Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN


(STROKE NON HEMORAGIC/SNH)

ANGGI AINUN NISA


PO7120421003

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

PROFESI NERS ANGKATAN 5

POLTEKKES KEMENKES PALU

T.A 2021 – 2022


A. Pengertian

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung 24 jam atau lebih dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
selian vaskuler (Martini, 2014).

Stroke non hemoragik adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak akibat gangguan
suplay darah kebagian otak ( Brunner & Suddath: 2014). Stroke non hemoragik biasa disebut
dengan stroke iskemik atau emboli dan thrombus yaitu tertutupnya pembuluh darah oleh
pembekuan darah atau gumpalan hasil terbentuknya thrombus (Nurarif, 2015).

B. Etiologi

Stroke biasanya terjadi disebabkan oleh satu dari kejadian dibawah ini:

a. Thrombolisis

Pengumpulan thrombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
endothelial dari pembuluh darah. Arteroslerosis menyebabkan zat lemak tertumpuk dan
membentuk plak didinding pembuluh darah menyempit (Black & Hawks, 2014).

b. Emboli cerebral

Yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui pembuluh darah
dibawa ke otak dan terjadi penyumbatan aliran darah bagian otak tertentu (Nuraruf, 2015).

c. Spasme pembuluh darah

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi penurunan aliran darah ke otak
yang disuplay pleh pembuluh darah yang menyempit. (Black & Hawks, 2014).

C. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragam tergantung dari arteri serebral yang
terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral, manifestasi klinis yang sering terjadi
diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan kesadaran gangguan penglihatan,
gangguan komunikasi, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini
biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi.
D. Patofisiologi/Pathway

Stroke iskemik yang paling sering disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak besar
akibat emboli maupun thrombosis yang dapat bersumber dari jantung arkus aorta, atau lesi
arteri lainnya, seperti arteri karotis ( Hariyanto: 2015).

Emboli dan thrombus inilah yang mengakibatkan berkurangnya atau adanya


penurunan suplai darah keotak yang akan mengakibatkan infak sehingga otak tidak dapat
melakukan metabolisme anaerob. Luasnya infark bergantung pada lokasi dan ukuran arteri
yang tersumbat (Black & Hawks, 2014).

Pasien stroke non hemoragik akan mengalami beberapa perubahan pada daerah
ekstremitas, perubahan yang terjadi ini sesuai dengan arteri mana yang terkena infark
(Masriadi: 2016). Pasien paling sering mengalami disartria ialah berkurangnya kemampuan
berbicara namun masih dapat memahami kalimat yang disampaikan seseorang. Disartria
disebabkan oleh disfungsi saraf kranial pada arteri vertebrobasilar atau cabangnya (Black &
Hawks, 2014). Afasia merupakan penurunan kemampuan berkomunikasi, afasia ini dibagi
menjasi tiga dengan gangguan yang berbeda yaitu Afasia wernic yang mempengaruhi
pemahaman berbicara sebagai hasil dari infark pada lobus temporal otak. Afasia Broca
mempengaruhi produksi bicara sebagai akibat dari infark lobus frontal otak dan Afasia global
mempengaruhi komprehensi dan produksi bicara (Black & Hawks, 2014). Hemiplegi dan
hemiparesis merupakan kondisi dimana tubuh mengalami penurunan kemampuan yang
disebabkan oleh infark arteri serebral anterior yang merupakan pusat pengontrol gerakan
(Masriadi, 2016).
Pathway
Thrombus, Emboli serebral

