Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum,
6) Minat melakukan perawatan diri sikat gigi, dan sabun mandi
meningkat (5) 3) Dampingi dalam melakukan perawatan
7) Mempertahankan kebersihan diri diri sampai mandiri
meningkat (5) 4) Fasilitasi untuk menerima keadaan
8) Mempertahankan kebersihan mulut ketergantungan
meningkat(5) 5) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
6) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
1) Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai dengan
kemampuan
5. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Promosi Komunikasi: Devisit Bicara
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (I.13492)
neuromuscular (D.0119) (L.13118) dengan kriteria hasil: Observasi :
1) Kemampuan berbicara meningkat (5) 1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
2) Kemampuan mendengar meningkat (5) volume dasn diksi bicara
3) Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat 2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan
(5) fisiologis yang berkaitan dengan bicara
4) Kontak mata meningkat (5) 3) Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal
5) Respon perilaku membaik (5) lain yang menganggu bicara
6) Pemahaman komunikasi membaik (5) 4) Identifikasi prilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik :
1) Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
2) Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
3) Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4) Ulangi apa yang disampaikan pasien
5) Berikan dukungan psikologis
6) Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi :
1) Anjurkan berbicara perlahan
2) Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi :
1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
DAFTAR PUSTAKA