Sumbatan aliran darah & O2 serebral

Perubahan perfusi jaringan Hemisfer kiri Hemisfer kanan Infark batang otak

Disfagia Afasia Kelainan Mudah Hemiplagi Hemiplagi Defisit Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus
visual frustasi kanan kiri perseptual 1 2 3,4,6 7 8 9,10,11 5 12
kanan
Daya Penurun Penurun Menutup Pendenga Reflek
Kerusakan Gangguan pencuiman nan daya an lapang kelopak ran dan Kemampuan mengunyah
komunikasi konsep Kelemahan Kelainan menurun penglihat pandang mata, keseimban menelan menurun
verbal diri : fisik visual kiri an fungsi gan tubuh menurun
harga diri Reflek pengecap menurun Tersedak
rendah cahaya 2/3 lidah
menurun Obsktruksi
Kerusakan Kurang Organ Resiko jalan nafas
menelan perawatan mobilitas tinggi Perubahan
diri fisik cidera ukuran
pupil Bersihan jalan
Resiko tinggi nafas tidak
Kerusakan Bola mata tdk efektif
integritas kulit dpt mengikuti perintah

Gangguan
persepsi
sensori
Sumber : World
Gangguan nutrisi kurang health, 2012
dari kebutuhan tubuh
E. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan stroke menurut Smeltzer & Bare (2015), yaitu :
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 jam. Pasien yang koma pada saat masuk
dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar penuh
mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas dalam fase akut ini
adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang baik.
b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum stroke.
Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien
stroke, sehingga mampu mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari adekuat.
Latihan rehabilitasi yang sering digunakan salah satunya adalah Range of Motion
(ROM) yang merupakan salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang dapat
dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah
sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG 12 sandapan dan didapatkan gelombang R monofasik, menghilang dan
melebar pada sandapan I, V₅ & V₄ terutama gelombang S ini terjadi bila adanya
kardiomegali ( Liza, 2017).
b. CT Scan didapatkan lesi lebih dari sepertiga wilayah arteri cerebra media. Hal ini
disebabkan karena trombolisis yang dilakukan pada daerah ireversibel yang luas
memiliki resiko tinggi terjadinya perdarahan. (Mardhiah, 2014).
c. Nilai laboratorium
Menurut Muhammad (2014) nilai rerata kadar guka darah pasien stroke non
hemoragik dengan ketergantungan total ialah 163,50 mg/dL, pada ketergantungan
berat 150,25 gr/Dl dan ketergantungan sedang 156,75 mg/Dl. 37,5 % pasien stroke
non hemoragik menglami penurunan hemoglobin dengan nilai dibawah 12-14 gr/Dl
(Rut Pamela, 2015).
d. Thorax Photo
Didapatkan kardiomegali tanpa bendungan paru dengan batas jantung kanan
lebih dari 1/3 diafragma kanan dan sudut kardiofrenikus lancip, double kontur sisi
kanan jantung, aurikel menonjol dan bronkus utama kiri terangkat.
G. Pengkajian Fokus

Menurut Nusatirin, (2018) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jeniskelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggaldan jam MRS, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku
juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,


penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,


atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan keluhan klien,


pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.

 B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak


napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi
bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret
dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
napas tambahan.

 B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
 B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi


(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

 B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
 B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual


muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

 B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter


terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tandatanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

 Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
 Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,


lobus frontal, dan hemisfer.

 Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

 Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang
tidak begitu nyata.

 Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pemeriksaan Penunjang

CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya visualisasi pita insular,


hilangnya garis tekanan nucleus lentiformis, penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk.,
2014, p. 1560).
i. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik
 Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik
(Masriadi, 2016, p. 129)
 Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan trombosit dan
terbentuknya trombus atau pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen
pembuluh darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg per hari
dalam 48 jam, tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg sehari dalam 1-2 tahun,
clopidogrel dengan dosis 75 mg 1x sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
 Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum menawarkan makanan
semi padat dengan porsi kecil tetapi sering. Letakkan baki makanan di tempat yang
mudah terlihat oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila pasien
masih mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan pemasangan selang
nasogastric (NGT) (Kowalak, 2011, p. 339).

H. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mibilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0054)
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke otak (D.0017)
c. Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan otot menurun (D.0143)
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(D.0109)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0119)
I. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Gangguan mibilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Mobilisasi (I.05173)
dengan gangguan neuromuscular 3x24 jam, diharapkan mobilitas meningkat Observasi :
(D.0054) (L.05042) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
1) Pergerakan ekstremitas meningkat (5) fisik lainnya
2) Kekuatan otot meningkat (5) 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan
3) Rentang gerak (ROM) meningkat (5) pergerakan
4) Kaku sendi menurun (5) 3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan
5) Gerakan terbatas menurun (5) darah sebelum memulai mobilisasi
6) Kelemahan fisik menurun (5) 4) Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik :
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur,
duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Menejemen Peningkatan Tekanan
berhubungan dengan penurunan sirkulasi 3x24 jam, diharapkan perfusi serebral Intrakranial (I.06198)
darah ke otak (D.0017) meningkat (L. 02014) dengan kriteria hasil : Observasi :
1) Tingkat kesadaran meningkat (5) 1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2) Kognitif meningkat (5) (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema
3) Tekanan intra kranial menurun (5) serebral)
4) Sakit kepala menurun (5) 2) Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
5) Demam menurun (5) (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan
6) Nilai rata-rata tekanan darah membaik (5) nadi melebar, bradikardia, pola napas
7) Kesadaran membaik (5) ireguler, kesadaran menurun)
8) Tekanan darah sistolik membaik (5) 3) Monitor status pernapasan
9) Tekanan darah diastolik membaik (5) 4) Monitor intake dan output cairan
10) Reflek saraf membaik (5) Terapeutik :
1) Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2) Berikan posisi semi fowler
3) Hindari maneuver valsava
4) Cegah terjadinya kejang
5) Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikonvulsan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian diuretic osmosis,
jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu
3. Resiko jatuh dibuktikan dengan kekuatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan Jatuh (I. 14540)
otot menurun (D.0143) 3x24 jam, diharapkan tingkat jatuh menurun Observasi :
(L.14138) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi faktor risiko jatuh
1) Jatuh dari tempat tidur menurun (5) 2) Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali
2) Jatuh saat berdiri menurun (5) setiap shift
3) Jatuh saat duduk menurun (5) 3) Identifikasi faktor lingkungan yang
4) Jatuh saat berjalan menurun (5) meningkatkan risiko jatuh
5) Jatuh saat dipindahkan menurun (5) 4) Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
6) Jatuh saat naik tangga menurun (5) skala
7) Jatuh saat di kamar mandi menurun (5) 5) Monitor kemampuan berpindah dari
8) Jatuh saat membungkuk menurun (5) tempat tidur ke kursiroda dan sebaliknya

Terapeutik :
1) Orientasikan ruangan pada pasien dan
keluarga
2) Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda
selalu dalam kondisi terkunci
3) Pasang handrall tempat tidur
4) Atur tempat
Edukasi :
1) Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
2) Anjurkan menggunakan alas kaki yang
tidak licin
3) Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
4) Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki
untuk meningkatkan keseimbangan saat
berdiri
5) Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil
untuk memanggil perawat

4. Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
dengan gangguan neuromuscular 3x24 jam, diharapkan mampu melakukan atau Observasi :
(D.0109) menyelesaikan aktivitas perawatan diri 1) Identifikasi kebiasaan aktivitas
(L.11103) dengan kriteria hasil : perawatan diri sesuai usia
1) Kemampuan mandi meningkat (5) 2) Monitor tingkat kemandirian
2) Kemampuan mengenakan pakaian 3) Identifikasi kebutuhan alat bantu
meningkat (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias dan
3) Kemampuan makan meningkat (5) makan
4) Kemampuan ke toilet BAB/BAK Terapeutik :
meningkat (5) 1) Sediakan lingkungan yang terapeutik
5) Verbalisasi keinginan melakukan (mis. Suasana hangat, rileks, privasi)
perawatan diri meningkat (5) 2) Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum,
6) Minat melakukan perawatan diri sikat gigi, dan sabun mandi
meningkat (5) 3) Dampingi dalam melakukan perawatan
7) Mempertahankan kebersihan diri diri sampai mandiri
meningkat (5) 4) Fasilitasi untuk menerima keadaan
8) Mempertahankan kebersihan mulut ketergantungan
meningkat(5) 5) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
6) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
1) Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai dengan
kemampuan
5. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Promosi Komunikasi: Devisit Bicara
berhubungan dengan gangguan 3x24 jam, diharapkan komunikasi verbal (I.13492)
neuromuscular (D.0119) (L.13118) dengan kriteria hasil: Observasi :
1) Kemampuan berbicara meningkat (5) 1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
2) Kemampuan mendengar meningkat (5) volume dasn diksi bicara
3) Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat 2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan
(5) fisiologis yang berkaitan dengan bicara
4) Kontak mata meningkat (5) 3) Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal
5) Respon perilaku membaik (5) lain yang menganggu bicara
6) Pemahaman komunikasi membaik (5) 4) Identifikasi prilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
Terapeutik :
1) Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan
Komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan computer)
2) Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan
satu gagasan atau pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan
Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
3) Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
4) Ulangi apa yang disampaikan pasien
5) Berikan dukungan psikologis
6) Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi :
1) Anjurkan berbicara perlahan
2) Ajarkan pasien dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi :
1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Rozi. 2014. Rotgen Kardio Megali. Buku Saku


Kedokteran. https://bukusakudokter.org diakses Juni 2017
Agustinus, 2017. Syarat Diit Pada Stroke. https://kompasiana.com diakses Juni 2017
Aprilia, Maureen. 2015. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran
Menurun. http://Kalbemed.com diakses Juni 2017
ArtikelHallosehat 2017 Trauma Pada Kepala  http://Hallosehat.com/PenyakitStoke diakses
Juni 2017 
Black & Hawks.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.Salemba Medika
Brunner & Suddarth.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC
Handiyani, Hanny.2015.Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id diakses Juni 2017
Haryanto, Awan. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media
Mardiah, Asma.2014.Tanda Awal Stroke Iskemik Pada CT-Scan Tanpa Kontras. Universitas
Gadjah Mada https://xa.yimg.com diakses Juni 2017
Martini, Santi. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Pengetahuan
Stroke.Surabaya. Jurnal berkala pidemiologi Vol (2)
Masriadi. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.Jakarta. Trans Info Media
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuluskeletal.Jakarta.Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC NOC. Jogjakarta, Mediaction
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
Profil Kesehatan Provinsi.2013.Angka Kejadian Stroke Non
Hemoragik. www.depkes.go.id/resources. Diakses Juni 2017
Rahayu, Kun ika Nur.2015.Pengaruh Pemberian ROM Terhadap Kemampuan Motorik Pada
Pasien Post Stroke. Jurnal Keperawatan P-ISSN 2086-3071
Ramadhani, Ariesta. 2015.Gambaran Angka Kejadian Stroke Akibat Hipertensi Di Instalasi
Rehabilitasi Medik Manado.Fakultas Kedokteran Samratulangi Manado
Rut Pamela.2015.Hubungan Kadar Hemoglobin Dalam Prognosis Pada Pasien Stroke
Iskemik di RSUD Dr.Moewardi. Jurnal Kedokteran
Surakarta https://digilib.uns.ac.id diakses Juni 2017
Sari, Indah. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stroke Berulang.Surakarta.
Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah
Siloam, Hospital. 2016. Kenali Golden Period Dalam Penanganan
Stroke. http://www.1health.id/id/articl diakses Juli 2017
Suratun, dkk.2013. Klien Gangguan Sistem Muskuluskeletal.Jakarta.EGC
Susanto, Albert. 2014. Peranan CT Scan Kepala Dalam Diagnosis Nyeri Kepala Kronis.
Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya
Syaifuddin.2014. Anatomi Fisiologi.Jakarta.EGC
Unita. 2016. Anatomi Otak. http://unita.lecture.ub.ac.id. Diakses Juli 2017
Wilkinson, M judith.2014.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai